Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum Fisiologi

Tumbuhan

Pemecahan Dormansi Biji Saga


(Adenanthera pavonina L.)

Nama Kelompok:

Disusun oleh:
Tria Amalia Atika
NIM. 14030204035
Pendidikan Biologi A 2014

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2016

A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah :
Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji saga?
B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
Untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji saga.
C. Hipotesis
Hipotesis pada praktikum ini adalah :
Ha
: Ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
Ho

dormansi biji saga.


: Tidak ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji saga.

D. Kajian Pustaka
A). Biji saga
Kerajaan:

Plantae

Divisi:

Magnoliophyta

Kelas:

Magnoliopsida

Ordo:

Fabales

Famili:

Fabaceae

Upafamili: Mimosoideae

Saga

Genus:

Adenanthera

umum

Spesies:

A. pavonina

dipakai

pohon

sebagai
Adenanthera pavonina L.

pohon
peneduh di jalan-

jalan besar. Tumbuhan ini juga mudah ditemui di pantai.


Daunnya menyirip ganda, seperti kebanyakan anggota suku polongpolongan lainnya.

Dahulu biji saga dipakai sebagai penimbang emas karena beratnya


yang selalu konstan. Daunnya dapat dimakan dan mengandung alkaloid
yang berkhasiat bagi penyembuhan reumatik. Bijinya mengandung asam
lemak sehingga dapat menjadi sumber energi alternatif (biodiesel).
Kayunya keras sehingga banyak dipakai sebagai bahan bangunan serta
mebel. (Sitompul, 1995).

B). Dormansi
Dormansi merupakan keadaan terbungkusnya lembaga biji oleh
lapisan kulit atau senyawa tertentu. Dormansi merupakan cara embrio
mempertahankan diri dari keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan,
tetapi berakibat pada lambatnya proses perkecambahan. Lama waktu
dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecamabah bervariasi dari
beberapa hari hingga beberapa dekad atau bahkan lebih lama lagi,
bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan (Loveless, 1998).
Salisbury dan Ross (1995) mengungkapkan bahwa dormansi
merupakan ketidak berhasilan biji dalam melakukan perkecambahan
dikarenakan faktor dalam, dan tidak disebabkan oleh faktor luar, seperti
suhu, kelembaban dan atmsofer. Dormansi disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain:
a

Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air di dalam biji karena


struktur biji (kulit biji) yang keras, sehingga mempersulit keluar

masuknya air ke dalam biji.


Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam
kulit biji yang terlalu keras, mengakibatkan pertukaran udara dalam
biji menjadi terhambat dan menyebabkan menurunnya proses

metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam biji.


Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, kulit biji
yang cukup kuat dapat menghalangi pertumbuhan embrio.
Biji yang mengalami dormansi dapat menguntungkan atau

merugikan. Keuntungan biji yang mengalami dormansi yakni pada saat


penyimpanan biji tidak mengalami perkecambahan. Akan tetapi, apabila
dormansi sangat kompleks dan biji membutuhkan perlakuan awal yang

khusus, dapat menghambat proses perkecambahan biji yang terlalu lama,


sehingga sangat sulit untuk mendapatkan tanaman baru dari biji tersebut.
(Loveless, 1998).
Dormansi dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Dormansi
dibedakan menjadi dormansi primer dan dormansi sekunder. Dormansi
primer merupakan dormansi yang paling umum, yaitu dormansi pada
benih yang terjadi sejak benih masih berada pada tanaman induk, setelah
embrio berkembang penuh. Dormansi sekunder merupakan benih non
dorman yang dapat mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi
dorman. (Soerodikosoemo, 1995).
Sedangkan menurut Sastamihardja (1996) dormansi dibedakan
menjadi dormansi fisik dan dormansi fisiologis. Dormansi fisik disebabkan
oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji, sepert kulit biji
yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap
masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. Sedangkan dormansi fisiologis
dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya
disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat
maupun perangsang tumbuh.
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori
berdasarkan beberapa faktor, yaitu (Salisbury dan Ross, 1995):
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
1)

Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif

karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan


2)
Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan
atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri

Tipe dormansi:
a Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan struktural terhadap
perkecambahan. Seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga
menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada
beberapa jenis tanaman.

Dormansi fisiologi : dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme,


umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat
atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh faktor-faktor dalam seperti
ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologi lainnya.

(Lakitan, 2001).
Biji akan berkecambah setelah mengalami masa dorman yang
disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk
rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan
(impermeabel), atau adanya penghambat tumbuh. Kekerasan kulit biji
merupakan hambatan fisik terhadap perkembangan embrio sehingga
menyebabkan embrio kurang mampu menyerap air dan oksigen serta
karbon dioksida tidak dapat keluar secara baik yang berakibat proses
respirasi tidak sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek dormansi
dapat dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dalam zat
kimia seperti kalium nitrat pada konsentrasi tertentu atau dengan
pemanasan (Loveless, 1998).
Dormansi biji primer lebih umum dari dormansi biji sekunder.
Dapat dalam bentuk dormansi eksogen atau endogen. Dormansi primer
eksogen adalah suatu kondisi dimana input lebih penting (Misalnya: air,
cahaya, dan suhu) tidak tersedia untuk benih dan perkecambahan tidak
terjadi. Genetika dan faktor lingkungan juga memodifikasi ekspresi
dormansi eksogen. Dormansi endogen primer juga dipengaruhi oleh
banyak faktor lingkungan selama biji dalam kondisi pengembangan atau
pematangan (Siregar dan Utami, 1994). Faktor eksternal perkecambahan
meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya senyawa-senyawa
kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan
(Soerodikosoemo, 1995).
Dormansi adalah

masa

istirahat

biji

sehingga

proses

perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya


pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury dan Ross, 1995).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit

biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang
sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan
dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi
dormansi embrio (Salisbury and Ross, 1995).
Perlakuan skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi biji,
sedangkan skarifikasi adalah salah satu upaya perlakuan pada benih yang
ditujukan untuk mematahkan dormansi. Upaya ini dapat berupa pemberian
perlakuan dengan cara fisik, mekanis dan khemis. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi
lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah (Sitompul, 1995).
Biji yang telah masak dan siap berkecambah membutuhkan kondisi
dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat memecahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Beberapa upaya pretreatment atau
perawatan awal pada biji diperlukan untuk mematahkan dormansi, serta
mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam(Retno, 2012).
Upaya-upaya tersebut dapat berupa pemberian perlakuan secara
fisis, mekanis, maupun kimia. Proses dormansi dapat dipatahkan dengan
beberapa proses diantaranya proses pendinginan, pemanasan, kejutan atau
goresan pada biji (proses fisika), zat pengatur tumbuh, asam dan basa
(secara kimiawi) ataupun dengan cara biologi dengan menggunakan
bantuan mikroba (Lita, 1985).

C). Perlakuan Pemecahan Dormansi Biji


1

Perlakuan Skarifikasi Mekanik


Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan dormansi benih
berkulit keras adalah dengan skarifikasi mekanik. Teknik yang umum
dilakukan pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan,
pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik
tumbuh sampai terlihat bagian embrio (perlukaan selebar 5 mm).

Skarifikasi mekanik memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk


memulai

berlangsungnya

perkecambahan.

Skarifikasi

mekanik

mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi


berkurang sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat
sehingga benih cepat berkecambah (Dwidjoseputro, 1985).
Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati dan tepat
pada posisi embrio berada. Posisi embrio benih area kadang-kadang
berbeda seperti terletak pada bagian punggung sebelah kanan atau kiri,
dan terkadang terletak di bagian tengah benih. (Dwidjoseputro, 1985).
2

Perlakuan Skarifikasi Kimiawi


Perlakuan kimia dengan merendam biji dalam bahan-bahan
kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada biji. Hal
ini memudahkan kulit biji lebih dimasuki oleh air pada saat proses
imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi
yang pekat mengakibatkan kulit biji menjadi lunak sehingga dapat
dilalui air dengan mudah. Larutan asam yang digunakan dalam
perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4). Asam ini dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada
legum maupun non legume (Soerodikosoemo, 1995).
Tetapi metode ini tidak sesuai untuk biji yang mudah
permeable, karena asam akan merusak embrio. Dalam merendam biji
dalam asam sulfat, harus memperhatikan 2 hal, yaitu: (1) kulit biji
atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi;
(2) larutan asam tidak mengenai embrio (Lakitan, 2001).

Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat (H2SO4)


Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan
pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum.
Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu
kulit biji atau pericarp dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
dan larutan asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 10
menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan

perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan


(Loveless, 1998).
Larutan asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan
konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang
diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak. Disamping itu pula
larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau
bakteri yang dapat membuat benih dorman. (Lakitan, 2001).
Perendaman dalam Air
Beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman
dalam air dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.
Perlakuan perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang
menghambat perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih.
Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih cepat. Perendaman
adalah prosedur yang sangat lambat untuk mengatasi dormansi fisik,
selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air
sampai seluruh benih menjadi permeabel (Salisbury and Ross, 1995).
D). Mekanisme Imbibisi
Imbibisi merupakan proses penyerapan air oleh benih mengakibatkan
kulit benih melunak dan terjadilah hidrasi dari protoplasma. Perombakan
cadangan makanan di dalam endosperm (perombakan bahan-bahan
cadangan makanan) dilakukan oleh enzim (amilase, protease, lipase)
menjadi makanan. Makanan tersebut ditranslokasi ke titik tumbuh setelah
penguraian bahan-bahan karbohidrat, protein, lemak, menjadi bentukbentuk yang terlarut kemudian ditranslokasikan ke titik tumbuh. Assimilasi
dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik
menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan
pertumbuhan sel-sel baru. Kemudian radikula dan plumula muncul dari
kulit biji (Salisbury and Ross, 1995).
E). Peran Air dalam Pemecahan Dormansi

Air merupakan syarat terjadinya perkecambahan biji karena air berperan


dalam Salisbury dan Ross (1995) :
1) Melunakkan kulit biji embrio dan endosperm mengembang sehingga
kulit biji robek.
2) Memfasilitasi masuknya O2 ke dalam biji, gas masuk secara difusi
sehingga suplai O2 pada sel hidup meningkat dan pernafasan aktif.
3) Alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon.

E. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi

2. Variabel Kontrol

: Macam-macam perlakuan (diamplas,

direndam dalam asam sulfat dan

dibilas dengan air).


: Jenis biji (biji saga), jenis tanah,

ukuran
pot.

3. Variabel Respon : Perkecambahan biji saga.

F. Definisi Operasional Variabel


Biji yang dipakai adalah biji saga yang ditanam pada media tanah dan
pasir yang perbandingannya 1 : 1 selama 14 hari. Ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji saga pada praktikum ini. Biji yang ditanam berjumlah 10 biji
masing-masing perlakuan.
Macam-macam perlakuan biji (diamplas, direndam dalam asam sulfat
dan dibilas dengan air) menjadi variable control pada praktikum ini.
Masing-masing perlakuan menggunakan 10 biji. 10 biji direndam dalam
asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian dibilas dengan air. 10 biji yang
lain diamplas dengan menggunakan kertas amplas hingga terlihat
endospermanya. 10 biji yang lain dibilas dengan air. Kemudian biji yang
sudan diamplas, direndam asam sulfat, dan dibilas degan adir ditanam pada
menia tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1.

Pada proses perkecambahan, tumbuhan tidak memulai kehidupan


akan tetapi meneruskan pertumbuhan dan perkembangan yang secara
temporer dihentikan ketika biji menjadi dewasa dan embrionya menjadi
tidak aktif. Biji jenis lain bersifat dorman dan tidak akan berkecambah,
meskipun disesuaikan dalam tempat yang menguntungkan sampai petunjuk
lingkungan tertentu menyebabkan biji mengakhiri dormansi tersebut
(Goldworthy, 1992).
Saga pohon umum dipakai sebagai pohon peneduh di jalan-jalan
besar. Tumbuhan ini juga mudah ditemui di pantai. Daunnya menyirip
ganda, seperti kebanyakan anggota suku polong-polongan lainnya. Dahulu
biji saga dipakai sebagai penimbang emas karena beratnya yang selalu
konstan. Daunnya dapat dimakan dan mengandung alkaloid yang berkhasiat
bagi penyembuhan reumatik. Bijinya mengandung asam lemak sehingga
dapat menjadi sumber energi alternatif (biodiesel). Kayunya keras sehingga
banyak dipakai sebagai bahan bangunan serta mebel.

G. Alat dan Bahan


1) Biji berkulit keras (biji saga)

30 biji

2) H2SO4 pekat

20 ml

3) Kertas amplas

secukupnya

4) Pot

3 pot

5) Media tanam berupa tanah dan pasir

secukupnya

6) Air

secukupnya

7) Gelas kimia

1 buah

H. Rancangan Percobaan
Menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan

Menyediakan 30 biji berkulit keras yaitu biji


saga dan membagi tiga kelompok perlakuan
Menanam ketiga
Menanam ketiga
Menanam ketiga
kelompok biji pada Mengamati perkecambahan
kelompok bijiketiga
pada pot selama 14
kelompok biji pada
Merendam
biji pada
Mengamplas
10berupa
biji pada
Mencuci
10berupa
biji
media
tanam10berupa
media
tanam
media
tanam
hari dan melakukan penyiraman jika terjadi
H2SO
selama 5 Membuatbagian
yang
tidak ada
menggunakan
4 pekat
tanah
: pasir
tanah
: pasir
tanah
: pasir
tabel
pengamatan
kecepatan dengan
kekeringan
pada
media tanam
menit, dicuci
lembaganya,
air
(1:1) dengan air.
(1:1)cuci dengan
(1:1)
perkecambahan
air.

I. Langkah Kerja
1) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2) Menyediakan 30 biji berkulit keras (biji saga).

10 biji direndam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit,


kemudian dibilas dengan air.

10 biji yang lain diamplas dengan menggunakan kertas


amplas hingga terlihat endospermanya.

10 biji yang lain dibilas dengan air.

3) Menanam ketiga kelompok biji tersebut pada pot yang bermedia


tanam tanah humus dan pasir dengan perbandingan 1 : 1.
4) Mengamati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap hari
selama 14 hari. Bila tanah kering dilakukan penyiraman.
5) Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari
hasil pengamatan.

J. Rancangan Tabel Pengamatan


Berdasarkan praktikum ini juga diperoleh data kelompok yang akan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemecahan Dormansi Biji Saga
No Perlakua
Berkecambah Hari keTotal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
.
n
1.

2.

Direnda
m H2SO4
Diamplas

Dicuci
3.

dengan
Aquades

Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data kelompok mengenai pengaruh


perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan ditunjukkan pada gambar 1.

9
8
7
6
Direndam H2SO4

5
Jumlah biji yang tumbuh

Diamplas
4

Dicuci dengan Aquades

3
2
1
0

Perlakuan

Gambar 1. Histogram pengaruh berbagai perlakuan terhadap pemecahan


dormansi biji saga

K. Rencana Analisis Data

Berdasarkan tabel dan histogram diatas dapat dilihat

bahwa ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap


pemecahan dormansi biji saga. Perlakuan yang digunakan untuk
memecah dormansi biji keras pada saga dilakukan dengan
mengamplas, merendam biji di larutan H 2SO4

pekat dan

mencuci biji dengan air. Dengan perbedaan perlakuan maka


dapat menghasilkan jumlah dan kecepatan perkecambahan biji
yang berbeda.
Biji yang

diberi

perlakuan

secara

fisika

(diamplas)

perkecambahannya dimulai pada hari ke-3 dan berakhir pada


hari ke-10 dengan total biji yang berkecambah sebanyak 9 biji
saga. Biji yang diberi perlakuan kimia (direndam dalam H2SO4)
mengalami perkecambahan mulai pada hri ke-4 dan berakhir
pada hari ke-10 dengan total 7 biji saga. Dan biji yang diberi
perlakuan dibilas dengann air perkecambahannya dimulai pada
hari ke-5, berakhir pada hari ke-9 dengan total biji yang
berkecambah sebanyak 3 biji. Dari data yang didapatkan
diketahui bahwa perlakuan fisika, yaitu diamplas, pemecahan
dormansinya lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan
perlakuan secara kimia maupun dibilas air, Hal tersebut dapat
diketahui dari mulai berkecambahnya biji dan dari total biji yang
berkecambah dengan beberapa perlakuan tersebut.

L. Hasil Analisis Data


Berdasarkan analisis data diatas diketahui bahwa ada
pengaruh

pengaruh

berbagai

macam

perlakuan

terhadap

pemecahan dormansi pada biji saga. Pada kondisi lingkungan


yang sesuai seperti suhu, pH

dan kelembapan yang sesuai

maka memungkinkan biji untuk tumbuh. Jika biji masih dalam


keadaan dormansi berarti biji masih masih dipertahankan
kondisinya oleh hormone ABA. Jika konsentrasi ABA menurun

maka biji akan pecah dan biji mengalami imbibisi. Air masuk
kemudian

mengaktifkan

hormone

GA3

dan

mengaktifkan

sintesis protein di sel. Maka terjadi proses transkripsi dan


translasi atau pembentukan rantai asam amino. Dari asam
amino itulah enzim terbentuk diantaranya adalah amilase,
protease dan lipase. Amilase dibantu alfa amilase memecah
karbohidrat menjadi glukosa, sementara protease memecah
protein menjadi glukosa dan lipase memecah lemak menjadi
asam

lemak

dan

gliserol.

Glukosa

dibutuhkan

dalam

pembentukan ATP dan pembentukan sel pertama yakni radikula


dan koleoptil. Sedangkan pasokan nutrisi terdapat di endosperm.
Jika tanaman sudah tumbuh maka nutrisis sudah tidak lagi
dibentuk oleh endosperm.
Biji saga merupakan salah satu biji keras yang masa
dormansinya hanya

dapat dipecahkan

dengan

mekanisme

skalirifikasi dan perlakuan kimia. Pada biji saga yang tumbuh


pada

perlakuan

diakibatkan

diamplas

ketika

tumbuh

diamplas,

lebih

luas

banyak

permukaan

hal

biji

ini

yang

terkelupas menjadi lebih luas dan air lebih mudah masuk.


Bagian yang diamplas merupakan kulit biji selain daerah titik
tumbuh. Dengan menggosok kulit biji dengan amplas dapat
melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel
terhadap air dan gas.
Perlakuan
kimia

dengan

merendam

biji

saga

menggunakan larutan H2SO4 dengan konsentrasi pekat membuat


kulit biji saga menjadi lunak sehingga dapat dengan mudah
dilalui oleh air pada waktu imbibisi. Waktu perendaman juga
mempengaruhi kelunakan kulit biji saga. Semakin lama waktu
perendaman

maka

semakin

lunak

kulit

biji

saga

dan

mempercepat perkecambahan biji saga. Proses perendaman


dalam larutan H2SO4 menyebabkan masuknya air ke dalam
endosperma biji dan mengakibatkan kulit biji lembab dan lebih
lunak memungkinkan pecah dan robek sehingga perkembangan
embrio

dan

endosperm

lebih

cepat

terjadi,

serta

untuk

memberikan

fasilitas

masuknya

oksigen

(larut

dalam

air)

kedalam biji.
Biji saga yang hanya dicuci dengan air mengalir tanpa
direndam akan tetap keras sehingga proses imbibisinya menjadi
lambat. Keberadaan air bagi biji akan mengimbibisi dinding sel
biji dan menentukan turgor sel sebelum membelah. Sedangkan
untuk biji yang tidak direndam yang hanya dicuci air, dinding
selnya hampir tidak permeable untuk gas, sehingga masuknya
oksigen ke dalam biji akan menjadi lambat. Namun ketika suplai
air rendah atau tidak tersedia maka pembentukan sitoplasma
baru akan berlangsung sangat lambat. Air berpengaruh terhadap
kecepatan reaksi biokimia dalam sel yang berhubungan dengan
kerja enzim.

Biji akan berkecambah setelah mengalami masa dorman yang


disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk
rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan
(impermeabel), atau adanya penghambat tumbuh. Kekerasan kulit biji
merupakan hambatan fisik terhadap perkembangan embrio sehingga
menyebabkan embrio kurang mampu menyerap air dan oksigen serta
karbon dioksida tidak dapat keluar secara baik yang berakibat proses
respirasi tidak sempurna. Berbagai cara untuk memperpendek dormansi
dapat dilakukan dengan meretakkan kulit biji, perendaman dalam zat
kimia seperti kalium nitrat pada konsentrasi tertentu atau dengan
pemanasan (Loveless, 1998).
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada
kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya
perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau
pericarp dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan asam
tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 10 menit terlalu cepat
untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama 60
menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan (Loveless, 1998).

M. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa:


1) Ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi pada biji saga.
2) Total biji yang berkecambah dengan perlakuan diamplas lebih tinggi
daripada direndam H2SO4 dan dicuci dengan aquades.

N. Daftar Pustaka
A. R. Loveles. 1998. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah
Tropik. Jakarta: Gramedia.
Dwidjoseputro.

1985.

Pengantar

Fisiologi

Lingkungan

Tanaman.

Yogyakarta : Gajah Mada University Press.


Lakitan, Benyamin. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Lita, Sutopo. 1985. Teknologi Benih. Jakarta : Rajawali.
Retno, Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Salisbury, B. Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB
Press.
Sastamihardja, Drajat dan Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan.
Bandung : Depdikbud Dirjen PT Proyek Pendidikan Tenaga
Akademik.
Sitompul. S.M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta : UGM
Press.
Soerodikosoemo, Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim fisiologi tumbuhan. 2016. Petunjuk Praktikum fisiologi Tumbuhan.


Surabaya : Jurusan Biologi FMIPA UNESA.

Anda mungkin juga menyukai