OLEH:
DHEA VIVIN. K
(F05112088)
Kelompok 6
Auksin disintesis dalam jumlah besar pada tunas apikal tumbuhan dan
bergerak secara basipetal (ke arah pangkal batang) ke seluruh bagian tumbuhan.
Aliran auksin ini berpengaruh mendorong pemanjangan sel batang dan sekaligus
menghambat pertumbuhan tunas pada ketiak daun (tunas lateral). Hal ini
mengakibatkan pertumbuhan ke atas yang cepat. Keadaan ini disebut dominansi
apikal. Bercabang atau tidaknya suatu tumbuhan biasanya bergantung pada
banyaknya auksin yang dihasilkan dalam tunas apikal. Pemberian auksin pada
tumbuhan yang telah dipangkas dapat menghambat pula perkembangan tunas
lateral, suatu keadaan yang mirip dengan dominansi tunas apikal. Dengan
demikian tunas lateral tetap dominan. Auksin yang terhenti dapat digantikan
dengan beberapa jenis hormon IAA yang berfungsi untuk mengetahui
pertumbuhan lateralnya. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk meneliti
pengaruh auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral. Pada praktikum ini
menggunakan kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) dalam cawan petri,
serta pasta IAA 400 ppm. Alat yang digunakan yaitu pisau silet, sudip, gelas
preparat, gelas penutup dan mikoskop. Mulanya 2 kecambah yang berumur 5 hari
dipotong pucuknya dan diolesi pasta IAA. Sedangkan 2 nya lagi dijadikan sebagai
kontrol. Dari hasil pengamatan didapatkan panjang kecambah kacang hijau
(Phaseolus radiatus) sebelum diberi IAA (5 hari) untuk perlakuan kontrol 1 =
28,5 cm dan kontrol 2 = 26 cm dengan rata-rata = 27,25 cm. Dan untuk perlakuan
IAA 1 = 20 cm dan IAA II = 16 cm dengan rata-rata = 18 cm. Sedangkan panjang
sesudah diberi IAA (14 hari) untuk perlakuan kontrol 1 = 30,7 cm dan kontrol 2 =
37,5 cm dengan rata-rata = 34,1 cm. Dan untuk perlakuan IAA 1 = 33,7 cm (tanpa
daun lateral tapi muncul tunas baru) dan IAA II = 22,2 cm (tanpa daun lateral tapi
sudah muncul tunas baru) dengan rata-rata = 27,95 cm. Dan dari hasil
perbandingan panjang tunas lateral sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan
perbandingan pada sebelum untuk semua perlakuan adalah 0, sedangkan
perbandingan pada sesudah untuk perlakuan kontrol I dan II adalah 0 dan untuk
perlakuan IAA I dan IAA II adalah 0,1.
Kata kunci : auksin, dominansi apikal, IAA, tunas lateral.
PENDAHULUAN
kuat dihambat kerena konsentrasi IAA yang rendah dan dapat berkembang
menjadi cabang (Erwin, 2012).
IAA akan bergerak melalui tabung tapis jika diberikan di permukaan daun
yang cukup matang untuk mengangkut gula keluar, tapi biasanya pengangkut pada
batang dan tangkai daun berasal dari daun muda menuju arah bawah sepanjang
berkas pembuluh. Cara pengangkutan ini memiliki keistimewaan yang berbeda
dengan pengangkutan floem. Pertama, pergerakan auksin itu lambat, hanya sekitar
1 cm jam di akar dan batang, meskipun pergerakan itu masih 10 kali lebih cepat
dibandingkan dengan melalui difusi. Kedua, pengangkutan auksin berlangsung
secara polar pada batang; arahnya lebih sering basipetal (mencari dasar), tanpa
menghiraukan dasar tersebut berada pada posisi normal atau basipetal (mencari
apeks). Ketiga, pergerakan auksin memerlukan energy metabolism, seperti
ditunjukan oleh kemampuan zat penghambat sintesis ATP atau keadaan kurang
oksigen dalam menghambat pergerakan itu (Salisbury dan Ross, 1995).
Selama masih ada tunas pucuk, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat
sampai jarak tertentu dari pucuk. Pada batang sebagian besar, kuncup apikal
memberi pengaruh yang menghambat kuncup terhadap tunas lateral dengan
mencegah atau menghambat perkembangannya. Produksi kuncup yang tidak
berkembang mengandung pertahanan pasif karena bila kuncup rusak kuncup
samping akan tumbuh dan menjadi tajuk (Wanda, 2007).
METODOLOGI
Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2014 pukul 12.30
WIB 15.00 WIB di Laboratorium Biologi FKIP Untan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kecambah kacang
hijau (Phaseolus radiatus) dalam cawan petri, serta pasta IAA 400 ppm.
Sedangkan alat-alatnya adalah pisau silet, sudip, gelas preparat, gelas penutup dan
mikoskop.
Langkah kerja pada praktikum ini yaitu tahap pertama disiapkan 6 kacang
hijau yang ditanam selama 5 hari pada cawan petri, sehingga terbentuk kecambah.
Perkecambahan dilakukan diruang gelap pada suhu 250 C. Dua kecambah
dipotong pucuknya tepat dibawah pasangan daun pertama dengan pisau silet dan
diberi pasta IAA. Sisa kecambah dibiarkan sebagai control. Kecambah tersebut
diberi etiket sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Kemudian pot disimpan
dalam ruang gelap. Setelah 7 hari, pasta IAA dibersihakan dan diganti dengan
yang baru. Dan tahap yang terakhir yaitu setelah kecambah dibiarkan selama 14
hari diadakan pengamatan seperti, panjang tunas lateral diukur (kalau ada), garis
tengah ujung batang yang diberi pasta diukur dan dibandingkan dengan garis
tengah tanaman kontrol, dan yang terakhir diamati di bawah mikroskop
penampang melintang batang kontrol dan ujung batang yang mendapat perlakuan.
Kontrol 1
Kontrol 2
Rata-rata
(14 Hari)
30,7 cm (Tidak ada)
37,5 cm (Tidak ada)
34,1 cm
33,7 cm (tanpa daun
IAA 1
20 cm
Perlakuan
baru)
22,2 cm (tanpa daun
IAA 2
16 cm
Rata-rata
18 cm
tunas baru)
27,95 cm
Perlakuan
Sebelum
Sesudah
Kontrol I
Kontrol II
IAA I
0,1
IAA II
0,1
ke-14
pasta IAA. Sedangkan dua kecambah lainnya dibiarkan begitu saja untuk
dijadikan sebagai kontrol.
Adapun manfaat dari pemotongan pucuk kecambah tersebut yaitu untuk
menghentikan dominansi apikal sementara sehingga dengan begitu akan
memengaruhi kondisi hormon tanaman. Menurut Sutisna (2010), melalui
perlakuan ini, auksin yang terakumulasi pada daerah pucuk akan terdistribusi ke
bagian meristem yang lain seperti buku di daerah dekat mata tunas.
Pada praktikum ini meneliti tentang hormon auksin yaitu suatu hormon
yang sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman dan berdasarkan
konsentrasinya
ditimbun pada tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas lateral
karena konsentrasinya masih terlalu tinggi.
Dari kedua perlakuan tersebut, terlihat bahwa perlakuan kontrol
kecambahnya lebih panjang ukuran tumbuhnya, sedangkan yang diberi pasta IAA
lebih pendek. Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan kontrol, pucuk dari
tanaman tersebut dibiarkan tumbuh. Sedangkan pada perlakuan diberi pasta IAA
pucuk dibuang dan dihambat pertumbuhan tunas lateralnya dengan memberikan
pasta IAA.
Dari hasil praktikum tersebut, terdapat sedikit kesalahan karena
seharusnya pada kecambah yang dijadikan sebagai kontrol, rata-rata pertumbuhan
panjangnya harus lebih rendah dibandingkan pada kecambah yang ujung
batangnya diolesi pasta IAA. Hal ini dikarenakan kerja hormon auksin dalam
memicu terjadinya dominansi apikal. Pada kecambah kontrol yang tidak diolesi
pasta IAA pertumbuhan tunas apikalnya jauh lebih lama sebaliknya pertumbuhan
tunas lateralnya menjadi lebih cepat. Ini dikarenakan tidak ada atau sedikitnya
hormon auksin yang tertimbun di tunas lateral sehingga pertumbuhan tunas lateral
menjadi lebih cepat dari biasanya. Kesalahan yang terjadi mungkin dikarenakan
konsentrasi atau kadar auksin yang terakumulasi di tunas apikal berkurang atau
jauh lebih sedikit maka dengan begitu penghambatan di tunas lateral oleh auksin
dapat berkurang pula sehingga pada keadaan tersebut tunas lateral dapat
berkembang lebih cepat sedangkan dominansi apikal menjadi terhenti.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan hormon auksin terbukti
memberi pengaruh terhadap pertumbuhan tunas lateral tapi untuk pengaruh
terhadap dominansi apikal pada suatu tanaman belum dapat dibuktikan
dikarenakan ada sedikit kesalahan. Konsentrasi hormon auksin yang rendah
mengakibatkan pertumbuhan tunas lateral lebih cepat sedangkan konsentrasi
hormon akusin yang lebih tinggi memicu terjadinya dominansi apikal pada
tumbuhan.
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
auksin terbukti berpengaruh terhadap penghambatan tumbuh tunas lateral.
Konsentrasi auksin yang tinggi yang dihasilkan di bagian tunas apikal selanjutnya
cepat
sedangkan
dominansi
apikal
dapat
dihentikan
sementara.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, dkk. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Dahlia. 2001. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Malang: UM Press.
Diakses
2012.
Dominansi
Apikal.
(online).
(http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:VdzueSYVGngJ:pustaka.litbang.deptan.go.id/p0.ublikasi/bt15
2105.pdf+dominasi+tunas+apikal+pdf&hl=en). Diakses tanggal 24 Mei
2012.
Katuuk. 1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman. Jakarta:
Departemen Pendidikan.
Krishnamoorthy. 1981. Plant Growth Substances Including Applications In
Agriculture. New Delhi : Tata McGraw-Hill Publishing Company
Limited.
Morris. 1996. Exogenous Auxin Effects on Lateral Bud Outgrowth in Decapitated
Shoots. Jounals Annals of Botany 78 : 255 .
Salisbury, Frank B. & Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
Sutisna.
2010. Teknik
Mempercepat
Pertumbuhan
Tunas
Lateral
untuk
2007.
Role
of
Auxin
in
Apical.
(http://aob.Oxfordjournals.org/content/78/2/255.full.pdf).
(online).
Diakses
Woodward AW, Bartel B. 2005. Auxin: regulation, action, and interaction. Ann
Bot (Lond) 95 : 707735.
LAMPIRAN
Kecambah Kontrol hari ke-5