Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH FISIOLOGI BENIH


DORMANSI BENIH

oleh
1) Gusti Ayu Veren Eda Wulandari A41222842
2) Muhammad Rizal Yusvian A41222792
3) Ocha Putri Nindyandaru A41222182
4) Wendy Tri Prayoga A41221990
5) Yuliariska A41222039

Dosen
Putri Santika, S.ST, M.Sc
Dr. Ir. Rahmat Ali Syaban, M.si

Teknisi
Rina Sofiana, S.ST
Yuliatiningsih, S.ST

PROGRAM STUDI TEKNIK PRODUKSI BENIH


JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2023
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih adalah bahan tanam yang sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu proses
produksi. Benih yang berkualitas mempunyai sifat-sifat antara lain, tingkat
kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan kadar air aman dalam
penyimpanan, usaha memperbanyak tanaman dengan benih atau biji sering
mengalami banyak hambatan, walaupun benih dikecambahkan pada kondisi
lingkungan yang sesuai. Benih tersebut sebenarnya hidup karena dapat dipacu untuk
berkecambah dengan berbagai perlakuan-perlakuan khusus. Benih tersebut dikatakan
mengalami dormansi, yaitu keadaan dimana benih tersebut hidup, tapi gagal untuk
berkecambah dalam keadaan lingkungan (kelembaban, suhu, cahaya) yang sesuai
untuk pertumbuhannya.
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah
memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan, Dormansi pada benih dapat
berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi
selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu
perlakuan khusus terhadap benih tersebut (Saputra dkk, 2012).
Dormansi didefinisikan sebagai keadaan dari biji dimana tidak
memperbolehkan terjadinya perkecambahan, walaupun kondisi untuk berkecambah
sudah terpenuhi (temperatur, air, dan oksigen). Dormansi secara efektif menunda
perkecambahan. Keadaan lingkungan diperlukan untuk memecah dormansi dan
mengijinkan permintaan akan perkecambahan sering agak berbeda dari keadaan yang
menguntungkan untuk tumbuh dan bertahan hidup dari tingkat kehidupan autotropik
dari tanaman (Wijaya, 2013). Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu
keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman
terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan
terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari
kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari
kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan
tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering
dijumpai pada benih-benih dari famili Gramineae dan Leguminoseae.
Benih yang dorman perkecambahannya tidak akan terjadi selama benih belum
melalui masa dormansinya. Dormansi pada benih dapat dipatahkan dengan berbagai
cara salah satunya melalui perlakuan skarifikasi. Skarifikasi merupakan salah satu
proses yang dapat mematahkan dormansi pada benih karena meningkatkan imbibisi
pada benih. Terdapat dua jenis skarifikasi yaitu skarifikasi mekanik dan skarifikasi
kimiawi. Skarifikasi secara mekanik berupa pengamplasan, pengikiran, pemotongan
dan penusukan jarum. Sedangkan skarifikasi kimiawi dilakukan melalui proses
perendaman pada larutan kimia. Dormansi dapat terjadi pada beberapa jenis benih,
salah satunya benih padi (Fahmi, 2013).
Perkecambahan pada benih padi memiliki karakteristik tersendiri yaitu adanya
faktor after-ripening. Fenomena after-ripening yaitu dormansi yang terjadi pada
benih padi dimana benih padi tidak mampu berkecambah ketika baru di panen dan
baru dapat berkecambah setelah melewati periode penyimpanan kering. Fenomena
after-ripening pada perkecambahan benih padi menyebabkan permasalahan
tersendiri. Jika jangka waktu benih berkecambah cukup lama maka akan
mengganggu proses pertumbuhan padi yang menyebabkan terganggunya pemenuhan
kebutuhan hasil produksi. Salah satu cara pematahan dormansi pada fenomena after-
ripening yaitu dengan melakukan perendaman menggunakan senyawa kimia. Salah
satu larutan kimia yang sering digunakan yaitu Kalium Nitrat (KNO3).

1.2 Tujuan Praktikum


Mengetahui dan memahami perbedaan daya berkecambah (DB) dan kecepatan
pematahan dormansi terhadap benih padi pada setiap perlakuan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.)


Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang dimasukan ke dalam
familia Gramineae. Struktur luar tanaman padi di kelompokan dalam dua bagian
yaitu bagian generatif dan bagian vegetatif. Bagian generatif tanaman padi yaitu
bunga, buah yang disebut dengan gabah. Sedangkan bagian vegetatif yaitu akar,
batang dan daun (Makarim, 2009).
Akar pada tanaman padi berfungsi sebagai penguat/penunjang tanaman untuk
dapat tumbuh tegak, menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk selanjutnya di
teruskan ke organ lain yang membutuhkan. Akar tanaman padi di golongkan akar
serabut. Radikula yang tumbuh sewaktu berkecambah tidak dapat berkembang
dengan baik. Akar tanaman padi tidak memiliki pertumbuhan sekunder sehingga
diameter akar tidak akan banyak berubah sejak tumbuh (Makarim, 2009).
Daun padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling pada tiap
buku. Adapun bagian-bagian dari daun padi yaitu helai daun dan pelepah daun. Daun
teratas pada tanaman padi di sebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak
berbeda dari daun yang lain. Pada fase-fase awal pertumbuhan satu daun
membutuhkan waktu 4-5 hari untuk dapat tumbuh secara penuh, sedangkan untuk
fase selanjutnya membutuhkan waktu sekitar 8-9 hari (Makarim, 2009).
Batang tanaman padi terdiri atas beberapa ruas yang di batasi oleh buku. Daun
dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Pada permulaan stadium pertumbuhan batang
terdiri atas pelepah-pelepah daun dan ruas-ruas yang bertumpuk padat. Ruas-ruas
tersebut kemudian memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki stadium
reproduktif (Makarim, 2009).

2.2 Dormansi dan After Ripening


Dormansi benih merupakan suatu keadaan benih yang matang dan layak,
namun benih tersebut tidak berkecambah walaupun dalam kondisi pertumbuhan yang
menguntungkan (Chahtane et al. 2017). Dormansi benih juga merupakan mekanisme
adaptif yang mempengaruhi kemungkinan kelangsungan hidup suatu spesies
tumbuhan (Klupczyńska and Pawłowski 2021). Tingkat dormansi benih pada kondisi
di alam biasanya berputar sepanjang tahun, sehingga benih memiliki potensi
mengalami perkecambahan pada awal musim pertumbuhan (Footitt et al. 2011).Tipe
dormansi terbagi menjadi dua yaitu dormansi primer dan dormansi sekunder.
Dormansi benih yang terjadi setelah embrio berkembang dan masih berada pada
tanaman induk disebut sebagai dormansi primer (Halimursyadah et al. 2020).
Sedangkan dormansi sekunder dapat dialami oleh benih yang tidak dorman, misalnya
lingkungan yang dibutuhkan untuk proses perkecambahan tidak mendukung.
Mekanisme dormansi terbagi menjadi dua tipe, yaitu dormansi fisik dan dormansi
fisiologis. Dormansi fisik terjadi akibat adanya pembatasan mekanis dimana kulit biji
yang kedap air atau endokarp yang mencegah air masuk ke embrio, sehingga tidak
terjadi perkecambahan pada biji. Contoh spesies dengan kulit biji yang keras dan
kedap air terdapat pada Arenga pinnata Merr. (Rozen 2016). Sedangkan dormansi
fisiologis terjadi karena embrio belum matang dan perubahan fisiologis benih selama
penyimpanan.
Embrio tidak matang dapat menyebabkan dormansi pada biji (Piña-Rodrigues
and Figliolia 2005), karena embrio yang belum tumbuh sempurna (Ariyanti et al.
2017). Embrio biji yang belum matang dapat menghambat pertumbuhan
perkecambahan, karena itu memungkinkan embrio matang sepenuhnya dan
berkecambah (Bareke 2018)
Benih Padi dikenal memiliki masa dormansi yang dikenal dengan istilah after
ripening. After-ripening adalah proses pengaturan periode waktu dan lingkungan
yang terjadi pada benih kering, yang dapat menentukan potensi perkecambahan benih
(Carrera et al. 2008). Periode waktu kering after-ripening diperlukan benih yang baru
dipanen dan proses ini menentukan terjadinya perkecambahan pada benih (Chahtane
et al. 2017). Benih yang mengalami dormansi primer disebabkan oleh after ripening,
sehingga benih baru harus disimpan pada jangka waktu tertentu (Sari et al. 2020).
Hal tersebut dikarenakan adanya sintesis hormone penghambat perkecambahan, yaitu
ABA atau asam absisat.
Asam absisat merupakan hormon tanaman yang penting untuk perkecambahan
benih dan mengatur dormansi pada benih (Nambara et al. 2010), serta penunda benih
perkecambahan (Vaistij et al. 2013). ABA yang terkandung pada benih yang sedang
berkembang sebagian besar berasal dari jaringan induk, sedangkan ABA yang
terkandung dalam benih dewasa disintesis oleh embrio dan endosperm pada benih
selama embriogenesis akhir atau setelah panen. Cara kerja ABA sebagai penghambat
pada perkecambahan biji yaitu melalui penundaan ekspansi radikula dan
melemahnya endosperm, serta peningkatan ekspresi faktor transkripsi, yang dapat
mempengaruhi proses perkecambahan biji (Graeber et al. 2012). Dormansi benih
pada saat pematangan benih dipengaruhui oleh rangsangan pensinyalan auksin pada
jalur pensinyalan ABA (Liu et al. 2013).

2.3 Kalium Nitrat (KNO3)


Skarifikasi kimia dapat mempercepat permulaan perkecambahan dan secara
signifikan meningkatkan perkecambahan biji. Skarifikasi kimia dalam pematahan
dormansi umumnya menggunakan beberapa bahan kimia. Salah satu contohnya yaitu
kalium nitrat (KNO3). Kalium nitrat merupakan bahan kimia yang telah lama dikenal
dan digunakan untuk mendorong perkecambahan pada berbagai spesies tanaman dan
umumnya sebagai media perkecambahan. Efek kalium nitrat yang mendorong
perkecambahan terjadi pada biji Seashore paspalum (Shim et al. 2008).
BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Produksi Benih Lantai 2,


Gedung Teknik Produksi Benih, Produksi Pertanian, dilakukan pada hari senin, 2023
pada pukul 07.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan

 Alat
1. Nampan besar
2. Wadah plastik
3. ATK
4. Label
 Bahan
1. Benih padi baru dipanen
2. Benih padi yg telah disimpan lebih dari 3 bulan
3. Kertas Merang
4. Plastic

3.5 Prosedur kerja

1. Siapkan alat dan bahan


2. Siapkan masing-masing 50 benih padi untuk masing-masing perlakuan,
sehinngga diperlukan 150 butir benih padi baru panen dan 50 butir benih
yang telah disimpan lebih dari 3 bulan.
3. Untuk perlakuan 3, siapkan air panas dengan suhu sekitar 50ᵒC, rendam
sebanyak 50 benih baru panen dalam air tersebut selama 15 menit
4. Untuk perlakuan 4, siapkan larutan 0,2% KNO3 sebanyak ml, dan rendam
media kertas merang dalam larutan tersebut
5. Lembabkan ketas merang dengan air biasa, dan susun diatas plastik
6. Untuk perlakuan 1,2 dan 4, susun sebanyak 50 butir benih diatas kertas
merang yang telah dilembabkan dengan air biasa, tutup dengan kertas merang
lagi, gulung, dan ikat
7. Untuk perlakuan 3, susun sebanyak 50 butir benih diatas kertas merang yang
telah dilembabkan dengan 0,2% KNO3, tutup dengan kertas merang lagi,
gulung, dan ikat
8. Beri label untuk masing-masing ulangan dan perlakuan, dan simpan di dalam
germinator cabinet
9. Lakukan pengamatan daya berkecambah pada first count dan final count
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

perlakua
n Ulangan DB (%)
1 82
2 90
3 80
A 4 74
Rerata 81,5
1 94
2 84
3 94
B 4 94
Rerata 91,5
1 90
2 90
3 80
C 4 84
Rerata 86
1 92
2 72
3 92
D 4 86
Rerata 84,5

4.2 Pembahasan
Hasil dan Pembahasan:
Perbandingan Rerata:

Perlakuan A memiliki rerata 81,5%, B dengan rerata 91,5%, C dengan rerata 86%,
dan D dengan rerata 84,5%.
Analisis Rerata:
Perlakuan B memiliki rerata tertinggi (91,5%), menunjukkan kinerja paling baik
dalam repening padi.
Perlakuan D memiliki rerata terendah (84,5%), menandakan kinerja paling rendah di
antara perlakuan lainnya.
Variabilitas:
Perlakuan A memiliki variasi dari 74% hingga 90%, menunjukkan fluktuasi yang
signifikan.
Perlakuan C menunjukkan variasi yang relatif lebih stabil dengan rentang 80%
hingga 90%.
Pengaruh Ulangan:
Ulangan 2 memiliki pengaruh positif pada hasil repening pada semua perlakuan
kecuali pada perlakuan D.
Perlakuan D mengalami penurunan hasil pada ulangan 2, yang dapat menjadi fokus
perbaikan.
Rekomendasi:
Perlakuan B dapat dijadikan model terbaik untuk meningkatkan hasil repening.
Fokus pada peningkatan hasil ulangan 2 dapat memberikan dampak positif pada
semua perlakuan, terutama perlakuan D.
Semua analisis di atas dapat memberikan wawasan mendalam untuk meningkatkan
efisiensi dan hasil repening padi pada setiap perlakuan.
BAB 5 KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa benih padi yang langsung
ditanam tanpa ada penyimpanan memiliki persentase daya berkecambah yang paling
rendah dibandingkan perlakuan yang lainnya yaitu sebesar 81,5%. Dan benih yang
direndam dengan air panas 50 C memiliki persentase daya berkecambah yang cukup
tinggi yaitu sekitar 84,5%, sedangkan pada benih yang dikecambahkan dengan media
yang dilembabkan dengan KNO3 sebesar 0,2% memiliki persentase daya
berkecambah yang lebih besar dari perlakuan benih yang direndam dengan air panas
yaitu 86%.
Pada persentase daya berkecambah tertinggi dimiliki pada benih yang diberi
perlakuan penyimpanan selama 3 bulan, dan memiliki daya berkecambah sebesar
91,5%. Hal ini dapat terjadi karena setiap benih memiliki masa dormansi sehingga
benih memerlukan waktu untuk mematahkan masa dormansinya dan pada benih padi
yang diberi perlakuan penyimpanan selama 3 bulan memiliki waktu untuk
mematahkan dormansinya sehingga mempengaruhi pada daya berkecambah. Ada
beberapa teknik untuk mematahkan masa dormansi yaitu dengan merendam dengan
air panas dan dengan direndam dengan larutan KNO3, dari dua cara tersebut dengan
larutan KNO3 memiliki persentase daya berkecambah lebih tinggi dibandingkan
dengan cara direndam dengan air panas.

5.2 Saran
Disarankan pada mahasiswa saat melakukan praktikum agar selalu mematuhi
sop yang berlaku dan selalu mengingat tentang jadwa saat pengamat. Dan juga selalu
kompak saat melakukan praktikum agar praktikum berjalan dengan lancar. Saran
untuk para teknisi agar memberikan intruksi yang lebih mudah dan jelas kepada
mahasiswa agar tidak terjadi salah komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Kartasapoetra, Anto G. 1986. Pengelolaan Benih dan Tuntunan Praktikum. Bina


Aksara;Jakarta
Soetopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press; Jakarta
Wikipedia, 2012. Struktur dan type buah. http//:www.wikipedia.com. Diakses pada
tanggal 9 november 2023
Tim mata kuliah fisiologi benih. 2023. Buku kerja praktik mahasiswa Teknik
produksi benih. Politeknik negeri jember. Jember
LAMPIRAN

First Count

Final Count

Anda mungkin juga menyukai