Disusun Oleh :
Kelompok 2
Aida Palupi Aldan (1207020092)
Farah Aini Adiba (1207020018)
Fia Fatmawati (1207020022)
Iqbal Afif Hermantaka (1207020031)
Matina Yufiya Ahdi (1207020033)
Melati Putri Juliyanti (1207020035)
Muhamad Faozi (1207020038)
Muhammad Fajar Sodiq (1207020040)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti tampak pada gambar 2.2 bagian tubuh bekicot terdiri dari mulut, lidah,
lambung, hati, anus, kaki, penutup cangkang, alat peraba dan paru-paru. Kepala
bekicot terdapat di bagian depan tubuh, pada bagian kepala ada sebuah mulut yang
dilengkapi dengan gigi parur (radula). Bekicot mempunyai sepasang tentakel sebagai
indera peraba dan perasa yang bergerak dengan perut, tentakel berguna untuk
merasakan perubahan suhu tubuhnya, sebagai petunjuk jalan dan sebagai petunjuk
adanya makanan. dua tanduk yang lain mempunyai dua bintik hitam yang berfungsi
sebagai mata untuk membedakan keadaan gelap terang (Hironymus, 2011).
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
- Alat
No Nama Alat Fungsi Kuantitas
Untuk mencatat durasi yang
1 Stopwatch dibutuhkan dalan keluar dari 1 buah
cangkakngnya dan saat bergerak
Untuk permukaan datar sebagai
2 Baki plastik 1 buah
wadah pengamatan bekasi
Sebagai penanda bekicot satu dengan
3 Type - X 1 buah
yang lainnya
- Bahan
No Nama Bahan Fungsi Kuantitas
1 Keong Sawah Sebagai objek yang akan diamati 6 ekor
Hasil
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ”Habituasi pada bekicot” diujikan pada 6 sampel keong sawah untuk
dijadikan bahan uji perilaku atau habituasi. Berikut ini data yang dihasilkan pada praktikum :
30
nilai
Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semua bekicot perilaku setelah 10
detik adalah diam. Pada perilaku ini keong masih dalam keadaan adaptasi dan belum berani
untuk kelauar dari cangkangnya. Pada keong 1 waktu yang dibutuhkan untuk keluar dari
cangkang adalah selama 2 menit 52 detik, pada keong 2 selama 4 menit, pada keong 3 selama
3 menit 33 detik, pada keong 4 selama 2 menit 27 detik, pada keong 5 selama 2 menit 30
detik dan pada keong 6 yang membutuhkan waktu paling singkat yaitu 39 detik. Keong mulai
keluar dari cangkangnya ketika merasa sudah dalam keadaan aman di lingkungannya, dalam
arti musuh yang mengganggunya sudah pergi.
Keluarnya keong dari dalam cangkang, tidak memastikan bahwa keong bergerak
untuk berpindah tempat. Setelah 5 menit pengamatan, keong 1 hanya tidak bergerak sama
sekali sehingga memiliki jarak tempuh 0 cm, pada keong 2 bergerak pada menit ke 4 lebih 10
detik dengan jarak tempuh 14 cm, keong 3 bergerak pada menit ke 4 lebih 13 detik dengan
jarak tempuh 12 cm, keong 4 bergerak pada menit ke 3 lebih 50 detik dengan jarak tempuh
19 cm, pada keong 5 bergerak pada menit ke 3 lebih 20 detik dengan jarak tempuh 23 cm dan
pada keong 6 bergerak dengan waktu yang paling singkat yaitu 55 detik dengan jarak tempuh
total 36 cm dimana pada awalnya bergerak lurus dengan jarak 13 cm dari titik awal kemudian
berbelok 23 cm, sehingga total jarak yang ditempuh adalah 36 cm.
Setiap organisme mampu menerima rangsangan yang disebut iritabilitas, dan mampu
pula menanggapi rangsang tersebut. Salah satu bentuk tanggapan yang umum adalah berupa
gerak. Gerak berupa perubahan posisi tubuh atau perpindahan yang meliputi seluruh atau
sebagian dari tubuh. Keong bereaksi negatif terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan dengan melakukan fase dorman atau estivasi.
Pengujian perilaku selanjutnya yaitu proses pemberian rangsangan dengan mengetuk
permukaan datar depan keong dengan jarak kurang lebih 10 cm menggunakan tangan.
Berdasarkan pengujian tersebut didapatkan hasil didapatkan bahwa pada keong 1,2,3,4 dan 5
setelah pengetukan beberapa kali, keong menanggapi rangsang dengan masuk kedalam
cangkang terkecuali pada keong no. 6 yang terus bergerak walaupun diberikan rangsangan.
Perilaku keong yaitu masuk ke dalam cangkangnya apabila mendapatkan rangsangan atau
gangguan dari luar. Dalam hal ini, ketika diberikan perlakuan kepada keong yakni dengan
mengetuk permukaan datar, maka keong tersebut masuk ke dalam cangkangnya. Perilaku
masuknya kembali keong ini merupakan perilaku melindungi diri dari gangguan luar apabila
dirasa mengancam.
Perilaku tersebut sesuai dengan literature, yang menyatakan bahwa ketika siput
menghadapi sesuatu yang menyinggung, ia akan merespons dengan mencabut tentakelnya
dan mundur. Terkadang, siput bahkan akan menarik seluruh tubuhnya ke dalam
cangkangnya. Urutan retraksi yang normal adalah invaginasi tentakel, mengangkat bagian
anterior kaki, melipat bagian kaki tersebut di sepanjang garis tengah, melanjutkan invaginasi
anterior, dan akhirnya invaginasi posterior dan penarikan ke dalam cangkang. Anda dapat
menggunakan reaksi ini untuk menguji kepekaan dan reaksi siput terhadap berbagai
rangsangan (Reinhard, 2012)
Wogalter dan Vigilante (2006) menjelaskan bahwa stimulus yang menonjol pada
awalnya dapat menarik perhatian, tetapi perhatian tersebut hanya sementara dipertahankan
pada stimulus yang dikodekan, memori yang terbentuk selanjutnya menyebabkan stimulus
menjadi kurang menonjol sehingga perhatian terhadap rangsangan berkurang. Hal ini sesuai
dengan pengujian habituasi pada keong 6, dimana setelah diberi rangsangan dengan
pengetukan beberapa kali, keong 6 tersebut tetap menjalankan aktivitasnya karena perhatian
terhadap pengetukan tersebut berkurang.
Habituasi adalah proses yang mengarah pada penurunan respons terhadap stimulus
dengan presentasi berulang dan sering bersifat adaptif karena membuat kecil kemungkinan
individu akan merespons rangsangan yang tidak berbahaya (Jensen, Dill, & Cahill, 2011).
Habituasi ini merupakan level warning behavior terendah dimana perilaku ini dilakukan
untuk survive dalam kelangsungan hidupnya termasuk menghadapi seleksi alam.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa setiap pergerakan
pada bekicot memiliki stimulus atau jarak tempuh yang berbeda beda hal itu tergantung akan
habituasi bekicot (Achatina fulica) itu sendiri. Adapun juga pengaruh oleh berat badan dan
suhu lingkungan memperlihatkan semakin besar ukuran dan berat badan maka jarak tempuh
akan besar pula. Suhu lingkungan yang semakin rendah akan memperlihatkan perilaku
bekicot (Achatina fulica) yang semakin aktif dalam melakukan aktivitasnya. Pada tabel hasil
keong ke 6 lebih cepat keluar dari cangkang dengan kadar waktu 39 detik dibandingkan
dengan keong ke 4 butuh 4 menit untuk keluar dari cangkangnya. Hal tersebut dikarenakan
keong ke 6 mulai keluar dari cangkangnya karena merasa sudah dalam keadaan aman, dalam
arti musuh yang mengganggunya sudah pergi sebaliknya bekicot akan masuk kedalam
cangkang bila merasa terancam disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jensen, Dill, & Cahill. (2011). Applying behavioral-ecological theory to plant defense: light-
dependent movement in Mimosa pudica suggest a trade-off between predation risk
and energetic reward. American Naturalist, 177, 377-381.
Keil, Frank, & Andrew. (2001). The MIT encyclopedia of the cognitive sciences. MIT Press.
Khairunnisa, Rahmah, & Ahadi. (2021). Korelasi Suhu terhadap Aktivitas Bekicot (Achatina
fulica) di kawasan Kampus Uin Ar - Rainy Banda Aceh . Prosiding Seminar Nasional
Biotik (pp. 83 - 85). Banda Aceh : UIN Ar - Rainy .
Lai, Alamo, Rodriguez, & Lasheras. (2010). The Mechanics Adhesive Locomotion of
Terestrial Gastropods. Journal of Experimental , 3920 - 3933.
Mujiono, Mardliyah, & Raffudin, P. (2019). Perilaku Lokomosi dan Homing pada bekicot .
Zoo Indonesia, 21 - 22.
Naomi. (2019). Analisis Keberadaan Bekicot (Achatina fulica) dengan Metode Indirect
Sampling di LIngkungan Universitas Tidar . Proceesing of Biologi Education (p. Vol
3 ; No.1). Magelang: Universitas Tidar.
Reinhard, D. (2012). A Study of Snail Behavior. Springbrook High School.
Rohmatin, N., & M, R. (2011). Keong Hama Pomacea di Indonedia : Karakter Morfologi dan
Sebarannya (Mollusca,Gastropoda: Ampullariidae) . Berita Biologi , 10 (4).
Tomyama, & Nakane. (1993 ). Dipersial patters of the Gians African (stylomma tephora ;
Achatinidae), equiied with a radio-transmitte . Journal of Mollusca Studies , 315 -
322.
Wogalter, & Vigilante. (2006). Attention switch and maintenance. (Chap. 18) In M.S.
Wogalter (Ed.) Handbook of Warnings, 245-265.