Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang
pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi
masalah karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi
permintaan pengguna atau petani. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai
organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang
tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi.
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme
hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak
mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan
suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi
dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi. Pada
beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi
dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani
atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut
(Taufik dan Marjani, 2017).
Selama penyimpanan benih-benih dalam keadaan dormansi (tidur) dan
perlu dilakukan perlakuan sebelum di kecambahkan. Benih dikatakan
dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup (viable) tetapi tidak berkecambah
walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi
perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung semusim atau
tahunan tergantung pada tipe dormansinya. Kondisi dormansi mungkin
dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman
induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum tentang perkecambahan dan
dormansi biji. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara-cara
pematahan dormansi pada biji

1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu:
1. Untuk mengetahui respon perkecambahan beberapa jenis bijiterhadap
faktor lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia, dst)
2. untuk mengetagui laju perkecambahan menurut ketebalan kulit biji
3. untuk mengetahui batas-batas kebutuhan air dalam perkecambahan suatu
biji.
4.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman


Keadaan hidup dari organisme dicirikan oleh pertambahan berat dan
kekompleksannya secara sistematik. Peristiwa ini dapat dibahas dalam
pengertian proses pertumbuhan dan perkembangan yang saling menjalin.
Pertumbuhan, dalam arti terbatas, menunjuk pada penambahan ukuran yang
tidak dapat dibalik, yang mencerminkan pertambahan protoplasma.
Perkembangan diartikan pada diferensiasi, suatu perubahan dalam tingkat
lebioh tinggi yang menyangkut spesialisasi dan organisasi secara anatomi dan
fisiologi (Harjadi, 1996).
Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran tanaman sebagai
akibat adanya pembelahan dan pembesaran sel, termasuk sintesis berbagai
bahan seluler dan organisasi organel-organel subseluler. Pertumbuhan
merupakan proses yang tidak dapat dibalik (irreversible), dan laju
pertumbuhannya dapat diukur dengan menghitung peningkatan berat segar,
berat kering, volume, panjang, tinggi, atau luas area. Oleh karena ukurannya
bertambah, maka bentuk tanaman pun berubah-ubah sebagaimana ditentukan
oleh faktor-faktor genetiknya (Zulkarnain, 2009).
Istilah perkembangan, mengacu pada total perubahan pertumbuhan yang
bertahap dan progresif baik secara kualitatif maupun kuantitatif, yang
meliputi transformasi dari satu zigot menjadi tanaman dewasa yang
reproduktif, fenomena ini dicirikan oleh perubahan ukuran dan berat,
munculnya struktur dan fungsi baru serta hilangnya struktur dan fungsi yang
lama. Perkembangan dapat dipandang sebagai suatu fenomena yang terdiri
dari atas tiga proses, yang biasanya terjadi secara bersamaan, yakni
pertumbuhan, diferensiasi seluler, dan morfogenesis. (Zulkarnain, 2009).

2.2 Perkecambahan
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar
embrionik) memanjang keluar menembus kulit biji. Di balik gejala morfologi

3
dengan permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologibiokemis yang
kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis (Goldsworthy,
1992).
Menurut Soerodikoesomo (1994) secara fisiologi, proses perkecambahan
berlangsung dalam beberapa tahapan penting meliputi :
1. Absorbsi air dan Metabolisme pemecahan materi cadangan makanan
2. Transport materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang
aktif bertumbuh
3. Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru
4. Respirasi
5. Pertumbuhan
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang
internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan
keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam
giberelin (GA) dan asam absisat (ABA). Faktor eksternal yang merupkan
ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya
senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor
perkecambahan (Mayer, 1975).
Proses perkecambahan biji menurut Yuniarti (2015) :
1. Penyerapan air
a. Masuk air secara imbibisi dan osmosis
b. Kulit biji
c. Pengembangan embrio dan endosperm
d. Kulit biji pecah, radikal keluar
2. Pencernaan
Merupakan proses terjadinya pemecahan zat atau senyawa
bermolekul besar dan kompleks menjadi senyawa bermolekul lebih kecil,
sederhana, larut dalam air dan dapat diangkut melalui membran dan
dinding sel.
Makanan cadangan utama pada biji yaitu pati, hemiselulosa, lemak,
protein:
a. Tidak larut dalam air atau berupa senyawa koloid

4
b. Terdapat dalam jumlah besar pada endosperm dan kotiledon
c. Merupakan senyawa kompleks bermolekul besar
d. Tidak dapat diangkut (immobile) ke daerah yang memerlukan
embrionikaksis
Proses pencenaan dibantu oleh enzim senyawa organik yang
diproduksi oleh sel hidu berupa protein merupakan katalisator organik
yang emiliki fungsi pokok (Sutopo, 1993) :
a. Enzim Amilase merubah pati dan hemiselulosa menjadi gula
b. Enzim Protease merubah protein menjadi asam amino
c. Enzim Lipase merubah lemak menjadi asam lemak dan gliserin
Aktivasi enzim dilakukan oleh air setelah terjadinya imbibisi •
Enzim yang telah diaktivasi masuk ke dalam endosperm atau kotiledon
untuk mencerna cadangan makanan (Sasmithahamihardja, 1966).
3. Pengangkutan zat makanan
Hasil pencernaan diangkut dari jaringan penyimpanan makanan
menuju titik-titik tumbuh pada embrionik axis, radicle dan plumulae. Biji
belum punya jaringan pengangkut, sehingga pengangkutan dilakukan
secara difusi atau osmosis dari satu sel hidup ke sel hidup lainnya
(Suhardi, 1983).
4. Asimilasi
Merupakan tahapan terakhir dalam penggunaan cadangan makanan.
Termasuk proses pembangunan kembali, misalnya protein yang sudah
dirombak menjadi asam amino disusun kembali menjadi protein baru.
Tenaga atau energi berasal dari proses pernapasan.
5. Pernafasan (Respirasi)
Merupakan proses perombakan makanan (karbohidrat) menjadi
senyawa lebih sederhana dengan membebaskan sejumlah tenaga.
Pertama kali terjadi pada embrionik axis setelah cadangan habis baru
beralih ke endosperm atau kotiledon. Aktivasi respirasi tertinggi adalah
pada saat radicle menembus kulit.
6. Pertumbuhan Ada dua bentuk pertumbuhan embrionik axis:
a. Pembesaran sel-sel yang sudah ada

5
b. Pembentukan sel-sel yang baru pada titik-titik tumbuh

2.3 Dormansi
Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan
tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam
tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik, dan merupakan cara
tanaman agar dapat bertahan hidup danberadaptasi dengan lingkungannya.
Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan
benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda
antar spesies, dan antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu
mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa
tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan
(gulma) di lahan pertanian yang ditanami secararutin (Yuniarti, 2015).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji
maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Taufik dan Marjani,
2017).
Istilah yang pernah digunakan untuk menjelaskan dormansi dan yang
paling lazim adalah istilah istirahat dan pasif. Lebih banyak istilah yang
menyertakan kata dormansi di belakang kata keadaan (adjektif), misalnya
primer, sekunder, bawaan, dan sebagainya. Secara logis menjelaskan
pentingnya kesatuan istilah dan menganjurkan tiga istilah baru saja, yakni
endodormansi, ekodormansi, dan paradormansi. Di laboratorium dan di
bidang pertanian (bila perlu) digunakan alkohol atau pelarut lemak (yang
menghilangkan bahan berlilin) yang kadang mengahalangi masuknya air atau
asam pekat. Sebagai contoh, perkecambahan biji kapas dan kacangan tropika
dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu dengan asam sulfat

6
selama beberapa menit sampai satu jam dan selanjutnya dibilas untuk
menghilangkan asam itu (Salisbury dan Ross, 1992).

2.4 Faktor Penyebab Dormansi


Menurut Taufik dan Marjani (2017) benih yang mengalami dormansi
biasanya disebabkan oleh :
a. Rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh
struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar
masuknya air ke dalam benih.
b. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam
kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih
menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan
mobilisasi cadangan makanan dalam benih.
c. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit
biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada
tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangkan
pada sayuran dormani sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan
semangka non biji.

2.5 Tipe-tipe Dormansi


Ada beberapa tipe dari dormansi dan kadang-kadang lebih dari satu tipe
terjadi didalam benih yang sama. Di alam, dormansi dipatahkan secara
perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan yang khas. Tipe dari
kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung pada tipe
dormansi (Taufik dan Marjani, 2017).
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi
2 tipe yaitu :
1. Innate dormansi (dormansi primer)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri
dari dua sifat:
a. Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting
perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan

7
kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut
berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor
lingkungan selama perkecambahan.
b. Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-
sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan
inhibitor yang berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter
dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.
2. Induced dormansi (dormansi sekunder)
Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena
dihilangkannya satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi
sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun
berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak
menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan
kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder
ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk
berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada
benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik
yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang
berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih
terbatas.

2.6 Teknik Pematahan Dormansi


Tujuan pematahan dormansi adalah mendorong proses pematangan
embrio, mengaktifkan enzim di dalam embrio, dan peningkatan permeabilitas
kulit benih yang memungkinkan masuknya air dan gas-gas yang diperlukan
dalam perkecambahan (Muchtar, 1987).
Untuk mengetahui dan membedakan atau memisahkan apakah suatu
benih yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka
dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat
pengujian daya tumbuh atau kecambah benih yang dormansi adalah

8
bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar
dormansi dapat dipersingkat (Maina, 2011).
Menurut Muchta (1987) Terdapat 2 proses mekanisme pematahan
dormansi, yaitu :
1. Proses dormansi hormonal, konsep dari teori tersebut dihubungkan
dengan hormon pengatur tumbuh, baik yang menghambat (inhibitor)
maupun yang merangsang pertumbuhan (promotor). Dormansi dapat
dipatahkan dengan menghilangkan inhibitor atau dengan penggunaan
promotor yang mampu mempercepat terjadinya keseimbangan antara
inhibitor dan promotor.
2. Proses pengaruh metabolik sebagai akibat perlakuan pematahan
dormansi, konsepnya melibatkan lintasan pentose fosfat untuk sintesis
RNA, DNA dan protein.
Menurut Maina (2011) pematahan dormansi dapat dilakukan dengan
beberapa perlakuan, yaitu:
1. Dengan perlakuan mekanis
Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi. Skarifikasi mencakup cara-
cara seperti mengkikir atau menggosok kulit biji dengan kertas amplas,
melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan
perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus.
Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang
keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
2. Dengan perlakuan kimia
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih
mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit
biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
 Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat
selama 20 menit sebelum tanam
 Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
 Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200
PPM.

9
Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide,
asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga
digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil
(IAA).
3. Perlakuan perendaman dengan air
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan
memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan
memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 - 70 ℃ dan
dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk
benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama
2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan. Perendaman dengan
air panas merupakan salah satu cara memecahkan masa dormansi benih.
HCl adalah salah satu bahan kimia yang dapat mengatasi masalah
dormansi pada benih.
Menurut Dwidjoseputro (1985), Perlakuan tersebut diberikan agar kulit
benih menjadi lebih mudah untuk menyerap air yang dibutuhkan untuk
berkecambah. Perlakuan secara mekanis dapat diberikan pada benih yang
bersifat ortodok untuk menghilangkan dormansi akibat kulit benih, sehingga
mempermudah peresapan air ke dalam benih. Dengan demikian akan
mempercepat perkecambahan benih.

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Fisiologi Tanaman mengenai Dormansi dan Perkecambahan
Biji dilaksanakan pada Rabu, 02 Oktober 2019 pukul 09.10 sampai dengan
11.00 WIB bertempat di Laboratorium Bioteknologi, Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat-alat yang digunakan pada pratikum kali ini yaitu amplas, hot
plate, kapas dan gelas pelastik.
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu biji kedelai,
kacang hijau, kacang tanah, biji sirsak, biji lengkeng, biji asem, air dan
garam.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja dari praktikum kali ini yaitu :
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan dignakan
2. Media tanam dibuat dengan memasukan kapas ke dalam 3 gelas pelastik
yang mana ketiga gelas itu diberi perlakuan yang berbeda yaitu lembab,
kering dan tergenang (biji berkulit tipis)
3. Untuk biji berkulit tebal diberikan 3 perlakuan yaitu dengan di amplas,
direndam dengan air panas dan direndam pada air garam sebelum
ditanam pada media tanam
4. Untuk biji berkulit tipis direndam terlebih dahulu sebelum di tanam
5. Biji yang telah di tanam diberikan keterangan sample
6. Diamati perkecambahan biji selama 6 HST.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tipis.
HST/Tanggal Ulangan Parameter Pengamatan
Kacang Hijau Kacang Kedelai Kacang Tanah
K L T K L T K L T
2 HST I - √ √ - - - - - √
04-10-2019 II - √ √ - - - - - √
4 HST I - √ √ - - - - - √
06-10-2019 II - √ √ - - - - - √
6 HST I - √ - - - - - √ √
08-10-2019 II - √ - - - - - √ √

Tabel 2. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tebal


HST/Tanggal Ulangan Parameter Pengamatan
Biji Sirsak Biji Kelengkeng Biji Asem
K L T K L T K L T
2 HST I - - - - - - - - -
04-10-2019 II - - - - - - - - -
4 HST I - - - - - - - - -
06-10-2019 II - - - - - - - - -
6 HST I - - - - - - - - -
08-10-2019 II - - - - - - - - -

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini mengenai dormansi dan perkecambahan biji
berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada beberapa biji yaitu biji kedelai,
kacang hijau, kacang tanah, biji sirsak, biji lengkeng, biji asem, pada biji yang
berkulit tipis diberi 3 perlakuan pada media tanamnya yaitu kering, lembab
dan tergenang, sedangkan pada biji berkulit tebal diberi 3 perlakuan yang
berbeda yaitu di amplas, di rendam dengan air panas dan direndam dalam air
garam, perlakuan-perlakuan ini dilakukan untuk mematahkan sifat dormansi
pada biji-biji tersebut agar proses perkecambahan dapat terjadi secara

12
langsung saat berada di media tanam. Hal tersebut sesuai dengan litelatur
Muchtar (1987) yang menyatakan bahwa tujuan pematahan dormansi adalah
mendorong proses pematangan embrio, mengaktifkan enzim di dalam embrio,
dan peningkatan permeabilitas kulit benih yang memungkinkan masuknya air
dan gas-gas yang diperlukan dalam perkecambahan. Dormansi merupakan
suatu keadaan dimana biji tidak aktif atau tidak melakukan perkecambahan
dalam beberapa waktu walau biji tersebut berada di tempat yang sesuai untuk
terjadi perkecambahan atau kondisi kingkungan yang optimum. Ternyata hal
ini sependapat dengan Yuniarti (2015) ia menyatakan bahwa kemampuan
benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan tempat yang tepat
adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi
benih diturunkan secara genetik, dan merupakan cara tanaman agar dapat
bertahan hidup danberadaptasi dengan lingkungannya. Intensitas dormansi
dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Lamanya
(persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan
antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak
berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan
keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang
ditanami secararutin.
Pada table satu yaitu pengamatan biji berkulit tipis didapat hasil bahwa
biji dengan kulit tipis adalah biji kacang kedelai, kacang tanah dan kacang
hijau, ketiga biji kacang ini diberi perlakuan yang sama yaitu direndam
terlebih dahulu kemudian di tanam pada media kering, lembab dan tergenang,
sebelum ditanam dilakukan perendaman terlebih dahulu bertujuan agar biji
melakukan proses imbibisi atau proses masuknya air melalui bagian biji biasa
disebut mikrophyli, setelah air masuk kedalam biji air akan mengaktifkan
enzim-enzim yang ada pada biji untuk digunakan saat perkecambahn dan
perkecambahan akan cepat terjadi serta dapat mematahkan keadaan dormansi
pada biji-biji tersebut. Pengamatan biji kacang hijau selama 2 hst, 4 hst dan 6
hst dengan tiga perlakuan tersebut pada media kering tidak dapat tumbuh
karena biji ketika dalam proses perkecambahan membutuhkan air yang cukup
karena air merupakan bahan utama yang dibutuhkan biji saat akan

13
berkecambah, pada media tanam yang lembab kedua biji dapat berkecambah
dengan baik sampai 6 hst, sedangkan pada media tergenang ketika waktu 6
hst kacang hijau tidak tumbuh yang di akibatkan oleh faktor lingkungan salah
satunya terlalu banyaknya air pada media menyebabkan plumula yang sudah
muncul membusuk namun saat pengamatan 2 hst dan 4 hst kacang hijau dapat
berkecambah. Hal ini sependapat dengan Mayer (1975) yang menyatakan
bahwa faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji salah satunya
faktor eksternal yang merupkan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu,
kelembaban, cahaya dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang
berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan.
Kemudian pada biji berkulit tipis biji kacang kedelai dari tiga perlakuan
yaitu penanaman pada media kering, lembab dan tergenang hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh faktor internal yang berupa kandungan cangan makanan
yang tersedia serta kemasakan embrio untuk melakukan perkecambahan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Mayer (1975) yang menyatakan bahwa faktor
secara internal yang mempengaruhi proses perkecambahan biji yaitu keadaan
keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam
giberelin (GA) dan asam absisat (ABA).
Pada kacang tanah dalam media kering tidak dapat tumbuh karna tidak
terdapat air untuk terjadinya proses perkecambahn yang disebabkan enzim
dalam benih tidak aktif karena tidak ada air yang masuk, pada media lembab
kacang tanah saat 2 hst dan 4 hst tidak dapat tumbuh sedangkan ketika
mencapai waktu 6 hst kacang tanah dapat tumbuh hal tersebut kacang tanah
berkecambah lebih lambat dibandingkan proses perkecambahan kacang hijau
dalam keadaan lembab, maka pada kacang tanah mengalami dormansi sekitar
4 hst, kemudian kacang tanah dalam media tergenang dapat tumbuh mulai
dari 2 hst, 4 hst sampai 6 hst, karena kacang tanah merupakan biji yang
membutuhkan banyak air untuk melakuakn perkecambahannya dan
tanamannya tahan terhadap terjadinya pembusuka.
Selanjutnya pengamatan pada biji kulit tebal didapat hasil bahwa
tanaman yang memiliki biji tebal diantaranya yaitu biji sirsak, biji kelengkeng
dan biji asem, ketiga biji tersebut diberi perlakuan pematahan dormansi dengan

14
cara di amplas, direndam dengan air panas dan direndanm dalam air garam, hal
tersebut dilakukan agar kulit biji ketiga tanaman tersebut dapat menipis
sehingga dapat memudahkan air masuk kedalam biji untuk mengaktifkan
enzim-enzim. Hal ini sesuai dengan litelatur yang di dapat yaitu Menurut
Dwidjoseputro (1985), Perlakuan tersebut diberikan agar kulit benih menjadi
lebih mudah untuk menyerap air yang dibutuhkan untuk berkecambah.
Perlakuan secara mekanis dapat diberikan pada benih yang bersifat ortodok
untuk menghilangkan dormansi akibat kulit benih, sehingga mempermudah
peresapan air ke dalam benih. Dengan demikian akan mempercepat
perkecambahan benih.
Pada biji sirsak, biji kelengkeng dan biji asem dengan tiga perlakuan
tersebut yang di tanam dalam media tanam lembab tidak dapat tumbuh,
dikarenakan pengamplasan biji kurang tipis, perendaman dalam air panas dan
perendaman dalam air garam kurang lama, akibatnya keadaan kulit biji masih
tebal sehingga menyulitkan air masuk kedalam biji dan keadaan media yang
lembab tidak begitu banyak air yang tersedia sehingga menyulitkan proses
pemecahan kulit biji.

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

15
Dari hasil yang di dapat dalam praktikum kali ini dapat disimpulkan
bahwa kuit dari setiap biji berbeda ada yang berkulit tipis dan berkulit tebal,
sebelum ditanam dilakukan perendaman terlebih dahulu agar terjadi suatu
proses imbibisi atau masuknya air kedalam biji untuk mengaktifkan enzim
dalam biji, pada biji kulit tipis dapat mempermudah masuknya air kedalam
biji, namun pada biji berkulit tebal perlu dilakukan skarifikasi agar dormansi
dapat dipatahkan dengan cara di amplas, direndam dalam air panas dan
direndalam dalam air garam, hal ini bertujuan agar kulit biji yang tebal dapat
menipis sehingga memudahkan masuknya air kedalam biji untuk
mengaktifkan enzim

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan untuk praktikum di masa yang
akan datang yaitu, saat melakukan penghamplasan harus lebih lama lagi agar
kulit biji yang keras dapat menipis, perendaman dalam air panas dan dalam
air garam harus lebih lama lagi agar kulit niji yang keras tersebut dapat
melunak sehingga memudahkan air masuk kedalam biji.

LAMPIRAN

16
Lampiran 1. Penuangan Lampiran 2. Penanaman Lampiran 3. Sample
air pada biji kacang kacang
media kapas tanah tanah

Lampiran 4. Hari setelah Lampiran 5. Hari setelah Lampiran 6. Hari


tanam tanam setelah
tanam

17

Anda mungkin juga menyukai