Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN DASAR

GERMINASI DAN DORMANSI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1

NUR FATHURAHMAN RIDWAN (09308141004)


DAVID PEBRI KUSNENDAR (09308141027)
APRILIA MEGASARI (09308141031)
SAVITRI RISTANIANINGRUM (09308141034)
SARI WIDYASWATI (09308141009)
NIZZAR FACHRY PRADANA (09308141038)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2010
DORMANSI DAN PERKECAMBAHAN BIJI

A. LATAR BELAKANG
Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen
biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru.
Sedangkan dormansi adalah dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang
dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang
tidak mendukung pertumbuhan normal.
Perkecambahan biasanya dipengaruhi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
dalam dan faktor luar. Yang termasuk faktor dalam yaitu sebagai berikut : faktor
hereditas dan hormone, sedangkan faktor luar yaitu antara lain :air dan mineral, suhu,
kelembaban dan cahaya.
Dormansi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor
luar. Yang termasuk faktor dalam yaitu : tingkat kemasakan biji, ukuran benih, dan
dormansi. Sedangkan faktor luarnya yaitu antara lain : air, suhu, cahaya, oksigen, dan
medium. Oleh karena itu peristiea dormansi tersebut menjadi penting. Maka, pada
praktikum kali ini kami akan meneliti tentang pengaruh faktor lingkungan dan ketebalan
kulit biji kecambah tehadap pertumbuhan kecambah pada beberapa jenis biji.
Setiap mahluk hidup memiliki masa aktifitas dan masa istirahatnya, kedua
haltersebut sangat berhubunhan dengan fisiologi dari masing-masing mahluk hidup itu
sendiri. Pada tumbuhan masa istirahatnya hanya terjadi pada biji. Masa pertumbuhan pda
tumbuhan disebut dormansi. Dormansi yang terjadi pada tumbuhan bertujuan untuk
menghentikan masa aktifnya pertumbuhan. Dan berahirnya masa pertumbuhan ditandai
dengan perkecambahan (fase awal pertumbuhan) pada biji tersebut.
Pada parktikum kali ini tentang dormansi dan perkecambahan biji yang
bertopik pengaruh faktor lingkungan dan ketebalan biji terhadap perkecambahan biji?
Pengertian Dormansi sendiri adalah kondisi biji yang gagal berkecambah karena kondisi
dalam, walaupun kondisi luar (misalnya suhu, kelembaban dan atmosfer) sudah
sesuai( rose, salisbury, 1995:195). Dan proses perkecambahan biji adalah merupakan
proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji.Faktor
penyebab dormansi adalah imposed dormansi (quiscence) terhalangnya pertumbuhan
aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Imnate dormancy (rest):
dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu
sendir
Perkecambahan dapat terjadi apabila biji melalui beberapa tahapan yaitu
absorbsi air, metabolisme pemecahan materi cadangan makanan, transpor materi hasil
pemecahan dari endosperem ke embrio yang aktif bertumbuh, proses-proses
pembentukan kembali materi materi baru, respirasi, pertumbuhan.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui respons perkecambahan beberapa jenis biji terhadap faktor
lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia,dst)
2. Untuk mengetahui laju perkecambahan menurut ketebalan kulit biji
3. Untuk mengetahui batasan-batasan kebutuhan air dalam perkecambahan suatu biji

C. TINJAUAN PUSTAKA
1. PERKECAMBAHAN
Perkecambahan menurut seorang ahli merupakan suatu perubahan morfologis
seperti penonjolan akar lembaga (radikula). Bagi seorang petani, perkecambahan
adalah munculnya semai. Secara teknis, perkecambahan adalah permulaan
munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahan kulit biji dan munculnya
semai (Dahlia, 2001: 101).
Menurut Suyitno (2010:51), perkecambahan merupakan suatu proses dimana
radikula (akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala
morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis
yang kompleks, disebut sebagai proses perkecambahan fisiologis. Secara fisiologis,
proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting sebagai berikut:
1. Absorbsi air
2. Metabolisme pemecahan materi cadangan makanan
3. Transpor materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif ber-
tumbuh
4. Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru
5. Respirasi
6. Pertumbuhan
Biji akan menjadi dewasa dalam buah. Setelah buah matang dan bijinya
dikeluarkan, biasanya biji dalam keadaan dorman untuk waktu lama atau pendek.
Hal tersebut berarti bahwa meskipun biji tersebut mendapat cukup air dan diberi
kondisi yang baik untuk melakukan perkecambahan, biji tersebut tidak akan
berkecambah. Dormansi dapat diakibatkan oleh terbentuknya senyawa-senyawa
kimia penghambat pada permukaan biji, kurangnya zat-zat perangsang yang penting
atau disebabkan oleh kulit biji yang keras sehingga air dan oksigen tidak dapat
masuk. Dormansi ini dapat dihilangkan dengan berbagai cara seperti dengan
melakukan pembekuan, memperpanjang periode pendinginan, memperpanjang
pendedahan pada keadaan dingin, memberikan kelembaban yang tinggi dengan
adanya oksigen, melakukan pemanasan secara intensif (dibakar), melalui usus
burung atau mamalia, dilakukan secara mekanik (ampelas, dipecah), atau dibiarkan
ditumbuhi jamur (Dradjat Sasmitamihardja, 1996: 366).
Apabila kondisi yang diperlukan untuk menghilangkan dormansi ini berjalan,
embrio akan mulai membuat giberelin dan sitokinin, yang diperlukan untuk
mengungguli efek kerja penghambat pertumbuhan (growth inhibitor) sehingga
pertumbuhan dapat dimulai. Jika pada saat tersebut, biji diberi air maka akan
berkecambah (Dradjat Sasmitamihardja, 1996: 367).
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Secara internal proses perkecambahan ditentukan oleh
keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutama asam
giberelin (GA) dan asam abskisat (ABA). Faktor eksternal dalam proses
perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya, dan adanya senyawa-
senyawa kimia tertentu yang berperan sebagai inhibitor perkecambahan (Suyitno,
2010:51-52).
Menurut Dahlia (2001: 101-102), fitohormon merupakan awal dan perantara
proses perkecambahan yang penting untuk beberapa aktivitas hormon pertumbuhan.
Fitohormon tersebut meliputi:
1. Giberelin yang berfungsi untuk menggiatkan enzim hidrolitik dalam pen-
cernaan.
2. Sitokinin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel sehingga muncul
akar lembaga dan pucuk lembaga. Perluasan di koleoriza (ujung akar) muncul
disebabkan oleh pembesaran sel.
3. Auksin berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan karena pembesaran
koleoriza, akar lembaga, dan pucuk lembaga serta aktivitas genotip (orientasi
pada pertumbuhan akar dan pucuk secara benar terlepas dari orientasi biji).
Air merupakan faktor terpenting dalam proses perkecambahan biji, karena
sebelum terjadi proses perkecambahan biji berada dalam keadaan terdehidrasi.
Secara normal biji mengandung sekitar 5-20% dari berat totalnya, sehingga sebelum
proses perkecambahan dimulai biji harus menyerap air. Tahap awal perkecambahan
adalah pengambilan air dengan cepat, disebut imbibisi. Ada indikasi bahwa sampai
batas kadar air kritis tertentu, pertumbuhan biji tidak akan terjadi. Apabila air
dikeluarkan sebelum mencapai titik kritis tersebut, maka biji tidak akan rusak.
Namun, apabila batas kritis tersebut telah dilewati dan metabolisme telah dimulai,
maka biji yang sedang berkecambah itu akan mangalami kematian bila dikeringkan
kembali (Dradjat Sasmitamihardja, 1996: 367).
Puncak imbibisi pada biji selada terjadi selama 2 jam, sedangkan respirasinya
terjadi setelah jam ke-2 dan mencapai puncak pertama setelah jam ke-8. respirasi
kedua dimulai pada jam ke-16 dan mencapai maksimum setelah 24 jam. Dua puncak
ini dianggap berhubungan dengan hidrolisis kimia dan sintesis. Mitosis terlihat jelas
pada jam ke-12 dan mencapai puncaknya pada jam ke-16. Ontogeni perkecambahan
mengikuti dua fase metabolik yang berbeda, yaitu hidrolisis secara enzimatis pada
cadangan makanan yang disimpan, dan sintesis jaringan baru dari senyawa yang
dihidrolisis seperti gula, asam amino, asam lemak, dan mineral yang dibebaskan
(Dahlia, 2001: 101).
Selain air, oksigen juga merupakan faktor pentng dalam proses
perkecambahan. Metabolisme tingkat awal perkecambahan dilakukan secara
anaerob, tetapi setelah kulit biji pecah dan oksigen dapat berdifusi ke dalam
perkecambahan dilanjutkan secara aerob. Selain itu, suhu yang tepat juga diperlukan
dalam proses perkecambahan. Biji biasanya tidak akan berkecambah di bawah suhu
tertentu yang spesifik untuk suatu spesies (Dradjat Sasmitamihardja, 1996: 367-
368).
Cahaya juga penting untuk proses perkecambahan beberapa biji. Biji-biji kecil
yang hanya memiliki cadangan makanan yang sangat sedikit untuk menunjang
pertumbuhan awal embrio memerluakan perubahanuntuk bersifat autotrof. Apabila
biji tersebut ditanam terlalu dalam di tanah, maka akan kehabisan cadangan
makanan sebelum mencapai permukaan tana, dan kecambah tersebut kemungkinan
akan mati karena tidak sempat berfotosintesis. Untuk biji-biji kelompok seperti ini,
cahaya sangat penting sehingga perkecambahannya harus terjadi di permukaan atau
dekat permukaan. Selain itu, ditokrom yang merupakna pigmen yang sensitive
terhadap cahaya memegang peran penting dalam perkecambahan biji spesies tertentu
(Dradjat Sasmitamihardja, 1996: 367).
Perkecambahan (Ing. Germination) merupakan tahap awal perkembangan
suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji
yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis
yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini
dikenal sebagai kecambah. Kecambah adalah tumbuhan (sporofit) muda yang baru
saja berkembang dari tahap embrionik di dalam biji. Tahap perkembangan ini
disebut perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam kehidupan tumbuhan.
Kecambah biasanya dibagi menjadi tiga bagian utama: radikula (akar embrio),
hipokotil, dan kotiledon (daun lembaga). Dua kelas dari tumbuhan berbunga
dibedakan dari cacah daun lembaganya: monokotil dan dikotil. Tumbuhan berbiji
terbuka lebih bervariasi dalam cacah lembaganya. Kecambah pinus misalnya dapat
memiliki hingga delapan daun lembaga. Beberapa jenis tumbuhan berbunga tidak
memiliki kotiledon, dan disebut akotiledon. (wikipedia, kecambah: 29/11/2008)

sumber : http//perkecambahan.wikipedia.wiki.id
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik
tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya
ukuran biji yang disebut tahap imbibisi (berarti “minum”). Biji menyerap air dari
lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam bentuk embun atau uap
air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena [[sel {biologi)|sel]]-sel
embrio membesar) dan biji melunak. Proses ini murni fisik. Kehadiran air di dalam sel
mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun
kadarnya, sementara giberelin meningkat. Berdasarkan kajian ekspresi gen pada
tumbuhan model Arabidopsis thaliana diketahui bahwa pada perkecambahan lokus-
lokus yang mengatur pemasakan embrio, seperti ABSCISIC ACID INSENSITIVE 3
(ABI3), FUSCA 3 (FUS3), dan LEAFY COTYLEDON 1 (LEC1) menurun perannya
(downregulated) dan sebaliknya lokus-lokus yang mendorong perkecambahan
meningkat perannya (upregulated), seperti GIBBERELIC ACID 1 (GA1), GA2, GA3,
GAI, ERA1, PKL, SPY, dan SLY. Diketahui pula bahwa dalam proses perkecambahan
yang normal sekelompok faktor transkripsi yang mengatur auksin (disebut Auxin
Response Factors, ARFs) diredam oleh miRNA Perubahan pengendalian ini
merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif melakukan mitosis, seperti di bagian
ujung radikula. Akibatnya ukuran radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji
terdesak dari dalam, yang pada akhirnya pecah. Pada tahap ini diperlukan prasyarat
bahwa cangkang biji cukup lunak bagi embrio untuk dipecah. (wikipedia,
perkecambahan: 29/11/2008)

Sumber : http//perkecambahan.com

2. DORMANSI
Dormansi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan
metabolisme yang terpendam, yang dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Jaringan yang
mengalami dorman seringkali gagal tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang
ideal (Dradjat Sasmitamihardja, 1996: 399).
Keadaan pertumbuhan tertunda atau istirahat merupakan kondisi yang
berlangsung selama suatu periode dan tidak terbatas, walaupun keadaan mendukung
untuk berlangsungnya perkecambahan. Secara teknis, sebutir biji dorman pada saat
berpisah secara fisik atau fisiologis dari tumbuhan induknya. Dormansi akan
berakhir bila keadaan menguntungkan bagi pertumbuahan. Kuiesen (tidak bergerak)
merupakan istilah diskriptif untuk biji yang istirahat karena lingkungan kurang
mendukung terjadinya perkecambahan (pertumbuhan yang masak dalam
penyimpanan). Biji yang dorman merupakan biji yang gagal berkecambah apabila
diletakkan pada lingkungan yang mendukung perkecambahan biji tumbuhan lain
(Dahlia, 2001:106).
Dormansi merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan diri terhadap
suhu yang sangat rendah (membeku) pada musim dingin, atau kekeringan dimusim
panas yang merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup suatu tumbuhan,
dormansi harus berjalan pada saat yang tepat, dan membebaskan diri atau
mendobraknya apabila kondisi sudah memungkinkan untuk memulai pertumbuhan
(Dradjat, 1996: 399).
Dormansi bukan hanya proses pentidakaktifan metabolisme, tetapi juga sering
melibatkan proses pengembangan organ-organ atau bahan-bahan khusus. Banyak
peristiwa kompleks yang berkaitan dengan dormansi, seperti penuaan, dan
perontokan daun-daun pada pohon. Dormansi merupakan peristiwa perkembangan
terprogram yang memerlukann metabolisme khusus untuk menghentikan aktivitas
metabolik (Dradjat, 1996: 400).
Dormansi terjadi pada berbagai bentuk. Banyak biji dorman untuk suatu
periode waktu setelah keluar dari buah. Pohon melepaskan daun-daunnya untuk
menghindari bahaya pada waktu udara menjadi dingin dan kering serta tanah
membeku. Banyak tunmbuhan basah, bagian atasnya mati selama periode musim
dingin atau kekeringan, sedangkan bagian yang berada di bawah tanah seperti
bulbus, kormus, umbi tetap hidup tetapi dalam keadaan dorman (Dradjat, 1996:
399).
Menurut Dahlia (2001:107), golongan dormansi meliputi:
1) Embrio muda, seperti pada Orchidaceae sp.
2) Kulit biji yang kedap, seperti pada Leguminoseae yang kedap terhadap air, dan
Graminae yang kedap terhadap O2.
3) Kulit biji yang resisten secara mekanis, seperti pada spesies tertentu dari
Graminae dan spesies yang memiliki kulit keras berbentuk nuts.
4) Fisiologis, mempunyai rentangan spesies yang luas, yaitu bijinya mengandung
penghambat pertumbuhan atau pasokan perangsang pertumbuhan dalam kan-
tung embrio, kulit biji, atau sekam yang jumlahnya tidak cukup untuk melalui
proses penting perkecambahan bahan.
Proses untuk dapat berkecambah dapat diperoleh melalui pematangan pada
tumbuhan induk, pengeringan di tempat penyimpanan, atau sekedar menua di
tempat penyimpanan yang kering. Sebaliknya ada yang menuntut pendinginan
berkepanjangan atau seperangkat kondisi, misalnya pengubahan temperature,
daur radiasi, adanya garam, pengelantangan, atau penghilangan sekam.
Namun, perlakuan-perlakuan tersebut hanya efektif bagi biji yang menghisap
air (Dahlia, 2001:107).
Menurut Dradjat (1996: 400), ada tiga faktor yang dapat menyebabkan
dormansi, yaitu:
1) Faktor lingkungan
Salah satu faktor penting yang merangsang dormansi adalah fotoperioda.
Hari pendek (short day) merangsang banyak tumbuhan kayu menjadi dorman.
Dalam hal ini respon perbungaan, daun harus diinduksi untuk menghasilkan zat
penghambat (inhibitor) atau hormon yang diangkut ke tunas-tunas dan
menghambat pertumbuhan. Penghambatan ini dapat dihilangkan dengan induksi
hari panjang (long day) atau dengan memberikan asam giberelat (Dradjat, 1996:
400).
Pada dasarnya pendinginan secara sendiri, tidak penting dalam
menginduksi dormansi, dan dormansi tidak akan diinduksi oleh adanya hari
pendek apabila suhu terlalu rendah untuk melaksanakan metabolisme yang aktif.
Namun, pada kenyataannya terlihat bahwa pendinginan merupakan prasyarat
yang sangat penting untuk membuka dormansi (Dradjat, 1996: 400-401).
Keadaan kekurangan air merupakan hal penting yang dapat menyebabkan
dormansi pada beberapa tumbuhan, terutama pada dormansi untuk
mempertahankan hidup pada keadaan kering atau panas. Selain itu, kekeurangan
nutrient terutama nitrogen juga merupakan penyebab terjadinya dormansi pada
beberapa tumbuhan (Dradjat, 1996: 401).
2) Asam absisat (ABA)
Berbagai gejala dormansi dan penuaan yang dapat diinduksi dengan
pemberian ABA, yaitu memelihara dormansi, menghambat perkecambahan,
menghambat sintesis enzim pada biji yang diinduksi giberelin, menghambat
perbungaan, pengguguran tunas, pengguguran buah, penuaan daun,
mempercepat absisi, pembentukan tunas pucuk pada ‘shoot’, pembentukan
tunas samping, mengurangi pembelahan sel, menginduksi perubahan biokimia
yang menuju pada penuaan dan absisi daun (Dradjat Sasmitamihardja, 1996:
402).
3) Interaksi ABA dengan zat tumbuh lainnya
Pemberian ABA harus terus menerus agar efeknya tetap dapat terpelihara.
Apabila pemberian ABA dihentikan, maka pertumbuhan dan metabolisme akan
aktif kembali. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa zat yang merangsang
pertumbuhan akan mengantagonis efek ABA. Asam giberelat merupakan salah
satu penyebab proses mengantagonisan ABA. Apabila organ yang dorman
disimpan di tempat gelap dan diberi ekstrak ABA, maka pemberian GA dengan
konsentrasi tinggi sekalipun tidak akan menanggulangi penghambatan oleh
ABA. Dalam keadaan seperti ini, pemberian kinetin dapat melawan efek ABA,
dan GA dapat merangsang perkecambahan (Dradjat, 1996: 402).
Hubungan antara GA dengan ABA adalah berbanding terbalik. GA dapat
merangsang tumbuhan hari panjang (long day plant) berbunga, sedangkan ABA
memberikan efek yang sebaliknya. Meskipun ABA dapat merangsang
perbungaan hari pendek (short day plant), tetapi kedua hormon ini memberikan
pengaruh yang berbeda dan berlawanan dan tidak selalu mengantagonis satu
sama lain (Dradjat, 1996: 402-403).
Pertumbuhan dan sintesis -amilase dan dihambat oleh ABA, tetapi efek
hambatan itu akan hilang dengan pemberian GA, kinetin, atau benziladenin.
Dormansi biasanya berkaitan dengan hari pendek (short day), sedangkan
lepasnya dormansi berkaitan dengan hari panjang (long day). Hal tersebut
disebabkan karena panjang dan pendeknya hari berkaitan dengan fitikrom yang
diduga sebagai agen pengontrol (Dradjat, 1996: 403).
a. Dormansi pada Biji
Contoh paling mudah mengenai dormansi adalah adanya kulit biji yang keras
yang menghalangi penyerapan oksigen atau air. Kulit biji yang keras lazim terdapat
pada anggota famili Fabaceae (Leguminosae), kecuali pada kapri dan buncis. Pada
beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat menembus biji tertentu karena jalan
masuk dihalangi oleh sumpal seperti gabus (sumpal strofiolar) pada lubang kecil
(lekah strofiolar) di kulit biji. Bila biji digoncang-goncang, kadang sumpal lepas
sehingga dapat berlangsung perkecambahan. Perlakuan ini disebut goncangan
(Salisbury, 1995: 197).
Pemecahan penghalang kulit biji disebut skarifikasi atau penggoresan yang
menggunakan pisau, kikir, dan kertas amplas. Di alam goresan dapat terjadi akibat
kerja mikroba, sedangkan para ahli menggunakan alcohol atau pelarut lemak lain
yang dapat menghilangkan bahan berlilin yang kadang menghalangi air untuk
masuk (Salisbury, 1995: 197).
Jika biji dikeluarkan dari buah, dikeringkan, dan ditanam, biji tersebut akan
segera berkecambah. Di dalam buah potensial osmotil air buah terlalu negatif
untuk perkecambahan. Selain itu, terdapat suatu zat penghambat khusus seperti
ABA di dalam endosperma yang sedang berkembang dari biji alfalfa, yang
berfungsi sebagai penghambat perkecambahan embrio (Salisbury, 1995: 198).
Penghambat perkecambahan tidak hanya terdapat di biji, tetapi juga di daun,
akar, dan bagian tumbuhan lain. Bila terbawa keluar tumbuhan atau dilepaskan
selama pembusukan sampah, senyawa alelopati yang dapat menghambat
perkecambahab biji atau perkembangan akar di sekitar tumbuhan induk (Salisbury,
1995: 198).
Embrio beberapa spesies tumbuh sangat cepat dengan memindahkan senyawa
karbon dan nitrogen dari sel penyimpanan makanan selama masa pendinginan
awal. Zat penghambat hilang selama pendinginan awal, dan hormon pemicu
tumbuh seperti giberelin atau sitokinin terhimpun. Pendinginan awal dapat
meningkatkan potensi untum mensintesis giberelin. Auksin tidak terlalu
berpengaruh pada perkecambahan, tetapi giberelin sering menggantikan semua
pendinginan (Salisbury, 1995: 199-200).
b. Dormansi Kuncup
Dormansi kuncup hamper selalu berkembang sebelum terbentuknya warna
pada musim gugur dan mengeringnya daun. Kuncup berbagai pohon berhenti
tumbuh ditengah musim panas, yang terkadang akan kembali memperlihatkan
sedikit pertumbuhan di akhir musim panas sebelum memasuki dormansi penuh di
musim gugur. Kuncup bunga yang akan tumbuh pada musim berikutnya biasanya
terbentuk pada pohon buah-buahan di tengah musim panas. Daun berwarna hijau
dan akan berfotosintesis secara aktif sampai awal musim gugur ketika daun mulai
mongering sebagai respons terhadap siang hari yang pendek, cerah, dan dingin.
Sejalan dengan hilangnya klorofil, pigmen karotenoid kuning dan jingga menjadi
tampak, dan antosianin disintesis. Buah sering matang selama waktu ini.
Ketahanan bunga es juga terbentuk sebagai respons terhadap suhu rendah dan hari
pendek (Salisbury, 1995: 200).
Ketidaktersediaan air sering mempercepat pembentukan dormansi, sama
seperti terbatasnya hara mineral khususnya nitrogen. Hal tersebut penting bagi
spesies yang memasuki dormansi sebelum terjadinay suhu tinggi dan kekeringan di
daerah tropika atau beriklim kering. Pembentukan dormansi ini dikenal dengan
sebagai respons terhadap perubahan panjang hari dan perubahan suhu tanah
(Salisbury, 1995: 201).
Dormansi kuncup sebagian berlangsung mendahului dormansi sejati dan hal
tersebut dapat dengan mudah dibalik oleh suhu sedang dan hari panjang. Namun,
secarartahap upaya untuk mengindukdi pertumbuhan aktif gagal dan kemudian
tumbuhan mencapai dormansi sejati yang memerlukan perlakuan khusus untuk
mengakhirinya (Salisbury, 1995: 201).
Morfologi berperan penting dalam fenomena dormansi. Kuncup dorman
lazimnya mempunyai ruas sangat pendek dan daun yang secara khusus berubah
yang disebut sisik kuncup. Sisik tersebut mencegah pengeringan, menghalangi
kehilangan bahang sebentar, dan membatasi gerak oksigen ke meristem di
bawahnya. Sisik kuncup juga tanggap terhadap cahaya ruang dan mempunai fungsi
lain (Salisbury, 1995: 201).
Perlakuan beberapa senyawa kimia pada kuncup dapat mengakhiri dormansi.
Seperti 2-kloroetanol (ClCH2CH2OH) yang sering disebut etilen klorohidrin telah
digunakan selama bertahun-tahun. Bila diberikan dalam bentuk uap, senyawa ini
dapat mengakhiri dormansi pohon buah-buahan. Perlakuan lain adalah dengan
perendaman bagian tumbuhan dalam bak air hangat 40oC sampai 50oC selama 15
detik. Pemebrian giberelin mengakhiri dormansi kuncup pada banyak tumbuhan
gugur-daun, juga akan mengakhiri dormansi biji yang memerlukan suhu rendah,
dan menyebabkan pembungaan pada tumbuhan yang memerlukan suhu rendah
(Salisbury, 1995: 202).
Ahli fisiolologi benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai kejadian
yang dimulai dengan imbibisi dan diakhiri dangan radikula (akar lembaga; atau
pada beberapa biji, kotiledon / hipokotil) memanjang atau muncul melewati kulit
biji.(Bew dan Black,1982,1984; Mayer, 1974). Biji dapat tetap viabel (hidup),
tetapi tak mampu berkecambah atau tumbuh karena beberapa alasan : kondisi luar
atau kondisi dalam yang mudah di pahami adalah embrio yang belum mencapai
kematangan morfologi untuk mampu berkecambah (misalnya pada beberapa
anggota Orcidaceae). Hanya waktulah yang memungkinkan kematangan ini
berkembang. (Silasbury & Ross : 1995, hal 194)
Untuk membedakan kedua keadaan yang berlainan itu, ahli fisiologi benih
menggunakan dua istilah : Kuisen, yaitu kondisi biji saat tidak mampu bekecambah
hanya karena kondisi luarnya tidak sesuai (misalnya, biji terlalu kering atau terlalu
dingin); dan dormansi yaitu kondisi biji yang gagal berkecambah karena kondisi
dalam, walaupun kondisi luar (misalnya suhu, kelembaban, dan atmosfer) sudah
sesuai. (Silasbury & Ross : 1995, hal 194-195)
Ada masalah pada tata nama itu. Biji dorman sering diinduksi untuk
berkecambah oleh beberapa perubahan khusus di lingkungan, seperti cahaya atau
periode suhu rendah. Dimana kita dapat menarik garis pemisah pada kondisi yang
dinyatakan sebagai “kondisi luar yang sesuai”? Lgi pula ada pengertian bahwa
kondisi dalamlah yang selalu merupakan pembatas. (jika air merupakan pembatas,
maka terjadi kekurangan air adlam sel embrio di biji).dengan kata lain, kondisi luar
hanya memungkinkan perkecambahan dengan mempengaruhi kondisi dalam. Kita
bahkan lebih tepat mengatakan kondisi dasar saja daripada bergantung pada kata
sesuai. Jadi kita dapat menyebut dormansi sebagai kondisi biji saat biji gagal untuk
berkecambah walaupun : Tersedia cukup banyak kelembaban luar, biji dipadankan
ke kondisi atmosfer yang lazim ditentukan pada tanah, dan suhu berada dalam
rentang yang biasanya berkaitan dengan aktifitas fisiologi. (Silasbury & Ross :
1995, hal 195)

B. Klasifikasi Dormansi Biji


Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada
embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi
dormansi embryo.
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan fak-
tor penyebab, mekanisme dan bentuknya. (http//dormansi dan perkecambahan biji:
29/11/2008)
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
1. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan
lingkungan yang tidak menguntungkan
2. Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di
dalam organ-organ biji itu sendiri

b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji


1. Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh
organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
1. mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
2. fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
3. kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
2.Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses
fisiologis; terbagi menjadi:
1. photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
2. immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang
tidak/belum matang
3. thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
1. Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
2. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (mis-
alnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
3. Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan.
Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
4. Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hi-
lum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
5. Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi
karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
1. Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum
menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
2. Embrio belum terdiferensiasi
3. Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk men-
capai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur
rendah dan zat kimia. (http//dormansi dan perkecambahan biji :29/11/2008)
Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering
Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
temperatur tinggi dan pengupasan kulit.
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini
secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim
dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji
akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan
pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
4. jika kulit dikupas, embrio tumbuh
5. embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
6. embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih
membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
7. perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
8. akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikut-
nya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas)
cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji
yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran
intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji
yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk
jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut
skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant
jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum
(red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan.
Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali
bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh
spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang
photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):P650 : mengabsorbir di daerah
merah dan P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730.
P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya
perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka
pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
(http//dormansi dan perkecanbahan biji : 29/11/2008)
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
1. Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
2. Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
3. Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau ter-
ang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-
ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat
kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses
metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang
menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses
perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah
soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena
daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat
berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah. (http//dormansi dan
perkecambahan:29/11/2008)
Contoh yang mudah mengenai dormansi adalah adanya kulit biji yang keras
menghalangi penyerapan oksigen atau air. Kulit biji yang keras itu lazim terdapat pada
anggota famili Fabaceae (leguminoseae), walaupun tidak terdapat pada buncis atau kapri,
yang menunjukan bahwa dormansi tidak umum pada species yang dibudayakan. Pada
beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat menembus biji tertentu karena jalan masuk
dihalangi oleh sumpal seperti gabus (sumpal strofiolar) pada lubang kecil (lekah strofiolar) di
kulit biji. Bila biji diguncang-guncang, kadang sumpal itu lepas sehingga dapat berlangsung
perkecambahan. Perlakuan itu dinamakan goncangan, dan telah diterapkan pada biji Meliotus
alba (semanggi manis), Trigonella arabica, dan Crotallaria egyptica. (Silasbury & Ross :
1995, hal 197)
Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh :
Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit
benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih. ,Respirasi
yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras,
sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya
proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. ,Resistensi mekanis kulit
biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi
pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi,
sedangkan pada sayuran dormasni sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan
semangka non biji. (dormansi : 29/11/2008)
D. HIPOTESIS
1. Perkecambahan biji dipengaruhi beberapa faktor dari lingkungan, yaitu contohnya
zat kimia
2. Perkecambahan pada kulit biji yang tebal lebih lambat dari pada perkecambahan
yang kulit bijinya tipis
3. Perkecambahan mempunyai kebutuhan air yang tidak terlalu banyak dan tidak ter-
lalu sedikit

E. PROSEDUR KERJA
1. Alat
a. Biji berkulit tipis :
1. Kacang hijau (Phaseolus radiatus)
2. Kacang merah
b. Biji berkulit tebal :
1. Asam (Tamarindus indica)
2. Flamboyan (Delonix regia)

2. Bahan
a. Kapas dan aquades
b. Lampu neon / uv
c. Low incubator
d. NaCl
e. Herbisida

3. Cara kerja
Menyiapkan enam cawan petri atau tempat lainnya sebagai tempat pengecam bahan
2 macam kelompok satu biji (satu jenis biji kulit tipis dan satunya kulit tebal)

Menyiapkan dua set perlakuan untuk kedua jenis biji seperti berikut :
a. Perlakuan I : media tanpa diberi air (hanya dengan kapas kering)
b. Pelakuan II : media diberi air sedikit (kapas sekedar basah)
c. Perlakuan III : media diberi air hingga biji tergenang air

Menyiapkan masing-masing 60 butir biji untuk kedua kelompok biji tersebut dan
memberi perlakuan seperti berikut :
a. 10 biji diberi perlakuan I, dengan 2 ulangan
b. 10 biji diberi perlakuan II, dengan 2 ulangan
c. 10 biji diberi perlakuan III, dengan 2 ulangan

Menempatkan semua petri pada tempat yang sama


Mengamati segala gejala yang ditunjukkan untuk tiap kelompok biji.
Perkecambahan diakhiri dengan apabila salah satu kelompok percobaan sudah
berkecambah di atas 90%

Menjaga kondisi untuk tiap unit perlakuan tetap stabil dengan mengontrol kondisi
perlakuannya

Memberi label atau tanda untuk setiap unit perlakuan untuk menghindari kekeliruan
pendataan

F. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Dormansi dan Germinasi Pada Kontrol di Masing –Masing Biji
Pada percobaan kali ini kami melakukan pengamatan perkecambahan pada beberapa
jenis biji, yaitu biji yang berkulit tipis, dalam hal ini berupa biji kacang hijau dan biji kacang
merah, serta biji yang berkulit tebal, dalam hal ini berupa biji asam dan biji flamboyan.
Karena perkecambahan sangat dipengaruhi oleh struktur dari kulit biji itu sendiri. Tumbuhan
yang masih kecil, belum lama muncul dari biji , dan masih hidup dari persediaan makanan
yang terdapat dalam biji, dinamakan kecambah.
Pada waktu biji berkecambah, tumbuhan kecil yang dihasilkan belum mampu mencari
makanan sendiri, dan masih tergantung dari persediaan makanan yanga terdapat dalam biji
tumbuhan kecil ini disebut kecambah (plantula).
Perkecambahan biji dapat dibedakan dalam dua macam:
a. Perkecambahan diatas tanah, yaitu tipe perkecambahan, karena terjadi perbentangan
ruas batang dibawah tanah lembaga, dan daun lembaga terangkat keatas. Muncul
diatas tanah. Misalnya pada kacang hijau. Daun lembaga biasanya berwarna hijau,
dan kemudian gugur, sementar itu sudah terbentuk daun-daun normal.
b. Perkecambahan dibawah tanah, bila daun lembaga tetap tinggal didalam biji.
Biji akan berkecambahan bila terpenuhi syarat-syarat yang diperlukan yaitu air, udara,
cahaya, dan panas. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi tumbuhan baru yang ada pada
tumbuhan biji berada dalam keadaan tidur. Dalam keadaan ini lembaga dapat hidup bertahun-
tahun tanpa kehilangan daya tumbuh. Tetapi ada pula biji-biji sebelum berkecambah
memerlukan waktu untuk istirahat. Sebelum waktu istirahat terpenuhi, biji tidak akan
berkecambah, walau syarat-syarat perkecambahat terpenuhi. Gejala ini dikenal dengan nama
dormansi.
Biji sebagian besar spesies didaerah dingin mengalami dorman atau kuisen selama musim
dingin. Perubahan tertentu terjadi didalam sel biji sel tersebut yang memungkinkannya
bertahan pada suhu dibawah titik beku.
Perkecambahan biji tidak hanya dipengaruhi oleh suhu tapi juga oleh cahaya, pemecahan
kulit biji agar radikula dapat menerobos keluar oksigen dan /atau air dapat masuk,
penghilangan zat penghambat kimiawi, dan pematangan embrio, tapi tak mampu
berkecambah atau tumbuh karena beberapa alasan: kondisi luar atau kondisi dalam. Situasi
dalam yang mudah dipahami adalah embrio yang belum mencapai kematangan morfologi
untuk mampu berkecambah.
Biji dorman sering diinduksi untuk perkecambah oleh beberapa perubahan khusus
dilingkungan, seperti cahaya atau periode suhu rendah.
Biji asam dan flamboyan yang memiliki kulit yang keras dibedakan dahulu sebelumnya,
dengan mengamplas dan tidak mengamplas biji tersebut. Kemudian, keempat jenis biji
tersebut diberikan perlakuan yang sama, yaitu diberikan dua jenis polutan, yaitu NaCl dan
herbisida, yang kemudian biji-biji tersebut dikecambahkan dengan media kapas yang kering
(tidak diberi polutan baik berupa NaCl maupun herbisida), basah (diberikan polutan berupa
NaCl dan herbisida, namun hanya sedikit untuk membasahi kapas saja), dan terendam
(diberikan polutan berupa NaCl dan herbisida dengan jumlah banyak, sehingga merendam
kapas tersebut). Konsekuensi dari ketiga perlakuan tersebut adalah adanya gabungan dari
beberapa perlakuan. Selanjutnya biji-biji tersebut dikecambahkan dan diamati selama tiga
hari untuk mengetahui proses perkecambahan yang terjadi terhadap biji-biji tersebut apabila
diberikan polutan berupa NaCl dan Herbisida. Pada biji-biji yang diberikan air (sebagai
kontrol) dengan tiga perlakuan yang berbeda, didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut:
Air Air
hari ke kacang hijau kacang merah
Kering basah terendam Kering basah terendam
1 3 12 4 - - -
2 3 12 4 - - -
3 3 12 4 - - -
Jumlah 3 12 4 - - -

Air
hari ke asam ( di amplas) asam (tidak di amplas)
kering Basah terendam kering Basah Terendam
1 - - - - - -
2 - - - - - -
3 - - 1 - - -
Jumlah - - 1 - - -

Air
hari ke flamboyan ( di amplas) flamboyan (tidak di amplas)
Kering Basah terendam kering Basah terendam
1 - - - - - -
2 - - - - - -
3 - - - - - -
jumlah - - - - - -

Pada kacang hijau yang telah diberikan tiga perlakuan berbeda dengan diberikan air
didapatkan hasil sebagai berikut:Pada kacang hijau yang diletakan pada kapas yang kering,
tanpa diberikan air, hsetelah dilakukan pengamatan selama tiga hari, pada hari pertama yang
mengalami perkecambahan hanya 3 buah saja dari jumlah 12 buah kacang hijau. Jumlah
tersebut tidak bertambah pada hari kedua dan ketiga. Hal tersebut dikarenakan, kandungan
air yang terdapat pada kapas yang menjadi media perkecambahan. Air dibutuhkan dalam
proses perkecambahan karena menjadi pelarut utama yandibutuhkan dalam proses
hormonasi dalam proses germinasi kandungan air yang cukup dapat masuk ke dalam biji
melalui difusi pada kulit biji yang impermeabel, dengan masuknya air ke dalam kacang
tanah membuat proses kecambah dapat berjalan dengan sebagaimanamestinya.
kacang hiju tersebut yang berkecambah hanya 3 buah kacang hijau berkecambah,
sehingga 9 kacang hijau yang lainnya tidak dapat berkecambah, atau mengalami peristiwa
dormansi, dimana proses perkecambahan tertunda. Pada percobaan ini, hal tersebut di
karenakan kurangnya air untuk kacang hijau tersebut untuk melakukan perkecambahan.
Selanjutnya pada kacang hijau yang diberikan perlakuan dengan media kapas yang
telah dibasahi dengan air, setelah diamati selama tiga hari, pada hari pertama semua kacang
hijau yang berjumlah 12 buah sudah mengalami perkecambahan, dan Hal tersebut terjadi
dimungkinkan karena pada media kapas yang telah dibasahi air tersebut mengandung
cukup air yang dapat diserap oleh 12 buah kacang hijau tersebut untuk melakukan
perkecambahan.
Pada kacang hijau yang diberikan perlakuan dengan di berikan banyak air, sehingga
media kapasnya menjadi terendam, setelah di amati selama tiga hari, ternyata hanya 4 buah
saja yang berkecambah. Hal tersebut dimungkinkan karena kandungan air pada media yang
terlalu banyak sehingga kacang hijau tersebut menunda proses perkecambahannya atau
mengalami peristiwa dormansi. Kelebihan air mempengaruhi proses perkecambahan karena
air yang banyak diterjemahkan berbeda oleh biji apabila biji tumbuh menjadi kecambah
akan membahayakan keadaan tanaman muda sehingga proses dormansi berlangsung,
Dormansi sebenarnya bukan tidak bermanfaat dalam suatu siklus pertumbuhan namun
keberadaan dormansi membantu biji untuk dapat tumbuh dalam keadaan yang tidak
membahayakan tumbuhan muda.
Sedangkan pada kacang merah digolongkan biji yang memiliki kulit biji yang tipis
namun rentang waktu berkecambah tiap tumbuhan berbeda secara genetis. Pada kacang
merah yang telah diberikan tiga perlakuan berbeda dengan hasilnya adalah
Berdasarkan pengamatan pada kacang merah yang dikecambahkan dengan media
kapas yang tidak di berikan air, setelah diamati selama tiga hari, kacang merah tersebut
tidak mengalami perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan pada media kapas tersebut tidak
terdapat cukup air untuk kacang merah melakukan proses perkecambahan, dengan kata lain,
kacang merah tersebut mengalami peristiwa dormansi yang dikarenakan kurangnya
kandungan air untuk dapat berkecambah.
Pada kacang merah yang diberikan perlakuan dengan media yang telah dibasahi oleh
air, setelah dilakukan pengamatan selama tiga hari, ternyata kacang merah tersebut tidak
mengalami perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan pada media kapas tersebut tidak
terdapat cukup air untuk kacang merah melakukan proses perkecambahan, dengan kata lain,
kacang merah tersebut mengalami peristiwa dormansi yang dikarenakan kurangnya
kandungan air untuk dapat berkecambah.
Pada perlakuan yang ketiga, kacang merah di kecambahkan dengan media kapas yang
telah terendam oleh air. Namun setelah di amati selama tiga hari, kacang merah tersebut
tidak mengalami proses perkecambahan. Hal tersebut dimungkinkan karena terlalu
banyaknya kandungan air yang terdapat pada media, sehingga kacang merah tersebut
mengalami peristiwa dormansi
Sedangkan pada golongan yang berkulit biji keras diperoleh data kualitatif sebagai
berikut Pada biji asam yang sebelumnya telah dibedakan dengan di amplas dan tidak di
amplas bijinya, yang selanjutnya diberikan tiga perlakuan berbeda dengan diberikan air,
didapatkan hasil sebagai berikut: Pada biji asam yang di kecambahkan pada media kapas
yang kering yang tidak diberikan air, setelah diamati selama tiga hari, baik biji yang di
amplas maupun yang tidak di amplas, ternyata tidak mengalami proses perkecambahan, hal
tersebut dimungkinkan kurangnya kandungan air pada kapas tersebut yang menyebabkan
biji asam mengalami peristiwa dormansi. Selain itu dapat juga dikarenakan kulit biji asam
yang tidak di amplas terlalu tebal, sehingga biji tidak dapat menyerap air meskipun air
tersebut tersedia.
Pada biji asam yang di kecambahkan pada media kapas yang telah dibasahi oleh air,
setelah dia amati selama tiga hari, pada biji yang di amplas, pada biji yang di amplas,
selama tiga hari tersebut hanya mengalami proses pengelupasan kulit biji saja, hal tersebut
dimungkinkan karena kurangnya kandungan air yang terkandung pada media kapas
tersebut, sehingga proses perkecambahan biji asam tersebut tertunda atau mengalami
peristiwa dormansi. Sedangkan pada biji asam yang tidak di amplas, setelah diamati selama
tiga hari, ternyata tidak mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan biji tersebut
memiliki kulit biji yang tebal, sehingga sulit untuk menyerap air yang terdapat pada media
kapas. Kulit biji yang tebal merupakan salah satu faktor internal yang menyebabkan
terjadinya dormansi. Oleh karena itu biji asam yang tidak di amplas tersebut mengalami
dormansi karena tebalnya kulit biji asam tersebut.
Tujuan dari pengamplasan itu sendiri adalah untuk menipiskan lapisan kulit biji yang
tersusun dari lignoselulosa dan polisakarida yang rapat selain itu secara biokimia lapisan
kulit ini cenderung bersifat selektif impermeabel dan sangat polar sehingga air pun sangat
sulit masuk karena semakin tebalnya lapisan zat lignoselulosa juga membuat biji sangat
kokoh, namun kandungan zat tersebut tidak merata pada bagian biji hanya pada bagian sisi
lateral saja sedangkan pada aksis dalam jumlah yang sedikit. Sehingga pengamplasan yang
tidak hati-hati dapat merusak bagian ini yang merupakan bagian tempat keluarnya radikula
dan hipokotil
Pada perlakuan terakhir, biji asam dikecambahkan pada media kapas yang telah
terendam oleh air. Dengan kata lain kondisi lingkungan memiliki banyak konsentrasi air
Pada biji asam yang telah di amplas, setelah di amati selama tiga hari. Pada hari pertama
belum terjadi pengelupasan kulit biji, namun pada hari kedua satu biji mulai mengalami
pengelupasan kulit biji. Dan pada hari ketiga biji tersebut mulai mengalami proses
perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan kulit biji kandungan air yang terdapat pada media
kapas sangat memadai untuk proses perkecambahan biji asam, sehingga biji asam tersebut
dapat berkecambah, selain itu juga dikarenakan kulit biji asam yang telah di amplas
sehingga memudahkan biji untuk menyerap air dan berkecambah. Sedangkan pada biji asam
yang tidak di amplas, setelah diamati selama tiga hari, ternyata tidak mengalami proses
pengelupasan kulit maupun proses perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan kulit biji yang
terlalu tebal, sehingga biji sulit menyerap air dan berkecambah atau dapat disebut biji
tersebut mengalami peristiwa dormansi.
Pada biji flamboyan yang sebelumnya telah dibedakan dengan di amplas dan tidak di
amplas bijinya, yang selanjutnya diberikan tiga perlakuan berbeda dengan diberikan air
didapatkan hasil adalah bahwa pada biji flamboyan yang di kecambahkan pada media kapas
yang kering yang tidak diberikan air. Setelah dilakukan pengamatan selama tiga hari, baik
biji yang di amplas maupun yang tidak di amplas, ternyata tidak mengalami proses
pengelupasan kulit biji maupun proses perkecambahan, hal tersebut dimungkinkan
kurangnya kandungan air pada kapas tersebut. Selain itu pada biji flamboyan yang tidak di
amplas, dimungkinkan juga karena kulit biji flamboyan yang terlalu tebal, sehingga biji
tidak dapat menyerap air yang tersedia yang kemudian menyebabkan biji flamboyan
mengalami peristiwa dormansi.
Pada biji flamboyan yang di kecambahkan pada media kapas yang telah dibasahi oleh
airl, pada biji yang di amplas, setelah di amati selama tiga hari, pada biji yang di amplas,
pada hari ke tiga, ternyata biji flamboyan tersebut hanya mengalami pengelupasan kulit biji
saja, namun tidak mengalami perkecambahan, hal tersebut dapat dikarenakan kurangnya
kandungan air yang terdapat pada media kapas tersebut, sehingga proses perkecambahan
tidak terjadi, sehingga biji flamboyan tersebut mengalami dormansi. Selain itu juga dapat
disebabkan karena waktu pengamatan yang kurang lama. Sedangkan pada biji flamboyan
yang tidak di amplas, setelah diamati selama tiga hari, ternyata tidak mengalami perubahan.
Hal tersebut dikarenakan biji tersebut memiliki kulit biji yang tebal, sehingga sulit untuk
menyerap air yang terdapat pada media kapas. Kulit biji yang tebal merupakan salah satu
faktor internal yang menyebabkan terjadinya dormansi. Oleh karena itu biji flamboyan yang
tidak di amplas tersebut mengalami dormansi karena tebalnya kulit biji flamboyan tersebut
atau dapat juga disebabkan karena media perkecambahan yang tidak mendukung untuk biji
flamboyan tersebut berkecambah, seperti kurangnya air, sehingga menyebabkan biji
flamboyan tersebut mengalami peristiwa dormansi.

Pada perlakuan terakhir, biji flamboyan dikecambahkan pada media kapas yang telah
terendam oleh air. Setelah diamati selama tiga hari, pada biji yang di amplas, ternyata biji
flamboyan tersebut hanya mengalami pengelupasan kulit biji saja, tetapi tidak mengalami
proses perkecambahan. Hal tersebut dapat dikarenakan terlalu tebalnya kulit biji flamboyan
tersebut sehingga biji sulit untuk menyerap air dan menyebabkan biji flamboyan mengalami
peristiwa dormansi. Atau dimunghkinkan juga karena proses perkecambahan biji flamboyan
yang berlangsung lama, sehingga meskipun telah diamati selama tiga hari tetap belum
berkecambah Sedangkan pada biji flamboyan yang tidak di amplas, setelah diamati selama
tiga hari, ternyata tidak mengalami proses pengelupasan kulit maupun proses
perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan kulit biji yang terlalu tebal, sehingga biji sulit
menyerap air dan berkecambah, atau dapat disebut biji tersebut mengalami peristiwa
dormansi.

2. Dormansi dan Germinasi Pada polutan NaCl di Masing –Masing Biji


Biji biasanya berkecambah dengan segera bila diberi air dan udara yang cukup,
mendapat suhu pada kisaran yang memadai dan pada keadaan tertentu, mendapat periode
terang dan gelap yang sesuai. Tetapi pada sekelompok tumbuhan yang bijinya tidak segera
berkecambah meskipun telah diletakkan pada kondisi kandungan air, suhu, udara dan
cahaya yang memadai. Perkecambahan tertunda selama beberapa hari, minggu bahkan
bulan, tetapi dengan adanya giberelin dormansi dapat dipatahkan Sedangkan pada biji-biji
yang diberikan polutan berupa NaCl dengan tiga perlakuan yang berbeda, didapatkan hasil
pengamatan sebagai berikut: Pada kacang hijau yang telah diberikan tiga perlakuan berbeda
dengan polutan berupa NaCl didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada kacang hijau yang diletakan pada kapas yang kering, tanpa diberikan NaCl, pada
hari pertama yang mengalami perkecambahan hanya 3 buah saja dari jumlah 12 buah
kacang hijau. Jumlah tersebut tidak bertambah pada hari kedua dan ketiga. Hal tersebut
dikarenakan, kandungan air yang terdapat pada kapas yang menjadi media perkecambahann
kacang hijau tersebut hanya cukup untuk 3 buah kacang hijau berkecambah, sehingga 9
kacang hijau yang lainnya tidak dapat berkecambah, atau mengalami peristiwa dormansi,
dimana proses perkecambahan tertunda. Pada percobaan ini, hal tersebut dikarenakan
kurangnya air untuk kacang hijau tersebut untuk melakukan perkecambahan.Selain itu
kacang hijau pada perlakuan ini banyak yang hilang dikarenakan

Selanjutnya pada kacang hijau yang diberikan perlakuan dengan media kapas yang
telah dibasahi dengan NaCl, pada hari pertama dari total 12 buah kacang hijau, 11 kacang
hijau mengalami perkecambahan, dan pada hari kedua satu kacang hijau yang tertinggal
juga mengalami perkecambahan. Hal tersebut terjadi dimungkinkan karena pada larutan
NaCl yang menjadi polutan tersebut mengandung cukup air yang dapat diserap oleh kacang
hijau untuk melakukan perkecambahan. Selain itu juga karena larutan NaCl itu sendiri dapat
mempercepat proses perkecambahan kacang hijau tersebut.
Pada kacang hijau yang diberikan perlakuan dengan di berikan banyak NaCl, sehingga
media kapasnya menjadi terendam, setelah di amati selama tiga hari, pada hari pertama
seluruh kacang hijau yang berjumlah 12 buah sudah mengalami proses perkecambahan. Hal
tersebut dikarenakan tersedianya cukup air untuk 12 buah kacang hijau tersebut
berkecambah. Selain itu, polutan berupa garam juag dapat memicu proses perkecambahan
kacang hiaju menjadi lebih cepat. Karena NaCl merupakan zat kimia yang dibutuhkan oleh
biji untuk dapat melakukan atau bahkan mempercepat proses perkecambahan.
Pada kacang merah yang telah diberikan tiga perlakuan berbeda dengan polutan
berupa NaCl didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada kacang merah yang dikecambahkan dengan media kapas yang tidak diberikan
polutan berupa NaCl, setelah diamati selama tiga hari, kacang merah tersebut tidak
mengalami perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan pada media kapas tersebut tidak
terdapat cukup air untuk kacang merah melakukan proses perkecambahan, dengan kata lain,
kacang merah tersebut mengalami peristiwa dormansi yang dikarenakan kurangnya
kandungan air untuk dapat berkecambah.
Pada kacang merah yang diberikan perlakuan dengan media yang telah dibasahi oleh
NaCl, setelah dilakukan pengamatan selama tiga hari, ternyata tidak terjadi proses
perkecambahan. Hal tersebut menandakan kacang merah mengalami peristiwa dormansi.
Dalam hal ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kurangnya kandungan air yang terdapat
pada larutan NaCl, atau karena adanya larutan NaCl yang dapat menghambat proses
perkecambahan kacang merah tersebut, sehingga sama sekali tidak terjadi proses
perkecambahan pada kacang merah tersebut atau kacang merah tersebut mengalami
peristiwa dormansi. Pada larutan NaCl yang diperlakukan pada kacang merah menyebabkan
biji mengalami dormansi karena larutan NaCl bersifat basa sehingga tumbuhan berdormansi
untuk melindungi kandungan asam absisat yang notabene bersifat asam bila terjadi
percampuran tentunya hormon tersebut akan kehilangan kemampuan katalisnya dan
mekanismenya sehingga dalam proses tersebut NaCl yang masuk ke dalam lapisan embrio
pada kacang merah menyebabkan kacang merah berdormansi.
Pada perlakuan yang ketiga, kacang merah dikecambahkan dengan media kapas yang
telah terendam oleh NaCl. Namun, setelah dilakukan pengamatan selama tiga hari, kacang
merah tersebut tidak mengalami proses perkecambahan, hal tersebut dimungkinkan karena
kacang merah tersebut mengalami peristiwa dormansi atau penundaan proses
perkecambahan yang dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk
berkecambah. Dalam hal ini dimungkinkan dikarenakan banyaknya jumlah NaCl yang
terkandung pada media perkecambahan. Meskipun NaCl dapat mempercepat laju
perkecambahan pada kacang hijau, namun pada kacang merah dimungkinkan bersifat
sebailknya, yaitu menghambat proses perkeecambahan, sehingga menyebabkan kacang
merah mengalami peristiwa dormansi.
Pada biji asam yang sebelumnya telah dibedakan dengan di amplas dan tidak di
amplas bijinya, yang selanjutnya diberikan tiga perlakuan berbeda dengan polutan berupa
NaCl didapatkan hasil sebagai berikut: Pada biji asam yang di kecambahkan pada media
kapas yang kering yang tidak diberikan polutan berupa NaCl, baik biji yang di amplas
maupun yang tidak diamplas, setelah diamati selama tiga hari ternyata tidak mengalami
proses perkecambahan, hal tersebut dimungkinkan kurangnya kandungan air pada kapas
tersebut yang menyebabkan biji asam mengalami peristiwa dormansi karena kurangnya
kandungan air. Selain itu, dapat juga dikarenakan kulit biji asam yang tidak diamplas terlalu
tebal, sehingga biji tidak dapat menyerap air meskipun air tersebut tersedia.
Pada biji asam yang dikecambahkan pada media kapas yang telah dibasahi oleh NaCl,
setelah diamati selama tiga hari, pada biji yang di amplas, selama tiga hari tersebut hanya
mengalami proses pengelupasan kulit biji saja, hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya
kandungan air yang terkandung pada larutan NaCl sehingga proses perkecambahan biji
asam tersebut tertunda atau mengalami peristiwa dormansi. Kandungan NaCl yang tinggi di
lingkungan menyebabkan proses germinasi terhambat ini karena kandungan Na sangat
impermeabel pada struktur membran trasnpror proton melalui membran memerlukan ATP
yang tinggi sehingga bila energi yang digunakan terlalu banyak hanya untu kepentingan
menyerap Na maka embrio yang telah matang akan kekurangan bahan nutrisi untuk
kepentingan metabolisme pada saat perkecambahan kandungan Na yang tinggi pada
lingkungan cenderung akan membahayakan struktur membran karena berada pada
lingkungan yang hipertonik. Sehingga biji akan cenderung dormansi, pengelupasan kulit
yang terjadi sebenanya merupakan kerusakan struktur pada membran biji bisa krenasi bisa
juga plasmolisis dindiing sel biji terlalu lemah untuk menahan tekanan turgor yang ada
sehingga melemah dan membuat secara makromorfologi biji akan rusak, ditambah lagi
dengan adanya pengamplasan maka akan cenderung merusak struktur kulit luar biji, bila
strukturnya sudah rusak akan memperlambat proses auksinasi pada tahapan awal germinasi
Sedangkan pada biji asam yang tidak diamplas, setelah diamati selama tiga hari,
ternyata tidak mengalami perubahan atau tidak ada yang berkecambah. Hal tersebut
dikarenakan biji tersebut memiliki kulit biji yang tebal, sehingga sulit untuk menyerap air
yang terdapat pada larutan NaCl. Kulit biji yang tebal merupakan salah satu faktor internal
yang menyebabkan terjadinya dormansi. Oleh karena itu biji asam yang tidak di amplas
tersebut mengalami dormansi karena tebalnya kulit biji asam tersebut, Adapun tabel hasil
pengamatan dapat disajikan sebagai berikut dalam deretan sebagai berikut:

polutan berupa NaCl polutan berupa NaCl


hari ke kacang hijau hari ke kacang merah
kering basah Terendam kering basah terendam
1 3 11 12 1 - - -
2 3 12 12 2 - - -
3 3 12 12 3 - - -
polutan berupa NaCl
Jumlah 3 12 12 Jumlah - - -
asam ( di asam (tidak di
Ha
amplas) amplas)
ri
ba tere B tere
ke
ker sa nda ker as nda
ing h m ing ah m
1 - - 1 - - -
2 - - 1 - - -
3 - - 2 - - 1
Ju
ml
ah - - 2 - - 1

polutan berupa NaCl


hari ke flamboyan ( di amplas) flamboyan (tidak di amplas)
kering basah Terendam kering Basah terendam
1 - - - - - -
2 - - - - - -
3 - - - - - -
Jumlah - - - - - -

Pada perlakuan terakhir, biji asam dikecambahkan pada media kapas yang
telah terendam oleh NaCl. Pada biji asam yang telah di amplas, setelah di amati
selama tiga hari. Pada biji asam yang telah di amplas, setelah di amati selama tiga
hari, pada hari pertama terjadi pengelupasan kulit biji, pada hari kedua satu biji
mulai berkecambah. Dan pada hari ketiga satu biji yang tersisa juga mengalami
proses perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan kulit biji kandungan air yang
terdapat pada larutan NaCl sangat memadai dan larutan NaCl itu sendiri yang
dimungkinkan dapat mempercepat prosdes perkecambahan biji asam, sehingga biji
asam tersebut dapat berkecambah, selain itu juga dikarenakan kulit biji asam yang
telah di amplas sehingga memudahkan biji untuk menyerap air dan berkecambah.
Sedangkan pada biji asam yang tidak di amplas, setelah diamati selama tiga hari,
ternyata tidak mengalami proses pengelupasan kulit maupun proses perkecambahan.
Hal tersebut dikarenakan kulit biji yang terlalu tebal, sehingga biji sulit menyerap air
dan berkecambah atau dapat disebut biji tersebut mengalami peristiwa dormansi.
Sedangkan pada biji flamboyan yang sebelumnya telah dibedakan dengan di
amplas dan tidak di amplas bijinya, yang selanjutnya diberikan tiga perlakuan
berbeda dengan polutan berupa NaCl didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada biji flamboyan yang di kecambahkan pada media kapas yang kering yang
tidak diberikan polutan berupa NaCl, baik biji yang di amplas maupun yang tidak di
amplas, setelah di amati selama tiga hari ternyata tidak mengalami proses
pengelupasan kulit biji maupun proses perkecambahan, hal tersebut dimungkinkan
kurangnya kandungan air pada kapas tersebut. Selain itu pada biji flamboyan yang
tidak di amplas, dimungkinkan juga karena kulit biji flamboyan yang terlalu tebal,
sehingga biji tidak dapat menyerap air yang tersedia yang kemudian menyebabkan
biji flamboyan mengalami peristiwa dormansi.
Pada biji flamboyan yang di kecambahkan pada media kapas yang telah
dibasahi oleh NaCl, pada biji yang di amplas, setelah di amati selama tiga hari, pada
biji yang di amplas, setelah di amati selama tiga hari, pada hari ke tiga, ternyata biji
flamboyan tersebut hanya mengalami pengelupasan kulit biji saja, namun tidak
mengalami perkecambahan, hal tersebut dapat dikarenakan kurangnya kandungan
air yang terdapat pada larutan NaCl tersebut, sehingga proses perkecambahan tidak
terjadi, atau dapat pula dikarenakan larutan NaCl itu sendiri yang menghambat
proses perkecambahan biji flamboyan, sehingga biji flamboyan tersebut mengalami
dormansi. Selain itu juga dapat disebabkan karena waktu pengamatan yang kurang
lama. Sedangkan pada biji flamboyan yang tidak di amplas, setelah diamati selama
tiga hari, ternyata tidak mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan biji tersebut
memiliki kulit biji yang tebal, sehingga sulit untuk menyerap air yang terdapat pada
larutan NaCl. Kulit biji yang tebal merupakan salah satu faktor internal yang
menyebabkan terjadinya dormansi. Oleh karena itu biji flamboyan yang tidak di
amplas tersebut mengalami dormansi karena tebalnya kulit biji flamboyan tersebut
atau dapat juga disebabkan karena media perkecambahan yang tidak mendukung
untuk biji flamboyan tersebut berkecambah, bisa saja dengan diberikannya polutan
berupa larutan NaCl tersebut dapat menghambat proses perkecambahan biji
flamboyan, sehingga menyebabkan biji flamboyan tersebut mengalami peristiwa
dormansi.
Pada perlakuan terakhir, biji flamboyan dikecambahkan pada media kapas
yang telah terendam oleh NaCl. Setelah diamati selama tiga hari, pada biji yang di
amplas, ternyata biji flamboyan tersebut hanya mengalami pengelupasan kulit biji
saja, tetapi tidak mengalami prosese perkecambahan. Hal tersebut dapat dikarenakan
terlalu tebalnya kulit biji flamboyan tersebut sehingga biji sulit untuk menyerap air.
Selain itu dimungkinkan juga karena terlalu banyaknya larutan NaCl yang terdapat
pada media, sehingga menghambat perkecambahan biji flamboyan, dan
menyebabkan biji flamboyan mengalami peristiwa dormansi. Atau dimunghkinkan
juga karena proses perkecambahan biji flamboyan yang berlangsung lama, sehingga
meskipun telah diamati selama tiga hari tetap belum berkecambah Sedangkan pada
biji flamboyan yang tidak di amplas, setelah diamati selama tiga hari, ternyata tidak
mengalami proses pengelupasan kulit maupun proses perkecambahan. Hal tersebut
dikarenakan kulit biji yang terlalu tebal, sehingga biji sulit menyerap air dan
berkecambah, selain itu dimungkinkan juga kondisi media yang mengandung terlalu
banyak larutan NaCl, sehingga menghambat biji untuk berkecambah, atau dapat
disebut biji tersebut mengalami peristiwa dormansi. Peristiwa Dormansi yang terjadi
karenaadanya pengaruh konsentrasi Na yang terdapat padapolutan tentunya akan
mempengaruhi proses metabolisme pada biji kacang sehingga mengalami dormansi
oleh karena itu, keadaan dormansi sebenarnuya bukan merugikan atau
menguntungkan melainkan sebuah bentuk meknaisme perlindungan bagi biji yang
akan berkecambah sesuai dengan habitat yang diperlukan .

3. Dormansi dan Germinasi pada perlakuan Herbisida di masing-masing biji


Pada biji-biji yang diberikan polutan berupa herbisida dengan tiga perlakuan yang
berbeda, didapatkan hasil pengamatan sebagai berikut Pada kacang hijau yang telah
diberikan tiga perlakuan berbeda dengan polutan berupa herbisida didapatkan hasil
sebagai berikut
Pada kacang hijau yang diletakkan pada kapas yang kering, tanpa diberikan
herbisida, setelah di amati selama tiga hari, pada hari pertama yang mengalami
perkecambahan hanya 3 buah saja dari jumlah 12 buah kacang hijau. Jumlah tersebut
tidak bertambah pada hari kedua dan ketiga. Hal tersebut dikarenakan, kandungan air
yang terdapat pada kapas yang menjadi media perkecambahan kacang hijau tersebut
hanya cukup untuk 3 buah kacang hijau berkecambah, sehingga 9 kacang hijau yang
lainnya tidak dapat berkecambah, atau mengalami peristiwa dormansi, dimana proses
perkecambahan tertunda. Pada percobaan ini, hal tersebut di karenakan kurangnya air
untuk kacang hijau tersebut untuk melakukan perkecambahan.
Selanjutnya pada kacang hijau yang diberikan perlakuan dengan media kapas yang
telah dibasahi dengan herbisida, setelah di amati selama tiga hari, pada hari pertama dari
total 12 buah kacang hijau, 11 kacang hijau mengalami perkecambahan, dan pada hari
kedua satu kacang hijau yang tertinggal juga mengalami perkecambahan. Hal tersebut
terjadi dimungkinkan karena pada herbisida yang menjadi polutan tersebut mengandung
air yang dapat diserap oleh kacang hijau untuk melakukan perkecambahan. Selain itu
juga karena jumlah herbisida yang masih sedikit, sehingga belum menghambat proses
perkecambahan kacang hijau tersebut.
Pada kacang hijau yang diberikan perlakuan dengan di berikan banyak herbisida,
sehingga media kapasnya menjadi terendam, setelah di amati selama tiga hari, pada hari
pertama hanya 7 buah kacang hijau yang mengalami perkecambahan, dan pada hari
selanjutnya puna jumlah tersebut tidak bertambah. Hal tersebut dikarenakan walaupun
terkandung banyak air pada herbisida tersebut, namun karena kandungan herbisida yang
terlalu banyak dapat menyebabkan kacang hijau mengalami dormansi, yaitu fase dimana
proses perkecambahan tertunda karena adanya pengaruh beberapa hal, dalam hal ini
merupakan pengaruh herbisida, sehingga walaupun banyak terkandung air pada herbisida
tersebut, kacang hijau tetap tidak dapat berkecambah karena banyaknya herbisida yang
menyebabkan kacang hijau mengalami dormansi.

polutan berupa herbisida polutan berupa herbisida


kacang hijau hari ke kacang merah
hari ke
terenda kering basah terendam
Kering Basah m 1 - - -
1 3 11 7 2 - - -
2 3 12 7 3 - - -
3 3 12 7 jumlah - - -
Jumlah 3 12 7

polutan berupa herbisida


hari ke asam ( di amplas) asaml (tidak di amplas)
Kering basah Terendam kering Basah terendam
1 - - - - - -
2 - - 1 - - -
3 - 2 2 - - -
jumlah - 2 2 - - -

polutan berupa herbisida


hari ke flamboyan ( di amplas) flamboyan (tidak di amplas)
Kering basah Terendam kering Basah terendam
1 - - - - - -
2 - - - - - -
3 - - - - - -
jumlah - - - - - -

Pada kacang merah yang telah diberikan tiga perlakuan berbeda dengan
polutan berupa herbisida didapatkan hasil sebagai berikut: Pada kacang merah yang
dikecambahkan dengan media kapas yang tidak di berikan polutan berupa herbisida,
setelah diamati selama tiga hari, kacang merah tersebut tidak mengalami
perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan pada media kapas tersebut tidak terdapat
cukup air untuk kacang merah melakukan proses perkecambahan, dengan kata lain,
kacang merah tersebut mengalami peristiwa dormansi yang dikarenakan kurangnya
kandungan air untuk dapat berkecambah.

Pada kacang merah yang diberikan perlakuan dengan media yang telah
dibasahi oleh herbisida, setelah dilakukan pengamatan selama tiga hari, ternyata
tidak terjadi proses perkecambahan. Hal tersebut menandakan kacang merah
mengalami peristiwa dormansi. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
kurangnya kandungan air yang terdapat pada herbisida, dan karena adanya herbisida
yang dapat menghambat proses perkecambahan kacang merah tersebut, sehingga
sama sekali tidak terjadi proses perkecambahan pada kacang merah tersebut.
Pada perlakuan yang ketiga, kacang merah di kecambahkan dengan media
kapas yang telah terendam oleh herbisida. Namun setelah dilakukan pengamatan
selama tiga hari, kacang merah tersebut tidak mengalami proses perkecambahan, hal
tersebut dimungkinkan karena kacang merah tersebut mengalami peristiwa dormansi
yang dikarenakan banyaknya jumlah herbisida yang terkandung pada media
perkecambahan, sehingga menghambat proses perkecambahan kacang merah dan
menyebabkan kacang merah mengalami peristiwa dormansi atau penundaan
perkecambahan karena lingkungan yang tidak mendukung.
Pada biji asam yang sebelumnya telah dibedakan dengan di amplas dan tidak
di amplas bijinya, yang selanjutnya diberikan tiga perlakuan berbeda dengan polutan
berupa herbisida didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada biji asam yang di kecambahkan pada media kapas yang kering tanpa
diberikan polutan berupa herbisida, baik biji yang di amplas maupun yang tidak di
amplas, setelah di amati selama tiga hari ternyata tidak mengalami proses
perkecambahan, hal tersebut dimungkinkan kurangnya kandungan air pada kapas
tersebut yang menyebabkan biji asam mengalami peristiwa dormansi karena
kurangnya kandungan air. Selain itu dapat juga dikarenakan kulit biji asam yang
tidak di amplas terlalu tebal, sehingga biji tidak dapat menyerap air meskipun air
tersebut tersedia.
Pada biji asam yang di kecambahkan pada media kapas yang telah dibasahi
oleh herbisida, pada biji yang di amplas, pada hari pertama dan hari kedua kulit biji
mulai terkelupas, dan pada hari ketiga biji asam yang telah di amplas tersebut
mengalami proses perkecambahan, hal tersebut dikarenakan kulit biji asam yang
tebal dan sulit menyerap air sudah di amplas, sehingga memudahkan biji untuk
menyerap air dan berkecambah. Sedangkan pada biji asam yang tidak di amplas,
setelah diamati selama tiga hari, ternyata tidak mengalami perubahan. Hal tersebut
dikarenakan biji tersebut memiliki kulit biji yang tebal, sehingga sulit untuk
menyerap air yang terdapat pada herbisida. Kulit biji yang tebal merupakan salah
satu faktor internal yang menyebabkan terjadinya dormansi. Oleh karena itu biji
asam yang tidak di amplas tersebut mengalami dormansi karena tebalnya kulit biji
asam tersebut.
Pada perlakuan terakhir, biji asam dikecambahkan pada media kapas yang
telah terendam oleh herbisida. Pada biji asam yang telah di amplas, setelah di amati
selama tiga hari, pada hari pertama terjadi pengelupasan kulit biji, pada hari kedua
satu biji mulai berkecambah. Dan pada hari ketiga satu biji yang tersisa juga
mengalami proses perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan kulit biji kandungan air
yang terdapat pada herbisida sangat memadai, sehingga biji asam tersebut dapat
berkecambah, selain itu juga dikarenakan kulit biji yang telah di amplas sehingga
memudahkan biji untuk menyerap air dan berkecambah. Sedangkan pada biji asam
yang tidak di amplas, setelah diamati selama tiga hari, ternyata tidak mengalami
proses pengelupasan kulit maupun proses perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan
kulit biji yang terlalu tebal, sehingga biji sulit menyerap air dan berkecambah atau
dapat disebut biji tersebut mengalami peristiwa dormansi.
Pada biji flamboyan yang sebelumnya telah dibedakan dengan di amplas dan
tidak di amplas bijinya, yang selanjutnya diberikan tiga perlakuan berbeda dengan
polutan berupa herbisida didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada biji flamboyan yang di kecambahkan pada media kapas yang kering yang
tidak diberikan polutan berupa herbisida, baik biji yang di amplas maupun yang
tidak di amplas, setelah di amati selama tiga hari ternyata tidak mengalami proses
pengelupasan kulit biji maupun proses perkecambahan, hal tersebut dimungkinkan
kurangnya kandungan air pada kapas tersebut. Selain itu pada biji flamboyan yang
tidak di amplas, dimungkinkan juga karena kulit biji flamboyan yang terlalu tebal,
sehingga biji tidak dapat menyerap air yang tersedia yang kemudian menyebabkan
biji flamboyan mengalami peristiwa dormansi.
Pada biji flamboyan yang di kecambahkan pada media kapas yang telah
dibasahi oleh herbisida, pada biji yang di amplas, setelah di amati selama tiga hari,
pada hari ke tiga, ternyata biji flamboyan tersebut hanya mengalami pengelupasan
kulit biji saja, namun tidak mengalami perkecambahan, hal tersebut dapat
dikarenakan kurangnya kandungan air yang terdapat pada herbisida, sehingga proses
perkecambahan tidak terjadi, atau dapat pula dikaarenakan herbisida itu sendiri yang
menghambat proses perkecambahan biji flamboyan, sehingga biji flamboyan
tersebut mengalami dormansi. Selain itu juga dapat disebabkan karena waktu
pengamatan yang kurang lama. Sedangkan pada biji flamboyan yang tidak di
amplas, setelah diamati selama tiga hari, ternyata tidak mengalami perubahan. Hal
tersebut dikarenakan biji tersebut memiliki kulit biji yang tebal, sehingga sulit untuk
menyerap air yang terdapat pada herbisida. Kulit biji yang tebal merupakan salah
satu faktor internal yang menyebabkan terjadinya dormansi. Oleh karena itu biji
flamboyan yang tidak di amplas tersebut mengalami dormansi karena tebalnya kulit
biji flamboyan tersebut atau dapat juga disebabkan karena media perkecambahan
yang tidak mendukung untuk biji flamboyan tersebut berkecambah, bisa saja,
dengan diberikannya polutan berupa herbisida tersebut dapat menghambat proses
perkecambahan biji flamboyan, sehingga menyebabkan biji flamboyan tersebut
mengalami peristiwa dormansi.
Pada perlakuan terakhir, biji flamboyan dikecambahkan pada media kapas
yang telah terendam oleh herbisida. Setelah diamati selama tiga hari, pada hari
kedua satu biji flamboyan mengalami pengelupasan kulit biji, namun pada hari ke
tiga tidak terjadi perkembangan yang signifikan, biji flamboyan tersebut masih
belum berkecambah. Hal tersebut adpat dikarenakan terlalu tebalnya kulit biji
flamboyan tersebut sehingga biji sulit untuk menyerap air. Selain itu dimungkinkan
juga karena terlalu banyaknya herbisida yang terdapat pada media, sehingga
menghambat perkecambahan biji flamboyan, dan menyebabkan biji flamboyan
mengalami peristiwa dormansi. Sedangkan pada biji flamboyan yang tidak di
amplas, setelah diamati selama tiga hari, ternyata tidak mengalami proses
pengelupasan kulit maupun proses perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan kulit
biji yang terlalu tebal, sehingga biji sulit menyerap air dan berkecambah, selain itu
dimungkinkan juga kondisi media yang mengandung terlalu banyak herbisida,
sehingga menghambat biji untuk berkecambah, atau dapat disebut biji tersebut
mengalami peristiwa dormansi.

Herbisida merupakan bentuk dari jenis polutan yang dapat memberikan


pengaruh kepada kondisi biji yang sangat menentukan periode perkecambahan bila
kadar herbisida tidak menguntungkan untuk terjadinya proses perkecambahan yang
ada maka perkecambahan akan tergangggu.
G. KESIMPULAN
1. Pada kondisi lingkungan dengan kandungan air yang memadai akan mempercepat
proses perkecambahan. Zat kimia dapat mempercepat laju perkecambahan, namun
dapat juga menghambat. Hal tersebut bergantung dari jenis biji yang di
kecambahkan. Repon perkecambahan beberapa jenis biji terhadap faktor lingkungan
memiliki titik optimum tertentu, artinya pada itik optimum tersebut perkecambahan
dapat berlangsung dengan baik. Titik optimum suatu faktor lingkungan (suhu, air,
cahaya, zat kimia, ) pada biji tertentu berbeda-beda.
2. Laju perkecambahan sangat bergantung pada ketebalan kulit biji, karena berpengaru
pada proses absrobsi. Semakin tipis kulit biji semakin cepat pula proses
perkecambahannya, demikian sebaliknya semakin tebal kulit biji maka semakin
lambat pula leju proses perkecambahannya
3. Pada proses perkecambahan, air yang terlalu sedikit atau terlalu banyak akan
menghambat proses perkecambahan beberapa jenis biji seperti kacang hijau, kacang
merah, biji asam dan biji flamboyan kebutuhan air pada proses perkejambahan
memiliki jumlah tertentu, dimana dumlah yang sangat baik adalah pada keadaan
media yang basah/lembab, yang disebut dengan titik optimum

H. DISKUSI
Pertanyaan
1. Lihatlah daya berkecambahan dan grafik laju berkecambah antar unit perlakuannya.
Simaklah daya perkecambahan antara kering-lembab/basah-rendam pada setiap
kelompok biji dan coba bandingkan pula antarkelompok biji kulit tipis dan tebal.
Kelompok mana yang menunjukkan daya berkecambah paling besar dan kelompok
mana paling kecil? Mengapa?
2. Kesimpulan apa yang dapat ditarik?
Jawaban
1. Kelompok yang menunjukan daya berkecambah paling besar adalah kelompok
biji yang memiliki biji yang tipi, karena lebih mudah da cepat dalam
mengabsorbsi air. Sedangkan yang menunjukkan daya berkecambah paling
rendah adalah kelompok biji yang berkulit tebal, karena sukar untuk
mengabsorbsi air. Kelompok biji yang menunjukkan daya yang paling besar
adalah kelompok biji yang medianya lembab/basah. Hal ini terjadi karena dalam
proses perkecambahan terjadi absrobsi air dari lingkungan ke dalam biji
tersebut.seimbang dengan kebutuhan air untuk perkecambahan. Sedangkan pada
media yang kering tidak terjadi perkecambahan, karenaj Jika ketersediaan air
tidak ada ( media kering) maka tidak terjadi absrobsi air dan tidak terjadi
perkecambaan, demikian juga jika ketersediaan air yang berlebihan (media
terendam) maka akan terjadi absrobsi air dari lingkungan yang berlebihan padahal
dalam perkecambahan hanya membutuhkan air dalam jumlah tertentu, jadi
dengan kelebihan air akan menyebabkan biji tersebut busuk.
2. Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan kali ini adalah sebagai berikut; Pada
kondisi lingkungan dengan kandungan air yang memadai akan mempercepat proses
perkecambahan. Zat kimia dapat mempercepat laju perkecambahan, namun dapat
juga menghambat. Hal tersebut bergantung dari jenis biji yang di kecambahkan.
1. Semakin tipis kulit biji, maka semakin cepat laju perkecambahannya, dan
sebaliknya semakin tebal kulit biji, maka akan semakin lambat pula laju
perkecambahannya
2. Pada proses perkecambahan, air yang terlalu sedikit atau terlalu banyak akan
menghambat proses perkecambahan beberapa jenis biji seperti kacang hijau,
kacang merah, biji asam dan biji flamboyan

I. TUGAS PENGEMBANGAN
Pertanyaan
1. Ciri morfologi mana yang menunjukkan adanya perkecambahan?
2. Selama berlangsung perkecambahan fisiologis, proses apa saja yang terjadi pada
kecambah tersebut?
3. Apakah suatu biji memiliki batas-batas toleransi tertentu terhadap berbagai faktor
ekologi perkecambahan, termasuk diantaranya terhadap kebutuhan airnya?
4. Apa pengertian dormansi dan faktor apa saja yang menyebabkan gejala dorman
tersebut?
Jawaban
1. Ciri morfologi yang sangat tampak ketika perkecambahan adalah peristiwa keluarnya
radikula atau akar embrionik yang menembus kulit biji, yang kemudian dilanjutkan
dengan pemanjangan dari radikula tesebut dan disertai dengan timbulnya calon
batang, rambut akar dan calon daun pertama.
2. Secara fisiologis, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan
penting sebagai berikut: 1) Absorbsi air, 2) Metabolisme pemecahan materi
cadangan makanan, 3) Transpor materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio
yang aktif bertumbuh, 4) Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru, 5)
Respirasi, dan 6) Pertumbuhan.
3. Iya, suatu biji memiliki batas-batas toleransi tertentu terhadap berbagai faktor
ekologi perkecambahan, termasuk diantaranya terhadap kebutuhan airnya. Apabila
suatu biji kelebihan atau kekurangan air, maka biji tersebut tidak akan tumbuh.
4. Dormansi dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan metabolisme
yang terpendam, yang dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik
atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. ada tiga faktor yang dapat
menyebabkan dormansi, yaitu: 1) Faktor lingkungan, 2) Asam absisat (ABA), dan 3)
Interaksi ABA dengan zat tumbuh lainnya Dormansi adalah fase istirahat atau fase
tidak aktifnya pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada tumbuhan. Faktor
yang mempengaruhi dormansi adalah tidak adanya air, system kerja hormon absisat,
ketebalan, dan kulit biji.

J. DAFTAR PUSTAKA

Dahlia. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Malang: Jica.

Dradjat Sasmitamihardja, dkk. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Jurusan Biologi FMIPA
ITB

Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross.1995. Fisiologi Tumbuhan. Bnadung : ITB.

Suyitno. 2010. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta : Jurdik Biologi
FMIPA UNY.

www.faperta.ugm.ac.id/buper/lab/kuliah/ diakses 19 Desember 2010

http://www.forumsains.com/artikel/sistem-transportasi-dan-transpirasi-dalam-tanaman/
diakses 19 Desember 2010pukul 18.40 WIB

Anda mungkin juga menyukai