Menurut Sudarwati (1990 : 59 ), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: 1. Temperatur, dimana peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan meningkatkan regenerasi. 2. Makanan, tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan. Makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi. 3. System saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar luka, hal ini dapat dibuktikan dengan radisai seluruh bagian tubuh terkecuali bagian yang terpotong, maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan macam organ yang diregenerasi. Dalam proses terjadinya regenerasi memerlukan adanya urat saraf. Jika saraf dipotong waktu larva, kemudian anggota tubuh tersebut diamputasi, maka tidak ada regenerasi yang berlangsung. Diferensiasi akan terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorbsi masuk ke dalam tubuh, sehingga akhirnya proses regenerasi berhenti. Jika hanya saraf saja yang dipotong, tapi anggota ini tidak akan berdegerasi. Tapi jika saraf dipotong dan anggota tubuh diamputasi, maka tunggulnya akan berdegerasi. Jika dialihkan saraf lain ke tunggul amputasi yang sarafnya sendiri lebih dulu sudah diangkat, ternyata ada regenerasi. Hal tersebut membuktikan bahwa perlu kehadiran saraf dalam proses regenerasi. Tentang zat yang terkandung atau keluar dari saraf, yang bersifat trophic terhadap regenerasi tersebut belum diketahui. Eksperimen selanjutnya terhadap amputasi anggota tubuh salamander ialah jika saraf diangkat setelah blastema terbentuk, maka regenerasi akan terus berlangsung. Jadi Nampak saraf perlu pembentukan blastema. Namun terjadi keanehan, yaitu jika embrio saraf diangakat, pertumbuhan anggota akan terus berlangsung. Jika diamputasi pun, bagian tersebut akan beregenerasi. Serat saraf yang putus dapat beregenerasi, asalkan perikaryon (soma neuron) tidak ikut rusak. Jika urat saraf terpotong, bagian ujung yang lepas dari perikaryon akan berdegerasi dan debrisnya diphagocytisis makrofag. Bagian pangkal yang berhubungan dengan perikaryon tetap bertahan dan akan berdegeras. Proses yang terjadi adalah Chromatolysis, yakni melarutnya badan Nissl, perikaryon membesar, Inti berpindah ke tepi, bagian ujung akson yang dekat luka berdegenerasi sedikit, lalu tumbuh lagi. Dan diujung akson yang putus, setelah semua hansur dan dibersikahkan makrofag. Sel Schwann berporlifersi membentuk batang sel-sel. Bagian proximal akson kemudian tumbuh dan bercabang-cabang mengikuti batang sel-sel Schwann ke bagian distal, sehingga mencapaai alat effector (otot dan kelenjar). Jika jarak antara proksimal dengan distal yang putus jauh sekali dan batang sel-sel Schwann tak mencapai ujung bagian proksimal itu, ujung proksimal yang tumbuh tak sampai ke alat effector. Maka akan terbentuk gumpalan serabut saraf lepas dibawah kulit bekas luka atau amputasi, yang kan terasa sangat nyeri. Oleh karena itu, adanya sel-sel Schwann di bagian effector sangat perlu untuk mengarahkan bagian axon untuik tumbuh. Jika neuron yang putus jaraknya terlalu dekat dengan bagian perikaryon, tidak akan ada reaksi sel-sel Schwann di bagian effector dan perikaryon lam-kelamaan akan mati. Neuroglia, termasuk sel Schwann, dapat berdegenerasi dengan melakukan mitosis. Celah-celah bekas tempat neuron yang rusak dan hancur di saraf pusat (otak atau sum-sum tulang belakang), misalnya karena adanya penyakit atau kerusakan lain, akan diisi lagi oleh neuroglia, bukan oleh neuron baru. Ada beberapa contoh dari regenerasi anggota tubuh yaitu dari filum Invertebrata yaitu pada planaria.