PEMULIAAN TANAMAN
(PNA 3414)
ACARA I
PERAKITAN VARIETAS HIBRIDA PADA TANAMAN PADI
Semester
Genap 2019/2020
Oleh
Nama : Junyan Ivan Fandy
NIM : A1D018139
Kelas :B
Gambar 1. Skema sistem mandul jantan sitoplasma, tiga galur yang merupakan komponen
utama dalam pembentukan padi hibrida sistem tiga galur (Galur A: galur mandul jantan/CMS;
Galur B: galur maintainer; Galur R: galur restorer; S: sitoplasma steril; F: sitoplasma fertil;
RFRF: gen di inti fertil; rfrf : gen di inti steril) (Susilawati, 2014).
Hasil benih F1 menggunakan sistem tiga galur masih rendah karena dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah karakter pembungaan pada galur-galur tetua,
antara lain eksersi malai, eksersi stigma, sudut membuka bunga, dan lama bunga membuka
yang tidak mendukung persilangan secara alami. Faktor eksternal yaitu ketepatan
(sinkronisasi) waktu berbunga antara galur A dengan galur R (Satoto & Rumanti, 2011).
3. Evaluasi Hibrida
Daya gabung umum adalah nilai rata-rata dari galur-galur dalam seluruh kombinasi
persilangan apabila disilangkan dengan galur-galur yang lainnya. Nilai daya gabung umum
dapat bersifat positif atau negatif. Efek DGU positif menunjukkan bahwa bila suatu galur
disilangkan dengan penguji akan dihasilkan rata-rata keturunan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ratarata seluruh keturunan yang dievaluasi. Pada karakter-karakter
komponen hasil yang mendukung peningkatan hasil, dicari nilai daya gabung yang tinggi dan
positif sedangkan pada karakter-karakter komponen hasil yang menyebabkan penurunan hasil
dicari nilai daya gabung yang negatif (Sholekha et al., 2015).
Nilai daya gabung umum (DGU) yang besar menunjukkan tetua atau galur (dalam hal ini
galur mandul jantan) mempunyai kemampuan bergabung dengan semua penguji (dalam hal
ini restorer), sedangkan nilai DGU yang rendah menunjukkan bahwa tetua tersebut
mempunyai kemampuan bergabung yang kurang baik terhadap semua penguji yang lain.
Pada program pemuliaan tanaman untuk merakit varietas hibrida, maka pemulia bertujuan
mengidentifikasi DGU yang tinggi pada parental dan DGK yang tinggi pada hibridanya
(Sholekha et al., 2015).
Nilai DGU yang rendah pada karakter hasil disebabkan oleh rendahnya DGU pada komponen
hasil. Apabila pada suatu individu terdapat dua atau lebih komponen hasil yang memiliki
nilai DGU yang rendah, maka nilai daya gabung dari karakter hasil juga akan rendah. Hal ini
akan berdampak pada keturunan yang dihasilkan tidak mampu lebih baik dari tetua yang
digunakan (Sholekha et al., 2015).
Daya gabung khusus (DGK) adalah penampilan galur murni dalam suatu kombinasi
persilangan tertentu. Daya gabung khusus penting untuk galur-galur murni yang sebelumnya
telah diseleksi terhadap peningkatan hasil. Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan
metode diallel cross. Metode diallel cross merupakan evaluasi terhadap seluruh kombinasi
hibrida silang tunggal dari sejumlah galur murni (Hairmansis & Aswidinnoor, 2005).
Suatu galur perlu diketahui daya gabungnya sebelum dijadikan sebagai tetua dalam
persilangan untuk menghasilkan varietas hibrida. Daya gabung umum dan daya gabung
khusus merupakan parameter genetik yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi potensi
galur-galur inbrida dalam perakitan varietas padi hibrida. Daya gabung yang diperoleh dari
persilangan antara kedua tetua dapat memberikan informasi tentang kombinasi-kombinasi
persilangan yang dapat memberikan keturunan lebih baik (Iriany et al., 2011).
Heterosis merupakan sifat hibrida yang menunjukkan fenotipe lebih unggul dari induknya
baik dari karakter peningkatan biomassa, pertumbuhan, hasil, dan toleransi cekaman
(Agustiani et al., 2019). Nilai heterosis dapat bersifat positif maupun negatif. Baik heterosis
positif maupun heterosis negatif bermanfaat tergantung pada tujuan pemulia. Padi hibrida
dengan nilai heterosis yang lebih tinggi dimungkinkan memiliki jarak genetik tetua yang
lebih jauh daripada hibrida dengan nilai heterosis yang rendah. Jarak genetik atau perbedaan
genetik antara tetua-tetua yang digunakan dalam pembentukan hibrida diperlukan dalam
eksploitasi hibrida agar memiliki nilai heterosis yang tinggi. Dalam pemilihan hibrida
berdasarkan heterosis, menurut perspektif pemulia heterobeltiosis lebih diutamakan (lebih
penting) dari pada heterosis karena tujuannya adalah untuk memperoleh hibrida yang
superior (Sholekha et al., 2015).
4. Evaluasi dan Pengujian Genotip Terpilih
Populasi dasar disiapkan untuk dijadikan sumber keragaman dan dilakukan secara
terus-menerus melalui kegiatan persilangan buatan yang kemudian diikuti seleksi progeni
serta berbagai tahapan pengujian di lapangan. Genotipe terpilih dari populasi F1, selanjutnya
dievaluasi pada tahap uji plot promosi dan uji pendahuluan. Klon-klon terpilih kemudian
dievaluasi pada pengujian lanjutan dan pengujian adaptasi (Abdullah et al., 2008).
Berbagai kombinasi hibrida tersebut kemudian dievaluasi awal daya gabung umum dan daya
gabung khususnya serta kombinasi yang menunjukkan superior pada observasi daya hasil
diidentifikasi sebelum dilakukan evaluasi daya hasil. Evaluasi daya hasil meliputi uji daya
hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan serta uji multilokasi sebelum genotip terpilih
dilepas. Uji daya hasil perlu dilakukan agar didapatkan galur-galur harapan untuk uji adaptasi.
Penelitian ini merupakan salah satu dari tahap uji daya hasil untuk mengidentifikasi genotip
padi hibrida berdaya hasil tinggi yang berpotensi sebagai varietas unggul. (Fatimaturrohmah,
2016).
Setelah genotipe harapan didapatkan dari hasil perakitan, kemudian dilakukan pengujian
terhadap genotipe tersebut di lokasi yang berbeda (Priyanto et al., 2017). Hal tersebut
dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai karakter
pertumbuhan dan hasil dari genotipe baru tersebut. Tujuan pengujian adalah untuk memilih
galur atau genotipe unggul yang diharapkan dapat dilepas sebagai varietas unggul baru
dengan cara membandingkan genotipegenotipe unggul dengan varietas standar. Kriteria
penilaian didasarkan pada sifat atau karakter yang memiliki nilai ekonomi, misalnya daya
hasil. Dalam pengujian perlu diperhatikan besarnya interaksi antara genotipe dan lingkungan
untuk menghindari kehilangan genotipe-genotipe unggul dalam kegiatan seleksi. Terdapat
tiga tahap uji daya hasil yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan
(UDHL) dan uji multilokasi (UM) (Satoto & Suprihatno, 2008).
5. Pelepasan Varietas Tanaman dan Perlindungan Varietas Tanaman
Pelepasan varietas adalah pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas hasil pemuliaan di
dalam negeri dan/atau introduksi yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Pertanian bahwa
varietas tersebut merupakan suatu varietas unggul yang dapat disebarluaskan (Sayaka et al.,
2011). Pelepasan varietas dapat berasal dari hasil pemuliaan atau varietas lokal. Varietas hasil
pemuliaan adalah varietas yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman. Sedangkan
varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun-temurun oleh
petani, serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh negara (Aristya & Taryono, 2019).
Terdapat beberapa tahap dalam pelepasan varietas yang harus dilakukan sebelum varietas
yang baru dapat disebar dengan catatan varietas tersebut memiliki keunggulan dan tidak
merugikan masyarakat serta lingkungan. Tahapan yang perlu dilakukan adalah Pengujian,
Penilaian, Pelepasan, dan Pemberian Nama varietas. Pengujian dalam pelepasan varietas
tanaman meliputi uji adaptasi dan uji observasi. Uji adaptasi adalah kegiatan uji lapangan
terhadap tanaman pada beberapa faktor bagi tanaman semusim, untuk mengetahui
keunggulan dan interakasi varietas terhadap lingkungan. Uji observasi dilakukan terhadap
tanaman tahunan atau tanaman semusim yang diproduksi secara terbatas, dan respon genetik
sangat spesifik terhadap lingkungan tumbuh (Syukur et al., 2018).
Langkah selanjutnya setelah melakukan pengujian adalah penilaian keunggulan maupun
kelemahan dari varietas padi hibrida yang diuji, baik iu daya hasil, ketahanan terhadap
organisme pengganggu tanaman, dan yang lain. Uji yang dilakukan dapat berupa analisis
stabilitas sifat. Sifat yang dibawa varietas tersebut harus dianggap sebagai tanggap genotipe
(Krismawati, 2014).
C. KESIMPULAN
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang dapat direkayasa menjadi tanaman
hibrida.
2. Sebelum merakit varietas padi hibrida, perlu diadakan seleksi dan pemilihan tetua yang
berbeda secara genetik. Apabila seleksi dan pemilihan tetuanya tepat maka dapat
menghasilkan varietas padi hibrida yang memiliki vigor dan daya hasil tinggi.
3. Setelah varietas padi hibrida sukses dirakit, perlu dievaluasi melalui uji nilai heterosis
dan daya gabung.
4. Padi yang sukses melewati serangkaian ujian dapat dilepas dan disebarluaskan ke
masyarakat umum sebagai varietas padi hibrida lokal/pemuliaan.
D. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. B., S. Tjokrowidjojo & Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan
padi tipe baru di indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27(1): 1-9.
Aristya, V. E. & Taryono. 2019. Pemuliaan tanaman partisipatif untuk meningkatkan peran
varietas padi unggul dalam mendukung swasembada pangan nasional. Agrinova. 2(1): 26-35.
Ashari & I W. Rusastra. 2014. Pengembangan padi hibrida: pengalaman dari asia dan
prospek bagi indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 32(2): 103-121.
Basyuda, R. N. 2018. Perancangan aplikasi pengenalan bunga sempurna dan tidak sempurna
menggunakan augmented reality berbasis android. Skripsi. STIKOM Dinamika Bangsa,
Jambi.
Fatimaturrohmah, S., I. A Rumanti, A. Soegianto & D. Damanhuri. 2016. Uji daya hasil
lanjutan beberapa genotip padi (Oryza Sativa L.) hibrida di dataran medium. Jurnal Produksi
Tanaman. 4(2): 129-136.
Firohmatillah, A. R. & R. Nurmalina. 2012. Pengembangan padi varietas unggul hibrida:
Pendekatan metode quality function development dan sensitivity price analysis. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. 13(1): 29-45.
Hairmansis, A. & H. Aswidinnoor. 2005. Daya gabung karakter pengisian gabah varietas
padi yang membawa alel netral pada lokus s-5. Jurnal Pemuliaan Indonesia. 16(2): 172-180.
Iriany, R. N., S. Sujiprihati, M. Syukur, J. Koswara & M. Yunus. 2011. Evaluasi daya
gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata) hasil persilangan
dialel. Jurnal Agrononomi Indonesia. 39(2): 103-111.
Izzah, N. K. & Reflinur. 2018. Pemilihan tetua persilangan pada kubis (Brassica oleracea var.
capitata) melalui analisis keragaman genetik. Jurnal Hortikultura. 28(1): 33-40.
Krismawati, A. & Z. Arifin. 2011. Stabilitas hasil beberapa varietas padi di lahan sawah.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 14(2): 84-91.
Priyanto, S. B., R. Efendi, Z. Bunyamin, M. Azrai & M. Syakir. 2017. Evaluasi stabilitas
hasil jagung hibrida menggunakan metode genotype and genotype by environment interaction
biplot (gge biplot). Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 1(2): 97-104.
Rumanti, I. A., B.S.Purwoko, I. S. Dewi, H. Aswidinnoor & Satoto. 2014. Morfologi bunga
dan korelasinya terhadap kemampuan menyerbuk silang galur mandul jantan padi. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 33(2): 109-115.
Satoto & B. Suprihatno. 2008. Pengembangan padi hibrida di indonesia. Iptek Tanaman
Pangan. 3(2): 27- 40.
Satoto & I. A. Rumanti. 2011. Peranan galur mandul jantan dalam perakitan dan
pengembangan padi hibrida. Iptek Tanaman Pangan. 6(1): 14-29.
Sayaka, B., S. M. Pasaribu & J. Hestina. 2011. Efektivitas kebijakan perbenihan kentang.
Analisis Kebijakan Pertanian. 10(1): 31-56.
Sholekha, U., Kuswanto & N. Basuki. 2015. Analisis daya gabung galur mandul jantan dan
heterosis pada 12 padi hibrida (Oryza sativa L.). Jurnal Produksi Tanaman. 3(3): 225-232.
Sujiprihati, S., M. Syukur, A. T. Makkulawu & R. N. Iriany. 2012. Perakitan varietas hibrida
jagung manis berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit bulai. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. 17(3): 159-165.
Sunian, E., M. S. Jamal, A. Ramli, O. Omar, H. Hashim, S. N. Misman & M. M. Saad. 2014.
Ciri morfologi, fisiko-kimia dan kerintangan dua titisan padi kemandulan jantan sitoplasma
(cms) baru. Jurnal Teknologi. 70(6): 1-8.
Suroto, R. B. Kiswardianta & S. Utami., S. 2013. Identifikasi berbagai jenis hama padi
(Oryza sativa) di Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo sebagai sumber belajar siswa
SMP kelas VIII semester gasal pokok bahasan hama dan penyakit. Jurnal Pendidikan. 19(1):
1-8.
Syukur, M., S. Sujiprihati & R. Yunianti. 2010. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti & D. A. Kusumah. 2010. Evaluasi daya hasil cabai
hibrida dan daya adaptasinya di empat lokasi dalam dua tahun. Jurnal Agronomi Indonesia.
38(1): 43-51.
Syukur, M., Sobir, A. Maharijaya, S. I. Aisyah, D. Sukma, Sulassih, A. W. Ritonga, M. R. A.
Istiqlal, A. Hakim, D. Efendi, K. Suketi, Undang, T. Yudilastari, R. Lestari, D. Alvida & E. T.
W. B. Akmala. 2018. Varietas cabai hias ayesha ipb. Comm. Horticulturae Journal. 2(1),
49-56.