Anda di halaman 1dari 16

TANGGAL PRAKTIKUM TANGGAL PENGUMPULAN LAPORAN

Rabu, 22 April 2020 Rabu, 6 Mei 2020

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA SEMESTER 112

Pengamatan dan Penyilangan Lalat Buah (Drosophila melanogaster)

NAMA : SYIFA AULIA GUNADI


NIM : 1308618034
KELAS : BIOLOGI A 2018
KELOMPOK :6
DOSEN PENGAMPU : Rizky Priambodo, S.Si., M.Si
Pinta Omas Pasaribu, M.Si

NILAI PRETES NILAI LAPORAN PARAF

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
PENDAHULUAN

Drosophila melanogaster biasa disebut lalat buah adalah jenis hewan insekta yang
memiliki ciri yang cukup unik. Hewan ini berukuran kecil sehingga agak sulit diamati dengan
menggunakan mata telanjang dan sangat mudah didapatkan pada sekeliling kita khususnya
pada buah-buahan yang sudah masak. Kebanyakan ahli menggunakan hewan ini sebagai
objek penelitian khususnya bidang genetika dan kedokteran. disamping mudah diperoleh,
lalat buah (Drosophila melanogaster) memiliki keistimewaan lain yaitu memiliki banyak
jenis, jumlah kromosmnya sedikit serta daur hidupnya singkat. Pada lalat buah (Drosophila
melanogaster), antara lalat jantan dan lalat betina terdapat perbedaan berupa ukuran tubuh
dan jumlah garis hitam pada abdomennya. Lalat jantan berukuran lebih kecil dari hewan
betina dan juga terdapat sebuah sisir kelamin pada ekstremitas anteriornya (Agus dan
Sjafaraenan, 2016).
Orang yang pertama yang menggunakan Lalat buah sebagai objek penelitian
Genetika adalah Thomas Hunt Morgan yang berhasil menemukan penemuan pautan seks.
Spesies lalat buah, Drosophila melanogaster, sejenis serangga biasa yang umumnya tidak
berbahaya yang merupakan pemakan jamur yang tumbuh pada buah. Lalat buah adalah
serangga yang mudah berkembang biak. Dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan
keturunan, dan generasi yang baru dapat dikembangbiakkan setiap dua minggu. Karakteristik
ini menjadikan lalat buah menjadi organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik
(Yatim, 1983).
Dalam melakukan praktikum genetika, kita semakin banyak menggunakan
Drosophila sebagai dahan pemodelan genetika. Siklus hidup dari Drosophila sangat penting
untuk diketahui karena denngan kita mengetahuinya kita dapat memberikan perlakuan yang
sesuai dalam perawatannya.selain itu, kita dapat mengetahui kondisi yang tepatbagi masing-
masing fase. Berdasarkan hal tersebut, sehingga praktikum ini dilakukan untuk bagaimana
cara pembuatan medium lalat buah, dan dapat mengetahui perbedaan antara jantan dan betina
serta siklus hidup dari Drosophila melanogaster (Agus dan Sjafaraenan, 2013).
Drosophila melanogaster, sejenis serangga biasa yang umumnya tidak berbahaya dan
merupakan pemakan jamur yang tumbuh pada buah. Lalat buah adalah serangga yang mudah
berkembangbiak. Dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan keturunan, dan generasi
yang baru dapat dikembangkan setiap dua minggu. Karasteristik ini menunjukkan lalat buah
organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik (Campbell, 2008).
Klasifikasi dari lalat buah (Drosophila melanogaster) (Aini, 2008):
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Sub ordo : Cyclorrhapha
Familia : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Species : Drosophila melanogaster

Lalat buah memiliki sifat dimorfisme. Tubuh lalat buah jantan lebih kecil
dibandingkan betina dengan tanda-tanda secara makroskopis adanya warna gelap pada
ujung abdomen, pada kaki depannya dilengkapi dengan sisir kelamin yang terdiri dari gigi
hitam mengkilap. Banyak mutan-mutan yang dapat diamati dengan mata biasa, dalam artian
tidak memerlukan alat khusus. Drosophila melanogaster tipe liar mempunyai mata merah,
tipe sepia mempunyai mata coklat tua dan tipe ebony mempunyai tubuh berwarna hitam
mengkilap (Aini, 2008).
Ciri-ciri morfologi yang membedakan Drosophila jantan dan betina antara lain (Suryo,
2008) yaitu:
Betina Jantan
Ukuran tubuh lebih besar dari jantan Ukuran tubuh lebih kecil dari betina
Sayap lebih panjang dari sayap jantan Sayap lebih pendek dari pada betina
Tidak terdapat sisir kelamin (sex comb) Terdapat sisir kelamin (sex comb)
Ujung abdomen runcing Ujung abdomen tumpul dan lebih hitam

Alasan digunakannya Drosophilla melanogaster sebagai bahan penelitian adalah


karena lalat ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain (Suryo, 1984):
1. Mudah diperoleh sehingga tidak menghambat penelitian
2. Mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu kamar
dan didalam botol susus berukuran sedang
3. Memiliki siklus hidup pendek (hanya kira-kira 2 minggu) sehingga dalam waktu satu
tahun dapat diperoleh 25 generasi
4. Mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan.
5. Hanya mempunyai delapan kromosom saja, tiga pasang kromosom autosom dan satu
pasang kromosom seks.
Metamorfosis pada Drosophila termasuk metamorfosis sempurna, yaitu dari telur – larva
instar I – larva instar II – larva instar III – pupa – imago. Perkembangan dimulai setelah
terjadi fertilisasi, yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik di dalam telur
pada saat fertilisasi sampai pada saat larva muda menetas dari telur dan ini terjadi dalam
waktu kurang lebih 24 jam. Dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-berhenti untuk
makan. Periode kedua adalah periode setelah menetas dari telur dan disebut perkembangan
postembrionik yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu larva, pupa, dan imago (fase seksual
dengan perkembangan pada sayap). Formasi lainnya pada perkembangan secara seksual
terjadi pada saat dewasa (Silvia, 2003).
Siklus hidup Droshopila melanogaster kurang lebih 14 hari. Hewan ini akan kawin
setelah berumur tiga jam. Dengan demikian lalat betina dengan cepat dapat bertelur pada hari
berikutnya. Seekor lalat betina dapat menghasilkan telur sekitar 50-57 sehari atau sekitar
400-500 dalam 10 hari. Telurnya berbentuk bulat memanjang dengan ukuran 0.5 mm. telur
tersebut baru mengalami perkembangan setelah kurang 24 jam dan menetas menjadi larva.
Selanjutnya terjadi 3 kali perkembangan larva hingga mencapai stadium pupa. Pupa akan
menetas 8 sampai 11 hari, bergantung kondisi lingkungan (Agus dan Sjafaraenan, 2016).
Tahap-tahap dari siklus hidup Dhrosophila melanogaster berikut ciri-cirinya, antara lain
(Eltra, 2012) yaitu:
Tahapan Ciri-Ciri waktu

Telur Berbentuk bulat lonjong, ukuran sekitar ± 0.5 mm, ± 24 jam


berwarna putih susu, pada ujung anteriornya terdapat
dua tangkai kecil menyerupai sendok yang berfungsi
agar telur tidak tenggelam, biasanya terdapat pada
permukaan media.
Larva Berbentuk lonjong pipih, berwarna putih bening,
instar 1 berukuran ± 1 mm, bersegmen, berbentuk dan bergerak
seperti cacing, belum memiliki spirakel anterior.
Larva Berbentuk lonjong pipih, berwarna putih, berukuran ± 2 ± 2 hari
instar 2 mm, bersegmen, berbentuk dan bergerak seperti cacing,
memiliki mulut dan gigi berwarna hitam untuk makan,
memiliki spirakel anterior.
Larva Berbentuk lonjong pipih, berwarna putih, berukuran ± ± 3 hari
instar 3 3-4 mm, bersegmen, berbentuk dan bergerak seperti
cacing, memiliki mulut dan gigi berwarna hitam lebih
besar dan jelas terlihat dibanding larva instar 2,
memiliki spirakel anterior dan terdapat beberapa
tonjolan pada spirakel anteriornya.
Prapupa Terbentuk setelah larva instar 3 merayap pada dinding ± 4 hari
botol, tidak aktif, melekatkan diri; berwarna putih;
kutikula keras dan memendek; tanpa kepala dan sayap
Pupa Tidak aktif dan melekatkan diri pada dinding botol, ± 5 hari
berwarna coklat, kutikula keras, memendek, dan
besegmen.
Imago Tubuh terbagi atas cephla, thorax, dan abdomen; ± 9 hari
bersayap transparan; memiliki mata majemuk biasanya
berwarna merah; dan ciri-ciri lainnya menyerupai ciri
lalat buah dewasa

Keberadaan organisme di alam ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan
faktor luar, termasuk lingkungan. Faktor luar meliputi faktor fisik, kimia dan biologis. Untuk
hewan, faktor fisik termasuk didalamnya adalah makanan mempunyai peranan lebih besar
dalam menentukan keberadaan hewan tertentu di suatu tempat dibandingkan dengan faktor
kimia. Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah. Ciri-ciri yang
bersifat kuantitatif, panjang tubuh sangat sensitif terhadap perubahan faktor lingkungan
seperti fluktuasi suhu atau perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas jenis makanan
(Aini, 2008).
Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor abiotik yang berperan besar dalam
kehidupan serangga, termasuk Drosophila melanogaster. Suhu lingkungan berkaitan dengan
kelimpahan spesies dan distribusi serangga, serta berperan sebagai faktor penyeleksi variasi
genetik pada populasi alaminya. Drosophila melanogaster memiliki preferensi suhu tertentu
untuk bertahan hidup. Tingkat toleransi suhu tertinggi pada Drosophila melanogaster yang
dipaparkan secara konstan dilaporkan sebesar 30oC. Hasil-hasil penelitian yang lain
menunjukkan bahwa paparan suhu 29oC sudah bersifat stressful bagi Drosophila
melanogaster. Namun, paparan pada suhu yang lebih ekstrem dapat memberikan efek yang
lebih negatif pada sifat-sifat yang dipengaruhi, sehingga paparan pada suhu 30 oC akan
menunjukkan pengaruh yang lebih nyata. Suhu tinggi yang dipaparkan secara terus-menerus
dapat memengaruhi berbagai sifat pada seekor Drosophila melanogaster (Sukmawati, dkk.,
2016).
Pemeliharaan Drosophila sebaiknya berada dalam suhu ruang dimana temperatur
tidak dibawah 20oC atau diatas 25oC. Suhu tinggi atau diatas 30oC dapat mengakibatkan
sterilisasi atau kematian, dan pada temperatur rendah keberlangsungan hidup dari lalat ini
terganggu dan memanjangkan siklus hidup. Contohnya pada suhu 10oC untuk mencapai
tingkat larva dibutuhkan sekitar 57 hari dan pada suhu 15 oC sekitar 18 hari (Aini, 2008).
Produksi lalat buah secara berkesinambungan harus didukung dengan media
makanan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi drosophila melanogaster. Ketersediaan
sumber makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi serangga. Makanan
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan jumlah hewan yang hidup pada
habitatnya (Agustina, dkk., 2013).
Inti sel tubuh lalat buah hanya memiliki 8 buah kromosom saja, sehingga mudah sekali
diamati dan dihitung. Delapan buah kromosom tersebut dibedakan atas (Suryo, 1984) yaitu:
1. 6 buah kromosom (atau 3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya
sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom (kromosom tubuh),
sisingkat dengan huruf A.
2. 2 buah kromosom (atau 1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks kromosom), sebab
bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan.
Kromosom kelamin dibedakan:
1. Kromosom X yang berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2 kromosom X.
2. Kromosom Y yang sedikit membengkok pada salah satu ujungnya. Kromosom Y lebih
pendek dari pada kromosom X. Lalat jantan memiliki sebuah kromosom X dan Y. Lalat
betina normal memiliki kromosom Y. Lalat betina memiliki 2 kromosom kelamin
sejenis maka lalat betina dikatakan homogametik sedangkan jantan bersifat
heterogametik
Berhubungan dengan itu formula kromosom untuk lalat buah ialah sebagai berikut:
a. Lalat betina ialah 3 AAXX (= 3 pasang autosom + 1 pasang kromosom X)
b. Lalat jantan ialah 3 AAXY (= 3 pasangan autosom + sebuah kromosom X + sebuah
kromosom Y).
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu macam sel telur saja yang
bersifat haploid (3AX). Tetapi lalat jantan membentuk 2 macam spermatozoa yang haploid.
Ada spermatozoa yang membawa kromosom X (3AX) dan ada yang membawa kromosom
Y (3AY). Apabila sel telur itu dibuahi spermatozoon yang membawa kromosom X, terjadilah
lalat betina yang diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu dibuahi spermatozoa yang
membawa kromosom Y, terjadilah lalat jantan yang diploid (3AAXY). Kadang-kadang
diwaktu meosis selama pembentukan sel-sel kelamin, sepasang kromosom kelamin itu tidak
memisahkan diri, melainkan tetap berkumpul. Peristiwa ini disebut “nondisjunction”.
Andaikan terjadi nondisjunction selama oogenesis (pembentukan sel telur) akan terbentuk
dua macam sel telur, yaitu sebuah sel telur yang membawa dua kromosom X (3AXX) dan
sebuah sel telur tanpa kromosom X (3AO) (Suryo, 2008).
Adanya nondisjunction ini tentu saja mengakibatkan terjadinya berbagai macam
kelainan dan keturunan yaitu (Suryo, 2008):
1. Lalat betina super (AAXXX), yaitu apabila spermatozoa membawa kromosom
Xmembuahi sel telur yang mempunyai dua kromosom X. Lalat ini tidak sempurna
pertumbuhannya, steril, sangat lemah, dan hidup tidak lama.
2. Lalat AAXXY, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosomY membuahi sel
teluryang mempunyai 2 kromosom X. Lalat ini betina subur, tak ada bedanya dengan
lalat beyina biasa. Berarti kromosom Y pada drosphila tidak memberipengaruh pada
seks.
3. Lalat AAXO, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom X membuahi sel
telurtanpa kromosom X. Lalat ini jantan dan steril
4. Lalat ginandromorf, ialah lalat yang tubuhnya separuh bersifat betina dan separuhnya
bersifat jantan. Untuklalat ini tidak dapat diberikan formulasi kromosomnya
5. Lalat interseks AAAXX, yaitu lalat yang merupakan campurann antara lalat betina dan
jantan, triploid (3n) untuk autosomnya dan memiliki 2 kromosom X, steril.
6. Lalat jantan super AAAXY, yaitu lalat jantan triploid untuk autosomnya, seperti
halnya dengan lalat betina super maka pertumbuhannya tidak sempurna, steril, sangat
lemah, dan hidup tidaklama.
7. Lalat dengan kromosom X melekat pada salah satu ujungnya (attached X cromosomes)
AAXXY .lalat ini memiliki fenotip seperti lalat betina normal,tetapi bila diperiksa
menggunakan mikroskop maka inti selnya mengandung sepasang kromosom X yang
saling melekat pada ujungnya ditambah dengan adanya kromosom Y.

Pada percobaan Morgan mengenai drosphila melanogaster terdapat seekor jantan


dengan mata putih, dan tidak cemerlang yang menjadi ciri khas spesies itu. Ketika jantan
bermata putih ini dikawinkan dengan betina bermata merah, semua keturunannya bermata
merah. Ini suatu tanda bahwa jika sifat mata putih itu ditentukan oleh sutau gen khusus, maka
gen itu bersiifat resesif. Ketikamorgan melakukan persilangan Morgan menemukan semua
keturunan yang bermata putih itu jantan. Tidak terdapat seekor betiina pun yang bermata
putih. Morgan menyimpulkan bahwa jika diasumsikan bahwa alela yang bersangkutan
terletakdikromosom X. Lalat betina mempunyai 2kromosom X harus homozigot untuk mata
putih agar sifat itu dapat dilihat. Sebaliknya lalat jantan karena hanya memiliki satu
kromosomX alela apapun yang terdapat pada kromosom tersebut akan memperlihatkan sifat
itu. Morgan menamakan sifat menurun demikian itu terpaut X karena gen terletak pada
kromosom X (Kimball, 1990)

TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui perbedaan morflogi Drosophilla melanogaster jantan dan betina


2. Mengetahui perbedaan antara Drosophilla melanogaster normal dan mutan
3. Melakukan uji chi square pada penyilangan Drosophila melanogaster

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Tempat : Rumah masing-masing
Waktu : Rabu, 6 Mei 2020
B. Alat dan Bahan
1. Gawai
2. Alat tulis
3. Laptop
C. Prosedur Kerja
1. Membaca ppt dan soal yang telah diberikan di google classroom
2. Melakukan perhitungan uji chi square
HASIL PRAKTIKUM

Hasil persilangan Drosophila melanogaster jantan bermata normal dan betina bermata
normal heterozigot.
Tabel 1. Hasil persilangan jantan bermata normal dan betina bermata normal
heterozigot
Drosophila melanogaster Drosophila melanogaster
bermata normal bermata putih
F1
350 160

Tabel 2. Uji chi-square :


Mata Normal Mata Putih Jumlah
(O) 350 160 510
3 1
(E) x 510 = 382,5 x 510 = 127,5 510
4 4

d = (O-E) (-32,5) [32,5]


d – 1⁄2 -33 32

(𝑑 − 1⁄2)²
2,85 8,03
𝐸

 Maka X² Hitung : X² = 2,85 + 8,03


= 10,88

 Nilai df = 2-1 = 1. Pada tabel (0,05) adalah :


(df=1) = 3,84

 Sehingga didapatkan hasil


X² Hitung >< X² Tabel
= 10,7 > 3,84
Ho Ditolak, Hipotesis ditolak. Data tidak signifikan dan terdapat perbedaan jumlah.

P1 Jantan bermata normal >< Betina bermata normal heterozigot


P1 𝑋 𝑊 𝑌 >< 𝑋𝑊 𝑋𝑤
Tabel 3. Diagram gamet F1 persilangan lalat buah (D. melanogaster)
F1 𝑋𝑊 𝑋𝑤
𝑋𝑊 𝑋𝑊 𝑋𝑊 𝑋𝑊 𝑋𝑤
𝑌 𝑋𝑊 𝑌 𝑋𝑤 𝑌

G1 𝑋 𝑊 𝑋 𝑊 , 𝑋 𝑊 𝑋 𝑤 , 𝑋 𝑊 𝑌, 𝑋 𝑤 𝑌 = 1 : 1 : 1 : 1
F1 Lalat buah betina normal : lalat buah jantan normal, lalat buah jantan bermata putih
2:1:1
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kami melakukan Pengamatan dan Penyilangan Lalat
Buah (Drosophila melanogaster). Praktikum ini dilakukan secara langsung dirumah
masing-masing mahasiswa Biologi A 2018 dengan cara menyiapkan bahan dan alat yang
akan digunakan dalam praktikum ini.

Pengamatan Drosophila melanogaster memiliki beberapa hal penting yang harus


diperhatikan untuk dapat mengidentifikasi jenisnya, yaitu jenis kelamin( jantan atau betina),
mata majemuk (bentuk, ukuran dan warna), mata oceli (3 mata tunggal pada bagian atas
kepala), sungut (bentuk dan cabang-cabangnya), thorax (warna dasar), abdomen (garis-garis
hitam pada segmen abdomen),dan sayap (bentuk, panjang, warna dan posisi) (Ghostrecon
2008: 1). Drosophila melanogaster yang berkelamin jantan diberi tanda ♂ dan Drosophila
melanogaster yang berkelamin betina diberi tanda ♀.

Terdapat perbedaan yang terlihat jelas dari Drosophila melanogaster jantan


dan Drosophila melanogaster betina, yaitu ukuran tubuh lalat betina lebih besar
dibandingkan lalat jantan, ujung abdomen pada lalat betina meruncing dan pada abdomennya
terdapat garis-garis hitam melintang, sedangkan pada lalat jantan ujung abdomennya tumpul
berwarna kehitam-hitaman, pada abdomennya terdapat sedikit garis-garis melintang dan
terdapat sex comb yang tidak terdapat pada lalat betina. Sex comb adalah sisir kelamin sebagai
penanda lalat jantan (Suryo 2003: 177-178).

Berdasarkan dari data praktikum persilangan lalat buah Drosophila melanogaster


jantan bermata normal dan betina bermata normal heterozigot didapatkan 350 Drosophila
melanogaster bermata normal dan 160 Drosophila melanogaster bermata putih. Dan
menghasilkan rasio genotip 𝑋 𝑊 𝑋 𝑊 , 𝑋 𝑊 𝑋 𝑤 , 𝑋 𝑊 𝑌, 𝑋 𝑤 𝑌 = 1 : 1 : 1 : 1 dan rasio fenotip Lalat
buah betina normal : lalat buah jantan normal, lalat buah jantan bermata putih adalah 2 : 1 :
1.
Drosophila melanogaster bermata putih memiliki strain W yaitu strain mutan yang
memiliki mata berwarna putih. Hasil mutasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang
menurut Karmana (2010) diantaranya adalah karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen
transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu, segregation distorsion, dan umur jantan.
Menurut Rothwell (1983), adanya alel resesif autosom yang disebut transformer (tra) dari
persilangan antar betina carier resesif tra (tra tra xx) dengan jantan homozigot resesif tra (tra
tra xy) pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan dengan betina yang tidak normal yaitu
3:1.
Data hasil pengamatan penyilangan lalat buah (Drosophila melanogaster)
menghasilkan 350 Drosophila melanogaster bermata normal dan 160 Drosophila
melanogaster bermata putih. Adapun hasil perhitungan Chi- square yaitu Drosophila
melanogaster bermata normal 2,85 dan Drosophila melanogaster bermata putih 8,03.
Dengan total Chi- square (X2) adalah 10,88. Dengan derajat kebebasan 1 dan taraf signifikasi
5%. Nilai X2 tabel 3,84 yang menunjukan bahwa X2 hitung > X2 tabel. Jadi Ho ditolak,
menunjukan bahwa percobaan tidak sesuai dengan teori dan adanya penyimpangan.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, mutasi yang terjadi pada mutan


Drosophila melanogaster strain W disebabkan oleh adanya gen tra yang terekspresi. Gen
tersebut berdasarkan pada database stritch (2017), berperan dalam proses biosintesis
glutamat, siklus asimilasi amonia, proses biosintesis asam amino alpha, proses biosintesis
senyawa organonitrogen, dan proses biosintesis organisme tunggal. Gen tra tersebut, menurut
String-db (2017), berfungsi mengatur diferensiasi sistem somatik pada betina, yang diatur
oleh Sxl. Mengaktifkan dsx khusus betina dengan formasi kompleks yang terdiri dari protein
tra, tra2, dan sr. Bersama dengan tra2 memainkan peranan dalam pengubahan fru pengikat
dari pola khusus jantan menjadi pola khusus betina melalui aktivasi situs khusus 5’ betina.
KESIMPULAN

1. Perbedaan pada Drosophila melanogaster jantan dengan betina adalah tubuh betina
berukuran lebih besar daripada jantan, ujung abdomen pada individu jantan berbentuk
membulat atau tumpul sedangkan pada betina rincing atau ramping. Ciri lainnya ialah
Ujung abdomen pada individu jantan memiliki pola akhiran berwarna hitam,
sedangkan pada betina tidak demikian. Drosophila melanogaster jantan memiliki
sisir kelamin, sedangkan betinanya tidak.

2. Perbedaan morfologi umum dari Drosophila melanogaster normal dan muatan


a. Morfologi umum dari Drosophila melanogaster normal adalah, memiliki
warna tubuh coklat muda keabu-abuan, warna mata merah-bata, dan panjang
sayap melebihi panjang tubuh serta memiliki rambut halus pada tubuhnya.
b. Drosophila melanogaster memiliki banyak jenis mutan, salah satunya adalah
pada warna mata terdapat jenis warna putih (white), scarlet atau merah tua,
atau cokelat kehitaman (sepia). Mutasi yang terjadi pada bentuk mata antara
lain adalah bentuk lonjong dan besar (Roughoid), mata tereduksi (lobe), tidak
memilik mata (eyemissing), dan mata sipit (barr). Mutasi pada warna tubuh
terdiri atas mutan Drosophila melanogaster hitam (black), kuning (yellow)
atau cokelat tua (ebony). Mutasi yang terjadi pada sayap Drosophila
melanogaster dibedakan menjadi sayap curly (melengkung ke atas), taxi
(panjangnya terentang menjauhi tubuh), miniature (sayapnya terbentang
sepanjang tubuh), dan dumpy (keadaan sayap terbelah).

3. Hasil perhitungan Chi- square pada Drosophila melanogaster bermata normal 2,85
dan Drosophila melanogaster bermata putih 8,03. Dengan total Chi- square (X2)
adalah 10,88. Dengan derajat kebebasan 1 dan taraf signifikasi 5%. Nilai X2 tabel
3,84 yang menunjukan bahwa X2 hitung > X2 tabel. Jadi Ho ditolak, menunjukan
bahwa percobaan tidak sesuai dengan teori dan adanya penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nur. 2008. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster.


Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Agus, Rosana dan Sjafaraenan. 2013. Penuntun Praktikum Genetika Dasar.
Universitas Hasanuddin: Makassar.
Agus, Rosana dan Sjafaraenan. 2016. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Agustina, E., Nursalmi M., Herdanawati. 2013. Perkembangan Metamorphosis Lalat
Buah (drosophila melanogaster) pada Media Biakan Alami Sebagai Referensi
Pembelajaran Pada Mata Kuliah Perkembangan Hewan. Jurnal Biotik 1(1):
1-66.
Campbell, N. A. J. B. Reece, and L. A. Urry. 2008. BIOLOGI Edisi kedelapan jilid
3. Erlangga: Jakarta.
Eltra, 2012. Laporan Praktikum Genetika Penggunaan Lalat Buah Sebagai
Organisme Percobaan Genetika. http://eltra.blogspot.com. diakses pada
tanggal 3 Pukul 20: 15 WIB.
Ghostrecon, 2008. Experiments in Genetics with Drosophila. London: John Wiley
and Sons, inc.
Karmana, I Wayan. 2010. Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina Terhadap
Jumlah Turunan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Genec Swara. Vol.
4. No. 2.
Kimball, J. W. 1990. Biologi Umum. Erlangga: Jakarta
Ramadhani, Shefa Dwijayanti, Aloysius Duran Corebima, dan Siti Zubaidah. 2016.
Pemanfaatan Drosophila melanogaster Sebagai Organisme Model untuk
Mempelajari Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Ekspresi Sifat Makhluk
Hidup pada Perkuliahan Genetika. Jurnal Pendidikan. Vol. 1. No. 5.
Rothwell, N. V. 1983. Understanding Genetics. Edisi 3. New York: Oxford ingleton.
Silvia, Triana. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsenterasi Formaldehida
Terhadap Perkembangan Larva Drosophila. Universitas Padjdjaran:Bandung
Sukmawati, I., Aloysius D. C., Siti Z., 2016. Fekunditas dan Waktu Perkembangan
D. melanogaster Strain Wildtype, White, dan Ebony Pada Lingkungan
Bersuhu Tinggi dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Belajar Perkuliahan
Genetika. Jurnal Pendidikan 5(1): 814-821.
Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Suryo. (2003). Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah mada university press
Suryo. 2008. Genetika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Stritch. 2017. www. Stritch.embl.de. Diakses pada 3 Mei 2020.
String-db. 2017.www.string-db.org. Diakses pada 3 Meil 2020.
Yatim, Wildan. 1983. Genetika Edisi ketiga. Tarsito: Bandung

Anda mungkin juga menyukai