Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

FITOHORMON

Disusun oleh:

Denia Zalfaa Marwaa Evangeulista

140410190023

Kelompok 7- Teh Ikna

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2021
I. TINJAUAN PUSTAKA
Faktor internal tumbuhan yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu faktor intrasel, yaitu gen dengan faktor intersel yang disebut
hormone. Hormon merupakan substansi kimia yang tersusun atas protein yang
berfungsi untuk memacu pertumbuhan. Hormon pertumbuhan pada tumbuhan sering
disebut dengan fitohormon, Peran fitohormon adalah dengan memacu aktivitas
pertumbuhan, di mana pola pertumbuhannya sudah ditentukan oleh gen dan
pengaturan utama pertumbuhannya ditentukan oleh vitamin dan mineral (Susilowarno
dkk, 2008).

Fitohormon merupakan hormon yang mampu merangsang pertumbuhan


tanaman yaitu salah satunya hormon sitokinin dan auksin, sitokinin berfungsi
sebagai merangsang pertumbuhan sel-sel tunas, sedangkan hormone auksin berfungsi
sebagai perangsang pembelahan sel tanaman (Campbell dan Reece, 2002).
Fitohormon merupakan senyawa yang dalam jumlah sedikit tetapi dapat berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Fitohormon pendorong terdiri
dari IAA (auksin), Gibberelin, Zeatin (sitokinin), sedangkan fitohormon penghambat
terdiri dari ABA (Abscisic Acid), etilen dan senyawa fenolit. Fitohormon mampu
diproduksi oleh mikroorganisme tertentu dan juga dapat dihasilkan oleh tanaman
yang dapat mempengaruhi proses fisiologis tumbuhan (Weaver,1972; Hanafiah
dkk.,2005). Bakteri/mikroorganisme penghasil fitohormon merupakan kelompok
mikroba yang mampu menghasilkan senyawa yang dapat mempercepat
pertumbuhan tanaman. Pengaruh jazad renik tanah (rhizobakteria) terhadap
pertumbuhan tanaman sangat penting dalam meningkatkan poduktivitas
tanaman dan mempertahankan kesuburan tanah karena dapat membawa perubahan
pada pertumbuhan tanaman, terutama yang bersifat mendorong pertumbuhan
(A’ini, 2015).

Menurut Tarabily et. al., (2003), fitohormon merupakan sekumpulan


senyawa organik bukan hara, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat
oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil dapat mendorong, menghambat,
atau mengubah pertumbuhan, perkembangan dan pergerakan tumbuhan. Salah
satu jenis hormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan
meningkatkan proses elongasi sel dan perpanjangan batang seperti diferensiasi sel
adalah auksin. IAA (Indole Acetic Acid) merupakan salah satu jenis auksin yang
banyak terdapat di alam dan paling aktif serta merupakan hormone utama pada
hampir semua jenis tanaman (Sukamadi, 2013). Fitohormon dapat memperbaiki
system perakaran dan juga mempercepat keluarnya akar pada tanaman yang masih
muda, serta membantu dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah (Lingga, 1986).
Menurut Frébort et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian fitohormon pada
tanaman harus sesuai dan tepat dalam pemberian konsentrasi dan dalam waktu
aplikasi pada jaringan yang khusus untuk pertumbuhan.

II. HASIL
2.1 Koleoptil Padi
Tabel 1. Rata-Rata Pertambahan Panjang Koleoptil Padi pada Berbagai
Konsentrasi Auksin

Perlakuan Rata-Rata Pertambahan Panjang (mm)

Kontrol (sukrosa 2%) 2,6

A (Auksin 0,01 ppm) 1,85

B (Auksin 0,1 ppm) 1,1

C (Auksin 1 ppm) 5,3

D (Auksin 10 ppm) 2,2


Grafik 1. Rata-Rata Pertambahan Panjang Koleoptil Padi pada Berbagai
Konsentrasi Auksin

2.2 Begonia sp.


Tabel 2. Jumlah Akar pada Stek Batang Begonia sp. pada Beberapa Perlakuan.

Perlakuan Jumlah Akar Jumlah Akar 1 Jumlah Primordia


1>mm mm Akar

Akuades - - -

Larutan Hoagland 5 - -

Larutan 9 - -
Hoagland+NAA
III. PEMBAHASAN

Praktikum ini merupakan praktikum keempat dari Mata Kuliah Fisiologi


Tumbuhan yang berjudul “Fitohormon”. Praktikum ini dilaksanakan secara daring
pada hari Jumat, tanggal 09 April 2021, dengan tujuan praktikumnya adalah untuk
melihat pengaruh auksin terhadap pertumbuhan koleoptil kecambah padi, serta untuk
mengetahui pengaruh auksin terhadap pembentukan akar pada potongan batang
(stek) Begonia sp. Auksin merupakan salah satu hormon yang dapat
berpengaruh terhadap pembentukan akar, perkembangan tunas, kegiatan sel-sel
meristem, pembentukan bunga, pembentukan buah dan terhadap gugurnya daun
dan buah (Dwidjoseputro, 1994). Pada pengamatan fitohormon ini digunakan
koleoptil padi (Oryza sativa L.) dan Begonia sp. sebagai bahan pengamatannya.
Menurut Baca & Elmerich (2003), fitohormon merupakan substansi organik yang
disintesis pada organ-organ tertentu dan dapat ditranslokasikan pada bagian lain
dalam tanaman. Selain diproduksi oleh tanaman, beberapa bakteri dan fungi tanah
juga mampu menghasilkan fitohormon. Alat dan bahan yang diperlukan untuk
pengamatan fitohormon diantaranya adalah Cawan petri, pinset, gelas ukur,
penggaris, silet, botol selai, aluminium foil, akuades, larutan Hoagland, NAA, plastic
wrap, sukrosa 2%, auksin, Styrofoam, koleoptil padi, dan batang Begonia sp.

Prosedur/cara kerja dari pengamatan fitohormon setelah seluruh alat dan


bahan didapat, adalah pada pengamatan koleoptil padi, langkah pertama yang
dilakukan yaitu bagian ujung koleoptil kecambah padi dipotong sepanjang 2 mm.
Istilah auksin (dari bahasa Yunani auxein “meningkatkan”) pertama kali digunakan
oleh Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri Belanda pada tahun 1926,
yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin
menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kearah cahaya (fototropisme). Senyawa
yang ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung koleoptil (Salisbury dan
ross,1995). Jadi alasan penggunaan koleoptil sebagai objek percobaan adalah karena
pada bagian ujung koleoptil dapat ditemukan banyak senyawa auksin. Menurut
Wahidah & Hasrul (2017), pemangkasan ujung koleoptil mengemukakan fungsi
auksin bukan untuk menambah kegiatan pembelahan sel di jaringan meristem,
melainkan berupa pengembangan sel-sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel-
sel tersebut menjadi panjang dan banyak berisi air. Dengan demikian diperoleh sel
yang panjang-panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh
(Dwidjoseputro,1990). Lalu, bagian bawah koleoptil yang sudah dipotong sepanjang
1,0 cm (bagian koleoptil yang akan diuji) diambil. Kemudian, Sediakan 4 petridish
yang telah diisi larutan sukrosa 2% sebanyak 13 mL. Alasan penggunaan sukrosa
adalah karena sukrosa merupakan media dasar yang digunakan sebagai media kultur
jaringan. Pada media dasar ini pertumbuhan berjalan sangat lambat, tetapi
pertumbuhan dapat dipercepat jika ditambah zat -zat ekstra (Harahap, 2012).
Tambahkan petridish A dengan 7 mL auksin 0,01 ppm, petridish B dengan 7 mL
auksin 0,1 ppm, petridish C dengan 7 mL auksin 1 ppm, petridish D dengan 7 mL
auksin 10 ppm, serta petridish kontrol dengan 20 mL sukrosa 2%. Wahidah & Hasrul
(2017) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain
adalah faktor genetik, lingkungan dan hormon. IAA merupakan salah satu hormon
tumbuh yang berperan untuk memacu pertumbuhan sepanjang sumbu longitudinal.
Auksin juga berperan dalam pembelahan dan pembentangan sel. Aktivitas auksin
dapat membantu perangsangan dan penghambatan pertumbuhan tergantung pada
konsentrasi auksinnya, selain itu auksin dapat bekerja sendiri atau berkombinasi
dengan hormon lain, dapat merangsang atau menghambat berbagai peristiwa yang
berbeda, dari mulai peristiwa reaksi enzim secara individual sampai kepada
pembelahan sel dan pembentukan organ. Setelah itu, 10 potong koleoptil dimasukkan
pada 5 petridish, bungkus petridish dengan plastic wrap dan inkubasi selama 48 jam
di tempat gelap. Proses perkecambahan di tempat yang terang, sedikit cahaya dengan
tempat yang gelap memang terjadi perbedaan. Hal ini disebabkan cahaya matahari
dapat merusak hormon auksin (hormon pertumbuhan) sehingga menyebabkan
sulitnya pembelahan sel, dan secara otomatis menghambat proses pertumbuhan
(Komalasari & Arief, 2015).

Setelah 48 jam, ukur pertambahan panjang koleoptil dan buat grafik


pertumbuhan panjang kolepotil (Y) terhadap konsentrasi auksin (X). Hasil dari
perlakuan yang telah dilakukan adalah, pada perlakuan kontrol (sukrosa 2%), rata-
rata panjang koleoptil padi yang didapat yaitu 2,6 mm. Pada perlakuan A (pemberian
auksin 0,01 ppm), rata panjang koleoptil padi yang didapat yaitu 1,85 mm. Pada
perlakuan B (pemberian auksin 0,1 ppm), rata panjang koleoptil padi yang didapat
yaitu 1,1 mm. Pada perlakuan C (pemberian auksin 1 ppm), rata panjang koleoptil
padi yang didapat yaitu 5,3 mm. Pada perlakuan D (pemberian auksin 10 ppm), rata
panjang koleoptil padi yang didapat yaitu 2,2 mm. Setelah dilakukan pengamatan,
didapatkan hasil tiap perlakuan berbeda. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi auksin
yang ditambahkan dalam petridish berbeda. konsentrasi efektif auksin berbeda-beda
tergantung kerasnya jaringan tanaman, konsentrasi yang aman digunakan untuk
jaringan tidak terlalu keras yaitu dengan konsentrasi 100-500 ppm (Widyastuti,
1993). Menurut Apriliani, (2015), auksin aktif dan berfungsi dengan baik pada
konsentrasi rendah sehingga memerlukan ketepatan dalam penggunaan konsentrasi.
Konsentrasi auksin yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan tunas dan
batang. Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi secara umum
terbagi atas dua macam faktor yaitu faktor luar (eksternal) yang berupa faktor
lingkungan dan faktor dalam (internal) berupa faktor genetik dan hormonal. Faktor
luar atau lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi antara lain
intensitas cahaya matahari, suhu, air dan unsur hara atau nutrisi. Sedangkan faktor
dalam yang mempengaruhi tanaman padi yaitu hormon pertumbuhan seperti auksin,
giberilin, sitokoinin, asam absisat dan lain-lain. Selain hormon pertumbuhan, faktor
dalam lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi adalah faktor genetik
atau faktor keturunan (Gardner et.al., 1991).
Prosedur kerja kedua adalah pada tanaman Begonia sp. Begonia merupakan
tanaman yang memiliki batang mengandung air, tumbuh tegak, dan merambat.
Umumnya batang dari begonia ditumbuhi rambut halus (Kiew et al., 2015).

Klasifikasi

Kingdom Plantae

Divisio Tracheophyta

Class Magnoliopsida

Ordo Violales

Familia Begoniaceae

Genus Begonia

Species Begonia sp.


(Wiriadinata et.al., 2013)
(Linnaeus, 1753)

Keterbatasan jumlah koleksi Begonia, masa berbunga yang tidak serentak dan
keterbatasan dalam penyerbukan menyebabkan jenis Begonia tertentu mengalami
permasalahan dalam produksi biji, sehingga perbanyakan secara vegetatif perlu
dilakukan (Efendi & Lailaty, 2018). Begonia digunakan karena sifatnya yang mudah
ditumbuhkan secara vegetatif sehingga mudah diperbanyak secara stek batang, pucuk
dan potongan daun (Wiriadinata et.al., 2002). Langkah pertama yaitu 3 botol selai
disiapkan, bagian luar dari masing-masing botol aluminium foil. Botol ditutup dengan
aluminium foil agar koleoptil tidak akan membengkok ke arah datangnya cahaya.
Ujung koleoptil yang terbuka akan tumbuh membengko ke arah datangnya cahaya
(Asra, dkk, 2020). Selanjutnya botol diberi label A, B, C. Botol A diisi dengan
akuades 50 mL, botol B diisi dengan larutan nutrisi Hoagland 50 mL, botol C diisi
dengan 50 mL larutan nutrisi Hoagland yang mengandung NAA 1 ppm. Berdasarkan
yang dikemukakan oleh Hoagland dan Arnon (1950), medium/larutan nutrisi
Hoagland berfungsi menyediakan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Nutrisi yang terkandung dalam medium Hoagland
merupakan nutrisi yang sesuai dengan beragam tanaman. Selain itu NAA digunakan
karena Naphtalene Acetic Acid (NAA) pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai
inisiasi akar dan batang tanaman (Restiani et al. 2016). NAA juga kerapkali
digunakan karena mempunyai sifat translokasi yang lambat dan persistensi yang
tinggi (Arlianti dkk., 2017). Langkah selanjutnya dibuat lubang pada Styrofoam
sebesar diameter batang yang akan ditanam. Dengan styrofoam tersebut, tutup mulut
botol rapat-rapat. Lalu batang tanaman dimasukkan ke dalam botol melalui lubang
yang telah dibuat pada alumunium foil. Pengamatan dilakukan setelah 1 minggu.
Jumlah akar yang panjangnya >1 mm, jumlah akar yang panjangnya 1 mm dan
primordia akar diamati.

Hasil yang dapat diamati setelah 1 minggu diantaranya adalah jumlah akar
pada stek batang Begonia sp. pada perlakuan pemberian akuades sama sekali tidak
terdapat akar >1 mm, akar 1 mm ataupun primordia akar. Pada perlakuan dengan
Larutan Hoagland, terdapat 5 akar yang >1 mm, tidak terdapat akar 1 mm dan
primordia akar. Pada perlakuan dengan Larutan Hoagland+NAA, terdapat 9 jumlah
akar yang > 1 mm, tidak terdapat akar 1 mm dan primordia akar. Hasil yang
dihasilkan dari tiap perlakuan berbeda. Hasil yang paling banyak adalah hasil dari
perlakuan dengan penambahan Hoagland + NAA, yaitu terdapat 9 jumlah akar >1
mm. Hal ini dikarenakan Larutan Hoagland merupakan larutan yang mengandung
unsur-unsur esensial yang diperlukan oleh tanaman, larutan Hoagland berfungsi
sebagai larutan penumbuh (Setianingrum dkk., 2017). Dan NAA merupakan
senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup
yang sedang berkembang (Intan, 2008). Larutan Hoagland memenuhi unsur
essensial yang diperlukan untuk tumbuh, dan NAA merangsang pembentukan akar
dan pemanjangan sel pada jaringan muda atau yang sedang berkembang. Sehingga
campuran dari Larutan Hoagland dan NAA akan merangsang serta mempercepat
pertumbuhan akar pada batang Begonia sp.
IV. KESIMPULAN
Pada praktikum ini dapat melihat pengaruh auksin terhadap pertumbuhan
koleoptil kecambah padi (Oryza sativa L.). Didapatkan bahwa hasil rata-rata
pertambahan koleoptil padi pada berbagai konsentrasi auksin adalah, pada perlakuan
kontrol (sukrosa 2%), yaitu 2,6 mm, pemberian auksin 0,01 ppm yaitu 1,85 mm,
pemberian auksin 0,1 ppm yaitu 1,1 mm, pemberian auksin 1 ppm yaitu 5,3 mm,
pemberian auksin 10 ppm yaitu 2,2 mm.

Pada praktikum ini dapat pula mengetahui pengaruh auksin terhadap


pembentukan akar pada potongan batang (stek) Begonia sp. Pada perlakuan
pemberian akuades, sama sekali tidak terdapat akar >1 mm, akar 1 mm ataupun
primordia akar. Pada perlakuan dengan Larutan Hoagland, terdapat 5 akar yang >1
mm, tidak terdapat akar 1 mm dan primordia akar. Pada perlakuan dengan Larutan
Hoagland+NAA, terdapat 9 jumlah akar yang >1 mm, tidak terdapat akar 1 mm dan
primordia akar.
DAFTAR PUSTAKA

A’ini, Z. F. 2015. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Penghasil Iaa (Indole-3-Acetid


Acid) Dari Tanah Dan Air Di Situgunung, Sukabumi. Faktor Exacta, 6(3),
231-240.

Apriliani, Agusti. 2015. Pemberian Beberapa Jenis dan Konsentrasi Auksin untuk
Pucuk Bayur (Pterospermum Menginduksi Perakaran pada Stek javanicum
Jungh.) dalam upaya Perbanyakan Tanaman. Jurnal Biologi Universitas
Andalas (j. Bio.ua.) 4(3) - September 2015: 178-187 (ISSN : 2303-2162).

Arlianti, T., Syahid, S. F., Kristina, N. N., & Rostiana, O. 2017. Pengaruh auksin
IAA, IBA, dan NAA terhadap induksi perakaran tanaman Stevia (Stevia
rebaudiana) secara in vitro. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
24(2), 57-62.

Asra, R., Samarlina, R. A., & Silalahi, M. 2020. Hormon Tumbuhan. Jakarta: Uki
Press.

Baca, B.E. and Elmerich, C. 2003. Microbial production of plant hormones. In C.


Elmerich and W.E. Newton (eds.), Associative and Endophytic Nitrogen-fi
xing Bacteria and Cyanobacterial Associations. Kluwer Academic Publishers.
Printed in the Netherlands.

Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education.


Inc. San Francisco. 802-831.

Dwidjoseputro, 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Dwijoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia


Pustaka Utama.
Efendi, M., & Lailaty, I. 2018. Pertumbuhan Stek Daun Begonia multangula BL . dan
Begonia isoptera Dryand . EX SM . Koleksi Kebun Raya Cibodas pada
Berbagai Perlakuan Media Tanam. Seminar Nasional Biologi 2018.

Frébort, I., M. Kowalska, M. Hluska, F. Jitka, and, P. Galuszka. 2011.Evolution of


cytokinin biosynthesis and degradation, Department of Molecular Biology,
Centre of the Region Hana for Biotechnological and Agricultural Research,
Faculty of Science, Palacky University, Czech Republic, J. Experimental
Botany, 62(8):2431–2452.

Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman


Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta.

Hanafiah,K. Adan I. Anas, A. Napoleon, N. Ghoffar. 2005. Biologi tanah (ekologi


dan makrobiologi tanah).Grafindo Persada.Jakarta.165halaman.

Harahap, Fauziyah. 2012. FISIOLOGI TUMBUHAN : SUATU PENGANTAR.


Unimed Press, Medan.

Hoagland, D. R. dan Arnon, D. I. 1950. The Water-Culture Method for Growing


Plants without Soil.University of California.

Intan, R, D, A. 2008. Peranan dan Fungsi fitohormon Bagi Pertumbuhan


Tanaman. Pajajaran: Fakultas Pertanian. Universitas Pajajaran.

Kiew et al. 2015. A Guide to Begonias of Borneo. Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia.
UTAR Agriculture Science Journal (UASJ), 1(4).

Komalasari, O., & Arief, R. 2015. Pengaruh cahaya dan lama penyimpanan terhadap
mutu benih jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia, 274, 502–506.

Lingga,P.1986. Petunjuk penggunaan Kapur. PT. Penebar Swadaya. Aggota IKAPI.


Jakarta. 48halaman.
Restiani R, Semiarti E, Indrianto A. 2016. Konservasi anggrek hitam (Coelogyne
pandurataLindl.) melalui mikropropagasi pada berbagai medium kultur. Pp
393-404. Prosiding Simposium Nasional Pendidikan Biologi (Symbion 2016)
27 Agustus 2016, UAD Yogyakarta.

Salisbury, Frank. B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid


3,(diterjemahkandari : Plant Physiology 4th Edition). Bandung : ITB Press.

Setianingrum, I., Sintadani, E. D., Viani, V., Uuliyah, D., Faridani, M. F., & Putra, R.
S. 2017. Metode ERASI (Gabungan Process Electro-Assisted
Phytoremediation dan Aerasi) dengan Tanaman Akar Wangi (Vetiveira
zizanioides L) untuk Remediasi Air Limbah Logam Fe dan Cu. Chimica et
Natura Acta, 5(3), 112-119.

Sukmadi RB. 2013. Aktifitas fitohormon indole-3-acetic acid (IAA) dari beberapa
isolat bakteri rizosfer dan endofit. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 14
(3): 221-227.

Susilowarno, G., dkk. 2008. Biologi SMA untuk Kelas XII.Jakarta : Grasindo.

Tarabily K, Nasar AH, Sivasithamparam K. 2003. Promotion of plant growth by an


auxin-producting isolate of the yeast williopsis saturnus endophytic in maize
roots. The Sixth U. A. E University Research Conference. 60-69.

Wahidah, B. F., & Hasrul, H. (2017). PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR


TUMBUH INDOLE ACETIC ACID (IAA) TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN PISANG SAYANG (MUSA PARADISIACA L. VAR.
SAYANG) SECARA IN VITRO. TEKNOSAINS: MEDIA INFORMASI SAINS
DAN TEKNOLOGI, 11(1).

Weaver.J.W.1972.Plant growth substance in agriculture. W. HF reemanand Co. San


Fransisco. 418 halaman.
Widyastuti, Y.E. 1993.Flora Fauna Maskot Nasional dan propinsi. Swadaya Jakarta.

Wiriadinata, H., Girmansyah, D., Hoover, S., & Hunter, J. 2002. Kekayaan Begonia
Taman Nasional Gunung Halimun. Berita Biologi, 6(1), 91-97.

Wiriadinata, H., Girmansyah, D., Hunter, J., Hoover, W. S., & Kartawinata, K. 2013.
Floristic study of West Sumbawa, Indonesia. Reinwardtia, 13(5), 391-404.

LAMPIRAN

Koleoptil Padi
Sebelum Inkubasi Setelah Inkubasi

Begonia sp.
Sebelum Inkubasi Setelah Inkubasi

Anda mungkin juga menyukai