RIFKA ANNISA
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Dormansi adalah masa dimana embrio biji mengalami perhentian tumbuh, begitu
pula dengan metabolisme selnya yang hampir terhenti atau dalam tingkatan
terendah. Embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik. Kemudian
penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable. Biji memiliki
morfologi berbentuk oval dengan warna mulai dari kecoklatan hingga hijau tua
dengan struktur eksternalnya diselimuti oleh selaput biji (seed coat). Sedangkan
bagian internalnya terdiri dari beberapa struktur seperti endosperma, kotiledon
(daun lembaga), radikula, hipokotil, epikotil, dan plumula. Biji memperoleh suplai
makanannya selama masa dormansi dari bagian endosperma (Reece et al., 2014).
METODE
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah petridish dengan
tutupnya, gelas ukur, pipet tetes, dan termometer larutan
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah benih kacang hijau,
larutan 0,1 M H2SO4, 0,1 M NaOH, 0,1 M NaCl atau air panas dengan suhu ± 80
℃ , air biasa, kapas, kertas tissue atau kertas merang secukupnya, dan alkohol.
Cara Kerja
Gambar 1. (a) Kontrol, (b) Air panas, (c) Larutan H2SO4, (d) Larutan NaOH
Hasil perkecambahan benih Kacang Hijau
Hari ke- (T) Jumlah benih yang bertambah pada setiap
perlakuan
12
10
0
Hari ke- 1 Hari ke- 2 Hari ke- 3 Hari ke- 4 Hari ke- 5 Hari ke- 6 Hari ke- 7
Perhitungan benih
PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan benih menjadi
kecambah pada perlakuan yang berbeda, mengetahui persentase perkecambahan
setiap perlakuan, mengetahui perlakuan yang menunjukkan persentase
perkecambahan terbaik, hari ke berapa benih berkecambah terbanyak dan jumlah
hari yang diperlukan untuk berkecambah dari perlakuan yang diberikan. Bahan
yang digunakan adalah benih kacang hijau karena mudah didapatkan serta
pertumbuhannya cepat dan mudah diamati. Praktikum ini menggunakan benih
yang direndam di empat larutan berbeda, yaitu larutan 0,1 M H2SO4, 0,1 M
NaOH, dan air panas bersuhu ± 800C dan pada setiap perlakuan ditumbuhkan
masing-masing 5 benih kacang hijau pada cawan petri.
Proses perkecambahan dipengaruhi oleh proses inbibisi, aktivitas
enzim, insiasi pertumbuhan embrio, retaknya kulit biji dan munculnya
kecambah. Faktor internal yang secara genetik berpengaruh adalah komposisi
kimia, enzim dalam benih serta susunan fisik/kimia dari kulit biji. Adapun
faktor eksternal dari lingkungan yang berpengaruh terhadap proses
perkecambahan adalah air, gas, suhu dan cahaya. Benih yang berkecambah
lebih cepat akan menghasilkan bibit dengan kualitas yang lebih baik daripada
yang berkecambah lebih lambat (Marthen et al., 2013).
Dormansi benih adalah keadaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal
berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk
berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai.
(Yuniarti et al., 2013). Dormansi dapat dikaitkan dengan penutupan benih atau
dapat juga merupakan fungsi dari embrio itu sendiri (Ebrahim & Eslami, 2011).
Dormansi adalah suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan
istirahat, berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada
dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan (Husain & Tuiyo,
2012).
Perkecambahan biji kacang hijau yang sangat rendah karena secara
morfologi memiliki kulit biji yang keras dengan masa dormansi yang lama.
Dormansi benih merupakan suatu keadaan benih tidak memiliki kemampuan
untuk berkecambah dalam jangka waktu tertentu meskipun pada lingkungan yang
memenuhi syarat perkecambahan. Kacang hijau memiliki benih yang termasuk
benih ortodoks dan memiliki kadar air rendah, yaitu berkisar 5-15%. Benih
dengan kadar air yang rendah dapat menurunkan laju perkecambahan,
menyebabkan benih menjadi dorman dan keras sehingga menyebabkan kematian
embrio benih. Dormansi dapat terbagi ke dalam dormansi embrio, dormansi kulit
benih, dan kombinasi keduanya. Perlakuan perendaman dengan air dapat
dilakukan untuk memecah kulit biji dan memudahkan embrio menyerap air.
Metode skarifikasi secara mekanis dan kimia (perendaman air panas dan bahan
kimia) merupakan teknik yang digunakan untuk memecah dormansi (Hidayat &
Marjani 2017).
Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah tidak
sempurnanya embrio (rudimetery embrio), embrio yang belum matang secara
fisiologis, kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis), kulit biji
impermeable, dan adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan.
Perkembangan kulit biji impermeabel berpengaruh secara langsung terhadap fase
istirahat (dormansi). Kulit biji impermeabel bagi biji yang sedang mengalami
dormansi, dapat mereduksi kandungan oksigen yang ada dalam biji, sehingga
dalam keadaan anaerobik, terjadi sintesa zat penghambat tumbuh (Husain &
Tuiyo, 2012).
Pematahan dormansi dapat dilakukan baik secara fisik seperti skarifikasi
mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan, pengikiran,
pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi biasanya
dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam
kuat (H2SO, dan HCI), alkohol dan H2O2 dengan tujuan untuk merusak
ataumelunakkan kulit benih (Kartika et al., 2015). Dormansi dapat diatasi dengan
perlakuan; pemarutan atau penggoresan (skarifikasi), yaitu dengan cara
menghaluskan kulit benih agar dapat dilalui air dan udara, melemaskan kulit benih
dari sifat kerasnya; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara
periodik mengguncangnya; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah
ataupun suhu tinggi; perubahan suhu; dan zat kimia. Pematahan dormansi dapat
diganti dengan zat kimia seperti KNO3, thiorea dan asam giberalin (Husain &
Tuiyo, 2012).
Benih yang dormansi biasanya disebabkan oleh rendahnya atau tidak
adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang
keras, sehingga mempersulit keluarmasuknya air kedalam biji. Respirasi yang
tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu
keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan
menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan
dalam benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio juga
dapat menyebabkan dormansi, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga
menghalangi pertumbuhan embrio pada biji. Dormansi sering terjadi pada benih
padi, semangka non biji dan biji kacang hijau (Sadjad, 2010).
Perkecambahan dapat diartikan sebagai munculnya semai, secara teknis
perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang
menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai. Proses perubahan dari
biji menjadi bibit tumbuhan seringkali disebut perkecambahan. Dimana
perkecambahan adalah batas antara benih (biji yang mampu tumbuh) yang masih
tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tumbuhan yang mampu
berdiri sendiri dalam mengambil unsur hara (Irawanto et al., 2015).
Perkecambahan adalah suatu pengaktifan embrio yang mengakibatkan terbukanya
kulit benih dan munculnya tumbuhan muda. Beberapa hal penting yang terjadi
pada saat perkecambahan adalah imbibisi (penyerapan) air, pengaktifan enzim
munculnya kecambah dan akhirnya terbentuklah anakan. Uji perkecambahar dapat
digunakan untuk mengetahui kemampuan benih untuk berkecambal maksimum
pada kondisi optimum (Yuniarti et al., 2013).
Perkecambahan merupakan proses metabolisme biji hingga dapat
menghasilkan pertumbuhan. Presentase perkecambahan adalah presentase
kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi yang
dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi yang menguntungkan dalam
jangka waktu yang sudah ditetapkan. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan
ada 2 yaitu faktor dalam berupa gen, persediaan makanan dalam
biji,hormon,ukuran dan kekerasan biji. Hormon yang berperan dalam
perkecambahan biji adalah giberelin yang berperan dalam pembentangan dan
pembelahan sel, pemecahan dormansi biji sehingga biji dapat berkecambah,
mobilisasi endosperm cadangan selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan
dormansi tunas, pertumbuhan dan perpanjangan batang, perkembangan bunga dan
buah, pada tumbuhan roset mampu memperpanjang internodus sehingga tumbuh
memanjang (Imansari, 2017).
Pada pertumbuhan atau perkecambahan, embrio akan keluar melalui
lubang yang terdapat pada germpore dan membentuk akar (radikula) dan batang
(plumula). Akar pertama yang tumbuh merupakan radikula yang panjangnya
mampu mencapai 15 cm dan bertahan selama 6 bulan. Akar lainnya akan muncul
dari radikula dan berfungsi untuk mereabsorpsi air serta unsur hara lainnya dari
media tumbuh. Namun, masih harus dibantu oleh endosperm yang menyimpan
cadangan makanan. Akar primer kemudian akan mengambil alih fungsi radikula
tersebut dan keluar dari bagian bawah batang (bulb) beberapa bulan kemudian.
Akar primer tumbuh 45o vertikal ke bawah dan berfungsi untuk menyerap air dan
makanan. Setelah tumbuhnya akar primer, tumbuh akar sekunder yang tumbuh
horizontal dan dari akar sekunder akan tumbuh akar tertier dan kwarter yang
berada dekat pada permukaan tanah. Akar tertier dan kwarter ini yang paling aktif
untuk menyerap air dan hara lain dari dalam tanah (Kartika et al., 2015).
Perlakuan untuk mematahkan dormansi pada benih, harus diketahui
terlebih dahulu macam dormansi dan penyebabnya pada benih. Salah satu
penyebab terjadinya dormansi pada biji adalah karena kulit biji yang keras. Hal ini
disebabkan karena biji keras dengan testa yang tersusun dari jaringan sklereid
yang dilapisi oleh lignin. Lignin merupakan senyawa yang bersifat impermiabel
sehingga mencegah masuknya air ke dalam embrio biji. Untuk mengurangi
impermiabilitas testa terhadap air berbagai cara dilakukan yaitu dengan cara
mekanis maupun dengan cara kimiawi. Cara mekanis dapat dilakukan dengan
merusak jaringan testa melalui. Pengamplasan dilakukan untuk mengurangi
lapisan lignin pada testa. Rusaknya lapisan lignin pada testa akan meningkatkan
permeabilitas testa terhadap air sehingga memudahkan masuknya air ke dalam
embrio. Cara kimiawi dapat dilakukan dengan cara merendam biji dalam larutan
asam pekat. Perendaman dengan asam kuat diduga akan memutuskan ikatan lignin
pada testa (Silalahi, 2017).
Perkecambahan biji dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam dan faktor-
faktor luar. Faktor-faktor dalam adalah tingkat kemasakan biji, ukuran biji,
dormansi, luar yang mempengaruhi perkecambahan biji meliputi air, temperature,
oksigen, dan cahaya. Sifat kulit biji dan jumlah air yang tersedia pada lingkungan
sekitarnya mempengaruhi penyerapan air oleh biji pada saat perkecambahan,
respirasi meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan
pelepasan karbondioksida, air perkecambahan tidak jauh berbeda dengan
temperatur lingkungan tempat biji dihasilkan (Ai & Ballo, 2010). Faktor lainnya
adalah giberelin, mempengaruhi perkecambahan dan mengakhiri masa dorman
pada biji. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkecambahan adalah
media yang harus memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan
air dan bebas dari organisme penyebab penyakit (Husain & Tuiyo, 2012).
Proses perkecambahan biji terkadang bisa terhambat karena terjadinya
peristiwa dormansi. Dormansi biji dapat disebabkan antara lain adanya
impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum
tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan
embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan
antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Fitriyani et
al., 2016).
Dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih
dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar
dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansi dapat
dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui yaitu skarifikasi mencakup cara-
cara seperti mengikir atau menggosok kulit benih dengan kertas ampelas,
melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk benih-
benih yang memiliki sumbat gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk
melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeable terhadap air atau gas.
Dormansi juga dapat diatasi dengan penggunaan zat kimia dalam perangsangan
perkecambahan benih, dengan bahan kimia misalnya: KNO3 sebagai pengganti
fungsi cahaya dan suhu serta untuk mempercepat penerimaan benih akan O2,
untuk mengatasi dormansi digunakan juga sitokinin serta 2,4-D dan giberelin
(GA) dapat digunakan untuk memulihkan kembali vigor benih yang telah
menurun, HCl untuk mengurangi senyawa kalsium oksalat pada biji. Metode
pematahan dormansi yang disebabkan faktor fisik adalah skarifikasi yaitu
pelukaaan kulit benih agar air dan nutrisi bisa masuk ke dalam benih. Sedangkan
pematahan dormansi faktor fisiologis pada kasus after-ripening adalah dengan
perendaman dengan senyawa kimia tertentu (Manurung et al., 2013).
Pengamatan yang diamati adalah munculnya perkecambahan dengan
melakukan beberapa perlakuan pada biji kacang hijau untuk mematahkan
dormansi pada biji. Perkecambahan yang norml adalah kecambah yang memiliki
perkembangan system perakaran yang baik terutama akar primer dan akar
sekunder. Kecambah yang normal juga dapat menunjukkan hipokotil yang baik
dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan. Plumula yang sempurna dengan
daun yang hijau dan tumbuh baik di dalam atau muncul dari koleoptil, dan satu
kotiledon yang dimilikinya. Sedangkan pada kecambah yang abnormal atau yang
tidak normal adalah kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio yang pecah
dan akar primer yang pendek, serta bentuknya yang cacat, perkembangannya
lemah atau kurang seimbang dari bagian – bagian yang penting. Kecambah yang
abnormal memiliki plumula yang terputar, hipokotol, epikotil, kotiledon yang
membengkak, dan akar yang pendek (Chaidir et al., 2015).
Perlakuan pertama adalah perendaman biji kacang hijau selama 5 menit
dalam air biasa (akuades). Perendaman ini berfungsi agar biji dapat menyerap air,
ketika biji direndam terjadi proses imbibisi yaitu proses penyerapan air ke dalam
rongga jaringan melalui pori-pori secara pasif, terutama karena daya serap
senyawa polisakarida, seperti hemiselulosa, pati, dan selulosa (Sadjad, 2010).
Setelah perendaman selama 5 menit, biji dipilih sebanyak 5 biji. Biji yang dipilih
adalah biji yang tenggelam, karena biji yang tenggelam memiliki kualitas yang
baik dikarenakan air dapat masuk kedalam pori-pori biji dan biji tersebut masih
memiliki cadangan makanan yang tersimpan yang menandakan biji tersebut
tenggelam. Biji yang tenggelam ini dipindahkan kedalam cawan petri yang telah
berisi media tanam berupa kapas yang telah diberi air. Air berfungsi untuk
melembabkan dan menjaga kondisi biji agar tetap dalam suhu yang optimal
sehingga biji dapat berkecambah dengan baik. Hari pertama dan hari kedua
pengamatan menunjukan bahwa biji kacang hijau dengan perlakuan kontrol belum
berkecambah. Semua biji mulai berkecambah pada hari ketiga.
Perlakuan kedua menggunakan air yang dipanaskan menggunakan hot
plate. Biji direndam dalam air panas selama 5 menit. Perendaman benih
menggunakan air panas selama 5 menit bertujuan untuk meningkatkan kecepatan
imbibisi melalui pelunakan kulit benih sehingga benih mampu berkecambah
dengan cepat. Setelah direndam selama 5 menit, biji dipindahkan pada cawan petri
yang berisi media kapas yang telah dibasahi. Perlakuan ini menunjukan bahwa
pada hari pertama biji kacang hijau yang dapat tumbuh adalah 1 biji, sedangkan
pada hari kedua biji yang dapat tumbuh ada empat biji. Hari ketiga dan seterusnya
biji yang dapat tumbuh ada 5 biji.
Perlakuan ketiga menggunakan H2SO4, yang berfungsi untuk mempercepat
proses pemecahan dormansi pada tipe benih berkulit tebal. Larutan asam kuat
seperti H2SO4 sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat
tergantung jenis benih yang diperlakukan. Lamanya perlakuan larutan asam harus
memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp yang bisa diretakkan untuk
memungkinkan imbibisi serta larutan asam tidak mengenai embrio yang
menyebabkan benih rusak total (Satya et al., 2015). Perendaman dengan H2SO4
konsentrasi 0,1 M selama 5 menit, proses perendaman hanya lima menit karena
biji kacang hijau memiliki kulit yang tidak terlalu tebal. Setelah direndam selama
5 menit, biji dipindahkan kedalam cawan petri yang berisi media kapas yang telah
dibasahi. Perlakuan ini menunjukan bahwa, pada hari pertama semua biji sudah
berkecambah.
Perlakuan terakhir menggunakan NaOH yang berfungsi untuk melunakkan
biji sehingga memudahkan terjadinya peristiwa perkecambahan. NaOH yang
diberikan dengan konsentrasi 0,1 M. Biji direndam kedalam larutan NaOH selama
5 menit dan di tanam pada cawat petri dengan media berupa kapas yang telah
dibasahi. Perlakuan dengan NaOH menunjukan pada hari pertama dan kedua biji
yang berkecambah ada 4 biji, sedangkan pada hari ketiga dan seterusnya semua
biji berkecambah.
Pengaruh setiap perlakuan pada perkecambahan adalah pada air control
benih baru mulai berkecambah pada hari ke-3 sampai hari ke-7 benih ini terus
tumbuh. Perlakuan dengan air panas pada hari pertama sudah muncul 1 benih
yang berkecambah. Hari ke-2 muncul benih yang berkecambah, sampai hari ke-7
benih terus tumbuh. Perlakuan dengan H2SO4 sejak hari pertama seluruh benih
atau 8 benih sudah berkecambah sampai hari ke-7 benih terus tumbuh. Perlakuan
dengan NaOH menunjukkan hasil pada hari pertama muncul benih yang
berkecambah, sampai hari ke-7 benih terus tumbuh. Presentase perkecambahan
masing-masing perlakuan sama yaitu 100%.
Perlakuan yang paling cepat adalah dengan menggunakan perlakuan
H2SO4 karena sejak hari pertama benih sudah berkecambah semua. Menurut Hedty
dkk., (2014) bahwa asam kuat sangat efektif untuk mematahkan dormansi pada
biji yang memiliki struktur kulit keras, Asam sulfat (H2SO4) sebagai asam kuat
dapat melunakkan kulit biji sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Asam
sulfat (H2SO4) pada konsentrasi lilin pada kulit biji yang keras dan tebal sehingga
memudahkan proses penyerapan air ke dalam biji. Penyerapan air oleh embrio dan
endosperma menyebabkan perbesaran sel - sel pada embrio dan endosperma,
sehingga mendesak kulit biji yang sudah lunak dan memberikan ruang untuk
keluarnya tunas. Perendaman benih dalam H₂SO₄, menyebabkan kulit benih
menjadi lunak, air dan gas dapat berdifusi masuk dan senyawa-senyawa inhibitor
perkecambahan seperti fluoride dan kaumarin larut ke dalam H2SO4 selama proses
perendaman. Larutan asam sulfat akan menguraikan molekul selulosa dan lignin
pada kulit biji sehingga dapat melunakkan kulit biji dan mempercepat
perkecambahan (Sutopo, 2010).
Semua perlakuan memberikan persentase 100%, yang artinya semua biji
dapat tumbuh dengan baik, namun semua perlakuan menunjukan hasil yang
berbeda dalam hari mulai berkecambah benih. Perlakuan yang paling efektif untuk
biji kacang hijau adalah menggunakan perlakuan H2SO4 karena seperti yang
terlihat pada grafik biji kacang hijau perlakuan ini sudah berkecambah semua
dihari pertama. Hal ini dikarenakan larutan H2SO4Ini dapat melunakkan kulit biji
dan asam kuat merupakan larutan sangat efektif untuk mematahkan dormansi biji.
Perendaman benih dalam H2SO4menyebabkan kulit benih menjadi lunak, air dan
gas dapat berdifusi masuk dan senyawa-senyawa inhibitor perkecambahan seperti
fluoride dan kaumarin larut ke dalam H2SO4selama proses perendaman.
Perlakuan yang tidak efektif adalah menggunakan air biasa (kontrol), karena
perendaman yang dilakukan hanya 5 menit sehingga efek yang diberikan tidak
terlalu cepat, yakni perkecambahan yang dimulai pada hari ketiga, sehingga
perlakuan kontrol ini merupakan perlakuan yang tidak efektif dalam percobaan ini
(Sutopo, 2010).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., &
Jackson, R. B. (2014). Campbell Biologi (10th ed.). New York: Pearson
Education.
Woods, D. P., T. S. Ream, F. Bouché, J. Lee, N. Thrower, C. Wilkerson, & R. M.
Amasino. (2017). Establishment of a Vernalization Requirement in
Brachypodium distachyon requires REPRESSOR OF VERNALIZATION1.
PNAS 114(25): 6623–6628.
Akmal. (2020). Pertumbuhan dan Perkembangan. Akmal’s Library, Sidenreng
Rappang.
Karmana, O. (2008). Biologi. Grafindo, Tebing Tinggi.
Marthen., Kaya E & Rehatta, H. (2013). Pengaruh Perlakuan Pencelupan
Dan Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Sengon
(Paraserianthes falcataria L.). Agrologia. 2(1) : 10-16.
Sutopo, L. (2010). Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Purnobasuki, H. (2011). Perkecambahan. Agrologia, Ambon.
Abidin, Z. (1993). Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur
tumbuh. Penerbit Angkasa, Bandung.
Husain, I & R. Tuiyo. (2015). Pematahan Dormansi Benih Kemiri (Aleurites
moluccana, L. Willd) yang Direndam dengan Zat Pengatur Tumbuh
Organik Basmingro dan Pengaruhnya terhadap Viabilitas Benih. JATT. 1(2):
95-100.
Chaidir, L., Epi, & Ahmad, T. (2015). Eksplorasi Identifikasi dan Perbanyakan
Tanaman Ciplukan (Physalis angulate L.) dengan Menggunakan Metode
Generatif dan Vegtatif. Edisi ISTEK. 9(1): 82-103.
Manurung, D., Lollie, A. P. & Mbue, K. B. (2013). Pengaruh Perlakuan
Pematahan Dormansi Terhadap Variabilitas Benih Aren (Arenga pinnata
Merr.). Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(3): 768-782.
Fitriyani, S. A., E. S. Rahayu. & N. A. Habibah. (2013). Pengaruh skarifikasi dan
suhu terhadap pemecahan dormansi biji aren ( Arenga pinnata (Wurmb))
Merr. Unnes journal of life science. 2(2): 85-91.
Sillalahi, M. (2017). Pengaruh asam kuat, pengamplas dan lama perendaman
terhadap laju imbibisi dan perkecambahan biji aren (Arenga pinnata).
Journal of biology. 10(2): 73-82.
Kartika, M. Surrahman. & M. Susanti. (2015). Pematahan Dormansi Benih
Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Menggunakan KNO3 dan
Skarifikasi. Jurnal Pertanian dan Lingkungan. 8(2): 48-55.
Sadjad, S. (2010). Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta.