Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMULIAAN TANAMAN
(PNA 3414)

ACARA I
PERAKITAN VARIETAS HIBRIDA PADA TANAMAN PADI

Semester
Genap 2019/2020

Oleh
Nama : Junyan Ivan Fandy
NIM : A1D018139
Kelas :B

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN BIOTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2020
A. PENDAHULUAN
Padi merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan karena produk yang di hasilkan dari padi yakni beras menjadi
makanan pokok bagi 97% penduduk Indonesia. Selain berperan sebagai pemenuhan
kebutuhan pangan utama, beras juga dibutuhkan dalam industri pangan dan pakan.
Dengan meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia maka permintaan
beras secara nasional setiap tahunnya meningkat. Peningkatan permintaan beras nasional jika
tidak diimbangi dengan pemenuhan akan produksi beras yang cukup, dikhawatirkan akan
menjadikan pasokan beras bagi masyarakat tidak dapat terpenuhi. Guna mencukupi
permintaan beras yang kian meningkat, maka pemerintah mengembangkan varietas padi
hibrida yang memiliki daya hasil tinggi.
Perakitan varietas padi hibrida tidak sebatas membalikkan telapak tangan. Terdapat beberapa
tahapan dan prosedur yang harus dilaksanakan agar varietas yang dirakit dapat sesuai dengan
keinginan pemulia tanaman dan dapat dilepas ke masyarakat luas. Praktikum kali ini
bertujuan agar mahasiswa dapat menyusun perencanaan program pemuliaan tanaman untuk
merakit varietas padi hibrida untuk daya hasil tinggi dan/atau toleran lingkungan rawan
biotik/abiotik.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dan pembahasan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Karakterisasi dan Seleksi Plasma Nutfah
a. Klasifikasi Tanaman
Berikut adalah klasifikasi tanaman padi:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L. (Suroto et al., 2013).
b. Biologi Bunga Tanaman Padi
Malai terdiri dari 8-10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer. Pada buku pangkal
malai umumnya hanya muncul satu cabang primer dan dari cabang primer tersebut akan
muncul lagi cabang-cabang sekunder. Pada malai inilah tumbuh bunga yang nantinya akan
menjadi biji. Bunga padi berkelamin dua dan memiliki enam buah benang sari dengan
tangkai sari pendek dan dua kantung serbuk di kepala sari. Bunga padi juga mempunyai dua
tangkai putik dengan dua kepala putik yang berwarna putih atau ungu. Sekam mahkotanya
ada dua dan yang bawah disebut lemma sedang yang atas disebut palea. Bunga padi bersifat
majemuk yaitu ibu tangkai bunga bercabang-cabang dan masing-masing cabang mendukung
bunga-bunga dengan susunan seperti bulir (Rumanti et al., 2014).
Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri sehingga dalam perakitan varietas padi hibrida,
diperlukan teknologi galur mandul jantan sebagai tetua betina. Selain penggunaan galur
mandul jantan, maka diperlukan galur lain untuk melestarikan galur mandul jantan yaitu
galur pelestari. Dan untuk memproduksi hibridanya galur mandul jantan harus disilangkan
dengan galur pemulih kesuburan (restorer) untuk mengembalikan kesuburan pada hibrida.
Galur pemulih kesuburan ini sekaligus sebagai tetua jantan (Syukur et al., 2010).
Penyerbukan sendiri adalah penyatuan sel telur dengan sel sperma yang berasal dari satu
tanaman. Jika persentase penyerbukan sendiri lebih dari 95% maka tanaman tersebut
dikelompokkan sebagai tanaman menyerbuk sendiri. Dengan penyerbukan ini akan dapat
dipertahankan homozigositas tanaman yang sudah homozigot atau dapat diperoleh proporsi
homozigot yang makin tinggi bila dilakukan penyerbukan sendiri terus menerus dari tanaman
heterozigot (Basyuda, 2018).
Penyerbukan sendiri terjadi karena sifat genetik dan susunan morfologi bunga. Sifat genetik
yang dimaksud adalah kemampuan sel kelamin tanaman untuk dapat bergabung sendiri.
Susunan morfologi bunga dikaitkan dengan susunan bunga tertentu sehingga dapat
menghalangi masuknya tepung sari tanaman lain ke sel telur lain. Beberapa mekanisme dapat
menghalangi tepung sari, antara lain bunga tidak membuka, butir telur sari luruh sebelum
bunga membuka, benang sari dan putik ditutup oleh bagian bunga sesudah bunga membuka,
serta putik memanjang segera setelah tepung sari masak. Contohnya pada sorgum, sekam
bagian terluar tetap tertutup sampai anthesis selesai. Pada tanaman kedelai, mahkota tetap
tertutup sampai anthesis selesai. Pada tomat, tangkai putik tersembunyi dan dikelilingi
benang sari (Basyuda, 2018).
2. Pemilihan Tetua dan Pembentukan Hibrida
Suatu galur sebelum dijadikan tetua dalam persilangan untuk menghasilkan varietas, perlu
diketahui daya gabungnya. Salah satu cara untuk mengetahui daya gabung galur adalah
melalui persilangan dialel. Daya gabung merupakan suatu ukuran kemampuan genotipe
tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul. Hasil evalusi daya gabung
dilanjutkan dengan uji daya hasil pendahuluan dan uji multilokasi. Pada akhirnya calon
varietas yang unggul berdasarkan uji pendahuluan dan uji multilokasi dapat dilepas menjadi
varietas baru (Sujiprihati et al., 2012). Penentuan kombinasi tetua persilangan melalui
analisis keragaman genetik dengan menggunakan marka SSR memberikan hasil yang lebih
meyakinkan dibandingkan dengan marka morfologi karena sifatnya yang tidak dipengaruhi
oleh lingkungan (Izzah & Reflinur, 2018).
Varietas hibrida adalah generasi pertama (F1) hasil persilangan antara tetua berupa galur
inbrida atau varietas bersari bebas yang genotipenya berbeda dan memiliki keunggulan sifat
masing-masing guna mendapatkan kombinasi sifat yang lebih baik dari generasi sebelumnya
(Syukur et al., 2010). Benih padi hibrida merupakan generasi pertama (F1) dari suatu
persilangan dua genotipe (tetua) yang berbeda secara genetik. Benih padi hibrida terbentuk
bila sel telur dibuahi oleh serbuk sari dari kepala sari yang berasal dari varietas/galur tanaman
padi yang berbeda. Produksi benih padi hibrida di Indonesia selama ini menggunakan sistem
tiga galur dengan melibatkan tetua betina (galur mandul jantan/CMS/A), galur pelestari
(maintainer/B), dan galur pemulih kesuburan (restorer/R) (Ashari & Rusastra, 2014).
Produksi padi hibrida sangatlah kompleks, banyak sekali faktor yang mempengaruhi hasil
dan kualitas benih yang dihasilkan. Interaksi antara G x E x M (genetik, lingkungan dan
manajemen) merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses produksi
padi hibrida. Beberapa strategi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi padi
hibrida adalah menentukan musim dan lokasi yang sesuai, penanaman di wilayah yang bukan
endemik hama dan penyakit serta sinkronisasi antara tetua jantan dan betina pada saat fase
pembungaan atau pengisian malai (Firohmatillah & Nurmalina, 2012).
Galur mandul jantan (CMS) merupakan tanaman normal yang kemandulannya dikendalikan
pada sitoplasma (S) dan gen inti bersifat resesif (rfrf). Galur mandul jantan selalu
diperbanyak dengan cara menyilangkan dengan galur pelestari (maintainer line atau B).
Galur pelestari memiliki genotipe sama dengan CMS tapi sitoplasma normal (N). Sitoplasma
bersifat maternal (diturunkan dari tetua betina) sehingga sifat CMS dapat lestari.
Pengembangan padi hibrida yang menggunakan sistem mandul jantan sitoplasmik-genetik
diperlukan pula tetua yang dapat memulihkan sifat fertilitas tepung sari (restorer/R) yang
memiliki gen inti normal/dominan (RfRf). Persilangan antara CMS dengan R ini yang akan
menghasilkan benih padi hibrida (F1) (Susilawati, 2014).
Mandul jantan dapat dibedakan berdasarkan sistem pembentuk kemandulannya yaitu genetic
dan non genetic male sterility. Sistem ini terbagi dalam tiga kelompok yaitu mandul jantan
sitoplasma/cytoplasmic male sterility (CMS), mandul jantan karena lingkungan (EGMS) dan
non genetik atau karena perlakuan kimiawi (non genetic or chemically induced male sterility).
Bahan kimia yang digunakan diistilahkan sebagai chemical hybridizing agents (CHAs).
Beberapa CHAs yang pernah dipakai adalah senyawa ethrel, zinc methylarsenate, sodium
methylarsenate dan lain-lain (Satoto & Suprihatno, 2008).

Gambar 1. Skema sistem mandul jantan sitoplasma, tiga galur yang merupakan komponen
utama dalam pembentukan padi hibrida sistem tiga galur (Galur A: galur mandul jantan/CMS;
Galur B: galur maintainer; Galur R: galur restorer; S: sitoplasma steril; F: sitoplasma fertil;
RFRF: gen di inti fertil; rfrf : gen di inti steril) (Susilawati, 2014).
Hasil benih F1 menggunakan sistem tiga galur masih rendah karena dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah karakter pembungaan pada galur-galur tetua,
antara lain eksersi malai, eksersi stigma, sudut membuka bunga, dan lama bunga membuka
yang tidak mendukung persilangan secara alami. Faktor eksternal yaitu ketepatan
(sinkronisasi) waktu berbunga antara galur A dengan galur R (Satoto & Rumanti, 2011).
3. Evaluasi Hibrida
Daya gabung umum adalah nilai rata-rata dari galur-galur dalam seluruh kombinasi
persilangan apabila disilangkan dengan galur-galur yang lainnya. Nilai daya gabung umum
dapat bersifat positif atau negatif. Efek DGU positif menunjukkan bahwa bila suatu galur
disilangkan dengan penguji akan dihasilkan rata-rata keturunan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ratarata seluruh keturunan yang dievaluasi. Pada karakter-karakter
komponen hasil yang mendukung peningkatan hasil, dicari nilai daya gabung yang tinggi dan
positif sedangkan pada karakter-karakter komponen hasil yang menyebabkan penurunan hasil
dicari nilai daya gabung yang negatif (Sholekha et al., 2015).
Nilai daya gabung umum (DGU) yang besar menunjukkan tetua atau galur (dalam hal ini
galur mandul jantan) mempunyai kemampuan bergabung dengan semua penguji (dalam hal
ini restorer), sedangkan nilai DGU yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut
mempunyai kemampuan bergabung yang kurang baik terhadap semua penguji yang lain.
Pada program pemuliaan tanaman untuk merakit varietas hibrida, maka pemulia bertujuan
mengidentifikasi DGU yang tinggi pada parental dan DGK yang tinggi pada hibridanya
(Sholekha et al., 2015).
Nilai DGU yang rendah pada karakter hasil disebabkan oleh rendahnya DGU pada komponen
hasil. Apabila pada suatu individu terdapat dua atau lebih komponen hasil yang memiliki
nilai DGU yang rendah, maka nilai daya gabung dari karakter hasil juga akan rendah. Hal ini
akan berdampak pada keturunan yang dihasilkan tidak mampu lebih baik dari tetua yang
digunakan (Sholekha et al., 2015).
Daya gabung khusus (DGK) adalah penampilan galur murni dalam suatu kombinasi
persilangan tertentu. Daya gabung khusus penting untuk galur-galur murni yang sebelumnya
telah diseleksi terhadap peningkatan hasil. Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan
metode diallel cross. Metode diallel cross merupakan evaluasi terhadap seluruh kombinasi
hibrida silang tunggal dari sejumlah galur murni (Hairmansis & Aswidinnoor, 2005).
Suatu galur perlu diketahui daya gabungnya sebelum dijadikan sebagai tetua dalam
persilangan untuk menghasilkan varietas hibrida. Daya gabung umum dan daya gabung
khusus merupakan parameter genetik yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi potensi
galur-galur inbrida dalam perakitan varietas padi hibrida. Daya gabung yang diperoleh dari
persilangan antara kedua tetua dapat memberikan informasi tentang kombinasi-kombinasi
persilangan yang dapat memberikan keturunan lebih baik (Iriany et al., 2011).
Heterosis merupakan sifat hibrida yang menunjukkan fenotipe lebih unggul dari induknya
baik dari karakter peningkatan biomassa, pertumbuhan, hasil, dan toleransi cekaman
(Agustiani et al., 2019). Nilai heterosis dapat bersifat positif maupun negatif. Baik heterosis
positif maupun heterosis negatif bermanfaat tergantung pada tujuan pemulia. Padi hibrida
dengan nilai heterosis yang lebih tinggi dimungkinkan memiliki jarak genetik tetua yang
lebih jauh daripada hibrida dengan nilai heterosis yang rendah. Jarak genetik atau perbedaan
genetik antara tetua-tetua yang digunakan dalam pembentukan hibrida diperlukan dalam
eksploitasi hibrida agar memiliki nilai heterosis yang tinggi. Dalam pemilihan hibrida
berdasarkan heterosis, menurut perspektif pemulia heterobeltiosis lebih diutamakan (lebih
penting) dari pada heterosis karena tujuannya adalah untuk memperoleh hibrida yang
superior (Sholekha et al., 2015).
4. Evaluasi dan Pengujian Genotip Terpilih
Populasi dasar disiapkan untuk dijadikan sumber keragaman dan dilakukan secara
terus-menerus melalui kegiatan persilangan buatan yang kemudian diikuti seleksi progeni
serta berbagai tahapan pengujian di lapangan. Genotipe terpilih dari populasi F1, selanjutnya
dievaluasi pada tahap uji plot promosi dan uji pendahuluan. Klon-klon terpilih kemudian
dievaluasi pada pengujian lanjutan dan pengujian adaptasi (Abdullah et al., 2008).
Berbagai kombinasi hibrida tersebut kemudian dievaluasi awal daya gabung umum dan daya
gabung khususnya serta kombinasi yang menunjukkan superior pada observasi daya hasil
diidentifikasi sebelum dilakukan evaluasi daya hasil. Evaluasi daya hasil meliputi uji daya
hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan serta uji multilokasi sebelum genotip terpilih
dilepas. Uji daya hasil perlu dilakukan agar didapatkan galur-galur harapan untuk uji adaptasi.
Penelitian ini merupakan salah satu dari tahap uji daya hasil untuk mengidentifikasi genotip
padi hibrida berdaya hasil tinggi yang berpotensi sebagai varietas unggul. (Fatimaturrohmah,
2016).
Setelah genotipe harapan didapatkan dari hasil perakitan, kemudian dilakukan pengujian
terhadap genotipe tersebut di lokasi yang berbeda (Priyanto et al., 2017). Hal tersebut
dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai karakter
pertumbuhan dan hasil dari genotipe baru tersebut. Tujuan pengujian adalah untuk memilih
galur atau genotipe unggul yang diharapkan dapat dilepas sebagai varietas unggul baru
dengan cara membandingkan genotipegenotipe unggul dengan varietas standar. Kriteria
penilaian didasarkan pada sifat atau karakter yang memiliki nilai ekonomi, misalnya daya
hasil. Dalam pengujian perlu diperhatikan besarnya interaksi antara genotipe dan lingkungan
untuk menghindari kehilangan genotipe-genotipe unggul dalam kegiatan seleksi. Terdapat
tiga tahap uji daya hasil yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan
(UDHL) dan uji multilokasi (UM) (Satoto & Suprihatno, 2008).
5. Pelepasan Varietas Tanaman dan Perlindungan Varietas Tanaman
Pelepasan varietas adalah pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas hasil pemuliaan di
dalam negeri dan/atau introduksi yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Pertanian bahwa
varietas tersebut merupakan suatu varietas unggul yang dapat disebarluaskan (Sayaka et al.,
2011). Pelepasan varietas dapat berasal dari hasil pemuliaan atau varietas lokal. Varietas hasil
pemuliaan adalah varietas yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman. Sedangkan
varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun-temurun oleh
petani, serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh negara (Aristya & Taryono, 2019).
Terdapat beberapa tahap dalam pelepasan varietas yang harus dilakukan sebelum varietas
yang baru dapat disebar dengan catatan varietas tersebut memiliki keunggulan dan tidak
merugikan masyarakat serta lingkungan. Tahapan yang perlu dilakukan adalah Pengujian,
Penilaian, Pelepasan, dan Pemberian Nama varietas. Pengujian dalam pelepasan varietas
tanaman meliputi uji adaptasi dan uji observasi. Uji adaptasi adalah kegiatan uji lapangan
terhadap tanaman pada beberapa faktor bagi tanaman semusim, untuk mengetahui
keunggulan dan interakasi varietas terhadap lingkungan. Uji observasi dilakukan terhadap
tanaman tahunan atau tanaman semusim yang diproduksi secara terbatas, dan respon genetik
sangat spesifik terhadap lingkungan tumbuh (Syukur et al., 2018).
Langkah selanjutnya setelah melakukan pengujian adalah penilaian keunggulan maupun
kelemahan dari varietas padi hibrida yang diuji, baik iu daya hasil, ketahanan terhadap
organisme pengganggu tanaman, dan yang lain. Uji yang dilakukan dapat berupa analisis
stabilitas sifat. Sifat yang dibawa varietas tersebut harus dianggap sebagai tanggap genotipe
(Krismawati, 2014).

C. KESIMPULAN
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang dapat direkayasa menjadi tanaman
hibrida.
2. Sebelum merakit varietas padi hibrida, perlu diadakan seleksi dan pemilihan tetua yang
berbeda secara genetik. Apabila seleksi dan pemilihan tetuanya tepat maka dapat
menghasilkan varietas padi hibrida yang memiliki vigor dan daya hasil tinggi.
3. Setelah varietas padi hibrida sukses dirakit, perlu dievaluasi melalui uji nilai heterosis
dan daya gabung.
4. Padi yang sukses melewati serangkaian ujian dapat dilepas dan disebarluaskan ke
masyarakat umum sebagai varietas padi hibrida lokal/pemuliaan.
D. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. B., S. Tjokrowidjojo & Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan
padi tipe baru di indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27(1): 1-9.
Aristya, V. E. & Taryono. 2019. Pemuliaan tanaman partisipatif untuk meningkatkan peran
varietas padi unggul dalam mendukung swasembada pangan nasional. Agrinova. 2(1): 26-35.
Ashari & I W. Rusastra. 2014. Pengembangan padi hibrida: pengalaman dari asia dan
prospek bagi indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 32(2): 103-121.
Basyuda, R. N. 2018. Perancangan aplikasi pengenalan bunga sempurna dan tidak sempurna
menggunakan augmented reality berbasis android. Skripsi. STIKOM Dinamika Bangsa,
Jambi.
Fatimaturrohmah, S., I. A Rumanti, A. Soegianto & D. Damanhuri. 2016. Uji daya hasil
lanjutan beberapa genotip padi (Oryza Sativa L.) hibrida di dataran medium. Jurnal Produksi
Tanaman. 4(2): 129-136.
Firohmatillah, A. R. & R. Nurmalina. 2012. Pengembangan padi varietas unggul hibrida:
Pendekatan metode quality function development dan sensitivity price analysis. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. 13(1): 29-45.
Hairmansis, A. & H. Aswidinnoor. 2005. Daya gabung karakter pengisian gabah varietas
padi yang membawa alel netral pada lokus s-5. Jurnal Pemuliaan Indonesia. 16(2): 172-180.
Iriany, R. N., S. Sujiprihati, M. Syukur, J. Koswara & M. Yunus. 2011. Evaluasi daya
gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata) hasil persilangan
dialel. Jurnal Agrononomi Indonesia. 39(2): 103-111.
Izzah, N. K. & Reflinur. 2018. Pemilihan tetua persilangan pada kubis (Brassica oleracea var.
capitata) melalui analisis keragaman genetik. Jurnal Hortikultura. 28(1): 33-40.
Krismawati, A. & Z. Arifin. 2011. Stabilitas hasil beberapa varietas padi di lahan sawah.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 14(2): 84-91.
Priyanto, S. B., R. Efendi, Z. Bunyamin, M. Azrai & M. Syakir. 2017. Evaluasi stabilitas
hasil jagung hibrida menggunakan metode genotype and genotype by environment interaction
biplot (gge biplot). Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 1(2): 97-104.
Rumanti, I. A., B.S.Purwoko, I. S. Dewi, H. Aswidinnoor & Satoto. 2014. Morfologi bunga
dan korelasinya terhadap kemampuan menyerbuk silang galur mandul jantan padi. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 33(2): 109-115.
Satoto & B. Suprihatno. 2008. Pengembangan padi hibrida di indonesia. Iptek Tanaman
Pangan. 3(2): 27- 40.
Satoto & I. A. Rumanti. 2011. Peranan galur mandul jantan dalam perakitan dan
pengembangan padi hibrida. Iptek Tanaman Pangan. 6(1): 14-29.
Sayaka, B., S. M. Pasaribu & J. Hestina. 2011. Efektivitas kebijakan perbenihan kentang.
Analisis Kebijakan Pertanian. 10(1): 31-56.
Sholekha, U., Kuswanto & N. Basuki. 2015. Analisis daya gabung galur mandul jantan dan
heterosis pada 12 padi hibrida (Oryza sativa L.). Jurnal Produksi Tanaman. 3(3): 225-232.
Sujiprihati, S., M. Syukur, A. T. Makkulawu & R. N. Iriany. 2012. Perakitan varietas hibrida
jagung manis berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit bulai. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. 17(3): 159-165.
Sunian, E., M. S. Jamal, A. Ramli, O. Omar, H. Hashim, S. N. Misman & M. M. Saad. 2014.
Ciri morfologi, fisiko-kimia dan kerintangan dua titisan padi kemandulan jantan sitoplasma
(cms) baru. Jurnal Teknologi. 70(6): 1-8.
Suroto, R. B. Kiswardianta & S. Utami., S. 2013. Identifikasi berbagai jenis hama padi
(Oryza sativa) di Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo sebagai sumber belajar siswa
SMP kelas VIII semester gasal pokok bahasan hama dan penyakit. Jurnal Pendidikan. 19(1):
1-8.
Syukur, M., S. Sujiprihati & R. Yunianti. 2010. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti & D. A. Kusumah. 2010. Evaluasi daya hasil cabai
hibrida dan daya adaptasinya di empat lokasi dalam dua tahun. Jurnal Agronomi Indonesia.
38(1): 43-51.
Syukur, M., Sobir, A. Maharijaya, S. I. Aisyah, D. Sukma, Sulassih, A. W. Ritonga, M. R. A.
Istiqlal, A. Hakim, D. Efendi, K. Suketi, Undang, T. Yudilastari, R. Lestari, D. Alvida & E. T.
W. B. Akmala. 2018. Varietas cabai hias ayesha ipb. Comm. Horticulturae Journal. 2(1),
49-56.

Anda mungkin juga menyukai