Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN
ABSISI DAUN

Disusun Oleh :
NUR LAILI

(14030204026)

KELAS
PENDIDIKAN BIOLOGI A 2014

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2016
LAPORAN PRAKTIKUM
(Absisi Daun)
A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam laporan praktikum ini adalah:
1. Bagaimana mengetahui pengaruh AIA terhadap proses absisi daun?

B. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui pengaruh AIA terhadap proses absisi daun
C. Hipotesis
Ha : ada pengaruh AIA terhadap proses absisi daun
Ho : tidak ada pengaruh AIA terhadap proses absisi daun
D. Kajian Pustaka
Auksin berperan dalam penghambatan tunas lateral dan menunjang
dominansi apikal, sehingga tanaman menjadi tumbuh dengan cepat ke
atas. Salah satu anggota dari auksin yang paling dikenal adalah IAA. IAA
berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas lateral. Oleh karena itu untuk
meneliti pengaruh IAA, dilakukan percobaan mengenai penghambatan
tunas lateral dan dominansi apical dengan menggunakan kecambah
kacang hijau (Phaseolus radiatus) dengan beberapa perlakuan. Percobaan
ini bertujuan untuk meneliti pengaruh auksin terhadap pertumbuhan tunas
lateral.
Auksin bukan hanya terbentuk pada pucuk yang sedang tumbuh
tetapi juga pada daerah lain termasuk beberapa yang terlibat pada tahap
reproduksi, misalnya serbuk sari, buah, dan biji. Salah satu gejala yang
terkenal yang diperantarai, setidak-tidaknya sebagianoleh auksin ialah
dormansi ujung. Akar lateral seperti halnya kuncup lateral juga
dipengaruhi oleh auksin dan pemakaian zat-zat ini dariluar sangat
mendorong pembentukan akar lateral. Penggunaan praktis yang sangat
penting gejala ini adalah dalam menggalakkan pembentukan akar pada
perbanyakan tanaman dengan setek. Salah satu hasil utama penyerbukan
bunga

adalah

peningkatan

kandungan

auksin

dalam

bakal

buah. Pemberian auksin sintetik telah lama dikenal untuk mendorong


proses yang sama tanpa penyerbukan dan menghasilkan buah tanpa biji
(Loveless, 1991).
Pengaruh auksin terhadap berbagai aspek perkembangan tumbuhan
(Heddy, 1989), yaitu:
a.

Pemanjangan sel
IAA atau auksin lain merangsang pemanjangan sel, dan juga akan
berakibat pada pemanjangan koleoptil dan batang. Distribusi IAA yang

tidak merata dalam batang dan akar menimbulkan pembesaran sel yang
tidak sama disertai dengan pembengkokan organ. Sel-sel meristem dalam
kultur kalus dan kultur organ juga tumbuh berkat pengaruh IAA. Auksin
pada umumnya menghambat pemanjangan sel-sel jaringan akar.
b. Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah
menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral). Jika meristem apikal
dipotong, tunas lateral akan berkembang.
c.

Absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami
perubahan kimia dan fisik. Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA
dalam sel-sel sekitar atau pada daerah absisi.

d. Aktivitas cambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
e.

Tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya mengahambat pemanjangan sel,
kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah.
Di dalam jaringan yang tumbuh aktif terdapat dua macam auksin,
yaitu auksin bebas yang dapat berdifusi, dan auksin terikat yang tak dapat
berdifusi. Dengan pelarut seperti eter dapat dipisahkan kedua macam
auksin tersebut. Auksin yang terikat merupakan pusat dari kegiatan
hormon di dalam sel, sedangkan auksin bebas adalah kelebihan di dalam
keseimbangannya. Maka auksin yang terikat adalah zat yang aktif di
dalam proses pertumbuhan (Kusumo, 1984).
Hasil penelitian terhadap metabolisme auksin menunjukkan bahwa
konsentrasi auksin di dalam tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA
(Abidin, 1983) adalah :

a.

Sintesis auksin.

b. Pemecahan auksin.
c.

Inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.


Zat tumbuh atau hormon adalah zat kimia yang dibuat dalam suatu
bagian tanaman tertentu, tetapi mempengaruhi bagian lain dari tanaman

tersebut (Darmawan, 1983). Sedangkan menurut Salisbury dan Ross


(1995), hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah
satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon
fisiologis.
Respon pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu,
karena proses seperti pertumbuhan dan diferensiasi kadang malahan
terhambat oleh hormon. Karena hormon harus disintesis oleh tumbuhan,
maka ion anorganik seperti K+ atau Ca2+, yang dapat juga menimbulkan
respon penting, dikatakan bukan hormon. Zat pengatur tumbuh organik
yang disintesis oleh ahli kimia organik atau yang disintesis organisme
selain tumbuhan juga bukan hormon. Batasan tersebut menyatakan pula
bahwa hormon harus dapat dipindahkan di dalam tubuh tumbuhan
(Salisbury dan Ross, 1995).
Hormon nabati yang paling dulu dikenal dan paling banyak diteliti
termasuk ke dalam kelompok auksin. Auksin adalah merupakan salah satu
dari zat pengatur tumbuh yang didefinisikan sebagai senyawa yang
dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan
sel (cell elongation) pada pucuk dengan struktur kimia dicirikan oleh
adanya indole ring (Abidin, 1983).
Tunas apikal adalah tunas yang tumbuh di pucuk (puncak) batang.
Dominasi apikal dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh
keseimbangan konsentrasi hormon. Dominasi apikal diartikan sebagai
persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal
pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk/apikal, pertubuhan tunas
lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominasi apikal
disebabkan oleh auksin yang didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan
ditimbun pada tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas
lateral karena konsentrasinya masih terlalu tinggi. Pucuk apikal merupakan
tempat memproduksi auksin (Dahlia, 2001).

E. Variabel Penelitian
Variabel Manipulasi

: Daun

Variabel Kontrol
Variabel Respon

: lanolin dan lanolin dalam AIA


: pengaruh absisi pada daun

F. Definisi Operasional Variabel


Pada praktikum ini variabel manipulasi yang kami lakukan adalah
pemberian lanolin dan lanolin dalam AIA pada daun yang berbeda yakni
pada pot pertama lanolin dan lanolin dalam AIA diberikan pada daun
nomor satu dari bawah dan pada pot kedua lanolin dan lanolin dalam AIA
diberikan kepada daun nomor dua dari bawah. Serta jenis yang dipakai
adalah lanolin dan lanolin dalam AIA. Berdasarkan perlakuan tersebut
variabel responnya adalah proses absisi pada daun.

G. Alat dan Bahan


Alat :
a. Pisau
b. Label
Bahan :
a. 2 pot tanaman Coleus sp. yang memiliki kondisi sama
b. lanolin
c. AIA 1 ppm dalam lanolin
H. Rancangan percobaan

2 pot tanaman Coleus sp.

pot 1:

pot 2:

memotong 1 pasang
lamina yang terletak
paling bawah

memotong 1 pasang lamina


yang terletak tepat diatas
lamina paling bawah

bekas potongan diolesi lanolin,


yang sisi lain diolesi 1 ppm AIA
dalam lanolin

diberi tanda

Diamati tiap hari, dicatat


waktu gugur tangkai daun
tersebut

Diamati
perbedaan waktu
gugur daun dan
kaitannya dengan
teori

I. Langkah kerja
1. ambil dua buah pot tanaman Coleus sp. kemudian lakukan kegiatan
sebagai berikut:
- pot 1: potong satu pasang lamina yang terletak paling bawah
- pot 2: potong satu pasang lamina yang terletak tepat diatas lamina
paling bawah
2. olesi bekas potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, yang satunya
dengan 1 ppm AIA dalam lanolin
3. beri tanda agar tidak tertukar
4. amati tiap hari dan catat waktu gugurnya tangkai-tangkai daun
tersebut
5. adakah perbedaan waktu gugurnya daun pada percobaan saudara.
jelaskan pendapat saudara disertai teori yang mendukung
J. Rancangan Tabel Hasil Pengamatan
1. Tabel
Berdasarkan praktikum absisi daun pada tanaman Coleus sp yang
kami lakukan, kami mendapatkan data yang diperoleh dari variabel bebas
perbedaan pemberian lanolin dan AIA dalam lanolin, dihasilkan data
yang kami sajikan dalam tabel berikut :

N
o
1.

Tabel 1. Pengaruh Hormon AIA terhadap Absisi Daun pada Coleus sp.
Letak Perlaku
Hari ke1
2
3
4
5
6
7
Daun
an
Pot 1
IAA +

Lanolin
Lanolin

IAA +
2.

Lanolin
Lanolin

Pot 2

1. Grafik

Berdasarkan tabel 1.

dapat dihasilhan grafik untuk mengetahui perbedaan

pengaruh horon terhadp pemanjangan jaringan tumbuhan


3.5
3
2.5
2
Hari ke-

IAA + Lanolin

1.5

Lanolin
1
0.5
0

POT 1

POT 2
Perlakuan

Gambar 1. Pengaruh Hormon AIA terhadap Absisi Daun pada Coleus sp.

K. Rencana Analisis Data


Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil praktikum
Pengaruh auksin terhadap berbagai aspek perkembangan tumbuhan (Heddy,
1989), yaitu:

a.

Pemanjangan sel

IAA atau auksin lain merangsang pemanjangan sel, dan juga akan berakibat
pada pemanjangan koleoptil dan batang. Distribusi IAA yang tidak merata
dalam batang dan akar menimbulkan pembesaran sel yang tidak sama disertai
dengan pembengkokan organ. Sel-sel meristem dalam kultur kalus dan kultur
organ juga tumbuh berkat pengaruh IAA. Auksin pada umumnya
menghambat pemanjangan sel-sel jaringan akar.
b. Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah
menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral). Jika meristem apikal
dipotong, tunas lateral akan berkembang.
c.

Absisi daun

Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami
perubahan kimia dan fisik. Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA
dalam sel-sel sekitar atau pada daerah absisi.
d. Aktivitas cambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
e.

Tumbuh akar

Dalam akar, pengaruh IAA biasanya mengahambat pemanjangan sel, kecuali


pada konsentrasi yang sangat rendah.
Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh, pada pot 1 perlakuan IAA +
Lanolin absisi daun terdapat pada hari ketiga. Dan pada perlakuan yang hanya
Lanolin saja absisi daun terjadi pada hari kedua.
Sedangkan pada pot 2 perlakuan IAA + Lanolin absisi daun terjadi pada
hari ketiga atau sama seperti pot 1. Dan pada perlakuan yang hanya
menggunakan Lanolin saja hasilnya juga sama seperti pada pot 2, yakni
terjado absisi pada hari kedua.
L. Hasil Analisis Data
Hasil percobaan yang telah kami lakukan adalah absisi daun pada tanaman
iler (Coleus sp.) yang menyebabkan absisi daun pada lanolin saja lebih cepat
daripada pada IAA + Lanolin. Seperti dari hasil pengamatan yang telah

diperoleh, pada pot 1 perlakuan IAA + Lanolin absisi daun terdapat pada hari
ketiga. Dan pada perlakuan yang hanya Lanolin saja absisi daun terjadi pada
hari kedua.
Sedangkan pada pot 2 perlakuan IAA + Lanolin absisi daun terjadi pada
hari ketiga atau sama seperti pot 1. Dan pada perlakuan yang hanya
menggunakan Lanolin saja hasilnya juga sama seperti pada pot 2, yakni
terjado absisi pada hari kedua.
Dalam praktikum yang telah kami lakukan, hasilnya sesuai dengan teori
berikut. Auksin berperan dalam penghambatan tunas lateral dan menunjang
dominansi apikal, sehingga tanaman menjadi tumbuh dengan cepat ke atas.
Salah satu anggota dari auksin yang paling dikenal adalah IAA. IAA
berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas lateral. Oleh karena itu untuk
meneliti pengaruh IAA, dilakukan percobaan mengenai penghambatan tunas
lateral dan dominansi apical dengan menggunakan kecambah kacang hijau
(Phaseolus radiatus) dengan beberapa perlakuan. Percobaan ini bertujuan
untuk meneliti pengaruh auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral.
Auksin bukan hanya terbentuk pada pucuk yang sedang tumbuh tetapi
juga pada daerah lain termasuk beberapa yang terlibat pada tahap reproduksi,
misalnya serbuk sari, buah, dan biji. Salah satu gejala yang terkenal yang
diperantarai,

setidak-tidaknya

sebagianoleh

auksin

ialah

dormansi

ujung. Akar lateral seperti halnya kuncup lateral juga dipengaruhi oleh
auksin dan pemakaian zat-zat ini dariluar sangat mendorong pembentukan
akar lateral. Penggunaan praktis yang sangat penting gejala ini adalah dalam
menggalakkan pembentukan akar pada perbanyakan tanaman dengan
setek. Salah satu hasil utama penyerbukan bunga adalah peningkatan
kandungan auksin dalam bakal buah. Pemberian auksin sintetik telah lama
dikenal untuk mendorong proses yang sama tanpa penyerbukan dan
menghasilkan buah tanpa biji (Loveless, 1991).
Pengaruh auksin terhadap berbagai aspek perkembangan tumbuhan
(Heddy, 1989), yaitu:
a.

Pemanjangan sel

IAA atau auksin lain merangsang pemanjangan sel, dan juga akan
berakibat pada pemanjangan koleoptil dan batang. Distribusi IAA yang
tidak merata dalam batang dan akar menimbulkan pembesaran sel yang
tidak sama disertai dengan pembengkokan organ. Sel-sel meristem dalam
kultur kalus dan kultur organ juga tumbuh berkat pengaruh IAA. Auksin
pada umumnya menghambat pemanjangan sel-sel jaringan akar.
b. Tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditranspor ke bawah
menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral). Jika meristem apikal
dipotong, tunas lateral akan berkembang.
c.

Absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami
perubahan kimia dan fisik. Proses absisi dikontrol oleh konsentrasi IAA
dalam sel-sel sekitar atau pada daerah absisi.

d. Aktivitas cambium
Auksin merangsang pembelahan sel dalam daerah kambium.
e.

Tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya mengahambat pemanjangan sel,
kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah.
Di dalam jaringan yang tumbuh aktif terdapat dua macam auksin,
yaitu auksin bebas yang dapat berdifusi, dan auksin terikat yang tak dapat
berdifusi. Dengan pelarut seperti eter dapat dipisahkan kedua macam
auksin tersebut. Auksin yang terikat merupakan pusat dari kegiatan
hormon di dalam sel, sedangkan auksin bebas adalah kelebihan di dalam
keseimbangannya. Maka auksin yang terikat adalah zat yang aktif di
dalam proses pertumbuhan (Kusumo, 1984).
Hasil penelitian terhadap metabolisme auksin menunjukkan bahwa
konsentrasi auksin di dalam tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA
(Abidin, 1983) adalah :

a.

Sintesis auksin.

b. Pemecahan auksin.
c.

Inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.

Zat tumbuh atau hormon adalah zat kimia yang dibuat dalam suatu
bagian tanaman tertentu, tetapi mempengaruhi bagian lain dari tanaman
tersebut (Darmawan, 1983). Sedangkan menurut Salisbury dan Ross
(1995), hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah
satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon
fisiologis.
Respon pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu,
karena proses seperti pertumbuhan dan diferensiasi kadang malahan
terhambat oleh hormon. Karena hormon harus disintesis oleh tumbuhan,
maka ion anorganik seperti K+ atau Ca2+, yang dapat juga menimbulkan
respon penting, dikatakan bukan hormon. Zat pengatur tumbuh organik
yang disintesis oleh ahli kimia organik atau yang disintesis organisme
selain tumbuhan juga bukan hormon. Batasan tersebut menyatakan pula
bahwa hormon harus dapat dipindahkan di dalam tubuh tumbuhan
(Salisbury dan Ross, 1995).
Hormon nabati yang paling dulu dikenal dan paling banyak diteliti
termasuk ke dalam kelompok auksin. Auksin adalah merupakan salah satu
dari zat pengatur tumbuh yang didefinisikan sebagai senyawa yang
dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan
sel (cell elongation) pada pucuk dengan struktur kimia dicirikan oleh
adanya indole ring (Abidin, 1983).
Tunas apikal adalah tunas yang tumbuh di pucuk (puncak) batang.
Dominasi apikal dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh
keseimbangan konsentrasi hormon. Dominasi apikal diartikan sebagai
persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal
pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk/apikal, pertubuhan tunas
lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominasi apikal
disebabkan oleh auksin yang didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan
ditimbun pada tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas
lateral karena konsentrasinya masih terlalu tinggi. Pucuk apikal merupakan
tempat memproduksi auksin (Dahlia, 2001).
M. Kesimpulan

1. Hormon AIA berpengaruh terhadap absisi daun Coleus sp. Pada


tangkai yang diolesi dengan AIA + Lanolin lebih lambat mengalami
absisi daun dibandingkan dengan tangkai yang hanya diolesi dengan
Lanolin saja.

N. Daftar Pustaka
1. Abidin, Zainal. 1983. Dasar-Dasar

Pengetahuan

Tentang Zat

Pengatur Tumbuh. Bandung: Angkasa


2. Dahlia.2001. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Malang: UM Press.
3. Darmawan, Januar dan Baharsjah Justika S. 1983. Dasar-Dasar
Fisiologi Tanaman. Semarang: Suryandaru Utama
4. Heddy, Suwasono. 1989. Hormon Tumbuhan. Jakarta : CV Rajawali
5. Kusumo, Surachmat. 1984. Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor : CV
Yasaguna
6. Loveless, A. R. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk
Daerah. Tropik.Jakarta : Erlangga
7. Rahayu, yuni sri, Yuliani, Sari, Kusuma Dewi. 2009. Petunjuk
Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya Unipress.

8. Salisbury,

Frank

dan

Ross,

Cleon

W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung:


ITB

Anda mungkin juga menyukai