Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TANAMAN
“DORMANSI DAN PERKECAMBAHAN BIJI”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Fisiologi Tanaman

Disusun oleh
Nama : Aini Nur Hikmah
NIM : 4442170019
Kelas : IIIA
Kelompok : 6 (Enam)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang pada
setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi masalah
karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan
pengguna atau petani. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme
mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam
wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi.
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme
hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak
mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan
suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi
dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi. Pada beberapa
jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman
sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau
pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut.
Selama penyimpanan benih-benih dalam keadaan dormansi (tidur) dan
perlu dilakukan perlakuan sebelum di kecambahkan. Benih dikatakan
dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup (viable) tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi
syarat bagi perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung
semusim atau tahunan tergantung pada tipe dormansinya.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis
ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih
tersebut terlepas dari tanaman induknya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
praktikum tentang perkecambahan dan dormansi biji. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana cara-cara pematahan dormansi pada biji.

1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui respons perkecambahan beberapa jenis biji terhadap
faktor lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia, dst).
2. Untuk mengetahui laju perkecambahan menurut ketebalan kulit biji.
3. Untuk mengetahui batas-batas kebutuhan air dalam perkecambahan suatu biji.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman


Keadaan hidup dari organisme dicirikan oleh pertambahan berat dan
kekompleksannya secara sistematik. Peristiwa ini dapat dibahas dalam
pengertian proses pertumbuhan dan perkembangan yang saling menjalin.
Pertumbuhan, dalam arti terbatas, menunjuk pada penambahan ukuran yang
tidak dapat dibalik, yang mencerminkan pertambahan protoplasma.
Perkembangan diartikan pada diferensiasi, suatu perubahan dalam tingkat
lebioh tinggi yang menyangkut spesialisasi dan organisasi secara anatomi dan
fisiologi (Harjadi, 1996).
Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran tanaman sebagai
akibat adanya pembelahan dan pembesaran sel, termasuk sintesis berbagai
bahan seluler dan organisasi organel-organel subseluler. Pertumbuhan
merupakan proses yang tidak dapat dibalik (irreversible), dan laju
pertumbuhannya dapat diukur dengan menghitung peningkatan berat segar,
berat kering, volume, panjang, tinggi, atau luas area. Oleh karena ukurannya
bertambah, maka bentuk tanaman pun berubah-ubah sebagaimana ditentukan
oleh faktor-faktor genetiknya (Zulkarnain, 2009).
Istilah perkembangan, mengacu pada total perubahan pertumbuhan yang
bertahap dan progresif baik secara kualitatif maupun kuantitatif, yang meliputi
transformasi dari satu zigot menjadi tanaman dewasa yang reproduktif,
fenomena ini dicirikan oleh perubahan ukuran dan berat, munculnya struktur
dan fungsi baru serta hilangnya struktur dan fungsi yang lama. Perkembangan
dapat dipandang sebagai suatu fenomena yang terdiri dari atas tiga proses, yang
biasanya terjadi secara bersamaan, yakni pertumbuhan, diferensiasi seluler, dan
morfogenesis (Zulkarnain, 2009).
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik)
memanjang keluar menembus kulit biji. Di balik gejala morfologi dengan
permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologibiokemis yang kompleks,
dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis (Salisbury, 1985).

3
Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa
tahapan penting meliputi : Absorbsi air dan Metabolisme pemecahan materi
cadangan makanan; Transport materi hasil pemecahan dari endosperm ke
embrio yang aktif bertumbuh; Proses-proses pembentukan kembali materi-
materi baru; Respirasi; Pertumbuhan.
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang
internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan
keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam
giberelin (GA) dan asam absisat (ABA). Faktor eksternal yang merupkan
ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya
senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor
perkecambahan (Mayer, 1975).
Proses Perkecambahan Biji (Sasmithahamihardja, 1996) :
1. Penyerapan air
(1) Masuk air secara imbibisi dan osmosis
(2) Kulit biji
(3) Pengembangan embrio dan endosperm
(4) Kulit biji pecah, radikal keluar
2. Pencernaan
Merupakan proses terjadinya pemecahan zat atau senyawa bermolekul
besar dan kompleks menjadi senyawa bermolekul lebih kecil, sederhana,
larut dalam air dan dapat diangkut melalui membran dan dinding sel.
Makanan cadangan utama pada biji yaitu pati, hemiselulosa, lemak,
protein:
• Tidak larut dalam air atau berupa senyawa koloid
• Terdapat dalam jumlah besar pada endosperm dan kotiledon
• Merupakan senyawa kompleks bermolekul besar
• Tidak dapat diangkut (immobile) ke daerah yang memerlukan
embrionikaksis
Proses pencenaan dibantu oleh enzim :
• Senyawa organik yang diproduksi oleh sel hidup
• Berupa protein

4
• Merupakan katalisator organik
• Memiliki fungsi pokok:
* Enzim Amilase merubah pati dan hemiselulosa menjadi gula
* Enzim Protease merubah protein menjadi asam amino
* Enzim Lipase merubah lemak menjadi asam lemak dan gliserin
• Aktivasi enzim dilakukan oleh air setelah terjadinya imbibisi
• Enzim yang telah diaktivasi masuk ke dalam endosperm atau
kotiledon untuk mencerna cadangan makanan
3. Pengangkutan zat makanan
Hasil pencernaan diangkut dari jaringan penyimpanan makanan
menuju titik-titik tumbuh pada embrionik axis, radicle dan plumulae. Biji
belum punya jaringan pengangkut, sehingga pengangkutan dilakukan
secara difusi atau osmosis dari satu sel hidup ke sel hidup lainnya.
4. Asimilasi
Merupakan tahapan terakhir dalam penggunaan cadangan makanan.
Termasuk proses pembangunan kembali, misalnya protein yang sudah
dirombak menjadi asam amino disusun kembali menjadi protein baru.
Tenaga atau energi berasal dari proses pernapasan.
5. Pernafasan (Respirasi)
Merupakan proses perombakan makanan (karbohidrat) menjadi
senyawa lebih sederhana dengan membebaskan sejumlah tenaga. Pertama
kali terjadi pada embrionik axis setelah cadangan habis baru beralih ke
endosperm atau kotiledon. Aktivasi respirasi tertinggi adalah pada saat
radicle menembus kulit.
6. Pertumbuhan
Ada dua bentuk pertumbuhan embrionik axis yaitu Pembesaran sel-sel
yang sudah ada dan Pembentukan sel-sel yang baru pada titik-titik tumbuh.

2.2 Dormansi
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji

5
maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Yuniarti, 2002).
Istilah yang pernah digunakan untuk menjelaskan dormansi dan yang
paling lazim adalah istilah istirahat dan pasif. Lebih banyak istilah yang
menyertakan kata dormansi di belakang kata keadaan (adjektif), misalnya
primer, sekunder, bawaan, dan sebagainya. Secara logis menjelaskan
pentingnya kesatuan istilah dan menganjurkan tiga istilah baru saja, yakni
endodormansi, ekodormansi, dan paradormansi. Di laboratorium dan di
bidang pertanian (bila perlu) digunakan alkohol atau pelarut lemak (yang
menghilangkan bahan berlilin) yang kadang mengahalangi masuknya air atau
asam pekat. Sebagai contoh, perkecambahan biji kapas dan kacangan tropika
dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu dengan asam sulfat
selama beberapa menit sampai satu jam dan selanjutnya dibilas untuk
menghilangkan asam itu (Salisbury dan Ross, 1992).
Menurut Salisburry dan Ross (1992) penyebab terjadinya dormansi benih
yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh :
• Rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh
struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar
masuknya air ke dalam benih.
• Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam
kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih
menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme
dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih.
• Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena
kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan
embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih
padi, sedangkan pada sayuran dormani sering dijumpai pada benih
timun putih, pare dan semangka non biji.

6
Tipe-tipe dormansi benih ada beberapa tipe dari dormansi dan kadang-
kadang lebih dari satu tipe terjadi didalam benih yang sama. Di alam,
dormansi dipatahkan secara perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan
yang khas. Tipe dari kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi
tergantung pada tipe dormansi.
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi
2 tipe yaitu :
1. Innate dormansi (dormansi primer) Dormansi primer adalah dormansi
yang paling sering terjadi, terdiri dari dua sifat :
• Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting
perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan
dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat
fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama perkecambahan.
• Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifatsifat
tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang
berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter dan sensitivitas
terhadap suhu dan cahaya.
2. Induced dormansi (dormansi sekunder) Dormansi sekunder adalah sifat
dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu atau lebih faktor penting
perkecambahan. Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada
keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada
suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat
menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang
dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang
dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan
memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik
yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang
berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih
terbatas.
Sedangkan menurut Sutopo (1985), Ada beberapa tipe dormansi, yaitu
dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis

7
1. Dormansi Fisik Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas
structural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap
sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas
pada berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah :
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih
keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini
pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri
dari lapisan selsel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama
dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan
lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat
menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan,
juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu
memperpendek masa dormansi benih.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam
keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk
menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka
embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya
dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia,
Eucalyptus, dll (Doran, 1997).
Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa
dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang
oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis
terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara
mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.
c. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji
dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada
benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit
bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio.
Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan

8
temperatur hangat. Benih kacang adalah benih sayur yang tidak kenal
masa dormansinya.
2. Dormasi fisiologis (embrio)
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya
atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu
tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu
penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai
beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih ini biasanya
ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar
viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat
berkecambah (Schmidt, 2002).
Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
a. Immaturity Embrio
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan
sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian
perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan
kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya
terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
b. After ripenin
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan
waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan
membutuhkan jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan
sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama
penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah.
Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari
sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.
c. Dormansi Sekunder
Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan
normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu
keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat
menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-
kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua

9
kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya
kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan
fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan
yang berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi
menjadi lebih terbatas.
d. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio
Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadirnya zat penghambat
perkecambahan dalam embrio. Zat-zat penghambat perkecambahan
yang diketahui terdapat pada tanaman antara lain : Ammonia, Abcisic
acid, Benzoic acid, Ethylene, Alkaloid, Alkaloids Lactone (Counamin)
dll. Counamin diketahui menghambat kerja enzim-enzim penting
dalam perkecambahan seperti Alfa dan Beta amilase.
Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah
kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe dormansi ini disebabkan
oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh adalah dormansi yang
disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji
indebiscent yang membatasi masuknya O2 dan keperluan akan
perlakuan chilling. Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan
fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe
dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai
contoh adalah dormansi yang disebabkan oleh kombinasi dari
immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang membatasi masuknya
O2 dan keperluan akan perlakuan chilling.
Teknik pematahan dormansi benih yitu tujuan pematahan dormansi adalah
mendorong proses pematangan embrio, mengaktifkan enzim di dalam embrio,
dan peningkatan permeabilitas kulit benih yang memungkinkan masuknya air
dan gas-gas yang diperlukan dalam perkecambahan (Muchtar, 1987).
Untuk mengetahui dan membedakan atau memisahkan apakah suatu benih
yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu
dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh

10
atau kecambah benih yang dormansi adalah bagaimana cara mengetahui
dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat.
Bewley dan Black (1985) mengemukakan 2 proses mekanisme pematahan
dormansi, yaitu :
1. Proses dormansi hormonal, konsep dari teori tersebut dihubungkan
dengan hormon pengatur tumbuh, baik yang menghambat (inhibitor)
maupun yang merangsang pertumbuhan (promotor). Dormansi dapat
dipatahkan dengan menghilangkan inhibitor atau dengan penggunaan
promotor yang mampu mempercepat terjadinya keseimbangan antara
inhibitor dan promotor.
2. Proses pengaruh metabolik sebagai akibat perlakuan pematahan
dormansi, konsepnya melibatkan lintasan pentose fosfat untuk sintesis
RNA, DNA dan protein.
Menurut Tamin (2007) Ada beberapa cara yang telah diketahui adalah :
A. Dengan perlakuan mekanis Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir atau menggosok kulit
biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah
kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang
memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk
melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air
atau gas.
B. Dengan perlakuan kimia Tujuan dari perlakuan kimia adalah
menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses
imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan
konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat
dilalui oleh air dengan mudah.
- Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat
selama 20 menit sebelum tanam.
- Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
- Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.
Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide,
asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat

11
juga digunakan hormon tumbuh antara lain : Cytokinin, Gibberelin
dan iuxil (IAA).
C. Perlakuan perendaman dengan air
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih
ke dalam air panas pada suhu 60-70 ℃ dan dibiarkan sampai air menjadi
dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air
yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar
untuk dikecambahkan. Perendaman dengan air panas merupakan salah
satu cara memecahkan masa dormansi benih. HCl adalah salah satu
bahan kimia yang dapat mengatasi masalah dormansi pada benih.
D. Perlakuan dengan suhu
Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah
pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah
perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan
penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan
yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk
setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili
E. Perlakuan dengan cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju
perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah
cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

12
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 03 Oktober 2018 pukul 13.00-
14.40 WIB. Bertempat di Laboratorium Bioteknologi Jurusan
Agroekoteknologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum adalah gelas plastik.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah biji kacang hijau, biji kedelai, biji
kacang tanah, biji sawo, biji asem, biji sirsak, air biasa, air hangat, garam,
kapas dan sarung tangan karet.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja praktikum ini adalah :
1. Alat dan bahan disiapkan oleh praktikaan.
2. Biji yang dibawa, dikelompokkan sesuai dengan tipe kulit biji, yakni kulit
biji tipis dan kulit biji tebal oleh praktikan.
3. 6 gelas plastik yang digunakan sebagai tempat perkecambahan 2 macam
kelompok biji disiaokan oleh praktikan.
4. 6 gelas plastik tersebut, diisi dengan menggunakan kapas oleh praktikan.
5. 3 gelas plastik yang akan digunakan sebagai tempat perkecambahan biji
berkulit tipis diberi 3 perlakuan yang berbeda oleh praktikan, yaitu :
a. Perlakuan ke-1 media tidak diberi air (hanya kapas kering saja)
b. Perlakuan ke-2 media diberi sedikit air (kapas sekedar basah atau
kapas lembab)
c. Perlakuan ke-3 media diberi air, hingga biji tergenang air.
6. 9 biji berkulit tebal diberi perlakuan yang berbeda oleh praktikan, yaitu :
a. 3 biji berkulit tebal diberi perlakuan 1, yakni biji dipanaskan dengan
menggunakan air panas selama 5 menit.

13
b. 3 biji berkulit tebal diberi perlakuan 2, yakni biji diamplas dengan
menggunakan amplas.
c. 3 biji berkulit tebal diberi perlakuan 3, yakni biji dimasukan ke dalam
air garam selama 5 menit.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamata Biji Berkulit Tipis

Parameter pengamatan

Hari/Tgl Ulangan Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Kedelai

K L T K L T K L T

2 HST I -   - - - -  
05 Okt 18 II -   - - - -  
4 HST I -   - -  -  
07 Okt 18 II -   -   -  
6 HST I -   - -  -  
09 Okt 18 II -   -   -  
Ket : K=Kering, L=Lembab, T=Tergenang

Tabel 2. Hasil Benih Berkulit Tebal

Parameter pengamatan

Tanggal Ulangan Biji Asam Biji Sirsak Biji Sawo

N S A N S A N S A

2 HST I - - - - - - - - -
05 Okt 18 II - - - - - - - - -
4 HST I -  - - - - - - -
07 Okt 18 II -  - - - - - - -
6 HST I -  - - - - - - -
09 Okt 18 II -  - - - - - - -
Ket: N=Air Panas, S=Amplas, A=Asam

15
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yang berjudul dormansi dan perkecambahan biji
memiliki tujuan untuk mengetahui respons perkecambahan beberapa jenis biji
terhadap faktor lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia, dst); untuk
mengetahui laju perkecambahan menurut ketebalan kulit biji dan untuk
mengetahui batas-batas kebutuhan air dalam perkecambahan suatu biji. Biji
sendiri mempunya arti seperti yang dikemukakan oleh Hidayat (1995) Biji
dibentuk dengan adanya perkembangan bakal biji. Biji masak terdiri dari 3
bagian yaitu embrio, endosperm (hasil pembuahan ganda), dan kulit biji yang
dibentuk oleh dinding bakal biji termasuk kedua integumennya. Embrio
adalah sporofit muda yang tidak segera melanjutkan pertumbuhannya,
melainkan memasuki masa dorman. Saat itu biasanya embrio tahan stres.
Embrio senantiasa diiringi cadangan makanan baik organik maupun
anorganik yang berada disekeliling embrio atau di dalam jaringannya sendiri.
Kulit biji atau testa bersifat tahan atau kadang-kadang memiliki permukaan
yang memudahkan penyebarannya oleh angin. Biji mampu bertahan pada
lingkungan yang keras.
Menurut Suyitno (2007) Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis
pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau
tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi
yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan
dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan
mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada
kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat.
Dormansi bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk
mengatasi hambatan.
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu penanaman biji
kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, biji sirsak, biji asam jawa, dan
biji sawo sebagai objek pengamatan dengan adanya perlakuan khusus
terhadap biji. Sebelumnya, biji digolongkan menjadi 2, yaitu biji berkulit
tebal dan biji berkulit tipis. Biji yang tergolong berkulit tebal yaitu biji sirsak,
biji asam jawa dan biji sawo, sedangkan biji berkulit tipis yaitu kacang tanah,

16
kacang kedelai dan kacang hijau. Adapun perlakuan khusus yang dimaksud
pada biji berkulit tebal yaitu biji diampelas, direndam laruran NaCl, dan
direndam pada air panas yang masing-masing selama 5 menit. Sedangkan
perlakuan pada biji berkulit tipis yaitu pada media kapasnya ada yang kering,
basah dan terendam air atau tergenang. Masing-masing perlakuan terdiri dari
dua kali ulangan dengan masing-masing wadah diisi dengan 2 biji. Kelompok
1-3 mengamati biji berkulit tipis, sedangkan kelompok 4-6 mengamati biji
berkulit tebal.
Berdasarkan pengamatan yang dilakuan dapat dilihat pada tabel hasil
pengamatan pada biji berkulit tipis bahwa pada 2 HST pada kacang hijau,
kacang tanah dan kacang kedelai dimedia tanam kapas yang kering tidak
tumbuh baik ulangan I maupun ulangan II. Sedangkan pada media kapas yang
lembab dan tergenang yang tumbuh hanya kacang hijau dan kacang kedelai,
kacang tanah tidak tumbuh. Kemudian pada 4 HST biji kacang hijau, kacang
tanah, kacang kedelai dimedia tanam kapas kering tidak tumbuh baik ulangan
I maupun ulangan II. Pada tempat yang tergenang semua biji tumbuh baik
ulangan I maupun ulangan II. Untuk tempat yang lembab biji kacang hijau
dan kacang kedelai tumbuh baik ulangan I maupun ulangan II. Sedangkan
pada kacang tanah di tempat yang lembab tumbuh tetapi hanya ulangan ke-I
saja. Kemudian pada 6 hari setelah tanam didapat hasil biji kacang hijau,
kacang tanah dan kacang kedelai dimedia tanam kapas yang kering biji tidak
dapat tumbuh sedengkan pada media tanam tergenang biji semua nya dapat
tumbuh. Sedangkan pada tempat yang lembab hanya biji kacang tanah pada
ulangan ke II saja yang tidak tumbuh.
Pada pengamatan biji berkulit tebal dengan perlakuan khusus (air panas,
amplas, asam atau biasa) yaitu biji asem, sirsak dan sawo pada 2 HST tidak
ada yang tumbuh baik ulangan I maupun II. Pada 4 HST biji sirsak dan biji
sawo masih tidak tumbuh. Begitupun pada 6 HST biji sirsak dan biji sawo
tidak tumbuh. Tetapi, pada biji asam yang diamplas sudah tumbuh dari 2
HST.
Pada kelompok yang saya amati yaitu biji sirsak. Biji sirsak termasuk
kedalam biji berkulit tebal. Kami mengamati biji sirsak dengan 3 perlakuan

17
yang mana pada masing-masing perlakuan yaitu 2 biji direndam air panas 100
ml selama 5 menit. 2 biji diamplas dan direndam dengan air biasa selama 5
menit. 2 biji direndam dengan air garam selama 5 menit juga. Akan tetapi
pada pengamatan yang kelompok kami lakukan khusus nya pada kelompok
yang mengamati biji sirsak mengalami kegagalan, karena seharusnya biji
tumbuh mengalami perkecambahan namun pada praktikum yang dilakukan,
biji tidak mengalami perkecambahan. Hal ini bisa jadi dapat disebabkan
karena keadaan dari biji itu sendiri maupun perlakuan pada saat penanaman.
Pada proses pengamplasan biji sirsak kami tidak menggunakan amplas tetapi
menggunakan cutter yang hal ini menyebabkan kondisi dari fisik biji
mengalami kerusakan. Selain itu, pada perendaman air panas, air yang
digunakan tidak begitu panas sehinggaa kulit biji masih sangat keras. Pada
media tanam yang digunakan yaitu menggunakan tissu bukan kapas karena
praktikan tidak membawa kapas dan lab juga tidak menyediakan kapas
tersebut. Hal ini bisa berpengaruh pada perkecambahan biji tersebut.
Ditemukan juga pada bagian pangkal biji terdapat jamur sehingga biji tidak
dapat tumbuh berkecambah.
Seperti yang kita ketahui bahwa kebutuhan cahaya, air, unsur hara dan
oksigen setiap tanaman berbeda-beda jumlahnya, selain itu pula kecepatan
tumbuh tanaman juga berbeda-beda. Perbedaan itu bisa disebabkan oleh
banyak faktor. Seperti biji berkulit tebal disebabkan oleh faktor biji yang
terlalu tebal sehingga air tidak dapat masuk menembus kulit biji sehingga biji
tidak dapat berkecambah atau dormansi yang menyebabkan proses imbibisi
air berlangsung lambat. Perendaman benih atau biji harusnya dilakukan
terlebih dahulu selama 1 malam sebelum ditanam, namun pada praktikum ini
tidak dilakukan perendaman terlebih dahulu, tetapi biji langsung diberi
perlakuan. Selain itu jarak antar tanam juga kurang diperhatikan, sehingga
kebutuhan akan unsur hara kurang tercukupi. Seperti yang diungkapkan oleh
Lakitan (2000) dalam bukunya yaitu Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, yang
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan biji tidak
dapat berkecambah, diantaranya embrio yang masak dan impermeabilitas
kulit biji terhadap air atau oksigen, kulit biji yang terlalu keras dan tebal

18
sehingga air dan gas/udara tidak dapat masuk, kurangnya cahaya untuk
perkecambahan, embrio yang masih muda (immature) dan rendahnya kadar
etilen.
Menurut Guritno (1995) dalam bukunya Analisis Pertumbuhan Tanaman,
menyatakan bahwa di alam, dormansi karena kulit biji yang keras dapat
dipatahkan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan pergantian musim
antar basah dan kering/panas, temperatur rendah, aberasi oleh pasir gurun,
aktivitas mikroba, tanah, api, atau oleh alat pencerna makanan burung, dan
hewan mamalia. Secara praktis, hal ini dapat dilakukan secara fisik dan
mekanis, seperti menggosok kulit biji dengan benda aberasive atau secara
kimia dengan merendamnya ke dalam larutan asam pekat.
Faktor internal yang mengakibatkan dormansi adalah Imnate dormancy
(rest) dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-
organ biji itu sendiri. Embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik.
Kemudian penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel. Lalu
bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat. Lalu faktor eksternal
yang mempengaruhi dormansi biji adalah terhalangnya pertumbuhan aktif
karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Kemudian karena
terjadinya photodormancy yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
keberadaan cahaya. Lalu terjadinya thermodormancy yaitu proses fisiologis
dalam biji terhambat oleh suhu.
Pada saat pemberian perendaman air di seharusnya semua biji
berkecambah karena tujuan pemberian perendaman ini untuk menghilangkan
bahan berlilin yang terdapat pada biji yang nantinya menghalangi masuknya
air, dengan mengelupasnya bahan berlilin ini akan meluruhkan kulit biji yang
keras. Pada mekanisme pematahan dormansi ini setelah perendaman akan
mengakibatkan lapisan lilin dan lapisan kulit biji yang keras akan hilang,
ketika lapisan ini hilang mengakibatkan biji dapat melakukan imbibisi yaitu
masuknya air ke dalam biji dan menurunkan suhu yang dapat menyebabkan
hormon ABA menurun dan hormon sitokinin meningkat dan bijipun dapat
tumbuh.

19
Sesungguhnya, biji/benih yang ditanam pada media tanam yang dapat
menyimpan banyak air akan tumbuh lebih cepat, karena biji hanya
membutuhkan air untuk mengakhiri masa dormansi (masa istirahatnya).
Contohnya seperti yang ditanam pada kapas yang basah dan terendam bijinya
cepat tumbuh, sedangkan yang perlakuan kering/tanpa air, benih tidak
tumbuh. Hal ini sesuai dengan pengamatan yang kami lakukan, seperti pada
kacang hijau, kacang tanah dan kacang kedelai. Namun pada media tanam
kapas dan media tanam lain yang tidak mengandung zat hara, walaupun akan
tumbuh lebih cepat pada awalnya, setelah itu pertumbuhan akan melambat
karena biji yang sudah berkecambah sudah mulai membutuhkan zat hara
untuk tetap tumbuh, dan tidak hanya air yang dibutuhkannya. Kapas tidak
dapat menyediakan unsur hara tersebut.

20
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Tumbuhan yang masih kecil, belum lama muncul dari biji dan masih hidup
dari persediaan makanan yang terdapat di dalam biji, dinamakan kecambah
(plantula). Awal perkecambahan dimulai dengan berakhirnya masa dormansi.
Berakhirnya masa dormansi ditandai dengan masuknya air ke dalam biji suatu
tumbuhan, yang disebut dengan proses imbibisi.
Biji dapat berkecambah karena di dalamnya terdapat embrio atau lembaga
tumbuhan mempunyai tiga bagian, yaitu akar lembaga/calon akar (radikula),
daun lembaga (kotiledon), dan batang lembaga (kaulikulus).

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan yaitu sebaiknya kita semua harus
menjaga kekondusifitas keadaan didalam laboratorium supaya praktikum
dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang optimal.

21
DAFTAR PUSTAKA

Harjadi. 1991. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Bogor : Agronmi IPB Press.


Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub
Tropis. Terjemahan. Kerjasama Direktorat Jenderal Rehabiltasi Lahan dan
Perhutanan Sosial dengan Indonesia Forest Seed Project. Jakarta.
Salisbury, Frank B. 1985. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB
Salisbury, dan Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB Press.
Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta : UGM Press.
Sitompul, S. M. 1995. Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta : UGM Press.
Lakitan, B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Sutopo, Lita. 1993. Teknologi Benih. Jakarta Utara : Fakultas Pertanian
UNBRAW.
Zulkarnain. 2009. Dasar-Dasar Holtikultura. Jakarta : Bumi Aksara.
Tamin, R P. 2007. Teknik Perkecambahan Benih Jati (Tectonagrandis Linn. F.).
Jurnal Agronomi. Vol 1 No(3).
Yuniarti, N. 2002. Penentuan Cara Perlakuan Pendahuluan Benih Saga Pohon (
Adenanthera sp.). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol VIII No(2)
Sasmithahamihardja, D. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Fakultas FMIPA
ITB.
Suyitno, Al MS. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar.
Yogyakarta : UNY Yogyakarta.
Hidayat, Estiti B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : ITB.
Lakitan, B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Rajawali Press.
Doran, Diane. 1997. Influence of Seasonality on Activity Patterns, Feeding
Behavior, Ranging, and Grouping Patterns in Tai Chimpanzees.
International Journal of Primatology. Vol 18 No(2).
Aldrich, R.J. 1984. Weed-crop Ecology Principles in Weed Management Nort
Scituate. Massachussets : Breton Publisher.

22
Bewley, J.D. dan M. Black. 1985. Seed Physiology of Development and
Germination. New York : Plenum Press. Mayer, A M. 1975. The
Germination of Seeds Second Edition. International Joural. Vol 5 No(3).

23
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan

Lampiran 2. Perendaman Kacang kedelai

24

Anda mungkin juga menyukai