Anda di halaman 1dari 22

PERKECAMBAHAN DAN DORMANSI

Syifa Aulia Gunadi, Pinta Pasaribu, Reni Indrayanti*, Adisyahputra


Program Studi Biologi. FMIPA UNJ. Jl. Rawamangun Muka Jakarta Timur
Corresponding author: *rindrayantii@unj.co.id

ABSTRAK

Dormansi adalah kondisi biji yang tidak dapat berkecambah, dimana pertumbuhan dan proses
metabolismenya terpendam. Perkecambahan ditandai dengan munculnya kecambah, yaitu
tumbuhan kecil dan masih hidup dari persediaan makanan yang berada dalam biji. Ada empat
bagian penting pada biji yang berkecambah, yaitu batang lembaga (kaulikulus), akar embrionik
(akar lembaga), kotiledon (daun lembaga), dan pucuk lembaga (plumula). Percobaan ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap perkecambahan, faktor skarifikasi terhadap dormansi
biji, dan pengaruh hormon IAA serta KIN terhadap perkecambahan. Percobaan dilakukan selama
1-10 hari. Hasil yang didapat bahwa cahaya terhadap proses awal perkecambahan tidak
berpengaruh, namun cahaya mempengaruhi kondisi kecambah. Perlakuan skarifikasi mekanik
lebih berpengaruh terhadap pematahan dormansi biji saga daripada skarifikasi kimiawi. Pengaruh
dari hormon IAA dan KIN yang mempercepat perkecambahan biji. Konsentrasi IAA yang terlalu
tinggi dan konsentrasi KIN yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan kecambah.
Kata Kunci : Perkecambahan, Dormansi, ZPT, Cahaya, Fisik, Kimia

PENDAHULUAN

1. Dormansi

Dormansi adalah kondisi biji yang tidak dapat berkecambah, dimana pertumbuhan dan
proses metabolismenya terpendam. Dormansi dapat di jumpai pada organ-organ tumbuhan
misalnya umbi lapis, umbi, biji, dan rhizome. Dormansi dapat terjadi dikarena berbagai hal, ada
yang secara spontan, karena keadaan lingkungan, misalnya temperaturnya rendah, hari pendek dan
kekurangan air. Dan jika dianalisis lebih lanjut, ternyata ada juga yang disebabkan karena
pengaruh dari beberapa hormon. Pada organ dorman, selain kadar kenaikan absisin juga terjadi
penurunan kadar air, metabolism lambat, transpor antarsel terhambat dan organel tertentu
mereduksi (Goldsworthy, 1992).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan beberapa
faktor, yaitu berdasarkan factor penyebab dormansi, seperti imposed dormancy (quiscence) yaitu
terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, Imnate
dormancy (rest) yaitu disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ organ biji itu sendiri.
(Salisbury dan Ross, 1995). Adapun berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji seperti,
meknisme fisik dan mekanisme fisologis. Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme
penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri yaitu, penyerapan air terganggu karena
kulit biji yang impermeable, embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik, dan ada bagian
biji/buah yang mengandung zat kimia penghambat (Goldsworthy, 1992). Mekanisme fisiologis,
merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fidiologis pada biji
yang biasanya berasal dari dalam biji itu sendiri, antaralain adanya proses fisiologis dalam biji
terhambat oleh keberadaan cahaya (Photodormancy), Disebabkan kondisi embrio yang
tidak/belum matang (Immature embryo) dan disebabkan oleh proses fisiologi dalam biji terhambat
oleh suhu lingkungan (Thermodormancy) (Salisbury dan Ross, 1995).

Mekanisme utama yang dapat menyebabkan suatu biji dormansi atau terjadinya dormansi
yang berkepanjangan dan penyebab terhambatnya perkecambahan adalah Faktor lingkungan,
internal dan waktu. Faktor lingkungan yaitu kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan, Suhu,
Kurangnya air. Faktor internal yaitu kulit biji – mencegah masuknya gas dan efek mekanik,
Embrio yang masih muda (immature), rendahnya kadar etilen, adanya zat penghambat (inhibitor),
Tidak adanya zat perangsang tumbuh. Faktor waktu yaitu, setelah pematangan – waktu yang
dibutuhkan untuk berkecambah, hilangnya inhibitor – waktu yang diperlukan sampai inhibitor
hilang, sintesis zat perangsang (Esmaeili, 2009).

Proses dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa proses diantaranya proses


pendinginan, pemanasan, kejutan atau goresan pada biji (proses fisika), zat pengatur tumbuh, asam
dan basa (secara kimiawi) ataupun dengan cara biologi dengan menggunakan bantuan mikroba
(Safitri, 2010).

2. Tipe Perkecambahan

Awal perkecambahan dimulai dengan berakhirnya masa dormansi. Masa dormansi adalah
berhentinya pertumbuhan pada tumbuhan dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai.
Perkecambahan sering dianggap sebagai permulaan kehidupan tumbuhan. Perkecambahan terjadi
karena pertumbuhan radikula (calon batang). Radikula tumbuh ke bawah menjadi akar sedangkan
plumula tumbuh ke atas menjadi batang.

Perkecambahan ditandai dengan munculnya kecambah, yaitu tumbuhan kecil dan masih
hidup dari persediaan makanan yang berada dalam biji. Ada empat bagian penting pada biji yang
berkecambah, yaitu batang lembaga (kaulikulus), akar embrionik (akar lembaga), kotiledon (daun
lembaga), dan pucuk lembaga (plumula). Kotiledon merupakan cadangan makanan pada
kecambah karena pada saat perkecambahan, tumbuhan belum bisa melakukan fotosintesis. Air
merupakan kebutuhan mutlak bagi perkecambahan. Tahap pertama perkecambahan adalah
penyerapan air dengan cepat secara imbibisi. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang
dan memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio
sehingga biji melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang
disimpan disimpan pada kotiledon, dan nutrient-nutriennya dipindahkan kebagian embrio yang
sedang tumbuh. Enzim yang berperan dalam pencernaan cadangan makanan adalah enzim
amylase, beta-amilase dan protease. Hormon giberelin berperan penting untuk aktivasi dan
mensintesis enzim-enzim tersebut.

Perkecambahan biji ada dua macam yaitu epigeal dan hypogeal.

a. Tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal) adalah perkecambahan yang mengakibatkan


kotiledon terangkat ke atas tanah. Hal ini disebabkan oleh hipokotil yang tumbuh
memanjang. Akibatnya, plumula dan kotiledon terdorong ke permukaan tanah, misalnya
pada perkecambahan kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang tanah (Arachis
hypogaea). Contoh: perkecambahan kacang hijau (Vigna radiata).
b. Tipe perkecambahan di bawah tanah (Hipogeal) adalah perkecambahan yang
mengakibatkan kotiledon tetap tertanam di dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan memanjang dari epikotil yang menyebabkan plumula keluar menembus kulit
biji dan muncul di atas tanah, sedangkan kotiledon tetap di dalam tanah, Contoh:
perkecambahan jagung (Zea mays).

Makanan untuk pertumbuhan embrio diperoleh daricadangan makanan karena belum terbentuknya
klorofil yang diperlukan dalam fotosintesis. Pada tumbuhan dikotil makana diperoleh dari
kotiledon, sedangkan pada tumbuhan monokotil diperoleh dari endosperm.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan

Perkecambahan benih dapat dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) yang meliputi: tingkat
kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar
(eksternal) yang meliputi: air, suhu, oksigen, cahaya, dan medium.Adapaun tujuan dari praktikum
ini adalah untuk.

Tujuan percobaan adalah untuk mengukur kecepatan perkecambahan dan kesanggupan


perkecambahan, untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap perkecambahan, dan untuk
mengetahui pengaruh berbagai perlakuan (mekanik dan kimia) terhadap pematahan dormansi pada
biji dengan testa yang keras.

METODE

Kegiatan 5.1 Pengaruh Cahaya Perkecambahan Benih dan Uji Viabilitas dan Vigoritas

1. Tempat dan Waktu

Dilakukan pada tanggal 19 November 2020 di Perumahan Mutiara Bogor Raya Blo G2 no
15, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk percobaan ini antara lain: Cawan Petri, piring plastic, kapas,
kertas tisu dan label. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: air, byclin dan biji pakcoy
(Brassica rapa subsp. Chinensis (L.) Hanelt).

3. Pelaksanaan Percobaan
a. Pengaruh Cahaya Perkecambahan Benih
Dilakukan seleksi terhadap benih dengan cara merendam benih dalam air, kemudia
pilih 200 butir yang baik, alasi dasar petri dengan kapas dan beri air agar lembab, kemudia
letakkan benih pakcoy sebanyak 50 biji dalam setiap petri, lalu letakan petri ke-1 dan ke-2
ditempat gelap dan petri ke-3 dan ke-4 ditempat terang. Dilakukan pengamatan terhadap
jumlah bening yang berkecambah selama 1 minggu di kedua tempat.
b. Uji Viabilitas dan Vigoritas
Persiapan bahan. Percobaan menggunakan metode Uji Diatas Keras (UDK). Dibuat
larutan klorox 10% dengan cara mencampurkan 10 ml byclin dan 100 ml air. Kemudian
disiapkan 50 butir biji pakcoy (Brassica rapa subsp. Chinensis (L.) Hanelt).
Pelaksanaan kegiatan. 50 butir benih disterilisasikan terlebih dahulu dengan klorox
10% selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air sebanyak 3 kali dan direndam dalam
air hangat selama 15 menit. Selanjutnya benih ditanam di atas lembaran kertas tisu
berukuran 20 x 30 cm yang telah dibasahi oleh air dan diletakkan di dalam baki serta
ditempatkan pada kondisi gelap.

Pengukuran. Pengamatan dilakukan terhadap kecambah normal, kecambah abnormal


1) Uji Vigor Benih
 Indeks Vigor
Dihitung berdasarkan presentase benih normal pada hitungan pengamatan pertama (hari
ke-i), dihitung dengan rumah :

 Kecepatan tumbuh (KCT)


Dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh setiap hari dalam persen per hari,
dengan rumus:

 Keserempakan tumbuh (KST)


Pengamatan dilakukan terhadap kemampuan benih untuk membentuk kecambah
normal(%)
2) Uji Viabilitas Benih
 Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) (0%)
Potensi tumbuah maksimum diperoleh dengan menghitung jumlah kecambah yang
tumbuh normal maupun abnormal pada 7 HST (hari setelah tanam)

 Daya Berkecambah
Daya berkecambah (DB) merupakan parameter viabilitas potensi dinyatakan dalam satuan
persen.

Kegiatan 5.2 Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kimia Terhadap Pematahan Dormansi Pada
Biji

1. Tempat dan Waktu

Dilakukan pada tanggal 23 November 2020 di Jl. Buni RT 001/004 No.82, Kel. Munjul,
Cipayung, Jakarta Timur.

2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk percobaan ini antara lain: Gelas plastic, amplas, gelas ukur,
kapas, dan label. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: air, air cuka, byclin dan Lamtoro
(Laucaena glauca).

3. Pelaksanaan Percobaan

Persiapan bahan. Disiapkan biji salak sebanyak 40 buah untuk digunakan ke 4


perlakuan, tiap perlakuan ada 10 ulangan. Dibuat larutan Fungisida 5% dan klorox 10%.

Pelaksanaan kegiatan. Biji akan disterilisasi menggunakan fungisida selama 10 menit


lalu dibilas dengan air. Benih akan discarifikasi secara fisik menggunakan amplas (F1) dan
peretakkan biji (F2), sedangkan scarifikasi secara kimia dengan direndam dalam cuka selama 15
menit (K1) dan 30 menit (K2). Setelah dilakukan perlakuan, niji akan disterilisasi kembali
menggunakan klorox 10% selama 5 menit. Biji akan dikecambahkan pada cawan petri yang telah
diberi kapas basah.

Pengukuran. Biji diamati setiap hari hingga 10 hari dan dihitung berapa biji yang
berkecambah dan pada perlakuan apa biji berkecambah. Setelah itu dihitung rata-rata biji yang
berkecambah tiap perlakuan dan dihitung presentase nya.

Kegiatan 5.3. Pengaruh Indole 3-Acetic Acid (IAA) dan Kinetin (KIN) Terhadap
Perkecambahan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L)

1. Tempat dan Waktu

Dilakukan pada tanggal 23 November 2020 di Jl. Buni RT 001/004 No.82, Kel. Munjul,
Cipayung, Jakarta Timur.

2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk percobaan ini antara lain: Mangkuk plastik, kapas, gelas
ukur, piper ukur dan label. Bahan-bahan yang digunakan antara lain: air, byclin, Larutan IAA
10% dan larutan KIN 5%.

3. Pelaksanaan Percobaan

Persiapan bahan. Disiapkan biji bunga matahari sebanyak 40 butir. Disiapkan larutan
IAA 10% dan larutan KIN 5%.

Pelaksanaan kegiatan. Biji bunga matahari disterilisasi menggunakan klorox 10% selama
10 menit. Setelah itu terdapat 4 perlakuan dan tiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak
10 kali. Perlakuan pertama (A1B1) biji bunga matahri direndam dalam IAA 10% selama 30
menit, perlakuan kedua (A1B2) direndam dalam IAA 10% selama 60 menit, perlakuan ketiga
(A2B1) direndam dalam KIN 5% selama 30 menit, dan perlakuan keempat (A2B2) direndam
dalam KIN 5% selama 60 menit. Selanjutnya biji diletakkan di dalam cawan petri yang berisi
kpas basah dan diamati selama 10 hari serta dihitung jumlah biji yang berkecambah.

Pengukuran. Perhitungan dilakukan menggunakan RAL


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan 5.1.a. Pengaruh Cahaya Perkecambahan Benih

Pada praktikum ini dilakukan terhadap biji sebelum ditumbuhkan, yaitu dengan
melakukan perendaman biji dalam air selama 2 jam agar biji tenggelam. Fungsi dari perendaman
ini untuk menonaktifkan masa dormansi biji. Biji tersebut kemudian dipilih sebanyak 200 buah
dan dibagi menjadi masing-masing 50 buah untuk 4 cawan petri. Setelah itu biji dimasukkan ke
cawan petri dengan perlakuan yang berbeda yaitu tempat terang I, tempat terang II, tempat
gelap I, tempat gelap I dengan penanaman selama 10 hari.

Tabel 1. Pengaruh Cahaya Perkecambahan biji pakcoy selama 10 hari

Perlakuan Total Jumlah Kecambah pada Hari Ke- Persentase Biji


terhadap Benih 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (%)
Cahaya
Terang I 40 0 3 7 11 21 27 31 34 39 40 80
Terang II 40 0 4 6 10 20 29 35 36 36 38 76
Gelap I 40 0 8 10 18 27 30 32 32 40 43 86
Gelap II 40 0 6 13 19 31 33 35 35 41 45 90

 % Perkecambahan biji ditempat terang I : 40/50 x 100 % = 80 %

 % Perkecambahan biji ditempat terang II : 38/50 x 100 % = 76%

 % Perkecambahan biji ditempat Gelap I : 43/50 x 100 % = 86 %

 % Perkecambahan biji ditempat Gelap II : 45/50 x 100 % = 90%


Tabel 2. Pengaruh Cahaya Terhadap Kondisi Tanaman

Perlakuan terhadap Jumlah individu yang Kondisi tanaman


Cahaya berkecambah

Terang I 21 Batang tegak keatas sedikit miring,warna


batang putih kehijauan, warna daun hijau tua,
daun segar, panjang sekitar 1-3 cm

Terang II 23 Batang tegak keatas, warna batang putih


kehijauan, warna daun hijau, segar, panjang
sekitar 2-3,5 cm

Gelap I 28 Batang miring atau belekuk tidak beraturan,


banyak yang jatuh, warna batang putih, warna
daun hijau muda kekuningan,tidak segar,
panjang sekitar 2-5 cm
Gelap II 30 Batang tumbuh keatas,daunnya miring, warna
batang putih, warna daun hijau muda
kekuningan, segar,panjang sekitar 2-5cm

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada tabel 1. bahwa adalah pada keempat cawan petri
dengan perlakuan cahaya terang I,II dan Gelap I,II biji sudah mulai berkecambah secara
bersamaan di hari ke 2. Biji yang berada ditempat gelap memulai berkecambah lebih banyak
dibandingkan yang ditempat terang. Presentase perkecambahan pada biji berbeda-beda pada setiap
perlakuan namun jumlah perkecambahan pada biji pakcoy hampir sama, atau tidak terdapat
perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan Kebutuhan benih akan cahaya untuk
perkecambahannya bervariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 1993).

Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas


(kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang), dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively
photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya), jika penyinaran intensitas tinggi ini
diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively
photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya) (Jumadi, 2008).

Berdasarkan tabel hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa biji yang diletakkan di tempat
tertutup memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan presentase perkecambahan yang lebih besar
dibandingkan dengan biji yang diletakkan pada tempat terbuka. Walaupun pertumbuhan biji pada
tempat terbuka lebih lambat, akan tetapi kondisi tanaman yang tumbuh jauh lebih baik
dibandingkan dengan biji yang diletakkan di tempat tertutup.

Kecambah pada tempat tertutup mengalami pertambahan tinggi yang sangat cepat, namun
pertambahan daunnya lambat, warna daunnya tidak hijau (pucat), dan batang kecambahnya tidak
kokoh serta melengkung. Batang kecambah melengkung karena pertambahan tinggi yang sangat
pesat, namun batangnya tidak kuat. Kecambah cabai ini mengalami gejala etiolasi, dikarenakan
kekurangan cahaya matahari saat perkecambahan. Gejala etiolasi ditandai dengan pertambahan
tinggi yang sangat cepat dikarenakan homon auksin tidak dapat bekerja secara maksimal di tempat
yang tidak terkena cahaya matahari. Kekurangan cahaya menyebabkan daun berwarna pucat,
berukuran kecil, tipis, dan batangnya tidak kokoh karena tanaman tidak bisa melakukan proses
fotosintesis sehingga tanaman kekurangan nutrisi.

Dalam keadaan tidak ada cahaya, auksin merangsang pemanjangan sel- sel sehingga
tumbuh lebih panjang. Sebaliknya, dalam keadaan banyak cahaya auksin mengalami kerusakan
sehingga pertumbuhan tumbuhan terhambat. Cahaya menyebabkan auksin rusak terdispersi ke sisi
gelap. Laju tumbuh memanjang pada tumbuhan dengan segera berkurang batang lebih pendek,
namun tumbuhan lebih kokoh, daun berkembang sempurna, dan berwarna hijau. Selain
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, cahaya dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Tumbuhan
yang tidak terkena cahaya tidak dapat membentuk klorofil sehingga daun menjadi pucat. Akan
tetapi, jika intensitas cahaya terlalu tinggi,klorofil akan rusak (Silvikutur ,2007).

Banyak faktor yang mepengaruhi pertumbuhan di antaranya adalah faktor genetik untuk
internal dan faktor eksternal terdiri dari cahaya, kelembapan, suhu, air, dan hormon. Untuk proses
perkecambahan banyak di pengaruhi oleh faktor cahaya dan hormon, walaupun faktor yang lain
ikut mempengaruhi. Menurut literatur perkecambahan di pengaruhi oleh hormon auxin jika
melakukan perkecambahan di tempat yang gelap maka akan tumbuh lebih cepat namun bengkok,
hal itu disebabkan karena hormon auxin sangat peka terhadap cahaya, jika pertumbuhannya kurang
merata. Sedangkan di tempat yang perkecambahan akan terjadi relatif lebih lama, hal itu juga di
sebabkan pengaruh hormon auxin yang aktif secara merata ketika terkena cahaya. Sehingga di
hasilkan tumbuhan yang normal atau lurus menjulur ke atas (Soerga, 2009).

Kegiatan 5.1.b. Uji Viabilitas dan Vigoritas

Tabel 3. Data Uji Vigoritas dan Viabilitas

Uji Viabilitas dan Vigoritas


Hari 5 Hari 6 Hari 7
10 berkecambah (8 abnormal, 2 14 berkecambah (10 abnormal, 24 berkecambah (17 abnromal,
normal) 4 normal) 7 normal)

Pada Percobaan ini, benih direndam terlebih dahulu menggunakan larutan byclin.
Perendaman menggunakan larutan byclin bertujuan untuk men-sterilkan benih. Lalu ada proses
pencucian sebanyak 3 kali yang bertujuan membersihkan sisa byclin tadi. Pembuatan larutan
byclin 10% (v/v) menggunakan pemutih pakaian dengan mencampurkan 10 mL pemutih dengan
100 mL air. Kemudian ada proses perendaman kembali menggunakan air hangat selama 15 menit,
yang bertujuan untuk melunakkan kulit biji dan inisiasi imbibisi. Untuk mengetahui viabilitas dan
vigoritas benih, wadah yang digunakan harus tertutup dan disimpan ditempat gelap guna membuat
lingkungan untuk daya tahan benih berkecambah.

Pengamatan dilakukan pada hari ke-5, 6, dan 7 untuk mendapatkan data di perhitungan
nanti. Pada hari ke-5 terdapat 10 benih yang berkecambah (8 diantaranya kecambah abnormal, 2
normal), pada hari ke-6 terdapat 14 benih yang berkecambah (10 abnormal, 4 normal), dan pada
hari ke-7 terdapat 24 benih yang berkecambah (17 abnormal, 7 normal). Jika dibandingkan dari
ketiga hari pengamatan, diketahui kalau jumlah benih yang paling banyak berkecambah adalah
dalam bentuk kecambah abnormal. Banyaknya benih yang berkecambah abnormal ini dapat
dipengaruhi oleh penyimpanan benih yang terlalu lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lugo
et.al., (2000) yang menyatakan bahwa ada pengaruh fisiologis akibat adanya penyimpanan antara
lain adalah menurunnya laju perkecambahan, meningkatnya jumlah kecambah abnormal secara
morfologis, dan semakin peka semai terhadap patogen.
Selanjutnya dilakukan perhitungan uji viigoritas dengan perhitungan sebagai berikut :

1. Indeks Vigoritas :
Indeks vigor = 2/50 x 100% = 4%

2. Kecepatan Tumbuh (Kct):


Kct hari 5 = 4%/5 = 0,8%
Kct hari 6 = 8%/6 = 1,3%
Kct hari 7 = 14%/7 = 2%

3. Keserempakan Tumbuh (Kst):


Kst = 4/50 x 100% = 8%

Didapatkan indeks vigoritas benih sebesar 4%, dimana kecambah normal yang tumbuh hanya
sedikit dibandingkan kecambah yang abnormal. Berarti benih terong memiliki daya bertahan hidup
yang rendah. Untuk perhitungan kecepatan tumbuh pada hari ke-5 sebesar 0.8%, pada hari ke-6
sebesar 1.3%, dan hari ke-7 sebesar 2%. Perhitungan kecepatan tumbuh ini diperuntukkan pada
kecambah yang normal saja, sehingga dari hasil perhitungan didapatkan kecepatan tumbuh
kecambah normal < 5 %. Sedangkan pada perhitungan keserempakan tumbuh, dihitung pada hari
ke-6 dengan hasil 8%. Benih yang berpotensi kecambah normal memiliki keserempakan tumbuh
8%, jika dibandingkan dengan keserempakan tumbuh benih abnormal sebesar (17/50x100%=
34%).

Dari segi indeks vigoritas, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh benih terong, benih
yang berpotensi kecambah normal < benih yang berpotensi kecambah abnormal.

Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tumbuhan yang berproduksi
secara normal meski dalam kondisi sub optimum. Beberapa kondisi sub optimum misalnya adalah
kondisi kekeringan, tanah salin, tanah asam, dan tanah berpenyakit. Benih yang mampu mengatasi
kondisi ini termasuk lot benih bervigor tinggi (Ichsan, 2006). Keadaan sub optimum yang tidak
menguntungkan di lapangan ini dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan
turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya.
Menurut Yudono (2012) terdapat beberapa factor yang dalam memperngaruhi daya vigor
benih, yaitu factor genetic, tingkat kemasakan benih, kondisi lingkungan perkecambahan, ukuran
dan densitas benis, kerusakan benih, umur dan tingkat kemunduran benih, serangan
mikroorganisme pada saat penyimpanan, serta suhu pada proses imbibisi.

a. Potensi Tumbuh Maksimum (%)


PTM (%) = Jumlah benih yang tumbuh/ benih yang ditanam x 100 %
PTM = 24/50 x 100 % = 48 %
b. Daya Berkecambah
DB (%) = Jumlah kecambah normal/benih yang ditanam x 100 %
DB = 7/50 x 100% = 14%

Dalam percobaan uji viabilitas dan vigor benih in dilakukan pengecambahan dengan media
tanam kertas tisu. Percobaan ini memakai metode Uji Diatas Kertas (UDK). Media tumbuh tissue
yang digunakan di basahi dengan air lalu diletakkan benih diatasnya. Lalu diletakkan ditempat
gelap.

Viabilitas benih dapat diartikan sebagai daya hidup benih yang ditunjukkan melalui gejala
metabolisme atau gejala pertumbuhannya. secara umum, viabilitas benih diartikan sebagai
kemampuan benih untuk berkecambah. Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan
viabilitas benih dan jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih merupakan indeks
dari viabilitas benih (Sadjad, 1993)

Berdasarkan hasil pada table diatas perkecambahan mulai dihari ke- 3, lalu berhenti pada
hari ke-7 dengan total kecambah yang tumbuh adalah 24 biji. . Pada hasil perhitungan uji viabilitas
didapatkan hasil PTM yaitu 48% dan DB yaitu 14 %. Daya Berkecambah (DB) merupakan tolok ukur
viabilitas potensial yang merupakan simulasi dari kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal
dalam kondisi optimum (Sadjad, 1993). Hasil ini menunjukkan bahwa nilai dari viabilitas dari biji tersebut
sangat rendah.

Menurut literatur, Benih dengan viabilitas tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan
perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang sehat. Viabilitas benih
mencakup vigor dan daya kecambah benih. Oleh karena itu, kecambah yang tumbuh di tisu dan
ditaruh ditempat gelap tersebut memiliki bentuk yang lebih kecil, batang melengkung dan layu,
serta memiliki warna yang lebih pucat.

Viabilitas benih dapat diartikan sebagai daya hidup benih yang ditunjukkan melalui gejala
metabolisme atau gejala pertumbuhannya. Secara umum, viabilitas benih diartikan sebagai
kemampuan benih untuk berkecambah. Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan
viabilitas benih dan jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih merupakan indeks
dari viabilitas benih (Sadjad, 1993).

Factor yang dapat mempengaruhi daya viabilitas benih dalam penyimpanan terbagi menjadi
dua, yaitu faktor dalam dan factor luar. Factor dalam meliputi jenis dan sifat benih, viabilitas awal
dari benih, serta kandungan air dalam benih. Sedangkan factor luarnya meliputi temperature,
kelembapan, gas disekitar benih, dan mikroorganisme.

Kegiatan 5.2 Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kimia Terhadap Pematahan Dormansi Pada Biji

Tabel 4. Hasil percobaan perlakuan fisik dan kimia pada biji Saga (Abrus precatorium) terhadap
pematahan dormansi
Perlakuan Scarifikasi pada Biji Saga Tidak berkecambah Jumlah Biji yang Berkecambah
Diamplas 8 2
Scarifikasi Fisik
Ditumbuk 10 0
Larutan cuka 15 1
9
mnt
Scarifikasi Kimia
Larutan cuka 30 5
5
mnt
Kontrol 5 5

Pada praktikum ini, dilakukan proses stratifikasi pada biji lamtoro secara fisik dan kimiawi
untuk pematahan dormansi. Biji yang diberi perlakuan fisik yaitu dengan diamplas dan ditumbuk
dan yang diberi pelakuan secara kimia yaitu dengan perendaman dalam larutan cuka selama 15
menit dan 30 menit. Kemudian, ditumbuhkan pada meda kapas dan diamati perkecambahannya.

Salah satu faktor internal perkecambahan yaitu masa dormansi, merupakan


ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada lingkungan yang optimum. Dormansi
benih terjadi karena sifat impermeabel kulit benih. Impermeabilitas benih saga disebabkan karena
kulit benih yang keras dan dilapisi oleh lapisan lilin sehingga kulit benih kedap terhadap air dan
gas (Juhanda, dkk., 2013). Biji yang di Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan
dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo
(Salisbury, 1985)

Pada biji yang diberi perlakuan pengamplasan perkecambahannya selama 7 hari dengan
total biji yang berkecambah sebanyak 1 biji. Biji yang diberi perlakuan ditumbuk tidak mengalami
perkecambahan sampai hari ke 7. Hal ini membuktikkan membuktikan bahwa perlakuan fisik
dapat mematahkan dormansi pada biji keras. Menurut Bradbeer (1989) Skarifikasi merupakan
salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada benih keras karena meningkatkan
imbibisi benih. Skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah
tempat keluar masuknya air dan oksigen (Widyawati dkk, 2009).

Sedangkan Pada biji yang diberi perlakuan perendaman dalam larutan cuka selama 15
menit dan 30 menit mengalami perkecambahan lebih lama dari yang diperlakukan secara fisik.
Biji yang dilakukan perendaman larutan garam selama 15 menit mulai berkecambah selama 7 hari
dengan jumlah 1 biji lamtoro. Dan biji yang dilakukan perendaman dalam larutan cuka selama 30
menit mengalami perkecambahan selama 7 hari dengan jumlah biji yang berkecambah sebanyak
5 biji. hal ini membuktikan bahwa perlakuan kimia juga dapat mematahkan dormansi. Mekanisme
dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses
imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dengan konsentrasi pekat membuat
kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah dan biji akan tumbuh
lebih cepat. Pada kondisi tanpa perlakuan benih saga membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan
untuk berkecambah (Ariati, 2001 dalam mali’ah 2014).

Kegiatan 5.3. Pengaruh Indole 3-Acetic Acid (IAA) dan Kinetin (KIN) Terhadap
Perkecambahan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L)

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, didapatkan benih bunga matahari (Helianthus


annus L) dapat berkecambah dengan 4 macam perlakuan yaitu IAA 30 menit, IAA 60 menit, KIN
30 menit, dan KIN 60 menit pada cawan petri yang berbeda. Perlakuan dibedakan berdasarkan
jenis ZPT yang digunakan serta lama perendaman benih dalam masing masing ZPT tersebut dan
perlakuan ini diamati selama 8 hari. Perendaman menggunakan klorox 10% bertujuan untuk
mensterilkan benih bunga matahari.

Tabel 5. Pengaruh lama perendaman biji dalam larutan IAA dan KIN terhadap jumlah biji yang
berkecambah.

Pengamatan Hari Ke-


Jenis ZPT
3 4 5 6 7 8
IAA 10 ppm 15 menit 6 6 8 8 8 9
IAA 10 ppm 30 menit 8 8 8 9 9 9
KIN 5 ppm 15 menit 4 4 5 5 5 6
KIN 5 ppm 30 menit 6 6 6 6 6 6

Berdasarkan tabel 4, membuktikan bahwa perkecambahan tercepat jika dilakukan


perendaman dengan IAA 10% selama 60 menit. Karena perkecambahan sendiri ditandai dengan
munculnya pertumbuhan radikula (akar), dan jika diurutkan perkecambahan tercepat ke yang
terlambat adalah IAA selama 60 menit, IAA selama 30 menit, KIN selama 60 menit, dan KIN
selama 30 menit. Hal ini dikarenakan proses perendaman benih menggunakan ZPT. Semakin lama
waktu perendaman biji menggunakan ZPT, maka semakin cepat perkecambahan biji dimulai.

Hasil penelitan Wahidah dan Hasrul (2017) menyebutkan bahwa pada konsentrasi 0,5 ppm
hormon auksin dapat merespon dengan baik terhadap perkembangan dan pembelahan jumlah sel
sehingga berat massa sel semakin bertambah, keberadaan auxin IAA dengan konsentrasi 0,5ppm
dapat memacu pelonggaran dinding sel dengan demikian memudahkan air menyerap masuk ke
dalam dinding sel sehingga vakuola di dalam dinding sel semakin melebar akibat serapan air dari
luar dinding sel sehingga secara otomatis volume sel semakin bertambah.

Menurut Suyatmi (2008), perendaman benih dalam larutan ZPT menyebabkan kulit benih
menjadi lunak sehingga air dan gas dapat berdifusi masuk selama proses perendaman. Larutan
ZPT yang digunakan adalah KIN dan IAA. Kinetin (KIN) merupakan salah satu sitokinin dengan
tipe adenin yang digunakan dalam praktikum ini. Disamping dari pengaruh waktu perendaman,
ZPT yang digunakan, dan konsentrasi yang digunakan, ada juga pengaruh dari waktu simpan biji
bunga matahari. Menurut Mrda et. al. (2010) pada biji bunga matahari (Helianthus annus L.) yang
menunjukkan penurunan perkecambahan secara nyata setelah disimpan selama setahun. Hal ini
dikarenakan biji bunga yang dibeli di toko, tidak tahu sudah berapa lama tersimpan, sehingga
semakin lama disimpan dan dalam kondisi kering, semakin turun kecepatan perkecambahan.

KESIMPULAN
1. Cahaya berpengaruh terhadap perkecambahan benih. Perkecambahan lebih cepat pada
tempat tertutup, namun kondisi kecambah paling baik pada tempat terbuka. Kecambah
pada tempat terbuka memiliki daun berwarna hijau, berukuran lebar, tebal, dan batang
kokoh. Sedangkan kecambah pada tempat tertutup mengalami gejala etiolasi dengan daun
berwarna pucat, berukuran kecil, tipis, dan batang melengkung.
2. Daya viabilitas dan vigor dari tiap tumbuhan dapat dipengaruhi berbagai macam factor.
Benih dengan viabilitas yang tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan
perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang baik. Vigor
merupakan suatu indikator yang akan menunjukan bagaimana benih akan tumbuh pada
kondisi lapang yang bervariasi.
3. Perlakuan fisik, misalnya pengamplasan pada kulit biji berfungsi untuk mengurangi sifat
impermeable kulit biji, sehingga proses imbibisi dapat belangsung lancar dan biji dapat
berkecambah. Perlakuan kimia pada biji dapat mengatasi masalah dormansi biji, dalam
praktikum ini yaitu dengan perendaman dengan H2SO4/asam cuka. pada dosis yang tepat
agar membuka jalan untuk masuknya air ke dalam biji dan agar tidak merusak embrio
dalam biji.
4. Konsentrasi IAA yang terlalu tinggi dan konsentrasi KIN yang terlalu rendah dapat
menghambat pertumbuhan kecambah. Sedangkan untuk mematahkan dormansi biji dapat
dilakukan dengan skarifikasi secara fisik dan kimia yaitu dengan meretakkan kulit biji,
pengamplasan, dan perendaman dalam zat kimia pada konsentrasi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Esmaeili, Mohammad, 2009, Ecology of seed dormancy and germination of Carex divisa Huds.:
Effects of stratification, temperature and salinity, International Journal of Plant
Production, New York

Goldsworthy, Peter, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

Ichsan, C.N. 2006. Uji Viabilitas dan Vigor Benih Beberapa Varietas Padi (Oryza Sativa L.)
yang Diproduksi pada Temperatur yang Berbeda Selama Kemasakan. Jurnal Floratek. 2:
37-42

Jumadi, 2008. Pengkajian Teknologi Pengolahan Tortila Jagung. Buletin Teknik Pertanian. Vol
13 No. 2 Hal 73- 74.

Lugo B, A Camacho and A Carballo. 2000. Effect of Seed Agieng on the Enzymic Anti-tioxidant
System of Maize Cultivars. In. Seed Biology: Black, M., K.J. Bradford, J. Vasquez-Ramos
(Eds), 151-160 Advances and Applications. CAB Internaional.

Mrđa J , J Crnobarac, N Dušanić, N V Radić, D Miladinović, S, Jocić and V Miklič. 2010. Effect
of storage period and chemical treatment on sunflower seed germination. HELIA 33(53):
199-206.

Sadjad, S. 1993. Dari benih kepada benih. Grasindo, Jakarta. 143 hlm 42

Safitri, Merina, 2009, Dormansi, http://merinasafitri-knowledge.Blogspot.com, Diakses Rabu


tanggal 10 Oktober 2012 pukul 20.00 WITA.

Salisbury, Frank B dan Cleon Wross. 1985. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB Bandung.

Salisbury, F.R., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid III, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.

Silvikultur. 2007. Sumber Cahaya Matahari. Jakarta: Pakar Raya

Soerga. 2009. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB


Sutopo, Lita. 1993. Teknologi Benih . Fakultas Pertanian UNBRAW, Jakarta Utara.

Suyatmi, E., D. Hastuti dan S. Darmanti. 2008. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi
Asam Sulfat (H2SO4) terhadap Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis Linn.).
F.MIPA,UNDIP

Widyawati, N., Tohari, P. Yudono, dan I. Soemardi. 2009. Permeabilitas dan Perkecambahan
Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Jurnal agronomi Indonesia 37(2): 152-15

Yudono, P. 2012. Perbenihan Tanaman: Dasar Ilmu, Teknologi dan Pengelolaan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 308 p
Lampiran

Kegiatan 5.1 Pengaruh Cahaya Perkecambahan Benih

Hari/Perlakuan Terang 1 dan 2 Gelap 1 dan 2


3 Hari

5 Hari

7 Hari
10 Hari

Kegiatan 5.2 Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kimia Terhadap Pematahan Dormansi Pada Biji

Perlakuan Gambar

Kontrol

Air cuka 15 menit

Air Cuka 30 menit


Diamplas

Ditumbuk

Kegiatan 5.3. Pengaruh Indole 3-Acetic Acid (IAA) dan Kinetin (KIN) Terhadap
Perkecambahan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L)

Anda mungkin juga menyukai