Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU

HABITUASI PADA BEKICOT


Dosen Pengampu : Adisty Vikarawugi D, M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Aida Palupi Aldan (1207020092)
Farah Aini Adiba (1207020018)
Fia Fatmawati (1207020022)
Iqbal Afif Hermantaka (1207020031)
Matina Yufiya Ahdi (1207020033)
Melati Putri Juliyanti (1207020035)
Muhamad Faozi (1207020038)
Muhammad Fajar Sodiq (1207020040)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bekicot adalah Animalia kelas gastropoda yang berasal dari Afrika. Di
Indonesia sendiri ada dua jenis bekicot yang biasa dijumpai yaitu A.fulica dan
A.variegate. Secara fisik kedua spesies tersebut memiliki perbedaan pada bentuk dan
warna cangkangnya. A.fulica memiliki cangkang berwarna coklat dengan garis yang
tidak jelas, dan memiliki bentuk cangkang yang lebih ramping dan runcing. Adapun
pada A.variegate memiliki cangkang dengan warna lebih muda dengan garis coklat
kemerahan yang terlihat lebih jelas, memiliki bentuk cangkang lebih gemuk dan
membulat. Umumnya yang sering ditemui adalah A.fulica karena peneyebarannya
lebih luas disbanding A.variegate (Fitriani, 2015).
Hewan bekicot (Achatia fulica) merupakan jenis hewan bertubuh lunak dan
bercangkang yang terkenal karena tubuhnya yang lunak segera masuk kedalam
cangkangnya saat disentuh atau lebih tepatnya diberi rangsangan. Perilaku ini hanya
bersifat sementara karena beberapa saat, tubuhnya akan kembali keluar dari
cangkangnya seperti pemula. Pada praktikum kali ini, kita akan menyelidiki
pembiasaan pada bekicot saat diberi stimulus yang berulang.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini yaitu menyelidiki perilaku atau
pembiasaan pada bekicot setelah diberi stimulus.
1.3 Dasar Teori
Bekitcot (Achatin fulica) bersifat hermafrodit atau berkelamin ganda. Hal ini
diakrenakan bekicot memiliki dua macam sel gamet pada tubuhnya, tetapi tidak
mampu dilakukan oleh satu individu, melainkan dengan individu lain melalui proses
kawin.. Hewan ini termasuk hewan mollusca atau bertubuh lunak yang termasuk pada
kelas gastropoda dengan menggunakan perut atau tubuhnya untuk berjalan, Bekicot
mengguankan paru paru untuk bernafas, sehingga ia dapat masuk ke dalam ordo
pulmanata dan family Archantinidae (Naomi, 2019)
Menurut Mujiono (2019), bekicot dapat hidup pada kondisi lemab dan aktif
pada malam hari. Sifat bekicot yang nocturnal ini ditentukan oleh suhu dan
kelembaban lingkungannnya. Panjang bekicot dewasa sekitar 200 mm dengan rata –
rata 50 – 100 mm dengan bobot tubuh hingga 32 gram. Lokomosi dari suatu bekicot
dipengaruhi oleh kemebaban, cahaya, dan tempratur. Bekicot akan aktif mencari
makan saat kondisi lembab setelah hujan, terutama pada suhu 18-30o C (Khairunnisa,
2021)
Lokomosi dari bekicot digerakkan oleh serangkaian kontraksi otot periodik
atau pedal waves dan relaksasi atau interwave. Pedal waves adalah bagian otot yang
bergerak sedangkan interweave adalah bagian yang stasioner. Jarak antara dua pedal
waves yang berurutan disebut wavelaength (Lai dkk, 2010). Bekicot bercangkang
kecil melakukan lokomosi dengan jaraklebih jauh dibandingkan dengan yang
bercangkang besar sebaliknya kemampuan kembali ke posisi semua (homing) hanya
muncul pada individu cangkang besar (Tomyama & Nakane, 1993 )
Pada praktikum ini akan dilakukan habituasi pada bekicot. Habituasi
merupakam bentuk pembelajaran sederhana yang dilakukan hewan, dimana hewan
akan belajar untuk tidak menganggapi rangsangan yang tidak relevan (Keil dkk, 2001)
Bekicot termasuk kedalam kingdom animalua, filum mollusca, kelas
gastropoda, ordo pulmonata, family achanidae, genus Achatina, dan spesises Achatina
fulica. Salah satu indikator lingkungan yang bisa menandakan bahwa lingkungan kita
masih bagus atau sudah rusak adalah kehadiran bekicot. Berati hal ini
mengindikasikan bahwa tempat yang asal dari bekicot (Klaten Tengah) masih dalam
keadaan bagus atau belum rusak (belum tercemar oleh bahan-bahan kimia residu).
Bekicot merupakan salah satu hewan dengan kelimpahan spesies yang cukup besar.
Hewan ini merupakan salah satu siput darat yang memiliki cangkang. Cara
membedakan dua macam bekicot yaitu pada A.fulica, memiliki cangkang berwarna
coklat dengan garis-garis tidak jelas dan bentuk cangkangnya lebih langsing. Pada
A.variegata memiliki cangkang dengan warna lebih cerah (lebih muda) dengan garis
coklat kemerahan lebih jelas dan bentuk cangkangnya lebih gemuk. Dalam hal
penyebaran, A.fulica lebih luas daripada A.variegata (John Kimbal, 1983).
Kelas Gastropoda biasanya disebut keong atau siput. Bentuk cangkang keong
pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde
(gelung, whorl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu
kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut body whorl dan gelung-gelung di
atasnya disebut spire (ulir). Alat indera pada keong meliputi mata, tentakel, osphradia
dan statocyt. Mata sederhana atau kompleks, biasanya terletak di pangkal tentakel
yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya. Tentakel sepasang atau
dua pasang, selain mata terdapat sel peraba dan chemoreceptor (Howells, 2005).
Gastropoda adalah kelompok hewan yang menggunakan perut sebagai alat
gerak atau kakinya. Misalnya, Bekicot (Achatina fulica) hewan ini memiliki ciri khas
berkaki lebar dan pipih pada bagian ventral tubuhnya. Gastropoda bergerak lambat
menggunakan kakinya. Johnson (2003) menambahkan bahwa Gastropoda darat terdiri
dari sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. Ujung tentakel panjang
terdapat mata yang berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang. Sedangkan pada
tentakel pendek berfungsi sebagai alat peraba dan pembau.Gastropoda akuatik
bernapas dengan insang, sedangkan Gastropoda darat bernapas menggunakan rongga
mantel. Bagian-bagian morfologi gastropoda dapat meliputi tentakel dorsal, mata,
kepala, tentakel, kaki perut, sutura, apex dan ada yang mempunyai garis pertumbuhan
pada cangkangnya (Berthold, 1991).

(Kimball, 2011) Gambar 2.2


Anatomi Bekicot

Seperti tampak pada gambar 2.2 bagian tubuh bekicot terdiri dari mulut, lidah,
lambung, hati, anus, kaki, penutup cangkang, alat peraba dan paru-paru. Kepala
bekicot terdapat di bagian depan tubuh, pada bagian kepala ada sebuah mulut yang
dilengkapi dengan gigi parur (radula). Bekicot mempunyai sepasang tentakel sebagai
indera peraba dan perasa yang bergerak dengan perut, tentakel berguna untuk
merasakan perubahan suhu tubuhnya, sebagai petunjuk jalan dan sebagai petunjuk
adanya makanan. dua tanduk yang lain mempunyai dua bintik hitam yang berfungsi
sebagai mata untuk membedakan keadaan gelap terang (Hironymus, 2011).
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
- Alat
No Nama Alat Fungsi Kuantitas
Untuk mencatat durasi yang
1 Stopwatch dibutuhkan dalan keluar dari 1 buah
cangkakngnya dan saat bergerak
Untuk permukaan datar sebagai
2 Baki plastik 1 buah
wadah pengamatan bekasi
Sebagai penanda bekicot satu dengan
3 Type - X 1 buah
yang lainnya

- Bahan
No Nama Bahan Fungsi Kuantitas
1 Keong Sawah Sebagai objek yang akan diamati 6 ekor

2.2 Cara kerja


Siapkan alat dan bahan
- Kumpulkan 6 ekor keong dari species yang sama dan ukuran yang hampir sama
- Tandai cangkang keong dengan tinta dari tiap individunya
- Tempatkan salah satu keong di atas meja atau permukaan datar lainnya.
- Setelah 10 detik bekicot mulai bergerak, ketuk meja atau permukaan datar
tersebut dengan buku jari pada jarak kurang lebih 10cm di depan keong.
- Amati perilaku keong. Apakah keong menarik diri ke dalam cangkangnya? Atau
apakah keong tersebut berhenti bergerak? Apa yang dilakukan dengan
tentakelnya?
- Anggaplah keong tersebut berhenti bergerak, amati dan catat berapa lama waktu
yang diperlukan untuk bergerak lagi? Amati sampai keong berhenti bergerak
lebih dari 2 menit.
- Ulangi langkah diatas untuk kesemua keong.

Hasil
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ”Habituasi pada bekicot” diujikan pada 6 sampel keong sawah untuk
dijadikan bahan uji perilaku atau habituasi. Berikut ini data yang dihasilkan pada praktikum :

Tabel 3. Hasil pengamatan


3.1 Morfologi Keong Sawah
Dokumentasi Pribadi Literatur Karakter Spesimen
Keong sawah ini umumnya
memiliki cangkang berbentuk bulat,
berwarna kuning hingga coklat tua
pekat. Memiliki dinding cangkang
tebal yang diantaranya memiliki
“pita” melintang berwarna coklat
tua hingga tepi mulut cangkang
(Nur & Ristiyanti, 2011)
(Dokumentasi Pribadi, 2023)
(Nur & Ristiyanti, 2011) Pada dokumentasi pribadi, terlihat
pada keong 1 memiliki warna yang
lebih muda daripada 5 keong
lainnya yang memiliki warna
hampir serupa yaitu cangkang
coklat tua pekat dengan ukuran
yang relative sedang menuju besar.
Juga memiliki pola cangkang yang
polos.

3.2. Pengamatan Habituasi


Perilaku Waktu tunggu
Waktu jarak tempuh
Bekicot Ke- Setelah 10 hingga keluar Perilaku Setelah Diketuk
Bergerak (cm)
Detik dari cangkang
tidak
1 diam 02.52 Masuk kedalam cangkang 0
bergerak (0)
2 diam 06.00 04.00 Masuk kedalam cangkang 14
3 diam 03.33 04.13 Masuk kedalam cangkang 12
4 diam 02.27 03.50 Masuk kedalam cangkang 19
5 diam 02.30 03.20 Masuk kedalam cangkang 23
6 diam 00.39 00.55 Tetap berjalan 13 + 23 = 36

Perbandingan perilaku 6 keong


40

30
nilai

20 waktu keluar cangkang


waktu bergrak
10
jarak tempuh
0
0 1 2 3 4 5 6 7
keong ke-

Gambar 3. Perbandingan perilaku 6 keong

Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semua bekicot perilaku setelah 10
detik adalah diam. Pada perilaku ini keong masih dalam keadaan adaptasi dan belum berani
untuk kelauar dari cangkangnya. Pada keong 1 waktu yang dibutuhkan untuk keluar dari
cangkang adalah selama 2 menit 52 detik, pada keong 2 selama 4 menit, pada keong 3 selama
3 menit 33 detik, pada keong 4 selama 2 menit 27 detik, pada keong 5 selama 2 menit 30
detik dan pada keong 6 yang membutuhkan waktu paling singkat yaitu 39 detik. Keong mulai
keluar dari cangkangnya ketika merasa sudah dalam keadaan aman di lingkungannya, dalam
arti musuh yang mengganggunya sudah pergi.
Keluarnya keong dari dalam cangkang, tidak memastikan bahwa keong bergerak
untuk berpindah tempat. Setelah 5 menit pengamatan, keong 1 hanya tidak bergerak sama
sekali sehingga memiliki jarak tempuh 0 cm, pada keong 2 bergerak pada menit ke 4 lebih 10
detik dengan jarak tempuh 14 cm, keong 3 bergerak pada menit ke 4 lebih 13 detik dengan
jarak tempuh 12 cm, keong 4 bergerak pada menit ke 3 lebih 50 detik dengan jarak tempuh
19 cm, pada keong 5 bergerak pada menit ke 3 lebih 20 detik dengan jarak tempuh 23 cm dan
pada keong 6 bergerak dengan waktu yang paling singkat yaitu 55 detik dengan jarak tempuh
total 36 cm dimana pada awalnya bergerak lurus dengan jarak 13 cm dari titik awal kemudian
berbelok 23 cm, sehingga total jarak yang ditempuh adalah 36 cm.
Setiap organisme mampu menerima rangsangan yang disebut iritabilitas, dan mampu
pula menanggapi rangsang tersebut. Salah satu bentuk tanggapan yang umum adalah berupa
gerak. Gerak berupa perubahan posisi tubuh atau perpindahan yang meliputi seluruh atau
sebagian dari tubuh. Keong bereaksi negatif terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan dengan melakukan fase dorman atau estivasi.
Pengujian perilaku selanjutnya yaitu proses pemberian rangsangan dengan mengetuk
permukaan datar depan keong dengan jarak kurang lebih 10 cm menggunakan tangan.
Berdasarkan pengujian tersebut didapatkan hasil didapatkan bahwa pada keong 1,2,3,4 dan 5
setelah pengetukan beberapa kali, keong menanggapi rangsang dengan masuk kedalam
cangkang terkecuali pada keong no. 6 yang terus bergerak walaupun diberikan rangsangan.
Perilaku keong yaitu masuk ke dalam cangkangnya apabila mendapatkan rangsangan atau
gangguan dari luar. Dalam hal ini, ketika diberikan perlakuan kepada keong yakni dengan
mengetuk permukaan datar, maka keong tersebut masuk ke dalam cangkangnya. Perilaku
masuknya kembali keong ini merupakan perilaku melindungi diri dari gangguan luar apabila
dirasa mengancam.
Perilaku tersebut sesuai dengan literature, yang menyatakan bahwa ketika siput
menghadapi sesuatu yang menyinggung, ia akan merespons dengan mencabut tentakelnya
dan mundur. Terkadang, siput bahkan akan menarik seluruh tubuhnya ke dalam
cangkangnya. Urutan retraksi yang normal adalah invaginasi tentakel, mengangkat bagian
anterior kaki, melipat bagian kaki tersebut di sepanjang garis tengah, melanjutkan invaginasi
anterior, dan akhirnya invaginasi posterior dan penarikan ke dalam cangkang. Anda dapat
menggunakan reaksi ini untuk menguji kepekaan dan reaksi siput terhadap berbagai
rangsangan (Reinhard, 2012)
Wogalter dan Vigilante (2006) menjelaskan bahwa stimulus yang menonjol pada
awalnya dapat menarik perhatian, tetapi perhatian tersebut hanya sementara dipertahankan
pada stimulus yang dikodekan, memori yang terbentuk selanjutnya menyebabkan stimulus
menjadi kurang menonjol sehingga perhatian terhadap rangsangan berkurang. Hal ini sesuai
dengan pengujian habituasi pada keong 6, dimana setelah diberi rangsangan dengan
pengetukan beberapa kali, keong 6 tersebut tetap menjalankan aktivitasnya karena perhatian
terhadap pengetukan tersebut berkurang.
Habituasi adalah proses yang mengarah pada penurunan respons terhadap stimulus
dengan presentasi berulang dan sering bersifat adaptif karena membuat kecil kemungkinan
individu akan merespons rangsangan yang tidak berbahaya (Jensen, Dill, & Cahill, 2011).
Habituasi ini merupakan level warning behavior terendah dimana perilaku ini dilakukan
untuk survive dalam kelangsungan hidupnya termasuk menghadapi seleksi alam.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa setiap pergerakan
pada bekicot memiliki stimulus atau jarak tempuh yang berbeda beda hal itu tergantung akan
habituasi bekicot (Achatina fulica) itu sendiri. Adapun juga pengaruh oleh berat badan dan
suhu lingkungan memperlihatkan semakin besar ukuran dan berat badan maka jarak tempuh
akan besar pula. Suhu lingkungan yang semakin rendah akan memperlihatkan perilaku
bekicot (Achatina fulica) yang semakin aktif dalam melakukan aktivitasnya. Pada tabel hasil
keong ke 6 lebih cepat keluar dari cangkang dengan kadar waktu 39 detik dibandingkan
dengan keong ke 4 butuh 4 menit untuk keluar dari cangkangnya. Hal tersebut dikarenakan
keong ke 6 mulai keluar dari cangkangnya karena merasa sudah dalam keadaan aman, dalam
arti musuh yang mengganggunya sudah pergi sebaliknya bekicot akan masuk kedalam
cangkang bila merasa terancam disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jensen, Dill, & Cahill. (2011). Applying behavioral-ecological theory to plant defense: light-
dependent movement in Mimosa pudica suggest a trade-off between predation risk
and energetic reward. American Naturalist, 177, 377-381.
Keil, Frank, & Andrew. (2001). The MIT encyclopedia of the cognitive sciences. MIT Press.
Khairunnisa, Rahmah, & Ahadi. (2021). Korelasi Suhu terhadap Aktivitas Bekicot (Achatina
fulica) di kawasan Kampus Uin Ar - Rainy Banda Aceh . Prosiding Seminar Nasional
Biotik (pp. 83 - 85). Banda Aceh : UIN Ar - Rainy .
Lai, Alamo, Rodriguez, & Lasheras. (2010). The Mechanics Adhesive Locomotion of
Terestrial Gastropods. Journal of Experimental , 3920 - 3933.
Mujiono, Mardliyah, & Raffudin, P. (2019). Perilaku Lokomosi dan Homing pada bekicot .
Zoo Indonesia, 21 - 22.
Naomi. (2019). Analisis Keberadaan Bekicot (Achatina fulica) dengan Metode Indirect
Sampling di LIngkungan Universitas Tidar . Proceesing of Biologi Education (p. Vol
3 ; No.1). Magelang: Universitas Tidar.
Reinhard, D. (2012). A Study of Snail Behavior. Springbrook High School.
Rohmatin, N., & M, R. (2011). Keong Hama Pomacea di Indonedia : Karakter Morfologi dan
Sebarannya (Mollusca,Gastropoda: Ampullariidae) . Berita Biologi , 10 (4).
Tomyama, & Nakane. (1993 ). Dipersial patters of the Gians African (stylomma tephora ;
Achatinidae), equiied with a radio-transmitte . Journal of Mollusca Studies , 315 -
322.
Wogalter, & Vigilante. (2006). Attention switch and maintenance. (Chap. 18) In M.S.
Wogalter (Ed.) Handbook of Warnings, 245-265.

Anda mungkin juga menyukai