Anda di halaman 1dari 13

FITOHORMON

Laporan praktikum ini ditujukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Praktikum
Fisiologi Tumbuhan.

Disusun Oleh:

Faris Verliansyah
(140410190049)
Kelompok 7A

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
PADJADJARAN
2021
Lembar Kerja Praktikum Fisiologi
Tumbuhan

BAB IV FITOHORMON

A. TINJAUAN PUSTAKA
Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang
dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang
dipengaruhinya. Hormon pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan
senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun
dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per
liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat,
atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis)
tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada
kadar yang sangat rendah menjadi prekursor (“pemicu”) proses transkripsi RNA.
Hormon tumbuhan sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa
aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan atas perubahan
lingkungan yang terjadi di luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong reaksi
pembentukan hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam sel
telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan
hormon lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi.
Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses
adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup jenisnya (Gardner, 1991).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang
evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan
pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankankelangsungan hidup
jenisnya.Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu
peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis
yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat
pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti
penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan
kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau
menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk
penyeragamanpembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa
contohnya. Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana
pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu pada
tumbuhan, terutama titik tumbuh di bagian pucuk tunas maupun ujung akar.
Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di sekitarnya atau, lebih umum,
ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja di sana. Pergerakan
hormon dapat terjadi melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang
antarsel. Hormon dalam menjalankan perannya, dapat berperan secara tunggal
maupun dalam koordinasi dengan kelompok hormon lainnya (Heddy, 1996).
Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon
pada hewan. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons fisiologis.
Terdapat 2 kelompok hormon yaitu :
a. Hormon pemicu pertumbuhan (auksin, Giberelin dan sitokinin)
b. Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen, hormon kalin dan
asam traumalin (Heddy, 1996).
B. HASIL
● Rata-Rata Pertambahan Panjang Koleoptil Padi pada Berbagai
Konsentrasi Auksin
Perlakuan Rata-Rata Pertambahan Panjang
(mm)

Kontrol (sukrosa 2%) 2,6

A (Auksin 0,01 ppm) 1,85

B (Auksin 0,1 ppm) 1,1

C (Auksin 1 ppm) 5,3

D (Auksin 10 ppm) 2,2

● Jumlah Akar pada Stek Batang Begonia sp. pada Beberapa Perlakuan

Perlakuan Jumlah Akar 1 > Jumlah Akar 1 Jumlah


mm mm Primordia Akar

Akuades - - -

Larutan 5 - -
Hoagland

Larutan 9 - -
Hoagland+NAA
C. PEMBAHASAN
Pada bab ketiga yang berjudul “Fitohormon” topik yang dibahas
bertujuan untuk melihat pengaruh auksin terhadap pertumbuhan
koleoptil kecambah padi, mengetahui pengaruh auksin terhadap
pembentukan akar pada potongan batang (stek) Begonia sp.
Fitohormon yaitu senyawa organik bukan nutrisi tanaman yang aktif
dalam jumlah yang sangat kecil, diproduksi pada bagian tertentu dalam
tumbuhan atau tanaman dan umumnya ditranslokasikan ke bagian lain.
Zat tersebut menimbulkan tanggapan khusus secara biokimia, fisiologis
atau morfologis (Wiraatmaja, 2017).
Sampel yang digunakan dalam pengamatan yaitu koleoptil
kecambah padi (Oryza sativa L.), dan akar pada potongan batang (stek)
Begonia sp. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah cawan petri,
pinset, gelas ukur, penggaris, silet, botol selai. Sedangkan, bahan yang
digunakan dalam praktikum yaitu alumunium foil, koleoptil padi,
sukrosa 2%, auksin, styrofoam, akuades, hoagland, NAA, plastik wrap,
Begonia sp.
Pada pengamatan pertumbuhan koleoptil kecambah padi dapat
dilakukan dengan cara memotong bagian ujung koleoptil kecambah
padi sepanjang 2 mm, bagian bawah koleoptil yang sudah dipotong 1
cm untuk diuji. Auksin disintesis pada bagian ujung tanaman (meristem
apikal) pada tunas. Hasil sintesis auksin tersebut diangkut dari bagian
apikal menuju ke tempat pemanjangan sel. Auksin disintesis di dekat
meristem pucuk di bagian pucuk batang dan jaringan-jaringan yang
masih muda (contohnya daun muda) (Asra dkk., 2020). Menyiapkan 4
petridish yang telah diisi larutan sukrosa 2% sebanyak 13 mL. Diberi
perlakuan dengan label yang sesuai yakni petridish A: 7 mL auksin 0,01
ppm, petridish B : 7 mL auksin 0,1 ppm, petridish C : 7 mL auksin 1
ppm, Petridish D : 7 mL auksin 10 ppm, petridish kontrol: 20 mL
sukrosa 2%. Kemudian 10 potong koleoptil pada ke 5 petridish,
bungkus petridish dengan plastic wrap dan inkubasi selama 48 jam di
tempat gelap. Setelah itu diukur pertambahan panjang koleoptil dan
buat grafik pertumbuhan panjang koleoptil (Y) terhadap konsentrasi
auksin (X).
Koleoptil digunakan sebagai objek pengamatan dikarenakan
hormon auksin diproduksi di bagian koleoptil ujung tunas suatu
tumbuhan. Hormon ini lalu diangkut oleh jaringan pembuluh angkut
menuju tunas, selanjutnya tunas akan tumbuh menjadi tunas bagian
akar, batang, dan daun (Wahidah & Hasrul, 2018). Pemotongan ujung
batang tanaman dapat memecah proses yang dinamakan dominansi
apikal. Dominansi apikal adalah fenomena pada tanaman berupa
dominansi pertumbuhan batang utama (yang tumbuh keatas) yang
mengalahkan pertumbuhan cabang-cabang batang (yang tumbuh ke
samping). Akibat dari dominansi apikal adalah arah prtumbuhan
tanaman yang mengarah ke atas bukan kesamping.
Pemotongan ujung batang tanaman dapat memecah dominansi apikal
suatu tanaman. Akibat dari pemotongan dapat memicu pertumbuhan ke
arah samping dari cabang-cabang batang sehingga tanaman akan
tumbuh dengan rimbun.
Ujung batang tanaman memiliki struktur yang dinamakan tunas apikal
yang merupakan tempat dihasilkannya auksin. Auksin merupakan
fitohormon yang mencegah pertumbuhan cabang batang tanaman. Saat
ujung batang tanaman dipotong, maka produksi hormon auksin menjadi
berkurang sehingga tidak ada lagi faktor internal yang menghambat
pertumbuhan cabang batang tanaman (Wiraatmaja, 2017). Pada media
kontrol, digunakan penambahan sukrosa 2%. Sukrosa merupakan gula
yang efektif sebagai sumber energi dalam media kultur jaringan, karena
umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof
dan mempunyai laju fotosintesis rendah, Gula pasir yang digunakan
dalam media kultur jaringan mengandung 99,9% sukrosa (Wahyurini,
2010).
Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis
tanaman nama lain dari hormon ini adalah IAA atau Asam Indol Asetat.
Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi
dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang,
mempercepat pematangan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah.
Beberapa fungsi auksin lainnya dalam perkecambahan biji dimana
auksin akan mematahkan dormasi biji (biji tidak mau berkecambah) dan
akan merangsang proses perkecambahan biji. Perendaman biji atau
benih dengan auksin juga akan membantu menaikkan kualitas hasil
panen. (Dahlia, 2001).
Berdasarkan pengamatan pada koleoptil padi, dapat di lihat bahwa
pertambahan panjang pada campuran hormon auksin sebesar 1 ppm
sebesar 5,3 mm, pada perlakuan auksin 10 ppm dan kontrol,
menghasilkan 2,2 dan 2,6 mm. Perlakuan auksin 0,01 ppm dan 0,1 ppm
masing-masing menghasilkan 1,85 dan 1,1 mm. Dapat disimpulkan
bahwa perlakuan auksin 1 ppm merupakan perlakuan untuk
mendapatkan hasil paling optimal.
Pengaruh pemberian koonsentrasi hormon yang berbeda pada
setiap perlakuan terhadap panjang akar. Selain itu terdapat faktor
internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan akar.
Faktor internal kemungkinan batang yang di gunakan terlalu tua hal ini
dapat menghambat pertumbuhan akar tanaman. Faktor eksternal, di
pengaruhi oleh suhu dan cuaca yang tidak menentu (panas dan hujan
yang tak menentu), kelembapan media tanam yang kering sebagian
dapat menghambat pertumbuhan (Saigian, 2011).
Langkah kerja pada Begonia sp. antara lain adalah menyiapkan 3
botol selai yang bagian luarnya dilapisi aluminium foil dan diberi label
A, B, C kemudian mengisi botol A dengan Akuades 50 mL, botol B
dengan larutan nutrisi Hoagland 50 mL, botol C dengan 50 mL Larutan
nutrisi Hoagland yang mengandung NAA 1 ppm. Buat lubang pada
Styrofoam sebesar diameter batang yang akan ditanam. Dengan
styrofoam tersebut, tutup mulut botol rapat-rapat. Masukan batang
tanaman ke dalam botol melalui lubang yang telah dibuat pada
alumunium foil. Terakhir lakukan Pengamatan dilakukan setelah 1
minggu. Amati : (1) jumlah akar yang panjangnya lebih dari 1 mm, (2)
jumlah akar yang panjangnya 1 mm dan (3) primordia akar.
Larutan Hoagland bisa digunakan sebagai media pertumbuhan
karena di dalam cairan ini disediakan berbagai nutrisi yang diperlukan
tanaman untuk tumbuh, dinamakan hoagland karena penemunya adalah
Hoagland dan Snyder. Kebutuhan larutan nutrisi baik komposisi
maupun konsentrasinya yang dibutuhkan tanaman akan sangat
bervariasi tergantung pada jenis tanaman, fase pertumbuhan serta
kondisi lingkungannya (Sastro dan Rokhmah, 2016). Salah satu jenis
auksin sintetik yang digunakan dalam praktikum ini adalah NAA
(Naphthalene Acetic Acid) karena NAA mempunyai sifat lebih stabil
dan tidak mudah terdegradasi dari pada IAA dan yang lainya (Fitrianti,
2008). Penggunaan zat pengatur tumbuh ini menyebabkan pembentukan
akar lebih cepat dan panjang, membentuk suatu sistem perakaran yang
kuat, kompak dan menyerabut (Rahardiyanti, 2005).
Botol kultur dengan penutup berbahan aluminium foil mempunyai
intensitas cahaya terendah (10,8 μmol/m2/detik) dan suhu terendah
(28,9oC) memberikan hasil terbaik dalam pengamatan. Aluminium foil
lebih sulit ditembus cahaya, permukaan aluminium foil yang mengkilap
memantulkan cahaya. Suhu di dalam botol dengan tutup plastik wrap
lebih rendah dibandingkan dengan suhu di dalam botol bertutup ulir
meskipun intensitas cahaya yang diterima kedua tutup tersebut sama.
Hal ini disebabkan masih terdapatnya pori yang dapat dilalui udara,
sehingga masih terdapat sirkulasi udara yang lebih besar pada tutup
berbahan plastik wrap ini. Pertukaran udara dengan lingkungan luar
menurunkan suhu udara dalam botol (Chen, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi nyata pada
perlakuan dengan akuades terhadap pertumbuhan batang Begonia sp.
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya penambahan zat pengatur tumbuh,
sehingga tumbuhan tak dapat tumbuh dengan baik (Ramadan,
Kendarini, & Ashari, 2016).
Pada hasil yang didapat dari pengamatan batang Begonia sp.
yaitu: tidak ada perubahan yang diberi perlakuan akuades, sedangkan
pada percobaan batang yang diberi perlakuan larutan Hoagland terdapat
5 akar yang panjangnya lebih dari 1 mm, dan pada batang yang diberi
perlakuan Hoagland yang ditambah dengan NAA terdapat 9 akar yang
panjangnya lebih dari 1 mm. dari hasil yang didapat tersebut ada yang
tumbuh dan ada yang tidak.
Pada perlakuan dengan Larutan Hoagland, akar dapat tumbuh.
Larutan Hoagland merupakan larutan hara yang umumnya diaplikasikan
dalam sistem tanam hidroponik akan dimodifikasi ke dalam sistem
pertanaman menggunakan media tanah (Taiz dan Zeiger,2002). Pada
percobaan larutan Hoagland dicampur dengan NAA menghasilkan
pertumbuhan akar yang banyak. Pengaruh penambahan NAA dan
larutan Hoagland terhadap pertumbuhan batang terdapat adanya
interaksi antara auksin dan sitokinin mengakibatkan tanaman dapat
mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar
dan jumlah tunas. NAA sendiri merupakan hormone auksin, dimana
auksin sangat efektif dalam menginisiasi pembentukan akar pada
banyak spesies tanaman (Dwi & Ellok, 2016).
D. KESIMPULAN
Setelah dilakukan praktikum, dapat mengetahui melihat pengaruh auksin
terhadap pertumbuhan koleoptil kecambah padi dan untuk mengetahui pengaruh auksin
terhadap pembentukan akar pada potongan batang (setk) Begonia sp. Di pengamatan
koleoptil dengan auksin dengan konsentrasi yang berbeda dan juga sukrosa 2% terlihat
hasil yang berbeda berdasarkan oleh zat penumbuh yang digunakan serta konsentrasi
yang sesuai. Jumlah akar yang didapat berbeda oleh perlakuan yang berbeda dengan
pemberian larutan Hoagland dan NAA.
DAFTAR PUSTAKA
Asra, R., Samarlina, R.A., dan Silalahi, M. 2020.Hormon Tumbuhan. UKI Press. Jakarta.
Chen C.2003. Development of heat transfer model for plant tissue culture vessels. Biosys Engin
85 (1), 67-77.
Dahlia. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. UM Press: Malang.
Dwi, S., & Ellok. (2016). Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap
Regenerasibawang Putih (Allium Sativum L) Secara Kultur Jaringan. Agrifor, XV(Vol
15, No 1 (2016): Maret), 29–36.
Fitriani, H. 2008. Kajian Konsentrasi BAP dan NAA terhadap Multiplikasi Tanaman Artemisia
annuaL. secara In Vitro.Skripsi Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Grapindo Persada. Jakarta.
Rahardiyanti, R. 2005. Kajian Pertumbuhan Stek Batang Sangitan (Sambucus javanica Reinw.)
di Persemaian dan Lapangan.Skripsi.IPB.Bogor.
Ramadan, V. R., Kendarini, N., & Ashari, S. (2016). Kajian Pemberian Zat Pengatur Tumbuh
terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Buah Naga (Hylocereus costaricensis). Jurnal
Produksi Tanaman, 4(3), 180–186.
Sastro, Yudi dan Rukhmah Nofi Anisatun. 2016. Hidroponik Sayuran di Perkotaan. Jakarta:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Taiz, Lincoln, & Zeiger, Eduardo. 2002. Plant Physiology : 3rd Edition. Sunderland: Sianeuer
Associates.
Wahidah, B. F., & Hasrul. (2018). Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Indole Acetic
Acid (Iaa) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Pisang Sayang (Musa Paradisiaca L. Var.
Sayang) Secara in Vitro. Jurnal Teknosains, 11(1), 27–41.

Wahyurini, E. (2010). Pengaruh Sukrosa Terhadap Pertumbuhan Eksplan Tanaman Kedelai


Hitam (Glycine soja) Secara In Vitro. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman
Aneka Kacang Dan Umbi, pp. 157-163.
Wiraatmaja, I. W. (2017). Bahan Ajar Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Cara Penggunaannya
dalam Bidang Pertanian. Bahan Ajar, 182–191. Retrieved from
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/ddeec13c19c352d21ccca28696
6a08ec.pdf
LAMPIRAN

Sebelum inkubasi Sesudah inkubasi

Koleoptil Padi Koleoptil Padi


(Oryza sativa L.) (Oryza sativa L.)
Begonia sp.

Begonia sp.

Anda mungkin juga menyukai