PRAKTIKUM AGRONOMI
ACARA III
PENGENALAN BENIH
Disusun oleh:
Adib Hidayanto (22/493653/TP/13397)
Amalina Salma Salsabila (22/494015/TP/13409)
Aisyah Ramadhani (22/497451/TP/13479)
Arinda Fadea Pramaesela (22/498303/TP/13505)
Ardelia Saphira Evani (22/504747/TP/13479)
Golongan/Kelompok : A4.2/1
A. Latar Belakang
Benih adalah biji yang dimanfaatkan sebagai sumber perbanyakan
tanaman atau dengan kata lain benih berhubungan erat dengan perbanyakan
tanaman (Girsang, 2019). Benih merupakan salah satu faktor yang nantinya
akan menentukan kualitas tanaman. Benih memiliki peran penting di
samping faktor-faktor yang lain misalnya tanah, air, cahaya, suhu, iklim,
dan lain sebagainya. Untuk menjaga kualitas benih supaya tetap baik maka
diperlukan pengelolaan benih (Wahyuni et al., 2019). Benih mempunyai
karakter yang berbeda-beda tergantung jenis tanamannya, sehingga dalam
pengelolaan benih juga berbeda satu dengan lainnya (Sudrajat et al., 2017).
Respons terhadap kondisi lingkungan sebelum dan selama
penyimpanan setiap benih tidak sama. Menurut terminologi penanganannya
benih dibagi menjadi tiga kelompok benih yaitu ortodoks, rekalsitran, dan
intermediet (Murrinie et al., 2017). Benih ortodoks dalam penyimpanannya
dapat dipertahankan viabilitasnya dalam waktu yang lama pada kondisi
optimal. Sebaliknya, benih dengan jenis rekalsitran dan intermediet masih
mengalami kesulitan dalam pengelolaan benihnya. Secara umum, benih
intermediet penyimpanannya masih dalam waktu yang tidak terlalu lama
yaitu kurang dari 6 bulan. Sedangkan pada benih rekalsitran, benih hanya
mampu disimpan dalam waktu yang singkat, bahkan pada beberapa jenis
contohnya Shorea leprosula dalam hitungan hari sudah mengalami
kematian (Sudrajat et al., 2017). Sedangkan menurut jumlah kotiledonnya,
biji dibagi menjadi dua yaitu monokotil dan dikotil. Monokotil memiliki
embrio dengan kotiledon berjumlah satu dengan sistem akar serabut.
Sedangkan dikotil memiliki embrio dengan kotiledon berjumlah dua
kotiledon dengan akar tunggang (Matras et al., 2022). Oleh karena itu untuk
mengetahui jenis-jenis benih dan cara yang tepat untuk penyimpanannya
maka dilakukanlah praktikum pengenalan benih.
B. Tujuan
Praktikum Agronomi Acara III yang berjudul Pengenalan Benih
memiliki tujuan, yakni sebagai berikut:
1. Mengetahui dan mengidentifikasi bermacam-macam benih.
2. Mengetahui penggolongan benih berdasarkan sifat fisiologis.
3. Mengetahui penggolongan benih berdasarkan jumlah kotiledon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Proses produksi tanaman dalam pertanian tidak bisa lepas dari biji, benih
dan bibit. Hampir semua tumbuhan dapat menghasilkan biji. Biji merupakan bagian
penting dari tumbuhan. Biji terbentuk akibat adanya proses polinasi dan fertilisasi
(Rezaldi et al., 2019). Bakal biji yang telah dibuahi pada tumbuhan secara
agronomis menjadi salah satu hasil budidaya yang dapat difungsikan atau
digunakan sebagai bahan konsumsi manusia dan dapat digunakan kembali sebagai
alat perkembangan generatif tumbuhan. Biji yang mempunyai kualitas baik atau
yang sudah masak secara fisiologis dapat digunakan sebagai benih tanaman.
Benih adalah biji yang digunakan sebagai sumber perbanyakan tanaman,
atau berkaitan dengan perbanyakan tanaman (Girsang et al., 2019). Benih yang
memiliki mutu tinggi merupakan syarat penting dalam menghasilkan produksi
tanaman yang menguntungkan secara ekonomis. Sebaliknya, penggunaan benih
yang bermutu rendah akan menghambat proses produksi pertanian karena
persentase pemunculan bibit akan rendah dan kurang toleran terhadap cekaman
biotik dan abiotik, serta memberikan pengaruh negatif terhadap mutu dan hasil
tanaman. Benih yang telah ditumbuhkan untuk tujuan penanaman disebut bibit
(Bahrun et al., 2014). Semaian benih dapat disebut bibit jika telah tumbuh akar,
daun, dan batang. Namun, bibit tidak harus berasal dari benih. Hasil perkembangan
tumbuhan secara vegetatif juga dapat disebut dengan bibit. Perkembangbiakan
vegetatif pada tanaman dilakukan dengan menggunakan bagian tanaman selain biji
seperti melalui metode cangkok, stek, okulasi, kultur jaringan dll.
Perkecambahan benih dipengaruhi oleh banyak faktor internal dan
eksternal. Faktor internal perkecambahan benih terdiri dari kadar air benih,
viabilitas awal, dan fisik benih, sedangkan faktor eksternal perkecambahan benih
terdiri dari media perkecambahan, suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya.
Salah satu faktornya adalah cara penyimpanan benih. Benih memiliki teknik
penyimpanan yang berbeda yang disebabkan oleh jenis benih tersebut (Triani,
2021).
Benih ortodoks adalah benih yang bisa dikeringkan pada kadar air yang
relatif rendah (sekitar 0,05 g H2O/g berat segar benih) (Setiawan, 2021). Benih
ortodoks adalah benih tumbuhan yang mampu melakukan pertahanan hidup dalam
jangka waktu yang lama dalam kondisi kering. Pertahanan hidup dari benih
ortodoks dapat terjadi melalui kondisi lingkungan yang mampu membuat
penurunan kadar air dan suhu penyimpanan rendah. Benih ortodoks tetap dapat
mengalami penuaan dan kematian meskipun berada dalam kondisi penyimpanan
yang optimum. Proses fisiologi dan perubahan biokimia pada benih ortodoks
menjadi penyebab utama penuaannya. Kematian benih ortodoks dipengaruhi oleh
tekanan kondisi suhu dan kadar air yang tinggi di dalam benih tinggi. Benih
ortodoks yang mengalami kondisi penuaan hanya dapat bertahan hidup selama
beberapa hari atau beberapa pekan saja (Syamsuwida, 2016)
Benih rekalsitran adalah benih yang dapat mengalami penurunan
kemampuan pertahanan hidup dan cepat rusak pada kondisi kadar air yang sedikit.
Kadar air pada benih rekalsitran cukup tinggi, yaitu berkisar 30-70% (benih segar).
Benih rekalsitran akan mati pada kadar air yang berkisar antara 12%–31%. Benih
rekalsitran memiliki perlakuan khusus saat penyimpanannya karena benih ini tidak
tahan disimpan pada suhu dan kelembaban rendah. Kemunduran benih rekalsitran
ditandai dengan penurunan daya berkecambah. Tujuan dari penyimpanan benih
adalah didapatkannya benih yang tersedia yang memiliki daya hidup tinggi pada
kurun waktu tertentu hingga saat benih tersebut digunakan untuk penanaman, serta
untuk menyediakan benih untuk musim tanam berikutnya atau pelestarian benih
tanaman (Yuniarti dan Djaman, 2015).
Ortodoks dan rekalsitran memiliki sifat yang sangat berlawanan. Ortodoks
merupakan benih kering yang memiliki ketahanan baik dalam penyimpanannya
dalam waktu yang lama dengan suhu rendah. Sebaliknya, benih rekalsitran
merupakan benih yang tidak toleran terhadap pengeringan dan tidak dapat disimpan
dalam jangka waktu yang panjang karena benihnya basah sehingga cepat busuk.
Jenis-jenis benih ortodoks lebih sering diamati karena pengamatannya mudah dan
risiko kerusakannya lebih kecil. Benih ortodoks dapat dikeringkan hingga kadar
airnya rendah sekitar 2% hingga 5% tanpa mengalami kerusakan. Dengan
menurunnya kadar air dan suhu ruang simpan yang lebih rendah mengakibatkan
daya simpan benih menjadi lebih lama. Pada benih rekalsitran tidak dapat
dikeringkan hingga kadar air benih optimal untuk penyimpanan yaitu 12% hingga
31% (Sudrajat et al., 2017). Benih ortodoks menjalani tiga fase perkembangan
benih sebelum terlepas dari induknya yaitu fase histodiferensiasi, fase penumpukan
cadangan makanan, dan fase pengeringan, sedangkan benih rekalsitran sampai buah
lepas dari induknya tidak mengalami fase pengeringan. Karbohidrat merupakan
cadangan makanan utama bagi benih ortodok, sedangkan pada jenis-jenis
rekalsitran lemak lebih dominan sebagai cadangan makanan. Contoh benih
ortodoks adalah Caesalpinia pulcherrima sedangkan pada rekalsitran contohnya
adalah bakau dan shorea. (Sudrajat et al., 2017).
Sertifikasi benih merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penerbitan
sertifikat benih dengan persyaratan standar yang diberikan lembaga sertifikasi yang
mencakup mutu genetik, fisik, fisiologis dan/atau kesehatan benih. Prosedur
sertifikasi benih harus melewati tiga tahap, yaitu pemeriksaan di lapang, pengujian
di laboratorium, dan pengawasan pemasangan label. Pemeriksaan di lapangan
bertujuan untuk mengklasifikasi dokumen pemohon, pemeriksaan pendahuluan,
pemeriksaan pertanaman dan pemeriksaan proses pengolahan benih bina.
Pemeriksaan pertanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran varietas dan
kemurnian genetik. Salah satu upaya pengawasan mutu benih secara genetik adalah
pemeriksaan bentuk biji pada fase masak dalam proses sertifikasi. Waktu yang
digunakan juga relatif lama untuk mengidentifikasi benih berdasarkan bentuk. Oleh
karena itu, teknologi untuk identifikasi bentuk benih berdasarkan bentuk yang lebih
objektif (Mulsanti et al., 2013)
Penyimpanan benih merupakan kegiatan yang penting untuk
mempertahankan viabilitas dan persediaan benih karena benih biasanya tidak
langsung ditanam setelah dipanen melainkan harus menunggu saat tanam selama
beberapa waktu, penyimpanan benih bertujuan untuk mendapatkan benih tetap
bermutu tinggi sampai dengan waktu benih akan ditanam. Setelah benih mengalami
masak fisiologis, mutu benih yang telah mencapai puncaknya secara perlahan akan
mengalami kemunduran. Banyak faktor yang menyebabkan bahkan mempercepat
kemunduran. Keadaan benih yang tidak sepenuhnya bernas, tidak sehat, rusak
karena hama/penyakit mempercepat kemunduran. Faktor interaksi kelembaban
udara dan suhu lingkungan yang tinggi memungkinkan percepatan kemunduran
benih. Kelembaban udara dan suhu rendah yang mampu menghambat kemunduran
benih ortodoks, justru akan membunuh benih rekalsitran, sehingga konsep
penyimpanan untuk benih ortodoks dan rekalsitran sangat berbeda karena karakter
dan persyaratan benih untuk dapat bertahan hidup berbeda. Berdasarkan
karakteristik kemasakannya, terdapat perbedaan antara benih ortodoks dan
rekalsitran. Pada benih ortodoks penambahan bobot kering berhenti sebelum
masak, kadar air turun hingga 6-10% saat masak dengan variasi kecil di antara
individu benih. Pada benih rekalsitran penambahan bobot kering terjadi sampai saat
benih jatuh. Kadar air saat masak 30-70% dengan variasi besar di antara individu
benih. Pada saat masak, metabolisme benih ortodoks tidak aktif, sedangkan benih
rekalsitran tetap aktif (Murrinie et al., 2017)
BAB III
METODE PELAKSANAAN
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7
Hari Pengamatan
Dari data di atas dapat diketahui bahwa benih kacang hijau dan padi
mulai mengalami perkecambahan pada hari ke-1. Sedangkan pada benih
kacang tanah, pertumbuhan benih baru dapat dilihat pada hari ke-3. Pada
tanaman kacang tanah titik tertinggi berada pada hari ke-3 dan di hari
setelahnya mengalami fluktuasi yang terus menurun sampai kembali 0 pada
hari ke-7. Pertumbuhan kacang tanah bisa dikatakan kurang stabil. Hal ini
dimungkinkan karena benih yang digunakan kurang baik dan adanya jamur
pada benih, sehingga mempengaruhi indeks vigor. Pada benih kacang hijau
indeks vigor tertinggi berada pada hari pertama sebesar 5,50. Hal ini
dimungkinkan karena biji telah beradaptasi dengan lingkungan tempat
berkecambah. Kemampuan adaptasi yang dimiliki biji juga ikut menentukan
persentase kecepatan, gaya berkecambah dan indeks vigor suatu biji yang
berakibat terhadap persentase keberhasilan perkecambahan biji. Grafik
mengalami fluktuasi menurun setiap hari sampai hari ke-7. Pada hari
pertama benih padi menunjukkan nilai indeks vigor sebesar 0,50 dan terus
mengalami kenaikan sampai mencapai titik tertingginya pada hari ke-3
dengan nilai 7,50. Di hari berikutnya indeks vigor mengalami penurunan
sampai hari ke-7.
Tabel 3.2 Daya Berkecambah Pada Beberapa Kacang-kacangan
100
Daya Berkecambah (%)
80
60
40
20
0
Kacang Tanah Kacang Hijau Padi
Benih
Dari pratikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan yaitu sebagai
berikut:
1. Identifikasi bermacam-macam benih dibedakan menjadi dua, yaitu benih
rekalsitran dan benih ortodoks. Benih rekalsitran merupakan benih yang
dapat mengalami penurunan kemampuan pertahanan hidup dan cepat rusak
pada kondisi kadar air yang sedikit. Benih rekalsitran harus diperlakuan
secara khusus saat penyimpanan karena tidak tahan jika disimpan pada suhu
dan kelembaban rendah. Kemunduran benih rekalsitran ditandai dengan
penurunan daya berkecambah. Sedangkan benih ortodoks merupakan benih
kering yang memiliki ketahanan baik dalam penyimpanannya dalam waktu
yang lama dengan suhu rendah. Dengan menurunnya kadar air dan suhu
ruang simpan yang lebih rendah mengakibatkan daya simpan benih
ortodoks menjadi lebih lama.
2. Benih berdasarkan sifat fisiologis berkaitan dengan daya hidup benih jika
ditumbuhkan atau dikecambahkan, baik pada kondisi yang menguntungkan
(optimum) maupun kurang menguntungkan (suboptimum). Faktor internal
perkecambahan benih terdiri dari kadar air benih, viabilitas awal, dan fisik
benih, sedangkan faktor eksternal perkecambahan benih terdiri dari media
perkecambahan, suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Salah satu
faktornya adalah cara penyimpanan benih. Mutu benih yang telah mencapai
puncaknya akan mengalami kemunduran jika dikecambahkan. Faktor yang
menyebabkan keceptan kemunduran adalah keadaan benih yang tidak
sepenuhnya bernas, tidak sehat, rusak karena hama/penyakit.
3. Penggolongan benih berdasarkan jumlah kotiledon dibagi menjadi dua
jenis, yaitu dikotil dan monokotil. Benih dikotil merupakan benih yang
memiliki sepasang kotiledon atau berkeping dua. Sedangkan benih
monokotil hanya memiliki satu kotiledon atau berkeping satu. Contoh dari
benih dikotil yaitu kacang hijau, kedelai hitam, kacang tanah, kedelai, biji
karet, saga, melon, papaya, dan kangkong. Sedangkan contoh benih
monokotil yaitu padi.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrun, A., M. Taufik., L.O. Afa, I.G.A.K., Sutariati, T.C. Rakian, S. Leomo. 2014.
Agronomi: Teori dan Aplikasi Praktis.1st ed. Unhalu Press, Kendari.
Girsang, R. 2019. Peningkatan perkecambahan benih bawang merah (Allium
ascalonicum L.) akibat interval perendaman H2SO4 dan beberapa media
tanam. Jasa Padi. 4(1): 24-28.
Indriana, K. R. (2017). Pengaruh Waktu Penyimpanan Benih Dan Konsentrasi
Larutan Asam Sulfat Terhadap Viabilitas Dan Vigor Benih Jarak (Jatropha
Curcas Linn) Di Persemaian. Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian, 4(2), 23-
30.
Matras, E., A. Gorczyca, E. Pociecha, S.W. Przemieniecki, and M. Oćwieja. 2022.
Phytotoxicity of silver nanoparticles with different surface properties on
monocots and dicots model plants. Journal of Soil Science and Plant
Nutrition. 22: 1-18.
Mekuria, W. (2018). The Link between Agricultural Production and Population
Dynamics in Ethiopia: A Review. Advance in Plants & Agriculture
Research 8 (4).