Anda di halaman 1dari 40

i

PENGARUH KOMPOSISI KHAMIR Saccharomyces cerevisiae dan Pichia


kudriavzevii SERTA LAMA FERMENTASI CAMPURAN LIMBAH KULIT
KAKAO (Theobroma cacao L) dan AMPAS TAHU TERHADAP MAGGOT
BLACK SOLDIER FLY (Hermentia illucens)
Proposal Skripsi

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat


memperoleh gelar Sarjana Sains

SYIFA AULIA GUNADI


1308618034

Program Studi Biologi


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Komposisi Khamir Saccharomyces Cerevisiae dan


Pichia Kudriavzevii serta Lama Fermentasi Campuran Limbah
Kulit Kakao (Theobroma cacao L) dan Ampas Tahu Terhadap
Maggot BSF
Nama : Syifa Aulia Gunadi
Nomor Registrasi : 1308618034
Program Studi : Biologi

Disetujui:

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dalia Sukmawati, M.Si drh. Atin Supiyani, M.Si


NIP. 197309142006042001 NIP. 197809142006042001

Diketahui:
Koordinator Program Studi Biologi Dekan FMIPA UNJ

Dr. Reni Indrayanti, M.Si Prof. Dr. Muktiningsih N, M.Si.


NIP.196210221998032002 NIP.196405111989032001

ii
LEMBAR PERNYATAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul


“Pengaruh Komposisi Khamir Saccharomyces Cerevisiae dan Pichia Kudriavzevii
serta Lama Fermentasi Campuran Limbah Kulit Kakao (Theobroma cacao L) dan
Ampas Tahu Terhadap Maggot BSF” yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains dari Program Studi Kimia Universitas Negeri Jakarta adalah
karya ilmiah saya dengan arahan dari dosen pembimbing.

Sumber informasi yang diperoleh dari penulis lain yang telah dipublikasikan
yang disebutkan dalam teks skripsi ini, telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka
sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Jika dikemudian hari ditemukan sebagian besar skripsi ini bukan hasil karya
saya sendiri dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan
gelar akademik yang saya sanding dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Jakarta, 5 Juni 2022

Syifa Aulia Gunadi

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya maka karya ilmiah ini berhasil diselesaikan oleh penulis. Jenis
penelitian yang dipilih adalah penelitian Sains yang dilaksanakan sejak bulan
Februari 2022 dengan judul Pengaruh Komposisi Khamir Saccharomyces Cerevisiae
dan Pichia Kudriavzevii serta Lama Fermentasi Campuran Limbah Kulit Kakao
(Theobroma cacao L) dan Ampas Tahu Terhadap Maggot BSF.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Dalia Sukmawati, M.Si. dan ibu
drh. Atin Supiyani, M.Si sebagai dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah
memberi masukan dan saran. Terima kasih pula kepada Pembimbing Akademik ibu
drh. Atin Supiyani, M.Si. yang telah membimbing penulis secara akademik selama
kuliah di Program Studi Biologi UNJ. Di samping itu penghargaan penulis
disampaikan ke Koordinator Program Studi Biologi yaitu ibu Dr. Reni Indrayanti,
M.Si.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga
atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
staff dan teknisi Laboratorium Mikrobiologi FMIPA UNJ serta teman-teman
angkatan 2018 atas bantuan dan persahabatannya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Jakarta, 1 April 2022

Syifa Aulia Gunadi


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAN...................................................................................iii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iv
DAFTAR ISI.........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................7
A. Latar Belakang................................................................................................7
B. Rumusan Masalah...........................................................................................9
C. Tujuan Penelitian............................................................................................9
C. Manfaat Penelitian........................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................11


A. Maggot Black Soldier Fly (Hermetia illucens).............................................11
1) Morfologi dan Siklus Hidup Maggot BSF (Hermetia illucens).................11
2) Kandungan Nutrisi Maggot BSF (Hermetia illucens)................................15
B. Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L).....................................................17
C. Ampas Tahu...................................................................................................20
D. Fermentasi.....................................................................................................22
E. Khamir...........................................................................................................23
1) Saccharomyces cerevisiae...........................................................................23
2) Pichia kudriazevii........................................................................................25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................27


A. Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................................27
B. Sampel Penelitian..........................................................................................27
C. Metode Penelitian..........................................................................................27
D. Alat dan Bahan..............................................................................................29
E. Prosedur Penelitian.......................................................................................30
1. Peremajaan Isolat Khamir S. cerevisiae dan P. kudriavzevii..................32
2. Perbanyakan Biakan Khamir S. cerevisiae dan P. kudriavzevii.............32

v
3. Fermentasi Media Biakan Campuran Limbah kulit kakao dan ampas
tahu dengan S. cerevisiae dan Pichia kudriazevii.....................................32
4. Persiapan Media Penetasan Telur BSF....................................................33
5. Pemeliharaan Larva BSF pada Media Fermentasi.................................33
E. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................33
F. Analisis Data..................................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Black soldier fly (Hermentia illucens) merupakan salah satu jenis serangga
yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai agen biokonversi (Ranncak et al.
2017), alternatif pakan tambahan bagi ikan dan hewan ternak (Wardhana, 2016).
Pemanfaatan maggor Black Soldier Fly (BSF) sebagai agen biokonversi antara lain
(1) menurunkan kemungkinan limbah menjadi tempat bertumbuhnya bakteri patogen
(Lalander et al. 2013), (2) residu yang dihasilkan oleh maggot dapat digunakan
sebagai pupuk organic (Liu et al. 2020), dan (3) mampu mengonversi 50% limbah
menjadi biomassa tubuh yang tinggi protein dan lemak (Ongsongo et al. 2018).
Maggot BSF memiliki fase metamorfosis dalam siklus hidupnya terdiri dari larva,
prepupa, pupa dan dewasa yang berlangsung sekitar 38-41 hari. Literatur lain
menyebutkan bahwa seekor lalat betina BSF normal mampu memproduksi telur
berkisar antara 546-1.505 dalam bentuk masa telur dan lalat betina hanya bertelur
satu kali selama masa hidupnya, setelah itu mati (Hidayah et al. 2020).
Dengan fase dan siklus hidup yang tidak terlalu lama budidaya maggot saat
ini mulai banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut dikarenakan
maggot mengandung berbagai nutrisi seperti protein yang tinggi antara 41-42%
protein kasar, 31-35% ekstrak eter, 14-15% abu, 4,18-5,1% kalsium dan 0,60-0,63%
fosfor dalam bentuk kering. Semakin tinggi kandungan pakan pada maggot maka
semakin cepat pertumbuhan dari larva maggot. Sementara itu kandungan protein
dalam pakan ikan umumnya berkisar 20-45%. Adanya berbagai kandungan tersebut
maggot dapat dijadikan sebagai sumber protein alternatif dalam usaha budidaya
perikanan dan peternakan (Nurhidayah, 2022).
Sumber protein pada maggot bergantung pada kandungan nutrisi yang
terdapat pada media biakannya. Maggot dapat tumbuh pada bahan organik seperti
buah, sayur mayur yang rusak, bangkai atau yang lainnya (Faridah & Cahyono,

7
2019). Media biakan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah kulit kakao
dan ampas tahu.
Ampas tahu dapat dijadikan sebagai sumber protein karena kandungan protein
dan lemak pada ampas tahu yang tinggi yaitu protein 8,66%; lemak 3,79%; air
51,63% dan abu 1,21%, sedangkan limbah kulit kakao mengandung zat-zat yang
dapat dimanfaatkan untuk pakan (Kamelia & Fathurohman, 2017). Menurut Guntoro
(2006), kulit buah kakao memiliki kandungan nutrisi protein kasar 8,11% , serat kasar
16,42%, lipid 2,11%, kalsium 0,08% dan posfor 0,12%, sedangkan menurut Anas
(2011), kulit buah kakao memiliki kandungan nutrisi protein kasar (PK) 9,15%, serat
kasar (SK) 32,7% dan bahan kering (BK) 14,4%. Namun penggunaan kulit kakao
sangat terbatas karena tingginya kandungan serat kasar dan mengandung
lignosellulosa dan lignohemiselullosa yang sulit untuk dicerna oleh alat pencernaan
ternak, salah satu metode untuk memutus ikanan lignin dengan sellulosa dan lignin
dengan hemisellulosa adalah dilakukan proses fermentasi (Merdekawangi et al.
2013).
Proses fermentasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
meningkatkan gizi bahan pakan pada ternak. Semakin lama waktu fermentasi maka
akan semakin banyak zat-zat yang dapat dirombak, begitupula dengan semakin
banyak dosis inokulum yang diberikan maka proses fermentasi akan semakin cepat
(Martaguri et al. 2011). Dimana fermentasi sendiri merupakan segala macam proses
metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba untuk melakukan aktivitas reduksi,
oksidasi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada
medium atau substrat (Kurnia, 2016).
Fermentasi pada media biakan maggot dapat menurunankan serat kasar dan
kadar lignin yang sulit dicerna ternak sehingga dapat memperbaiki kualitas gizi BSF.
Fermentasi juga dapat mengatasi terjadinya pembusukan sehingga maggot yang
dihasilkan bersih dan tidak berbau. Nuraini et al., (2013) menyatakan bahwa
fermentasi campuran kulit kakao dan ampas tahu (80% kulit kakao dan 20% ampas
tahu) dengan Phanerochate chrysosporium dan Monascus purpureus terjadi
penurunan serat kasar yang semula sebesar 34,11% menjadi 21,60%, selulosa dari
22,07% menjadi 14,38% dan lignin juga menurun dari 25,39% menjadi 15.47%.
Dalam proses fermentasi terdapat peran mikroorganisme yaitu enzim-enzim
yang dihasilkan akan membantu proses fermentasi. Salah satu mikroorganisme yang
dapat ditambahkan dalam proses fermentasi adalah khamir. Khamir yang digunakan
bersifat probiotik dan selulotik antara lain Saccharomyces cerevisiae dan Pichia
kudriazevii. Pada penelitian Mahfudz (2006) disebutkan bahwa Proses fermentasi
menggunakan Saccharomyces cerevisiae sebagai suplemen probiotik maupun
inokulan pada fermentasi ampas tahu dapat meningkatkan nilai nutrisi dan dapat
berperan sebagai agensia probiotik dalam saluran pencernaan ayam.
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini mengkaji dan menggali
mengenai “Pengaruh Komposisi Khamir Saccharomyces Cerevisiae dan Pichia
Kudriavzevii serta Lama Fermentasi Campuran Limbah Kulit Kakao (Theobroma
cacao L) dan Ampas Tahu Terhadap Maggot BSF” guna menghasilkan bahan baku
pakan berbasis insekta berkualitas tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan Pichia kudriazevii
serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao (Theobroma cacao L) dan
ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot BSF?
2. Bagaimana interaksi antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF

9
2. Mengetahui interaksi antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF

C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Memperoleh kombinasi antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae
dan Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF.
2. Mengetahui interaksi komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan Pichia
kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao (Theobroma
cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot BSF.
Selain itu Adapun manfaatnya lainnya yaitu:
1. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan masukan dalam mendaparkan sumber
protein alternatif untuk bahan baku pakan yaitu berupa maggot. Selain itu,
sebagai sumber data untuk menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana sains biologi.
2. Bagi petani cokelat dan pedagang tahu, diharapkan dapat memberikan
manfaat dan informasi dalam pengelolaan limbah hasil produksi yang dapat
menghasilkan nilai guna.
3. Bagi pembudidaya maggot, diharapkan memberikan manfaat dan informasi
serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi industri peternakan dalam
mengoptimalkan produksi Maggot BSF untuk pakan ternak dengan harga
yang lebih terjangkau.
4. Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan informasi serta referensi untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Maggot Black Soldier Fly (Hermetia illucens)


Maggot merupakan fase larva dari lalat Hermentia illucens atau black soldier fly.
Sebelum istilah maggot diperkenalkan, umumnya dikenal dengan sebutan “belatung”.
Dengan demikian secara taksonomi, istilah maggot kemudian digunakan untuk
sebutan larva serangga Diptera. Maggot secara fungsional berperan sebagai agen
perombak organic dalam waktu yang relative singkat sehingga dapat meningkatkan
kesuburan tanah. Larva Black Soldier Fly (BSF) bersifat dewatering (menyerap air)
dan berpotensi dalam pengelolaan sampah organik. Toleran terhadap temperatur dan
pH, dapat membuat liang aerasi sampah, melakukan migrasi jika mendekati fase
pupa, serta memiliki kandungan protein tinggi mencapai 45% (Akhmad azir et al.
2018).

1) Morfologi dan Siklus Hidup Maggot Black Soldier Fly (Hermetia illucens)
Black Soldier Fly (Hermetia illucens, Diptera: Stratiomyidae) merupakan salah
satu insekta yang mulai banyak dipelajari karakteristiknya dan kandungan nutriennya.
Lalat Hermetia illucens berasal dari Amerika dan kemudian tersebar ke wilayah
subtropis dan tropis di dunia (Čičková et al. 2015). Lalat BSF bukan lalat hama dan
tidak ditemukan di tempat yang kotor atau padat penduduk sehingga relative aman
dilihat dari segi kesehatan manusia (Li et al., 2011). Black Soldier Fly atau lalat
tentara hitam memiliki tubuh yang sesuai dengan julukan yaitu berwarna hitam dan
bagian segmen basal abdomennya berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas
menyerupai abdomen lebah. Panjang tubuh lalat BSF berkisar antara 15-20 mm dan
bebentuk pipih (Gambar 2.1)

11
Gambar 1. Morfologi larva, pupa dan lalat dewasa BSF
Sumber: McShaffrey (2013)
Maggot BSF mengalami proses metamorphosis dengan lima fase selama
siklus hidupnya diantaranya adalah fase dewasa, fase telur, fase larva, fase prepupa,
dan fase pupa. Fase setelah fase telur yang sering digunakan sebagai pakan ikan
(Melta et al. 2015). Siklus hidup lalat BSF dari telur hingga menjadi lalat dewasa
berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari media pakan yang diberikan dan
kondisi lingkungannya. Siklus hidup dari lalat Hermentia illucens dapat dilihat pada
(Gambar 2.3).

Menurut Rachmawati dan Samidjan (2013), mengatakan bahwa Lalat betina


dapat memproduksi sekitar 185-1235 telur. Pada penelitian lain juga menyebutan
bahwa lalat betina membutuhkan waktu 20-30 menit untuk bertelur dengan
memproduksi telur sebanyak 546-1.505 10 butir dan berat massa telur 16 mg dengan
berat individu masing-masing sekitar 0,026-0,030 mg. Lalat betina umunya akan
mengalami kematian setelah bertelur, karena lalat ini hanya bertelur satu kali selama
hidupnya. Jumlah telur akan lebih banyak dihasilkan oleh lalat yang memilki ukuran
tubuh yang lebih besar (Tumberlin et al., 2002).
Gambar 2. Siklus Hidup lalat Hermentia illucens
Sumber: Hidayah et al. (2020)

Dalam siklus hidupnya, lalat BSF dapat bermigrasi sendiri saat


bermetamorfosis dari fase maggot ke fase prepupa dimana siklus hidupnya relative
singkat sekitar 40 hari, fase metamorfosisi terdiri fase telur selama 3 hari,
maggot/larva 18 hari, prepupa 14 hari, pupa 3 hari dan lalat dewasa (imago) 3 hari.
Lalat Hermentia illucens ini akan mati setalah proses kawin. Hermentia illucens
betina dapat menghasilkan 500-900 telur (Hidayah et al. 2020). Menurut Sari (2018),
Lalat BSF tergolong dalam ordo Diptera bermetamorfosis sempurna (holometabola).
Oleh karena itu, lalat BSF dalam siklus hidupnya akan mengalami fase telur, larva,
prepupa, pupa dan lalat dewasa (imago).

a) Telur
Lalat BSF betina dapat bertelur sekitar 320-1000 butir yang diletakkan pada
substrat kering dan disembunyikan di antara tumpukan lempeng atau diantara
celah untuk menjaga kelembapan telur sebelum menetas sekaligus menghindari
ancaman predator seperti semut (Nurhidayah, 2018). Telur BSF memiliki panjang
1 mm dan berbentuk oval, berwarna krem kekuningan dan semakin coklat saat
mendekati waktu penetasan (Gambar 2.3). Telur BSF menetas pada hari ke-4
dengan temperature 27-28 atau pada hari ke-3 dengan temperature lebih tinggi,
yaitu 30-32°C (Nurhidayah, 2018). Telur akan mati jika suhu kurang dari 20°C
dan lebih dari 40°C. Telur akan matang sempurna pada kondisi lembab dan

13
hangat, dengan kelembaban sekitar 30-40% dan akan menetas dengan baik pada
kondisi kelembaban 60-80%. Jika kelembaban kurang dari 30% telur akan
mongering dan embrio di dalamnya akan mati (Ridwan, 2020).

Gambar 3. Telur BSF


Sumber: Wahyudi et al. (2020)

b) Larva/Maggot
Larva yang baru menetas berukuran sangat kecil, yaitu sekitar 0.07 inci atau
1.8 mm dan hampir tidak terlihat langsung. Larva BSF lebih menyukai tempat
gelap, hal ini terlihat jelas saat larva sedang makan, dimana mereka lebih banyak
dan aktif berada di tempat yang kurang cahaya. Larva yang baru menetas
optimum hidup pada suhu 28-35°C dengan kelembaban sekitar 60-70% (Holmes
et al dalam Sipayung, 2015).

a b c

Gambar 4. (a) Larva 1-7 Hari, (b) Larva 8-21 Hari, (c) larva 21 Hari-prepupa
Sumber: Fahmi (2015)

Larva memiliki bentuk tubuh tumpul dan kepala menonjol yang berisi bagian
mulut pengunyah dengan menyampai panjang 27 mm dan lebat 6 mm (Chairul,
2014). Tubuh larva terdiri dari 3 ruas rhorax dan 8 ruas abdomen. Untuk
mencapai fase pupa, larva melewati 6 instar dan memerlukan waktu sekitar 1 hari.
Ketika melewati ke-6 instarnya larva akan berwarna keputih-putihan dan akan
semakin hitam (Azril et al. 2017).

c) Pupa
Larva BSF akan memiliki kulit yang lebih keras ketika berganti kulit hingga
instar keenam yang disebut juga puparium (prepupa). Pada tahap ini, prepupa
akan mulai bermigrasi ke tenpat yang lebih gelap dan kering sebelum menjadi
kepompong. Pupa berukuran sekiranya dua pertiga dari prepupa dan akan lebih
pasif dan diam seta memiliki tekstur kasar berwarna cokelat kehitaman.
Kemudian 6-7 hari fase pupa berlansung dan selanjutnya pupa akan menjadi lalat
(Fahmi, 2015).

d) Lalat Dewasa (Imago)


Lalat dewasa dari Black Soldier Fly (BSF) memiliki segmen basal berwarna
hita dan abdomen berwarna trasparan (wasp waist) dan sekilas memiliki bentuk
abdomen seperti lebah. Lalat BSF memiliki panjang berkisar antara 15-20 mm
dan tidak memiliki bagian mulut fungsional karena lalat dewasa hanya
beraktivitas untuk kawin dan reproduksi sepanjang hidupnya (Suciati and Faruq,
2017).

2) Kandungan Nutrisi Maggot Black Soldier Fly (Hermetia illucens)


Secara umum maggot Black Soldier Fly memiliki kandungan nutrisi yang tinggi
dapat dilihat pada tabel 1 memiliki kandungan protein sebesar 42,1%, lemak 34,8%.
Produksi maggot dapat ditentukan dari media hidupnya, lalat sendiri menyukai aroma
yang khas maka dari itu tidak sembarang media bisa dijadikan tempat bertelur untuk
lalat (Falicia, dkk. 2014). Budidaya maggot dapat dilakukan dengan menggunakan
media berbahan organic dari limbah seperti eskreta ayam, ampas tahu, bungkil
limbah sawit dan limbah kulit kakao karena maggot betina meletakkan telur pada
macam-macam substrat organik seperti buah-buahan, sayuran, kompos, ampas kopi
dan bahan-bahan pangan.

15
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Maggot
No Proksimat Kadar
1. Protein 42,1
2. Lemak 34,8
3. Abu kasar 14,6
4. Serat Kasar 7
5. Kadar Air 7,9
Sumber: Fatmasari, 2017

Menurut Penelitian Raharjo (2016) menegaskan bahwa bahwa media tumbuh


mempengaruhi kandungan kadar protein kasar maggot BSF yang dihasilkan. Pada
hasil uji proksimat maggot diketahui bahwa maggot yang dihasilkan dari media
ampas tahu dan kotoran ayam memiliki nilai protein kasar serta lemak kasar yang
cukup tinggi. Dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Prosimat Maggot BSF pada media Ampas tahu dan Kotoran Ayam
Kode Air Abu Protein Lemak kasar Serat kasar
No
Sampel (%) (%) Kasar (%) (%) (%)
1 A - - - - -
2 B 4,51 25,65 34,34 6,76 -
3 C 4,41 31,63 32,90 3,54 -
4 D - - 30,28 - -
Sumber: Raharjo (2016); Ket: (-) Tidak terukur

Persentase media pada perlakuan B dengan penggunaan 50% ampas tahu dan
50% kotoran ayam berpengaruh pada pertumbuhan bobot maggot yang menghasilkan
protein kasar 34.34% karena pada penelitian Huda (2012), menyatakan bahwa
maggot memiliki kandungan protein kasar berkisar antara 30 – 45%. Sedangkan pada
penelitian Maulana (2018) menjelaskan bahwa kadar protein kasar, lemak kasar,
kadar air dan bobot segar maggot pada media berbeda. Dapat dilihat pada tabel 3.
Dimana media tumbuh maggot BSF yang berbeda pada penelitian ini berpengaruh
terhadap kadar air, kadar protein kasar dan berat segar maggot, tetapi tidak
berpengaruh terhadap kadar lemak maggot BSF yang dihasilkan. Maggot yang
tumbuh pada media tumbuh ampas tahu memiliki kadar air terendah. Kadar protein
maggot tertinggi adalah pada media tumbuh ampas kelapa (37,71 ± 0,54%) dan

17
media tumbuh yang menghasilkan berat segar maggot tertinggi adalah media tumbuh
ampas tahu (380.67 ± 43,11 g).
Tabel 3. Kandungan protein kasar, lemak kasar, kadar air dan bobot segar maggot
BSF dengan media tumbuh berbeda.

Protein kasar Lemak kasar Kadar air Bobot segar


Media
(%) (%) (%) (g)
Ampas tahu 34,46 ± 4,25 40,95 ± 1,93 77,14 ± 0,53 380.67 ± 43,11
Ampas kelapa 37,71 ± 0,54 38,10 ± 2,54 78,30 ± 1,29 259.00 ± 38,59
Lumpur sawit 30,36 ± 2,55 32,16 ± 4,81 79,01 ± 1,40 188.67 ± 36,30
Pelepah sawit 2,41 ± 1,06 37,04 ± 24,94 80,26 ± 0,63 138.33 ± 16,80
Sumber: Maulana (2018)
B. Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L)
Kulit buah kakao (Theobroma cacao L) merupakan bagian dinding buah
kakao (mesokarp) termasuk kulit terluar sampai daging buah sebelum kumpulan biji
(Farikha, 2010). Kulit buah kakao juga merupakan bagian terbesar dan terberat dari
buah kakao dimana terdiri dari ± 74% kulit buah, 2% plasenta dan 24% biji, artinya
Kulit buah kakao memiliki berat hingga 75 % dari berat seluruh buah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa limbah terbesar dari pengolahan buah kakao adalah kulit
(cangkangnya) (Suprapti dan Ramlah, 2013). Berikut ini Gambar 2.6. anatomis buah
kakao :

Gambar 2.6. Ciri Anatomis Buah Kakao


Sumber: Limbongan, J. 2012.
Kulit buah kakao dapat dikatakan sebagai limbah (bahan sisa) yang mencapai
jumlah sekitar ± 2.000.000 ton/tahun, dan permukaan kulit luar dari buah kakao yang
paling banyak mengandung pigmen sekitar 16% dari berat kulit seluruhnya atau
setara dengan 320.000 ton/tahun sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan.
Limbah Kulit Buah Kakao (KBK) merupakan limbah perkebunan yang dihasilkan
tanaman kakao (Theobroma cacao L) Kulit buah kakao mempunyai komposisi gizi
setara dengan komposisi gizi rumput sehingga biomasa KBK sangat potensial sebagai
pakan alternatif untuk menggantikan rumput (Puastuti dkk., 2009). Kakao merupakan
komoditas penghasil devisa terbesar ketiga subsektor perkebunan setelah kelapa sawit
dan karet. Menurut data International Cocoa Organization, permintaan kakao dunia
tumbuh sekitar 2-4% pertahun (ICCO, 2009). Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014
melaporkan bahwa potensi tanaman buah kakao di Indonesia mencapai 1.636,9 ribu
ha dan jumlah produksi buah kakao di Indonesia mencapai 651.6 ribu ton. Buah
kakao menghasilkan 74% kulit buah kakao dan 26% isi buah kakao yang terdiri dari
biji dan musilase (Ginting, 2004).

Ketersediaan kulit buah kakao cukup banyak karena sekitar 75% dari satu
buah kakao utuh adalah berupa kulit buah, sedangkan biji kakao sebanyak 23% dan
plasenta 2% (Wawo,2008). Ditinjau dari kandungan zat-zat makanan kulit buah
kakao dapat dijadikan sebagai pakan karena mengandung protein kasar 11,71%, serat
kasar 20,79%, lemak 1,80% dan BETN 34,90% (Nuraini & Mahata 2009). Menurut
Amirroenas (2003), kulit kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14%
dan lignin 20% - 27,95 %. Kadar lignin yang tinggi dan protein yang rendah dapat
diperbaiki dengan proses fermentasi. Beberapa fermentor yang telah digunakan 6
dengan hasil yang bervariasi antara lain: kombinasi EM4 dan urea (Anas et al., 2011),
biofit (Kamaliddin dan Budisatria, 2012). Kandungan nutrisi kulit buah kakao
terlihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kandungan Gizi Kulit Buah Kakao

Kandungan Zat Nilai Gizi (%)


Bahan Kering (BK) 14,4
Protei Kasar (PK) 9,15
Serat Kasar (SK) 32,7
Total Digestible Nutrient (TDN) 50,3
Sumber: Anas et al (2011)

19
Pemanfaatan KBK sebagai pakan pengganti rumput ataupun pakan tambahan
mampu mendukung produktivitas ternak ruminansia terutama kambing (Sianipar dan
Simanihuruk 2009; Puastuti dkk. 2010; Suparjo dkk. 2011). Menurut Guntoro dkk.,
(2006) Kulit buah kakao (Shel food husk) kandungan nutrisinya terdiri atas PK
8,11%, SK 16,42%,L 2,11%,Ca 0,08%,P 0,12% dan penggunaannya oleh ternak
ruminansia 30-40, sedangkan menurut Amirroenas (1990) kulit kakao mengandung
selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%. Limbah kulit buah
kakao yang diberikan secara langsung kepada ternak justru akan menurunkan bobot
badan ternak, sebab kadar protein kulit buah kakao rendah, sedangkan kadar lignin
dan selulosanya tinggi. Baharudin (2007) menjelaskan bahwa sebelum diberikan pada
ternak sebaiknya difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin
yang sulit dicerna oleh ternak dan untuk meningkatkan nilai nutrisi yang baik bagi
ternak dengan batasan konsentrasi dalam penggunaannya arena mengandung senyawa
anti nutrisi theobromin.

Nelson (2011) menyatakan bahwa pemanfaatan kulit buah kakao sebagai


pakan akan memberikan dua dampak utama yaitu peningkatan ketersediaan bahan
pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan kulit buah kakao
yang kurang baik. Namun dalam pemanfaatan sebagai bahan pakan memiliki kendala
utama yaitu berupa kandungan lignin yang tinggi dan protein yang rendah (Nelson
dan Suparjo, 2011).

a) Lignin
Lignin merupakan senyawa yang tahan hidrolisis dan menghambat kerja enzim
selulase karena membentuk senyawa kompleks dengan selulosa dan
hemiselulosa sehingga pada substrat diharapkan serendah mungkin. Lignin
adalah senyawa komplek polimer hidrokarbon dengan komponan senyawa
alifatik dan aromatic, dimana terdiri dari monomer-monomer yang berasal dari
beberapa macam cincin yang dibentuk oleh tiga dimensi polimerisasi. Lignin
yang melindungi selulosa bersifat tahap hidrolisis yang disebabkan adanya
ikatan eter dan alkali. Ligni terdiri dari 61-65% karbon, 5-6,1% hidrogen dan
sisanya termasuk gugus metoksi dengan panas pembakarannya sebesar 6.280
kal/%. (Nurfiana, 2009).
b) Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hapir
tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berhubungan
dengan lignin dan hemiseluosa membentuk lignoselulosa (Sastrohamidjojo,
2005). Selulosa terdiri dari 15-14.000 unit molekul glukosa dimana setiap rantai
panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hydrogen dan gaya
van der Waals. Panjang molekul selulosa ditentukan dengan jumlah unit glukan
di dalam polimer yang disebut juga denganpolimerisasi. Derajat polimerisasi
(DP) sellosa bergantung kepada jenis tanaman dan umumnya berkisar antara
2000=2700 unit glukan. Selulosa mempunyai bagian yang mudah dihidrolisis
disebut bagian amorf dan bagian yang sulit dihidrolisis disebut bagian kristalin.
Ikatan-1,4 glukosida β pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer
glukosa dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Glukosa yang dihasilkan
dari hidrolisis selulosa selanjutnya dapat difermentasi menjadi etanol.
c) Hemiselulosa
Hemiselulosa sering diartikan sebagai selulosa dengan bobot molekul rendah.
Polisakarida poliosa merupakan istilah untuk membedakan selulosa dengan
hemiselulosa. Poliosa adalah polisakarida non selulosa. Hemiselulosa adalah
polisakarida yang mempunyai bobot molekul yang lebih kecil dari selulosa dan
terdiri dari 2-7 residu gula yang berbeda. Hemiselulosa mudah disubtitusi
dengan berbagai karbohidrat lain atau residu non karbohidrat. Perbedaan
selulosa dengan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai derajat
polimerisasi rendah (50-200 unit) dan mudah larut dalam alkali, tetapi sukar
larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya (Safriana, 2015).

C. Ampas Tahu
Ampas tahu adalah zat padat atau limbah hasil produksi pengolahan tahu. Dalam
proses pengolahan tahu membutuhkan air yang banyak untuk proses perendaman,

21
perebusan, pencucian dan proses pengupasan kedelai. Pada proses pengupasan
kedelai, kulit kedelai yang rusak dan mengembung merupakan limbah padat dari
proses pembuatan tahu. Umumya masyarakat meggunakan ampas tahu untuk pakan
ternak, namun masih banyak industri yang membuang ampas tersebut begitu saja
tanpa memanfaatkan dan mengolahnya terlebih dahulu, karena kuantitasnya terlalu
banyak sehingga tidak bisa diolah (Rusydina Idzni, 2020). Berikut kandungan gizi
pada ampas tahu dapat diketahui pada tabel 2.4 yaitu:

Tabel 2.4 Kandungan Ampas Tahu


No KOMPOSISI KADAR%
1 Protein kasar 14,93%
2 Kadar lemak kasar 9,88%
3 Kadar abu 0,19%
4 Kadar serat kasar 24,03%
5 Kadar air 91,28%
Sumber: Siswanini mulia et al, 2015
Ampas tahu sering digunakan sebagai bahan konsentart dan menghasilkan
pertumbuhan yang baik bagi ternak ruminansia meski hanya ditambah dengan
rumput. Ampas tahu digunakan untuk pakan sapi perah di Taiwan dimana
menunjukan peningkatan bobot mencapai 2-5kg per ekor/hari. Sama hal nya dengan
kambing cukup baik untuk pertumbuhan dan memberikan keuntungan dalam usaha
ternak (Iman & Rahmat, 2005). Untuk lebih jelasnya ampas tahu dapat dilihat pada
gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.7. Ampas Tahu Segar


Sumber: Lestari (2019)
Ampas tahu segar memiliki kadar air tinggi yaitu 80-84%, sehingga
memnyebabkan umur simpannya pendek. Ampas tahu yang merupakan hasil dari
pengolahan kedelai dimana biasanya menimbulkan bau lungu yang khas. Bau lungu
adalah bau khas pada kedelai yang disebabkan oleh oksidasi asam lemak tak jenuh
(PUFA) pada kedelai. Reaksi oksidasi ini dapat berlangsung dengan orksigen dan
dikatalisis oleh enzim lipoksiganase pada asam lemak tak jenuh terutama asam
linoleat mengandung gugus cis, cis 1,4 pentadien (Lestari, 2019). Ampas tahu juga
dapat diolah menjadi bahan pangan misalnya dijadikan tepug ampas tahu yang
kemudian digunakan untuk membuat beragam biscuit atau bolu, kecap, tempe
gembus, ataupun yang lainnya.

D. Fermentasi
Fermentasi merupakan proses perubahan produk yang dibantu mikroorganisme
atau komponen biologis lainnya seperti enzim, sehingga memberikan produk yang
menguntungkan bagi manusia dalam keadan anaerobic (tanpa oksigen) (Superianto et
al., 2018). Fermentasi juga merupakan suatu perombakan gula dan asam sitrat dalam
pulp menjadi asam-asam organic yang dilakukan oleh mikroba pelaku fermentasi
(Meersman et al., 2013). Asam-asam organik akan menginduksi reaksi enzimatik
yang ada di dalam biji sehingga terjadi perubahan biokimia yang akan memberntuk
senyawa yang memberi aroma, rasa dan warna pada kakao (Apriyanto et al., 2016).

Menurut Eyana (2011) menyatakan bahwa fermentasi merupakan proses yang


melibatkan mahluk hidup (mikroorganisme) dalam mengubah senyawa kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan menggunakan reaksi oksidasi reduksi
sehingga terjadi perombakan kimia. Senyawa kimia kompleks berupa protein,
karbohidrat dan lemak akan diubah menjadi asam amino, gluksa, asam lemak dan
gliserol. Buckel et al., dalam Elyana (2011) menyatakan bahwa saat berlangsungnya
proses fermentasi, pH pada bahan akan menurun sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk dan daya simpan bahan menjadi lebih lama. Selain itu, proses
fermentasi akan merubah senyawa kompleks yang akan menghasilkan bau khas
(senyawa volatile). Senyawa volatile inilah yang akan memperbaiki aroma dan cita

23
rasa bahan hasil fermentasi sehingga akan merangsang organisme untuk
mengonsumsi bahan lebih banyak.

Pada penelitian ini proses fermentasi digunakan dalam media tubuh untuk pakan
maggot BSF dimana proses ini akan menyederhanakan bahan pakan, sehingga akan
meningkatkan nilai gizinya. Bahan pakan yang telah mengalami fermentasi akan
lebih baik kualitasnya dari bahan bakunya (Mahfudz, 2006). Pada penelitian
Nurhayati et al, (2020) menyatakan bahwa proses fermentasi pada ampas tahu dengan
menggunakan Sacharomyces cerevisiae dan Trichoderma viride dapat meningkatkan
kandungan protein dan penurunan serat kasar ampas tahu. Pada penelitian lain
menyebutkan bahwa proses fermentasi pada limbah kulit kakao dengan Aspergillus
niger dapat menurunkan serat kasar sebesar 51,48%, dan meningkatkan kandungan
protein sebesar 78,67%. Sedangkan menurut Nuraini et al (2013) menunjukkan
fermentasi menggunakan kapang Phanerochaete chrysosporium dengan komposisi
80% kulit buah coklat dan 20% ampas tahu (C:N = 10:1) dapat meningkatkan protein
kasar 33,79% dan menurunkan serat kasar 33,02%. Sehingga dapat disipulakan
bahwa keberhasilan fermentasi media padat sangat tergantung pada kondisi optimum
yang diberikan. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dalam fermentasi media padat
adalah komposisi substrat, dosis inokulum yang diberikan dan lama inkubasi yang
dilakukan karena berpengaruh terhadap kandungan zat makanan produk fermentasi
(Nuraini, 2006).

E. Khamir
1) Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan fungi berupa khamir (yeast) yang tergolong
mikroba eukariot (Ahmad, 2005). Dimana memiliki potensi kemampuan yang tinggi
sebagai imunostimultan, bagian yang bermanfaat tersebut adalah bagian dinding sel
dari S. cerevisiae yang membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silimdris,
oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Menurut Sanger (2004)
Saccharomyces cerevisiae dikelompokkan ke dalam super kingdom Eukaryota, filum
Fungi, subfilum Ascomycota, kelas Saccharomycetes, ordo Saccharomycetales,
famili Saccharomycetaceae, genus Saccharomyces, dan spesies Saccharomyces
cerevisiae.

Yeast Saccharomyces cerevisiae dapat berkembang biak dengan cara membelah


dirinya melalui "budding cell". Proses reproduksinya dapat dipengaruhi oleh pada
jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel dan juga keadaan lingkungannya.
Saccharomyces cerevisae merupakan mikroba yang umum digunakan dalam
fermentasi yang banyak terdapat dalam ragi pasar (Dwidjoseputro dalam Surnanti E,
2004). Menuurut Ahmad (2005), S. cerevisiae dapat digunakan dalam ternak untuk
meningkatkan kesehatan ternak yaitu sebagai probiotik dan imunostimulan dalam
bentuk feed additive. Sementara menurut Fuller (Gismondo et al. 2009), probiotik
merupakan suplementasi sel mikroba hidup pada pakan yang dapat menguntungkan
inangnya dengan memperbaiki keseimbangan dalam intestinalnya. Probiotik mampu
memberikan efek yang menguntungkan kesehatan inangnya apabila dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 2001; FAO/WHO, 2002; ISAPP, 2009)
dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal pada saluran pencernaan
(Shitandi et al., 2007; Dommels et al., 2009; Weichselbaum, 2009).

Menurut Perezet al, (2002) Saccharomyces memiliki dua tipe sistem kerja
enzim ekstraseluler, yaitu: (1) Sistem hidrolitik, yaitu dengan cara menghasilkan
enzim hidrolase yang bekerja merombak selu losa dan hemiselulosa, dan (2) Sistem
oksidatif dan sekresi lignase ekstr aseluler dengan cara depolimerisasi lignin.
Saccharomyces sp. Juga mampu ber peran sebagai agensia probiotik dalam saluran
pencernaan unggas (Bidura, 2012). Sejalan dengan pendapat Mahfudz (2006) yang
menyatakan bahwa peran Saccharomyces sp. selain sebagai pendegradasi serat kasar
ampas tahu juga dapat digunakan sebagaiinokulan juga dapat digunakan sebagai
sumber probiotik. Menurut Saferi et al.,(2005) enzim yang dihasilkan oleh
Saccaromyces cerevisiae dapat memecah karbohi drat kompleks seperti selulosa,
hemi sulolsa dan lignin.Ampas tahu yang difermentasi dengan khamir Sacchar
omyces sp. dapat meningkatkan keterse diaan asam amino lisin (Sari et al., 2016).

25
Keuntungan menggunakan S. cerevisae sebagai probiotik adalah tidak membunuh
mikroba dan tidak pula menambah jumlah mikroba yang menguntungkan sehingga
keseimbangan tetap terjaga (Ahmad, 2005).

Khamir S. cerevisiae juga dapat menghasilkan enzim amylase untuk proses


fermentasi atau pemecahan sel (Kustyawati et al. 2013). Supriyadi et al (2012),
melaporkan bahwa penggunaan S. cerevisiae dapat digunakan sebagai fermentasi
bahan baku pakan (biji kapuk, kopra, biji karet, kulit singkong dan bungkil kelapa
sawit) ikan mas. Selain itu, S. cerevisiae juga telah digunakan dalam fermentasi
tepung bunga matahari (Hassan et al. 2019) dan fermentasi tepung kedelai untuk
pakan ikan nila (Hassan et al. 2015). Menurut Soeharsono (2010), mikroba yang
digunakan sebagai probiotik antara lain, bakteri, khamir, atau mould. Tujuan utama
pemberian probiotik pada dalam proses fermentasi Bungkil Kelapa Sawit atau Palm
Kernel meal adalah untuk mengontrol ekosistem dalam saluran pencernaan serta
menjaga kesehatan usus agar proses penyerapan berlangsung baik. Berikut contoh
beberapa mikroba yang mempunyai potensi sebagai probiotik adalah Lactobacillus
acidophilus, L. casei, L. plantarum, Aspergillus oryzae, Bifidobacterium longum,
Bacillus subtilis, Enterococcus faecum, Saccharomyces cerevisiae, Streptococcus
faecium, dan S. intermedius (Kompiang, 2009).

2) Pichia kudriazevii
Pichia kudriavzevii merupakan anamorph dari Candida krusei dan sebelumnya
dikenal sebagai Issatchenkia orientalis. Pichia kudriavzevii adalah spesies jamur dari
keluarga khamir, telah banyak diisolasi dari sejumlah makanan dan buah-buahan
termasuk produk hasil fermentasi, biji koka fermentasi Ghana dan jus jeruk.
(Genesig, 2018). Isolat P. kudriavzevii tersebar luas di alam. Mereka sering ditemui
dalam fermentasi spontan dan spesies ini digunakan untuk menghasilkan beberapa
makanan fermentasi tradisional (Smukowsk et al., 2018).

P. kudriavzevii dilaporkan bukan merupakan jenis khamir yang bersifat patogen.


Telah diberikan status aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS
(Bourdichon et al., 2012) karena telah digunakan untuk membuat produk makanan
seperti singkong dan kakao fermentasi di Afrika, susu fermentasi di Tibet dan Sudan,
dan tepung maizena di Kolombia (Bourdichon et al., 2012). P. kudriavzevii juga
dapat digunakan dalam kultur starter untuk roti sourdough (De Vuyst L et al., 2016),
dan sebagai starter (daqu) untuk produksi cuka Cina dari gandum (Li P et al., 2014).
Selain itu, P. Kuriavzevii berpotensi sebagai agen probiotik (Chelliah et al., 2016). P.
kudriavzevii sangat toleran terhadap stres dan memiliki peran yang berkembang
dalam bioteknologi, untuk produksi bioetanol (Radecka et al., 2015; Mukherjee et al.,
2017) dan asam suksinat (bahan kimia platform bernilai tinggi) (Xiao et al., 2014).

Pichia kudriavzevii dan Saccharomyces cerevisiae banyak diteliti karena


kemampuannya untuk menghasilkan berbagai macam ester, alkohol, dan aldehida
yang memberikan aroma yang diinginkan pada cokelat, seperti aroma 'buah', 'bunga',
dan 'manis' (Koné et al., 2016) . Selain itu, mereka memiliki kapasitas tinggi untuk
beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang beragam dan mampu menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Batista, Ramos, Ribeiro, Pinheiro, &
Schwan, 2015). Selain itu, spesies ini dapat memfasilitasi drainase pulp,
meningkatkan aerasi, memungkinkan suksesi mikroba yang cepat dari BAL menjadi
AAB, sehingga mengurangi waktu fermentasi (Sandhya et al., 2016).

27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yakni di Laboratorium Mikrobiologi
Kampus A lt. 9 dan Laboratorium Biologi Kampus B, Program Studi Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta pada
bulan Juni 2022 sampai dengan bulan Agustus 2022.

B. Sampel Penelitian
Isolat khamir yang digunakan adalah isolate koleksi UNJCC (Universitas
Negeri Jakarta Culture Collection). Khamir berasal dari (???). Telur Hermetia
illucens yang berasal dari PT. Margalarva Bogor, limbah kulit kakao yang berasal
dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PUSLTLOKA) Jember, Ampas tahu dari
Penjual tahu di Pasar Bekasi

C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode eksperimental dan
deskriptif kuantitatif. Metode eksperimental digunakan untuk pengujian komposisi
inokulum dan lama fermentasi limbah kulit kakao dan ampas tahu sebagai media
tumbuh maggot BSF. Penelitian ini menggunakan teknik Rancangan Acak Lengkap
dua faktorial (RAL) 3 x 4 dengan ulangan sebanyak 2 kali. Penentuan jumlah ulangan
dilakukan berdasarkan rumus Federer (t-1) (n-1) ≥ 15. Data kuantitatif diperoleh dari
pengukuran bobot maggot BSF, konversi pakan dan uji proksimat.

1) Variabel penelitian
a. Variabel bebas: komposisi inokulum khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriavzevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao dan
ampas tahu.
b. Variabel terikat: Maggot BSF meliputi bobot maggot (berat dan panjang), indeks
pengurangan limbah dan uji proksimat kandungan nutrisi maggot (protein,
karbohidrat dan lemak).

29
Tabel 3.1 Desain eksperimen dosis dan lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
dan ampas tahu sebagai media tumbuh maggot BSF

Dosis Lama Fermentasi


Ulangan
Inokulum B1 B2 B3 B4
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 (1)
1
(1) (1) (1)
A1
A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 (2)
2
(2) (2) (2)
A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 (1)
1
(1) (1) (1)
A2
A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 (2)
2
(2) (2) (2)
A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 (1)
1
(1) (1) (1)
A3
A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 (2)
2
(2) (2) (2)

Keterangan:
1) Dosis inokulum konsorsium khamir yang digunakan
A1 = Saccharomyces cerevisiae 75% + Pichia kudriazevii 25%
A2 = Saccharomyces cerevisiae 50% + Pichia kudriazevii 50%
A3 = Saccharomyces cerevisiae 25% + Pichia kudriazevii 75%
2) Lama waktu fermentasi yang digunakan
B1 = 0 hari
B2 = 3 hari
B3 = 6 hari
B4 = 9 hari
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain baki berukuran 30 cm x 40 cm
dengan tinggi 20 cm, daun pisang, trashbag, jarum ose, tusuk sate, cawan petri,
thermometer, timbangan analitik, timbangan digital, pH meter, thermometer,
moisture meter, millimeter blok, alat pencacah, oven, spatula, stirrer, labu Erlenmeyer
(Iwaxi), gelas ukur (Iwaxi), gelas beaker (Iwaxi), tabung reaksi (Iwaxi), autoklaf,
laminar air flow (LAF), mikropipet, kompor, lemari pendingin, tabung sentrifugasi,
kaca objel, cover glass, rak tabung reaksi, lampu spritus, mikro tip, batag pengaduk,
spektrofotometer, kamera, baskom/ember, buku dan pena, kayu, meteran, jaring
halus, saringan dan semprotan tangan.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain isolate khamir UNCCC S.
cerevisiae dan P. kudruazevii, telur Hermetia illucens yang berasal dari PT.
Margalarva Bogor, limbah kulit kakao yang berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao (PUSLTLOKA) Jember dan Ampas tahu dari Penjual tahu di Pasar Bekasi.
Media yang digunakan adalah medium Yeast Mannitol Broth (YMB). Larutan yang
digunakan adalah alcohol 70%, aquades.

E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dimulai dari peremajaan isolat khamir koleksi UNJCC
Saccharomyces cerevisiae dan Pichia kudriavzevii, uji potensial lignolitik dan uji
potensial probiotik, pembuatan dan perbanyakan inokulum khamir, persiapan dan
fermentasi media tumbuh campuran limbah kulit kakao dan ampas tahu, budidaya
dan pemeliharaan maggot BSF dan pengambilan data.

Setiap perlakuan menggunakan 1kg media biakan, yaitu 80% kulit buah kakao
dan 20 % ampas tahu (800 g kulit buah kakao + 200 g ampas tahu) (Nuraini, 2013).
Dosis inokulum yang diberikan adalah 10 % v/v dari media biakan yang digunakan,
dimana jika 1 kg media biakan maka inokulum yang digunakan adalah 100 ml
inokulum. Dengan menggunakan 50 ekor larva pada setiap perlakuan. Kontrol negatif
menggunakan media limbah kulit kakao dan ampas tahu non-fermentasi tanpa
inokulum, sedangkan kontrol positif menggunakan maggot BSF yang didapatkan dari
PT MargaLarva yang sudah beredar dipasaran.

31
Peremajaan dan Perbanyakan
isolate khamir koleksi UNJCC
Pemeliharaan telur BSF sampai
dan diinkubasi pada suhu ruang
menetas selama 3-5 hari
selama 1 hari

Output: larva bsf yang


baru menetas

Preparasi sampel limbah kulit Pemeliharaan BSFL selama 7


buah kakao dan ampas tahu hari (Leong et al., 2015)

Output: larva bsf berusia


7 hari

Fermentasi kulit buah


kakao dan ampas tahu

Budidaya BSFL dengan media


fermentasi kulit buah kakao

Indeks Pengurangan Analisis Proksimat


Berat,
Limbah (Waste Kandungan Nutrisi Maggot
Panjang
Reduction Index / WRI) (Protein, Lemak,
(Amri, 2021)
(Diener et al., 2009) Karbohidrat) (Amri, 2021)

Output: BSFL dengan bobot dan kualitas nutrient terbaik serta jenis
fermentasi media biakan dengan konsorsium khamir yang palimg
berpengaruh

Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian


33
1. Peremajaan Isolat Khamir Saccharomyces cerevisiae dan Pichia kudriavzevii
Peremajaan isolat khamir menggunakan metode Marham et al. (2017) dilakukan
pada 2 isolat khamir koleksi UNJCC Saccharomyces cerevisiae dan Pichia
kudriavzevii. Peremajaan dilakukan pada laminar air flow (LAF) yang telah di
sterilisasi menggunakan alcohol 70% dan penyinaran UV 1 menit. Isolat
diinokulasikan sebanyak 15 goresan menggunakan tusuk sate steril pada medium
YMA miring dan diinkubasi pada suhu 28°C selama 48 jam.

2. Perbanyakan Biakan Khamir S. cerevisiae dan P. kudriavzevii


Penyiapan biakan S. cerevisiae dan P. kudriavzevii dilakukan dalam media Yeast
Malt Broth (YMB), media YMB telah disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit.
Satu ose kultur S. cerevisiae dan P. kudriavzevii dalam medium miring disuspensikan
dalam 5 milimeter (ml) air distilasi steril, kemudian dipindahkan ke dalam 100ml
medium cair, diinkubasi selama 24 jam pada suuhu kamar.

3. Fermentasi Media Biakan Campuran Limbah kulit kakao dan ampas tahu
dengan S. cerevisiae dan Pichia kudriazevii
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh kombinasi komposisi dan
waktu fermentasi S. cerevisiae dan Pichia kudriavzevii terbaik dalam menurunkan
nilai serat kasar yang terkandung dalam limbah kulit kakao dan ampas tahu. Pertama
Limbah kulit kakao dan ampas tahu yamg telah diperoleh dan dicacah kemudian
diletakan pada wadah plastik besar. Setelah itu ditambahkan dengan inokulum khamir
S. cerevisiae dan Pichia kudriazevii sesuai perlakuan (10%v/v), kemudian dilarutkan
dengan 1 iter air aquades dan dicampurkan secara merata pada 1kg media biakan
sesuai dengan perlakuan (Puastuti et al. 2014).

Media Biakan terfermantasi dimasukan maggot BSF berumur 7 hari untuk


dijadikan substrat untuk media pertumbuhan maggot BSF (Trial feeding larva).
Sebelum digunakan sebagai substrat diperhatikan kondisi media berupa pH dan Suhu
(Syahputra, 2019) dan analisis proksimat berupa kadar air (KA%), protein kasar (PK
%) dan lemak kasar (LK%) (Maulana, 2021).
4. Persiapan Media Penetasan Telur BSF
Tahapan pemeliharaan larva BSF dimulai dari penetasan telur lalat BSF dengan
menggunakan dedak padi sebanyak 1,5 kg yang dibasahi dengan air hingga kadar air
mencapai 40%. Selanjutnya telur tersebut ditetaskan pada media penetasan. Setelah 3
– 5 hari telur BSF akan menetas dan berubah menjadi larva kecil. Larva hasil
penetasan dipisahkan dengan cara disaring (Abadi, 2020).

5. Pemeliharaan Larva BSF pada Media Fermentasi


Larva yang digunakan adalah larva berumur 7 (tujuh) hari dari telur BSF yang di
dapatkan dari PT. MargaLarva Bogor yang sebelumnya telah ditetaskan selama 5
hari. Kemudian larva yang telah berumur 7 hari dipindahkan kedalam media
pembesaran yang telah diberi perlakuan, selanjutnya diletakan dalam kandang yang
telah disiapkan (Abadi, 2020).

Larva dipelihara dengan media pembesaran fermentasi dalam wadah plastik


berukuran 20 cm x 11 cm. Pada bagian tutup plastic diberikan lubang sehingga
memungkinkan terjadinya sirkulasi udara. Setiap wadah pemeliharaan berisi 50 ekor
larva. Sebelum dimasukan kedalam media fermentasi larva BSF di ukur bobot dan
proksimatnya lebih dulu.

Kemudian larva yang telah dipelihara dari umur 7 – 14 hari dilakukan


pemanenan. Larva dipanen sebelum memasuki fase prepupa, larva dipindahkan ke
wadah lain untuk ditimbang berat dan panjang akhir tubuh serta dianalisis presentase
konsumsi substrat. Kemudian, larva dimasukan kedalam ziplock untuk diawetkan
pada lemari pendingin guna dilakukan uji proksimat (Protein, lemak dan karbohidrat).

E. Teknik Pengumpulan Data


a. Bobot Maggot BSF
Pengukuran bobot dilakukan dengan cara mengukur berat tubuh (gram) dan
panjang tubuh (mm). Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah dimasukan kedalam
media fermentasi Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil sample maggot
sebanyak 10 ekor pada setiap perlakuan untuk ditimbang berat dan dikur panjangnya.

35
Untuk menghitung berat dan panjang maggot, mengacu pada penelitian Syahrizal et
al. (2014). Rumus yang digunakan yaitu :

B = B2 – B1

Keterangan :
B = Bobot maggot
B2 = Bobot maggot akhir penelitian
B1 = Bobot awal maggot
Untuk mengukur panjang maggot, rumus yang digunakan sebagai berikut :

L = L2 – L1

Keterangan :
L = Panjang maggot
L2 = Panjang maggot akhir penelitian
L1 = Panjang maggot awal penelitian
b. Indeks Pengurangan Limbah (Waste Reduction Indeks/WRI)
Indeks pengurangan limbah merupakan indeks pengurangan limbah oleh larva.
Data dicatat sebelum dan sesudah larva dimasukan kedalam media fermentasi. Nilai
WRI yang tinggi dinyatakan dengan kemampuan larva dalam mereduksi limbah yang
tinggi juga (Diener et al.,2009). Indeks pengurangan limbah dihitung berdasarkan
rumus berikut.
D
WRI = x 100  nilai D = (W – R)/W
t
Keterangan:

W = Jumlah pakan total (g)


t = Total waktu larva memakan pakan (hari)
R = Sisa pakan total setelah waktu tertentu (g)
D = Penurunan pakan total (g)
c. Uji Proksimat Kandungan Nutrisi Maggot
Larva BSF yang sudah diinkubasi dalam media biakan fermentasi ataupun non-
fermentasi (kontrol) dilakukan uji prosimat dengan 20 ekor sampel Maggot/Larva
BSF berumur 14 hari diambil dan digiling kemudian disimpan di dalam lemari
pembeku untuk sementara. Analisis proksimat meliputi Kandungan Protein, Lemak
dan Karbohidrat dengan metode kjeldahl, soxhlet dan by difference (Cahyani et al.,
2020). kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dengan menghitung rata-rata
dari kedua ulangan.

1) Protein
Prinsip kadar protein adalah proses pembebasan nitrogen dari protein dalam
bahan dengan menggunakan asam sulfat yang dilakukan dengan pemanasan.
Penentuan total nitrogen dan kadar protein dengan metode mikro-kjeldahl. Sampel
ditimbang sebanyak 0,7 gram, dimasukkan dalam labu kjeldahl, tambahkan 2 g
campuran selenium dan asam sulfat 25 ml. Panaskan diatas pemanas listrik sampai
mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 5 jam). Biarkan dingin,
kemudian encerkan dengan aquadest dan masukkan kedalam labu ukur 250 ml, lalu
homogenkan. Pipet 25 ml larutan dan masukkan kedalam alat penyulingan. Sulingkan
selama 5 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan indikator Conway. Bilasi
ujung pendingin dengan aquadest. Titar larutan. Kerjakan penetapan blanko. Kadar
protein dihitung berdasarkan kadar N dalam bahan dengan dikalikan faktor konversi.
Adapun rumus menghitung kadar protein menurut SNI 01-2891, (1992) adalah
sebagai berikut:

( v 1−v 2 ) x N x BE x fk x fp
Kadar Protein (%) = x 100%
w

Keterangan:
w = Berat Sampel
V 1 = Volume asam sulfat 0,01 N yang dipergunakan penitaran sampel (mL)
V 2 = Volume asam sulfat yang dipergunakan penitaran blanko (mL)

37
N = Normalitas asam sulfat (N)
fk = Faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum : 6,25 susu dan
hasil olahannya : 6,38 mentega kacang : 5,46
fp = Faktor pengenceran BE = Berat ekivalen nitrogen

2) Lemak
Analisa kadar lemak adalah pemisahan lemak dari sampel dengan cara
mensirkulasikan pelarut lemak ke dalam sampel, sehingga senyawa-senyawa lain
tidak dapat larut dalam pelarut tersebut. Sampel sebanyak 2 gram, ditimbang dan
dibungkus dengan menggunakan kertas saring yang dialasi dengan kapas dan di
letakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang di pasang di atas kondensor serta labu
lemak di bawahnya. Pelarut heksana di gunakan dan di lakukan refluks sampai
pelarut turun ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak di destilasi dan di
tampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian di keringkan dalam
oven pada suhu 105ºC selama ± 5 jam. Labu lemak kemudian di dinginkan dalam
desikator selama 20 sampai 30 menit dan di timbang. Presentase kadar lemak dapat di
hitung dengan menggunakan rumus menurut SNI 01-2891, (1992) adalah sebagai
berikut :

W B −W A
Kadar lemak (%) = x 100%
W0

Keterangan:
W 0 = Berat Sampel (g)
W A = Berat labu lemak kosong (g)
W B = Berat labu lemak setelah ekstraksi (g)
3) Karbohidrat
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 500 mL.
ditambahkan 200 mL larutan HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin
tegak. Kemudian dinginkan dan netralkan (terhadap PP) dengan larutan NaOH 40%.
Pindahkan isinya kedalam labu ukur 500 mL dan tepatkan sampai tanda tera dengan
aquadest kemudian di saring. Pipet 10 mL saringan kedalam Erlenmeyer 250 mL,
tambahkan 25 mL larutran luff dan beberapa butir batu didih serta 15 mL aquadest.
Panaskan campuran tersebut dengan pendingin tegak, sampai timbul sedikit warna
merah bata. Angkat perlahan dan dinginkan. Tambahkan 15 mL KI 20%, aduk.
Tambahkan secara perlahan melalui dinding Erlenmeyer 25 mL H2SO4 25%. Titar
secepatnya dengan larutan Natrium Thio Sulfat 0,1 N sampai terjadi perubahan dari
coklat ke kuningan, setelah itu langsung tambahkan beberapa tetes larutan amilum
dan penitaran dilanjutkan sampai terbentuk warna putih susu. Catat pemakaian
volume larutan Natrium Thio Sulfat 0,1 N, dan lakukan pengerjaan blanko sesuai
pengerjaan sampel. Perhitungan karbohidrat di lakukan secara by difference menurut
SNI 01- 2891, (1992) adalah sebagai berikut:

w1 x fp x 100
Kadar Karbohidrat (%) = x 0,90
w

Keterangan:
Kadar Karbohidrat = 0,90 x kadar glukosa
w 1 = mg glukosa yang terkandung untuk mL thio yang dipergunakan. fp = Faktor
Pengenceran sampel (500mL/10mL)
W = Berat sampel

39
F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang didapatkan meliputi nilai biokimia hasil uji proksimat dan
data pertumbuhan maggot BSF. Data kuantitatif selanjutnya dianalisis menggunakan
software SPSS versi 26 dengan One-way ANOVA sesuai Rancangan Acak Lengkap
pola faktorial 3 x 4 dengan ulangan sebanyak 2 kali. Dilanjutkan dengan uji Duncun
taraf 5% untuk mengetahui perbedaan nilai rerata dan analisis interaksi antar faktor
perlakuan.

Anda mungkin juga menyukai