Disetujui:
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui:
Koordinator Program Studi Biologi Dekan FMIPA UNJ
ii
LEMBAR PERNYATAN
Sumber informasi yang diperoleh dari penulis lain yang telah dipublikasikan
yang disebutkan dalam teks skripsi ini, telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka
sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Jika dikemudian hari ditemukan sebagian besar skripsi ini bukan hasil karya
saya sendiri dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan
gelar akademik yang saya sanding dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya maka karya ilmiah ini berhasil diselesaikan oleh penulis. Jenis
penelitian yang dipilih adalah penelitian Sains yang dilaksanakan sejak bulan
Februari 2022 dengan judul Pengaruh Komposisi Khamir Saccharomyces Cerevisiae
dan Pichia Kudriavzevii serta Lama Fermentasi Campuran Limbah Kulit Kakao
(Theobroma cacao L) dan Ampas Tahu Terhadap Maggot BSF.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Dalia Sukmawati, M.Si. dan ibu
drh. Atin Supiyani, M.Si sebagai dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah
memberi masukan dan saran. Terima kasih pula kepada Pembimbing Akademik ibu
drh. Atin Supiyani, M.Si. yang telah membimbing penulis secara akademik selama
kuliah di Program Studi Biologi UNJ. Di samping itu penghargaan penulis
disampaikan ke Koordinator Program Studi Biologi yaitu ibu Dr. Reni Indrayanti,
M.Si.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga
atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
staff dan teknisi Laboratorium Mikrobiologi FMIPA UNJ serta teman-teman
angkatan 2018 atas bantuan dan persahabatannya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAN...................................................................................iii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iv
DAFTAR ISI.........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................7
A. Latar Belakang................................................................................................7
B. Rumusan Masalah...........................................................................................9
C. Tujuan Penelitian............................................................................................9
C. Manfaat Penelitian........................................................................................10
v
3. Fermentasi Media Biakan Campuran Limbah kulit kakao dan ampas
tahu dengan S. cerevisiae dan Pichia kudriazevii.....................................32
4. Persiapan Media Penetasan Telur BSF....................................................33
5. Pemeliharaan Larva BSF pada Media Fermentasi.................................33
E. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................33
F. Analisis Data..................................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Black soldier fly (Hermentia illucens) merupakan salah satu jenis serangga
yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai agen biokonversi (Ranncak et al.
2017), alternatif pakan tambahan bagi ikan dan hewan ternak (Wardhana, 2016).
Pemanfaatan maggor Black Soldier Fly (BSF) sebagai agen biokonversi antara lain
(1) menurunkan kemungkinan limbah menjadi tempat bertumbuhnya bakteri patogen
(Lalander et al. 2013), (2) residu yang dihasilkan oleh maggot dapat digunakan
sebagai pupuk organic (Liu et al. 2020), dan (3) mampu mengonversi 50% limbah
menjadi biomassa tubuh yang tinggi protein dan lemak (Ongsongo et al. 2018).
Maggot BSF memiliki fase metamorfosis dalam siklus hidupnya terdiri dari larva,
prepupa, pupa dan dewasa yang berlangsung sekitar 38-41 hari. Literatur lain
menyebutkan bahwa seekor lalat betina BSF normal mampu memproduksi telur
berkisar antara 546-1.505 dalam bentuk masa telur dan lalat betina hanya bertelur
satu kali selama masa hidupnya, setelah itu mati (Hidayah et al. 2020).
Dengan fase dan siklus hidup yang tidak terlalu lama budidaya maggot saat
ini mulai banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut dikarenakan
maggot mengandung berbagai nutrisi seperti protein yang tinggi antara 41-42%
protein kasar, 31-35% ekstrak eter, 14-15% abu, 4,18-5,1% kalsium dan 0,60-0,63%
fosfor dalam bentuk kering. Semakin tinggi kandungan pakan pada maggot maka
semakin cepat pertumbuhan dari larva maggot. Sementara itu kandungan protein
dalam pakan ikan umumnya berkisar 20-45%. Adanya berbagai kandungan tersebut
maggot dapat dijadikan sebagai sumber protein alternatif dalam usaha budidaya
perikanan dan peternakan (Nurhidayah, 2022).
Sumber protein pada maggot bergantung pada kandungan nutrisi yang
terdapat pada media biakannya. Maggot dapat tumbuh pada bahan organik seperti
buah, sayur mayur yang rusak, bangkai atau yang lainnya (Faridah & Cahyono,
7
2019). Media biakan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah kulit kakao
dan ampas tahu.
Ampas tahu dapat dijadikan sebagai sumber protein karena kandungan protein
dan lemak pada ampas tahu yang tinggi yaitu protein 8,66%; lemak 3,79%; air
51,63% dan abu 1,21%, sedangkan limbah kulit kakao mengandung zat-zat yang
dapat dimanfaatkan untuk pakan (Kamelia & Fathurohman, 2017). Menurut Guntoro
(2006), kulit buah kakao memiliki kandungan nutrisi protein kasar 8,11% , serat kasar
16,42%, lipid 2,11%, kalsium 0,08% dan posfor 0,12%, sedangkan menurut Anas
(2011), kulit buah kakao memiliki kandungan nutrisi protein kasar (PK) 9,15%, serat
kasar (SK) 32,7% dan bahan kering (BK) 14,4%. Namun penggunaan kulit kakao
sangat terbatas karena tingginya kandungan serat kasar dan mengandung
lignosellulosa dan lignohemiselullosa yang sulit untuk dicerna oleh alat pencernaan
ternak, salah satu metode untuk memutus ikanan lignin dengan sellulosa dan lignin
dengan hemisellulosa adalah dilakukan proses fermentasi (Merdekawangi et al.
2013).
Proses fermentasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
meningkatkan gizi bahan pakan pada ternak. Semakin lama waktu fermentasi maka
akan semakin banyak zat-zat yang dapat dirombak, begitupula dengan semakin
banyak dosis inokulum yang diberikan maka proses fermentasi akan semakin cepat
(Martaguri et al. 2011). Dimana fermentasi sendiri merupakan segala macam proses
metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba untuk melakukan aktivitas reduksi,
oksidasi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada
medium atau substrat (Kurnia, 2016).
Fermentasi pada media biakan maggot dapat menurunankan serat kasar dan
kadar lignin yang sulit dicerna ternak sehingga dapat memperbaiki kualitas gizi BSF.
Fermentasi juga dapat mengatasi terjadinya pembusukan sehingga maggot yang
dihasilkan bersih dan tidak berbau. Nuraini et al., (2013) menyatakan bahwa
fermentasi campuran kulit kakao dan ampas tahu (80% kulit kakao dan 20% ampas
tahu) dengan Phanerochate chrysosporium dan Monascus purpureus terjadi
penurunan serat kasar yang semula sebesar 34,11% menjadi 21,60%, selulosa dari
22,07% menjadi 14,38% dan lignin juga menurun dari 25,39% menjadi 15.47%.
Dalam proses fermentasi terdapat peran mikroorganisme yaitu enzim-enzim
yang dihasilkan akan membantu proses fermentasi. Salah satu mikroorganisme yang
dapat ditambahkan dalam proses fermentasi adalah khamir. Khamir yang digunakan
bersifat probiotik dan selulotik antara lain Saccharomyces cerevisiae dan Pichia
kudriazevii. Pada penelitian Mahfudz (2006) disebutkan bahwa Proses fermentasi
menggunakan Saccharomyces cerevisiae sebagai suplemen probiotik maupun
inokulan pada fermentasi ampas tahu dapat meningkatkan nilai nutrisi dan dapat
berperan sebagai agensia probiotik dalam saluran pencernaan ayam.
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini mengkaji dan menggali
mengenai “Pengaruh Komposisi Khamir Saccharomyces Cerevisiae dan Pichia
Kudriavzevii serta Lama Fermentasi Campuran Limbah Kulit Kakao (Theobroma
cacao L) dan Ampas Tahu Terhadap Maggot BSF” guna menghasilkan bahan baku
pakan berbasis insekta berkualitas tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan Pichia kudriazevii
serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao (Theobroma cacao L) dan
ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot BSF?
2. Bagaimana interaksi antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF
9
2. Mengetahui interaksi antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Memperoleh kombinasi antara komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae
dan Pichia kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
(Theobroma cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot
BSF.
2. Mengetahui interaksi komposisi khamir Saccharomyces cerevisiae dan Pichia
kudriazevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao (Theobroma
cacao L) dan ampas tahu berpengaruh terhadap produksi maggot BSF.
Selain itu Adapun manfaatnya lainnya yaitu:
1. Bagi peneliti, sebagai pengalaman dan masukan dalam mendaparkan sumber
protein alternatif untuk bahan baku pakan yaitu berupa maggot. Selain itu,
sebagai sumber data untuk menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana sains biologi.
2. Bagi petani cokelat dan pedagang tahu, diharapkan dapat memberikan
manfaat dan informasi dalam pengelolaan limbah hasil produksi yang dapat
menghasilkan nilai guna.
3. Bagi pembudidaya maggot, diharapkan memberikan manfaat dan informasi
serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi industri peternakan dalam
mengoptimalkan produksi Maggot BSF untuk pakan ternak dengan harga
yang lebih terjangkau.
4. Bagi pembaca, diharapkan dapat memberikan informasi serta referensi untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Morfologi dan Siklus Hidup Maggot Black Soldier Fly (Hermetia illucens)
Black Soldier Fly (Hermetia illucens, Diptera: Stratiomyidae) merupakan salah
satu insekta yang mulai banyak dipelajari karakteristiknya dan kandungan nutriennya.
Lalat Hermetia illucens berasal dari Amerika dan kemudian tersebar ke wilayah
subtropis dan tropis di dunia (Čičková et al. 2015). Lalat BSF bukan lalat hama dan
tidak ditemukan di tempat yang kotor atau padat penduduk sehingga relative aman
dilihat dari segi kesehatan manusia (Li et al., 2011). Black Soldier Fly atau lalat
tentara hitam memiliki tubuh yang sesuai dengan julukan yaitu berwarna hitam dan
bagian segmen basal abdomennya berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas
menyerupai abdomen lebah. Panjang tubuh lalat BSF berkisar antara 15-20 mm dan
bebentuk pipih (Gambar 2.1)
11
Gambar 1. Morfologi larva, pupa dan lalat dewasa BSF
Sumber: McShaffrey (2013)
Maggot BSF mengalami proses metamorphosis dengan lima fase selama
siklus hidupnya diantaranya adalah fase dewasa, fase telur, fase larva, fase prepupa,
dan fase pupa. Fase setelah fase telur yang sering digunakan sebagai pakan ikan
(Melta et al. 2015). Siklus hidup lalat BSF dari telur hingga menjadi lalat dewasa
berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari media pakan yang diberikan dan
kondisi lingkungannya. Siklus hidup dari lalat Hermentia illucens dapat dilihat pada
(Gambar 2.3).
a) Telur
Lalat BSF betina dapat bertelur sekitar 320-1000 butir yang diletakkan pada
substrat kering dan disembunyikan di antara tumpukan lempeng atau diantara
celah untuk menjaga kelembapan telur sebelum menetas sekaligus menghindari
ancaman predator seperti semut (Nurhidayah, 2018). Telur BSF memiliki panjang
1 mm dan berbentuk oval, berwarna krem kekuningan dan semakin coklat saat
mendekati waktu penetasan (Gambar 2.3). Telur BSF menetas pada hari ke-4
dengan temperature 27-28 atau pada hari ke-3 dengan temperature lebih tinggi,
yaitu 30-32°C (Nurhidayah, 2018). Telur akan mati jika suhu kurang dari 20°C
dan lebih dari 40°C. Telur akan matang sempurna pada kondisi lembab dan
13
hangat, dengan kelembaban sekitar 30-40% dan akan menetas dengan baik pada
kondisi kelembaban 60-80%. Jika kelembaban kurang dari 30% telur akan
mongering dan embrio di dalamnya akan mati (Ridwan, 2020).
b) Larva/Maggot
Larva yang baru menetas berukuran sangat kecil, yaitu sekitar 0.07 inci atau
1.8 mm dan hampir tidak terlihat langsung. Larva BSF lebih menyukai tempat
gelap, hal ini terlihat jelas saat larva sedang makan, dimana mereka lebih banyak
dan aktif berada di tempat yang kurang cahaya. Larva yang baru menetas
optimum hidup pada suhu 28-35°C dengan kelembaban sekitar 60-70% (Holmes
et al dalam Sipayung, 2015).
a b c
Gambar 4. (a) Larva 1-7 Hari, (b) Larva 8-21 Hari, (c) larva 21 Hari-prepupa
Sumber: Fahmi (2015)
Larva memiliki bentuk tubuh tumpul dan kepala menonjol yang berisi bagian
mulut pengunyah dengan menyampai panjang 27 mm dan lebat 6 mm (Chairul,
2014). Tubuh larva terdiri dari 3 ruas rhorax dan 8 ruas abdomen. Untuk
mencapai fase pupa, larva melewati 6 instar dan memerlukan waktu sekitar 1 hari.
Ketika melewati ke-6 instarnya larva akan berwarna keputih-putihan dan akan
semakin hitam (Azril et al. 2017).
c) Pupa
Larva BSF akan memiliki kulit yang lebih keras ketika berganti kulit hingga
instar keenam yang disebut juga puparium (prepupa). Pada tahap ini, prepupa
akan mulai bermigrasi ke tenpat yang lebih gelap dan kering sebelum menjadi
kepompong. Pupa berukuran sekiranya dua pertiga dari prepupa dan akan lebih
pasif dan diam seta memiliki tekstur kasar berwarna cokelat kehitaman.
Kemudian 6-7 hari fase pupa berlansung dan selanjutnya pupa akan menjadi lalat
(Fahmi, 2015).
15
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Maggot
No Proksimat Kadar
1. Protein 42,1
2. Lemak 34,8
3. Abu kasar 14,6
4. Serat Kasar 7
5. Kadar Air 7,9
Sumber: Fatmasari, 2017
Persentase media pada perlakuan B dengan penggunaan 50% ampas tahu dan
50% kotoran ayam berpengaruh pada pertumbuhan bobot maggot yang menghasilkan
protein kasar 34.34% karena pada penelitian Huda (2012), menyatakan bahwa
maggot memiliki kandungan protein kasar berkisar antara 30 – 45%. Sedangkan pada
penelitian Maulana (2018) menjelaskan bahwa kadar protein kasar, lemak kasar,
kadar air dan bobot segar maggot pada media berbeda. Dapat dilihat pada tabel 3.
Dimana media tumbuh maggot BSF yang berbeda pada penelitian ini berpengaruh
terhadap kadar air, kadar protein kasar dan berat segar maggot, tetapi tidak
berpengaruh terhadap kadar lemak maggot BSF yang dihasilkan. Maggot yang
tumbuh pada media tumbuh ampas tahu memiliki kadar air terendah. Kadar protein
maggot tertinggi adalah pada media tumbuh ampas kelapa (37,71 ± 0,54%) dan
17
media tumbuh yang menghasilkan berat segar maggot tertinggi adalah media tumbuh
ampas tahu (380.67 ± 43,11 g).
Tabel 3. Kandungan protein kasar, lemak kasar, kadar air dan bobot segar maggot
BSF dengan media tumbuh berbeda.
Ketersediaan kulit buah kakao cukup banyak karena sekitar 75% dari satu
buah kakao utuh adalah berupa kulit buah, sedangkan biji kakao sebanyak 23% dan
plasenta 2% (Wawo,2008). Ditinjau dari kandungan zat-zat makanan kulit buah
kakao dapat dijadikan sebagai pakan karena mengandung protein kasar 11,71%, serat
kasar 20,79%, lemak 1,80% dan BETN 34,90% (Nuraini & Mahata 2009). Menurut
Amirroenas (2003), kulit kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14%
dan lignin 20% - 27,95 %. Kadar lignin yang tinggi dan protein yang rendah dapat
diperbaiki dengan proses fermentasi. Beberapa fermentor yang telah digunakan 6
dengan hasil yang bervariasi antara lain: kombinasi EM4 dan urea (Anas et al., 2011),
biofit (Kamaliddin dan Budisatria, 2012). Kandungan nutrisi kulit buah kakao
terlihat pada tabel 2.3.
19
Pemanfaatan KBK sebagai pakan pengganti rumput ataupun pakan tambahan
mampu mendukung produktivitas ternak ruminansia terutama kambing (Sianipar dan
Simanihuruk 2009; Puastuti dkk. 2010; Suparjo dkk. 2011). Menurut Guntoro dkk.,
(2006) Kulit buah kakao (Shel food husk) kandungan nutrisinya terdiri atas PK
8,11%, SK 16,42%,L 2,11%,Ca 0,08%,P 0,12% dan penggunaannya oleh ternak
ruminansia 30-40, sedangkan menurut Amirroenas (1990) kulit kakao mengandung
selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%. Limbah kulit buah
kakao yang diberikan secara langsung kepada ternak justru akan menurunkan bobot
badan ternak, sebab kadar protein kulit buah kakao rendah, sedangkan kadar lignin
dan selulosanya tinggi. Baharudin (2007) menjelaskan bahwa sebelum diberikan pada
ternak sebaiknya difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin
yang sulit dicerna oleh ternak dan untuk meningkatkan nilai nutrisi yang baik bagi
ternak dengan batasan konsentrasi dalam penggunaannya arena mengandung senyawa
anti nutrisi theobromin.
a) Lignin
Lignin merupakan senyawa yang tahan hidrolisis dan menghambat kerja enzim
selulase karena membentuk senyawa kompleks dengan selulosa dan
hemiselulosa sehingga pada substrat diharapkan serendah mungkin. Lignin
adalah senyawa komplek polimer hidrokarbon dengan komponan senyawa
alifatik dan aromatic, dimana terdiri dari monomer-monomer yang berasal dari
beberapa macam cincin yang dibentuk oleh tiga dimensi polimerisasi. Lignin
yang melindungi selulosa bersifat tahap hidrolisis yang disebabkan adanya
ikatan eter dan alkali. Ligni terdiri dari 61-65% karbon, 5-6,1% hidrogen dan
sisanya termasuk gugus metoksi dengan panas pembakarannya sebesar 6.280
kal/%. (Nurfiana, 2009).
b) Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hapir
tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berhubungan
dengan lignin dan hemiseluosa membentuk lignoselulosa (Sastrohamidjojo,
2005). Selulosa terdiri dari 15-14.000 unit molekul glukosa dimana setiap rantai
panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hydrogen dan gaya
van der Waals. Panjang molekul selulosa ditentukan dengan jumlah unit glukan
di dalam polimer yang disebut juga denganpolimerisasi. Derajat polimerisasi
(DP) sellosa bergantung kepada jenis tanaman dan umumnya berkisar antara
2000=2700 unit glukan. Selulosa mempunyai bagian yang mudah dihidrolisis
disebut bagian amorf dan bagian yang sulit dihidrolisis disebut bagian kristalin.
Ikatan-1,4 glukosida β pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer
glukosa dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Glukosa yang dihasilkan
dari hidrolisis selulosa selanjutnya dapat difermentasi menjadi etanol.
c) Hemiselulosa
Hemiselulosa sering diartikan sebagai selulosa dengan bobot molekul rendah.
Polisakarida poliosa merupakan istilah untuk membedakan selulosa dengan
hemiselulosa. Poliosa adalah polisakarida non selulosa. Hemiselulosa adalah
polisakarida yang mempunyai bobot molekul yang lebih kecil dari selulosa dan
terdiri dari 2-7 residu gula yang berbeda. Hemiselulosa mudah disubtitusi
dengan berbagai karbohidrat lain atau residu non karbohidrat. Perbedaan
selulosa dengan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai derajat
polimerisasi rendah (50-200 unit) dan mudah larut dalam alkali, tetapi sukar
larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya (Safriana, 2015).
C. Ampas Tahu
Ampas tahu adalah zat padat atau limbah hasil produksi pengolahan tahu. Dalam
proses pengolahan tahu membutuhkan air yang banyak untuk proses perendaman,
21
perebusan, pencucian dan proses pengupasan kedelai. Pada proses pengupasan
kedelai, kulit kedelai yang rusak dan mengembung merupakan limbah padat dari
proses pembuatan tahu. Umumya masyarakat meggunakan ampas tahu untuk pakan
ternak, namun masih banyak industri yang membuang ampas tersebut begitu saja
tanpa memanfaatkan dan mengolahnya terlebih dahulu, karena kuantitasnya terlalu
banyak sehingga tidak bisa diolah (Rusydina Idzni, 2020). Berikut kandungan gizi
pada ampas tahu dapat diketahui pada tabel 2.4 yaitu:
D. Fermentasi
Fermentasi merupakan proses perubahan produk yang dibantu mikroorganisme
atau komponen biologis lainnya seperti enzim, sehingga memberikan produk yang
menguntungkan bagi manusia dalam keadan anaerobic (tanpa oksigen) (Superianto et
al., 2018). Fermentasi juga merupakan suatu perombakan gula dan asam sitrat dalam
pulp menjadi asam-asam organic yang dilakukan oleh mikroba pelaku fermentasi
(Meersman et al., 2013). Asam-asam organik akan menginduksi reaksi enzimatik
yang ada di dalam biji sehingga terjadi perubahan biokimia yang akan memberntuk
senyawa yang memberi aroma, rasa dan warna pada kakao (Apriyanto et al., 2016).
23
rasa bahan hasil fermentasi sehingga akan merangsang organisme untuk
mengonsumsi bahan lebih banyak.
Pada penelitian ini proses fermentasi digunakan dalam media tubuh untuk pakan
maggot BSF dimana proses ini akan menyederhanakan bahan pakan, sehingga akan
meningkatkan nilai gizinya. Bahan pakan yang telah mengalami fermentasi akan
lebih baik kualitasnya dari bahan bakunya (Mahfudz, 2006). Pada penelitian
Nurhayati et al, (2020) menyatakan bahwa proses fermentasi pada ampas tahu dengan
menggunakan Sacharomyces cerevisiae dan Trichoderma viride dapat meningkatkan
kandungan protein dan penurunan serat kasar ampas tahu. Pada penelitian lain
menyebutkan bahwa proses fermentasi pada limbah kulit kakao dengan Aspergillus
niger dapat menurunkan serat kasar sebesar 51,48%, dan meningkatkan kandungan
protein sebesar 78,67%. Sedangkan menurut Nuraini et al (2013) menunjukkan
fermentasi menggunakan kapang Phanerochaete chrysosporium dengan komposisi
80% kulit buah coklat dan 20% ampas tahu (C:N = 10:1) dapat meningkatkan protein
kasar 33,79% dan menurunkan serat kasar 33,02%. Sehingga dapat disipulakan
bahwa keberhasilan fermentasi media padat sangat tergantung pada kondisi optimum
yang diberikan. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dalam fermentasi media padat
adalah komposisi substrat, dosis inokulum yang diberikan dan lama inkubasi yang
dilakukan karena berpengaruh terhadap kandungan zat makanan produk fermentasi
(Nuraini, 2006).
E. Khamir
1) Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan fungi berupa khamir (yeast) yang tergolong
mikroba eukariot (Ahmad, 2005). Dimana memiliki potensi kemampuan yang tinggi
sebagai imunostimultan, bagian yang bermanfaat tersebut adalah bagian dinding sel
dari S. cerevisiae yang membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silimdris,
oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Menurut Sanger (2004)
Saccharomyces cerevisiae dikelompokkan ke dalam super kingdom Eukaryota, filum
Fungi, subfilum Ascomycota, kelas Saccharomycetes, ordo Saccharomycetales,
famili Saccharomycetaceae, genus Saccharomyces, dan spesies Saccharomyces
cerevisiae.
Menurut Perezet al, (2002) Saccharomyces memiliki dua tipe sistem kerja
enzim ekstraseluler, yaitu: (1) Sistem hidrolitik, yaitu dengan cara menghasilkan
enzim hidrolase yang bekerja merombak selu losa dan hemiselulosa, dan (2) Sistem
oksidatif dan sekresi lignase ekstr aseluler dengan cara depolimerisasi lignin.
Saccharomyces sp. Juga mampu ber peran sebagai agensia probiotik dalam saluran
pencernaan unggas (Bidura, 2012). Sejalan dengan pendapat Mahfudz (2006) yang
menyatakan bahwa peran Saccharomyces sp. selain sebagai pendegradasi serat kasar
ampas tahu juga dapat digunakan sebagaiinokulan juga dapat digunakan sebagai
sumber probiotik. Menurut Saferi et al.,(2005) enzim yang dihasilkan oleh
Saccaromyces cerevisiae dapat memecah karbohi drat kompleks seperti selulosa,
hemi sulolsa dan lignin.Ampas tahu yang difermentasi dengan khamir Sacchar
omyces sp. dapat meningkatkan keterse diaan asam amino lisin (Sari et al., 2016).
25
Keuntungan menggunakan S. cerevisae sebagai probiotik adalah tidak membunuh
mikroba dan tidak pula menambah jumlah mikroba yang menguntungkan sehingga
keseimbangan tetap terjaga (Ahmad, 2005).
2) Pichia kudriazevii
Pichia kudriavzevii merupakan anamorph dari Candida krusei dan sebelumnya
dikenal sebagai Issatchenkia orientalis. Pichia kudriavzevii adalah spesies jamur dari
keluarga khamir, telah banyak diisolasi dari sejumlah makanan dan buah-buahan
termasuk produk hasil fermentasi, biji koka fermentasi Ghana dan jus jeruk.
(Genesig, 2018). Isolat P. kudriavzevii tersebar luas di alam. Mereka sering ditemui
dalam fermentasi spontan dan spesies ini digunakan untuk menghasilkan beberapa
makanan fermentasi tradisional (Smukowsk et al., 2018).
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Sampel Penelitian
Isolat khamir yang digunakan adalah isolate koleksi UNJCC (Universitas
Negeri Jakarta Culture Collection). Khamir berasal dari (???). Telur Hermetia
illucens yang berasal dari PT. Margalarva Bogor, limbah kulit kakao yang berasal
dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (PUSLTLOKA) Jember, Ampas tahu dari
Penjual tahu di Pasar Bekasi
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode eksperimental dan
deskriptif kuantitatif. Metode eksperimental digunakan untuk pengujian komposisi
inokulum dan lama fermentasi limbah kulit kakao dan ampas tahu sebagai media
tumbuh maggot BSF. Penelitian ini menggunakan teknik Rancangan Acak Lengkap
dua faktorial (RAL) 3 x 4 dengan ulangan sebanyak 2 kali. Penentuan jumlah ulangan
dilakukan berdasarkan rumus Federer (t-1) (n-1) ≥ 15. Data kuantitatif diperoleh dari
pengukuran bobot maggot BSF, konversi pakan dan uji proksimat.
1) Variabel penelitian
a. Variabel bebas: komposisi inokulum khamir Saccharomyces cerevisiae dan
Pichia kudriavzevii serta lama fermentasi campuran limbah kulit kakao dan
ampas tahu.
b. Variabel terikat: Maggot BSF meliputi bobot maggot (berat dan panjang), indeks
pengurangan limbah dan uji proksimat kandungan nutrisi maggot (protein,
karbohidrat dan lemak).
29
Tabel 3.1 Desain eksperimen dosis dan lama fermentasi campuran limbah kulit kakao
dan ampas tahu sebagai media tumbuh maggot BSF
Keterangan:
1) Dosis inokulum konsorsium khamir yang digunakan
A1 = Saccharomyces cerevisiae 75% + Pichia kudriazevii 25%
A2 = Saccharomyces cerevisiae 50% + Pichia kudriazevii 50%
A3 = Saccharomyces cerevisiae 25% + Pichia kudriazevii 75%
2) Lama waktu fermentasi yang digunakan
B1 = 0 hari
B2 = 3 hari
B3 = 6 hari
B4 = 9 hari
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain baki berukuran 30 cm x 40 cm
dengan tinggi 20 cm, daun pisang, trashbag, jarum ose, tusuk sate, cawan petri,
thermometer, timbangan analitik, timbangan digital, pH meter, thermometer,
moisture meter, millimeter blok, alat pencacah, oven, spatula, stirrer, labu Erlenmeyer
(Iwaxi), gelas ukur (Iwaxi), gelas beaker (Iwaxi), tabung reaksi (Iwaxi), autoklaf,
laminar air flow (LAF), mikropipet, kompor, lemari pendingin, tabung sentrifugasi,
kaca objel, cover glass, rak tabung reaksi, lampu spritus, mikro tip, batag pengaduk,
spektrofotometer, kamera, baskom/ember, buku dan pena, kayu, meteran, jaring
halus, saringan dan semprotan tangan.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain isolate khamir UNCCC S.
cerevisiae dan P. kudruazevii, telur Hermetia illucens yang berasal dari PT.
Margalarva Bogor, limbah kulit kakao yang berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao (PUSLTLOKA) Jember dan Ampas tahu dari Penjual tahu di Pasar Bekasi.
Media yang digunakan adalah medium Yeast Mannitol Broth (YMB). Larutan yang
digunakan adalah alcohol 70%, aquades.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dimulai dari peremajaan isolat khamir koleksi UNJCC
Saccharomyces cerevisiae dan Pichia kudriavzevii, uji potensial lignolitik dan uji
potensial probiotik, pembuatan dan perbanyakan inokulum khamir, persiapan dan
fermentasi media tumbuh campuran limbah kulit kakao dan ampas tahu, budidaya
dan pemeliharaan maggot BSF dan pengambilan data.
Setiap perlakuan menggunakan 1kg media biakan, yaitu 80% kulit buah kakao
dan 20 % ampas tahu (800 g kulit buah kakao + 200 g ampas tahu) (Nuraini, 2013).
Dosis inokulum yang diberikan adalah 10 % v/v dari media biakan yang digunakan,
dimana jika 1 kg media biakan maka inokulum yang digunakan adalah 100 ml
inokulum. Dengan menggunakan 50 ekor larva pada setiap perlakuan. Kontrol negatif
menggunakan media limbah kulit kakao dan ampas tahu non-fermentasi tanpa
inokulum, sedangkan kontrol positif menggunakan maggot BSF yang didapatkan dari
PT MargaLarva yang sudah beredar dipasaran.
31
Peremajaan dan Perbanyakan
isolate khamir koleksi UNJCC
Pemeliharaan telur BSF sampai
dan diinkubasi pada suhu ruang
menetas selama 3-5 hari
selama 1 hari
Output: BSFL dengan bobot dan kualitas nutrient terbaik serta jenis
fermentasi media biakan dengan konsorsium khamir yang palimg
berpengaruh
3. Fermentasi Media Biakan Campuran Limbah kulit kakao dan ampas tahu
dengan S. cerevisiae dan Pichia kudriazevii
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh kombinasi komposisi dan
waktu fermentasi S. cerevisiae dan Pichia kudriavzevii terbaik dalam menurunkan
nilai serat kasar yang terkandung dalam limbah kulit kakao dan ampas tahu. Pertama
Limbah kulit kakao dan ampas tahu yamg telah diperoleh dan dicacah kemudian
diletakan pada wadah plastik besar. Setelah itu ditambahkan dengan inokulum khamir
S. cerevisiae dan Pichia kudriazevii sesuai perlakuan (10%v/v), kemudian dilarutkan
dengan 1 iter air aquades dan dicampurkan secara merata pada 1kg media biakan
sesuai dengan perlakuan (Puastuti et al. 2014).
35
Untuk menghitung berat dan panjang maggot, mengacu pada penelitian Syahrizal et
al. (2014). Rumus yang digunakan yaitu :
B = B2 – B1
Keterangan :
B = Bobot maggot
B2 = Bobot maggot akhir penelitian
B1 = Bobot awal maggot
Untuk mengukur panjang maggot, rumus yang digunakan sebagai berikut :
L = L2 – L1
Keterangan :
L = Panjang maggot
L2 = Panjang maggot akhir penelitian
L1 = Panjang maggot awal penelitian
b. Indeks Pengurangan Limbah (Waste Reduction Indeks/WRI)
Indeks pengurangan limbah merupakan indeks pengurangan limbah oleh larva.
Data dicatat sebelum dan sesudah larva dimasukan kedalam media fermentasi. Nilai
WRI yang tinggi dinyatakan dengan kemampuan larva dalam mereduksi limbah yang
tinggi juga (Diener et al.,2009). Indeks pengurangan limbah dihitung berdasarkan
rumus berikut.
D
WRI = x 100 nilai D = (W – R)/W
t
Keterangan:
1) Protein
Prinsip kadar protein adalah proses pembebasan nitrogen dari protein dalam
bahan dengan menggunakan asam sulfat yang dilakukan dengan pemanasan.
Penentuan total nitrogen dan kadar protein dengan metode mikro-kjeldahl. Sampel
ditimbang sebanyak 0,7 gram, dimasukkan dalam labu kjeldahl, tambahkan 2 g
campuran selenium dan asam sulfat 25 ml. Panaskan diatas pemanas listrik sampai
mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 5 jam). Biarkan dingin,
kemudian encerkan dengan aquadest dan masukkan kedalam labu ukur 250 ml, lalu
homogenkan. Pipet 25 ml larutan dan masukkan kedalam alat penyulingan. Sulingkan
selama 5 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan indikator Conway. Bilasi
ujung pendingin dengan aquadest. Titar larutan. Kerjakan penetapan blanko. Kadar
protein dihitung berdasarkan kadar N dalam bahan dengan dikalikan faktor konversi.
Adapun rumus menghitung kadar protein menurut SNI 01-2891, (1992) adalah
sebagai berikut:
( v 1−v 2 ) x N x BE x fk x fp
Kadar Protein (%) = x 100%
w
Keterangan:
w = Berat Sampel
V 1 = Volume asam sulfat 0,01 N yang dipergunakan penitaran sampel (mL)
V 2 = Volume asam sulfat yang dipergunakan penitaran blanko (mL)
37
N = Normalitas asam sulfat (N)
fk = Faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum : 6,25 susu dan
hasil olahannya : 6,38 mentega kacang : 5,46
fp = Faktor pengenceran BE = Berat ekivalen nitrogen
2) Lemak
Analisa kadar lemak adalah pemisahan lemak dari sampel dengan cara
mensirkulasikan pelarut lemak ke dalam sampel, sehingga senyawa-senyawa lain
tidak dapat larut dalam pelarut tersebut. Sampel sebanyak 2 gram, ditimbang dan
dibungkus dengan menggunakan kertas saring yang dialasi dengan kapas dan di
letakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang di pasang di atas kondensor serta labu
lemak di bawahnya. Pelarut heksana di gunakan dan di lakukan refluks sampai
pelarut turun ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak di destilasi dan di
tampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian di keringkan dalam
oven pada suhu 105ºC selama ± 5 jam. Labu lemak kemudian di dinginkan dalam
desikator selama 20 sampai 30 menit dan di timbang. Presentase kadar lemak dapat di
hitung dengan menggunakan rumus menurut SNI 01-2891, (1992) adalah sebagai
berikut :
W B −W A
Kadar lemak (%) = x 100%
W0
Keterangan:
W 0 = Berat Sampel (g)
W A = Berat labu lemak kosong (g)
W B = Berat labu lemak setelah ekstraksi (g)
3) Karbohidrat
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 500 mL.
ditambahkan 200 mL larutan HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin
tegak. Kemudian dinginkan dan netralkan (terhadap PP) dengan larutan NaOH 40%.
Pindahkan isinya kedalam labu ukur 500 mL dan tepatkan sampai tanda tera dengan
aquadest kemudian di saring. Pipet 10 mL saringan kedalam Erlenmeyer 250 mL,
tambahkan 25 mL larutran luff dan beberapa butir batu didih serta 15 mL aquadest.
Panaskan campuran tersebut dengan pendingin tegak, sampai timbul sedikit warna
merah bata. Angkat perlahan dan dinginkan. Tambahkan 15 mL KI 20%, aduk.
Tambahkan secara perlahan melalui dinding Erlenmeyer 25 mL H2SO4 25%. Titar
secepatnya dengan larutan Natrium Thio Sulfat 0,1 N sampai terjadi perubahan dari
coklat ke kuningan, setelah itu langsung tambahkan beberapa tetes larutan amilum
dan penitaran dilanjutkan sampai terbentuk warna putih susu. Catat pemakaian
volume larutan Natrium Thio Sulfat 0,1 N, dan lakukan pengerjaan blanko sesuai
pengerjaan sampel. Perhitungan karbohidrat di lakukan secara by difference menurut
SNI 01- 2891, (1992) adalah sebagai berikut:
w1 x fp x 100
Kadar Karbohidrat (%) = x 0,90
w
Keterangan:
Kadar Karbohidrat = 0,90 x kadar glukosa
w 1 = mg glukosa yang terkandung untuk mL thio yang dipergunakan. fp = Faktor
Pengenceran sampel (500mL/10mL)
W = Berat sampel
39
F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang didapatkan meliputi nilai biokimia hasil uji proksimat dan
data pertumbuhan maggot BSF. Data kuantitatif selanjutnya dianalisis menggunakan
software SPSS versi 26 dengan One-way ANOVA sesuai Rancangan Acak Lengkap
pola faktorial 3 x 4 dengan ulangan sebanyak 2 kali. Dilanjutkan dengan uji Duncun
taraf 5% untuk mengetahui perbedaan nilai rerata dan analisis interaksi antar faktor
perlakuan.