Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan
jaringan akar dan batang pada kecambah jagung (Zea mays)?
B. Tujuan Percobaan
Untuk membandingkan pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap
pemanjangan akar dan batang pada kecambah jagung (Zea mays)?
C. Hipotesis
Hipotesis 0 (H0) : Tidak ada pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap
pemanjangan jaringan akar dan batang pada kecambah
jagung (Zea mays).
Hipotesis1 (H1) : Ada pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap
pemanjangan jaringan akar dan batang pada kecambah
jagung (Zea mays).
D. Kajian Pustaka
Jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang
sama. Ada dua jaringan tumbuhan yang kita kenal yaitu jaringan meristem
dan jaringan dewasa. Jaringan meristam adalah jaringan yang terus-menerus
membelah. Jaringan meristem dapat dibagi 2 macam yaitu jaringan
meristem primer dan jaringan meristem sekunder (Lakitan, 2004).
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak
lepas dari pengaruh zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon.
Hormon dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi akan merusak jika
ada dalam jumlah yang banyak. (Salisbury dan Ross, 1995). Pertumbuhan
dan perkembangan pada tumbuhan dimulai dengan berkecambahnya biji.
Kondisi lembab diperlukan untuk aktifitas pemanjangan selserta cahaya
berpengaruhpada pertumbuhan. Gen dibutuhkan untuk mengontrol sintesis
protein dan hormon berfungsi untuk mengatur pertumbuhan misalnya
auksin, sitokinin, giberelin, asam traumalin, dan kalin. Kualitas, intensitas,
dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap berbagai proses fisiologi tumbuhan Perkembangan struktur
tumbuhan juga dipengaruhi oleh cahaya (fotomorfogenesis). Efek
fotomorfogenesis ini dapat dengan mudah diketahui dengan cara
membandingkan kecambah yang tumbuh di tempat terang dengan
kecambah dari tempat gelap (Haryanti, 2015).
Hormon merupakan suatu senyawa organik yang apabila dalam jumlah
kecil dapat merangsang pertumbuhan sedangkan bila dalam jumlah besar
dapat menghambat pertumbuhan. Dalam pengertian lain, didapatkan bahwa
hormon merupakan senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian
tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain dan pada konsentrasi yang sangat
rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis (Salisbury dan Ross,
1995).
Auksin adalah salah satu hormon yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman
(Abidin,1989). Menurut Salisbury dan Ross (1995) hormon yang pertama
kali ditemukan ialah Auksin. Auksin merupakan istilah umum untuk suatu
senyawa yang mampu merangsang perpanjangan sel (Harjadi, 2009).
Peran fisiologis auksin adalah mendorong perpanjangan sel,
pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukkan akar,
pembungaan pada Bromeliaceae, pembentukan buah partenokarpi,
pembentukkan bunga betina pada pada tanaman diocious, dominan apical,
response tropisme serta menghambat pengguran daun, bunga dan buah
(Sugihsantosa, 2009). Peranan Auksin dalam aktifitas kultur jaringan
auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi
terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin membentuk klorofil dalam
kalus, mendorong proses morfogenesis kalus, membentuk akar atau tunas,
mendorong proses embriogenesis, dan auksin juga dapat mempengaruhi
kestabilan genetik sel tanaman (Sugihsantosa, 2009).
Cara kerja hormon auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan
juga memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan
untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu
sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul
selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat
air yg masuk secara osmosis (Agrica, 2009).
Auksin alami yang berada di dalam tumbuhan, adalah asam indol asetat
(AIA, dalam bahasa Inggris disebut IAA = Indol Asetic Acid). AIA adalah
auksin yang bekerja paling efektif pada tumbuhan yang utuh atau lengkap.
Dalam larutan, molekul AIA yang terdiri dari sebuah cincin aromatis dan
satu gugus karboksil (Taiz dan Zeiger, 1998).
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang
memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang
berkembang. Beberapa auksindihasikan secara alami oleh tumbuhan,
misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA
(4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa
lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (naphthalene acetic
acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4
chlorophenoxyacetic acid) (Dewi, 2008).
Auksin yang ditemukan oleh Went tersebut, kini diketahui sebagai IAA
(asam indolasetat) yang dianggap sebagai auksin alami. Perkembangan
auksin mengikuti suatu deret Mohr dengan arah yang berbanding terbalik
terhadap sitokinin. Pada perkembangan selanjutnya terdapat beberapa
senyawa tertentu yang juga dapat menimbulkan banyak respon fisiologis
seperti yang ditimbulkan oleh IAA dan biasanya senyawa itu dianggap
auksin juga.
Beberapa diantaranya yang paling dikenal baik adalah :
1. Asam α-naftalenasetat (NAA)
2. Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4 D)
E. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi : jenis hormon yang digunakan.
2. Variabel kontrol : jenis biji, jumlah biji, volume hormon,
panjang akar, panjang batang, dan keadaan
lingkungan.
3. Variabel respon : panjang akar dan panjang batang.
H. Rancangan Percobaan
20 buah Kecambah
biji jagung (Zea mays)
umur 5 hari
-Dipotong bagian koleoptil dan akar primer sepanjang 5
mm, diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon
Hasil Pengamatan
I. Langkah Kerja
1. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan
2. Menyediakan potongan koleoptil dan akar primer untuk tiap-tiap
perlakuan sebanyak 5 potongan.
3. Mengisi cawan petri/wadah dengan larutan AIA 1 ppm sebanyak 10 ml,
kemudian merendam potongan jaringan tersebut (akar dan batang),
melakukan hal yang sama untuk larutan 2,4 D; NAA dan
airsuling/aquades. Menutup cawan petri/wadah dan membiarkan sampai
48 jam.
4. Melakukan pengukuran kembali terhadap potongan-potongan jaringan
tersebut.
5. Membuat tabel hasil pengamatan untuk merekam data.
6. Membuat histogram yang menyatakan hubungan antara macam hormon
terhadap pertambahan panjang jaringan akar dan batang.
Rata- Rata-
rata rata
2,4 D
Rata- Rata-
rata rata
NAA
Rata- Rata-
rata rata
Aquades
Rata- Rata-
rata rata
- Grafik
7 6,4
Pertambahan Panjang (mm)
6
5
4
3
1,8
2
0,9 0,6 0,9 0,7 0,5
1 0,5
0
AIA 2,4 D NAA Aquades
Koleoptil Akar
- Analisis Data
Berdasarkan data yang dihasilkan dari pratikum kali ini diperoleh
data tabel dan histogram. Pratikum kali ini tentang pengaruh berbagai
hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang pada
kecambah jagung (Zea mays) dengan menggunakan kecambah biji
jagung yang berumur 5 hari sebanyak 20 buah yang diambil potongan
koleoptil dan akar. Pratikum ini menggunakan empat macam larutan
yang menjadi pembeda perlakuan yaitu larutan AIA; NAA; 2,4 D; dan
aquades. Banyaknya larutan yang digunakan untuk setiap wadah
sebanyak 10 mL.
Pada potongan koleoptil dan akar sebelum direndam dalam larutan
AIA memiliki rata-rata panjang awal 5 mm. Setelah direndam larutan
AIA didapatkan hasil rata-rata selisih panjang koleoptil yaitu 6,4 mm
dan rata-rata selisih panjang akar yaitu 0,9 mm.
Potongan koleoptil dan akar yang direndam dalam larutan NAA
sebelumnya memiliki rata-rata panjang awal 5 mm. Setelah direndam
larutan NAA didapatkan rata-rata selisih panjang koleoptil awal dan
akhir sebesar 1,8 mm. Rata-rata selisih panjang akar awal dan akhir
sebesar 0,6 mm.
Pada potongan koleoptil dan akar sebelum direndam dalam larutan
2,4 D memiliki rata-rata panjang awal 5 mm. Setelah direndam larutan
2,4 D didapatkan hasil rata-rata selisih panjang koleoptil yaitu 0,5 mm
dan rata-rata selisih panjang akar yaitu 0,9 mm.
Potongan koleoptil dan akar yang direndam dalam larutan
aquades/air suling sebelumnya memiliki rata-rata panjang awal 5 mm.
Setelah direndam larutan aquades/air suling didapatkan rata-rata selisih
panjang koleoptil awal dan akhir sebesar 0,7 mm. Rata-rata selisih
panjang akar awal dan akhir sebesar 0,5 mm.
- Pembahasan
Pratikum kali ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh
berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan akar dan
koleoptil (batang) pada kecambah biji jagung (Zea mays). Biji jagung
(Zea mays) yang digunakan sebanyak 20 biji dan kecambah biji jagung
yang berumur 5 hari. Bagian yang diambil dari kecambah yaitu
potongan koleoptil dan alar sepanjang 5 mm yang diambil dengan jarak
2 mm dari kotiledon. Larutan yang digunakan dalam percobaan yaitu
larutan AIA; NAA; 2,4 D; dan aquades sebanyak 10 mL untuk tiap
wadah/cawan petri.
Berdasarkan hasil dan analisis data bahwa terdapat pengaruh
berbagai hormon tumbuh (auksin sintetik) terhadap pemanjangan
jaringan akar dan koleoptil (batang) pada kecambah biji jagung (Zea
mays). Hal ini dikarenakan hormon auksi dapat merangsang
pertumbuhan sel pada bagian koleoptil dan akar. Hormon auksin
memiliki fungsi yaitu membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang,
mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel,
mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah
(Agrica, 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa perendaman
dengan hormon auksin menghasilkan panjang koleoptil dan akar yang
berbeda-beda. Data menunjukkan bahwa pertambahan panjang pada
koleoptil lebih besar daripada pertambahan panjang pada akar. Hal ini
dapat terjadi karena jaringan pada koleoptil memiliki kadar auksin yang
lebih tinggi dibandingkan jaringan pada akar. Auksin secara alami
diproduksi oleh jaringan meristematik terutama pada koleoptil yang
kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh tumbuhan untuk menunjang
aktivitasnya, sedangkan pada akar aktivitas pemanjangan tidak terlalu
drastis dibandingkan dengan aktivitas pemanjangan pada koleoptil.
Pemanjangan koleoptil yang memiliki perubahan paling besar
dipengaruhi oleh hormon AIA yaitu dengan rata-rata selisih sebesar 6,4
mm. Hal ini dikarenakan AIA merupakan hormon auksin alami.
Koleoptil dapat dikatakan memiliki kandungan hormon auksin yang
lebih banyak dibandingkan akar, sehingga ketika direndam dalam
larutan AIA akan memicu pertumbuhan jaringan pada koleoptil karena
pertambahan kadar hormon AIA. Konsentrasi suatu auksin di dalam
tanaman, mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman, semakin tinggi
konsentrasi suatu auksin di dalam tanaman maka akan semakin
mempercepat pertumbuhan tanaman tersebut. Hal-hal yang
mempengaruhi konsentrasi AIA di dalam tanaman yaitu sintesis auksin,
pemecahan auksin, dan inaktifnya AIA sebagai akibat proses
pemecahan molekul (Indradewa, 2009). Namun dalam hal ini kadar
hormon yang dimiliki koleoptil menjadi sesuai untuk pertumbuhan,
karena jika hormon auksin berlebihan maka dapat menghambat
pertumbuhan. Auksin akan menstimulasi pertumbuhan hanya pada
kisaran konsentrasi tertetu yaitu antara 10-8 M sampai 10-4 M.
Pada konsentrasi yang lebih tinggi, auksin akan menghambat
perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi produksi etilen, yaitu
suatu hormon yang pada umumnya berperan sebagai inhibitor pada
perpanjangan sel (Campbell, 2003).
Perubahan panjang koleptil terkecil dimiliki oleh potongan koleoptil
yang direndam dengan larutan NAA yaitu dengan rata-rata selisih 0,5
mm. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh eksternal atau internal.
Pengaruh eksternal yang didapat tersebut akibat larutan NAA bukan
merupakan auksin alami namun merupakan auksin sintesis. NAA dan
2,4-D merupakan senyawa lirauksin yang diduga mirip dengan auksin
karena mempunyai sebuah gugus karboksil yang menempel pada gugus
lain yang mengandung karbon (biasanya – CH2 – ) yang akhirnya
berhubungan dengan sebuah cincin aromatic. Berbeda dengan NAA
dan 2,4-D, IAA merupakan auksin alami yang diproduksi di pucuk
tanaman dan diangkut secara basipetal (polar) (Indradewa, 2009).
Pengaruh internal yang didapat tersebut yaitu kadar hormon yang
sedikit dalam potongan koleoptil sehingga ketika diberi oleh larutan
NAA tidak terjadi perubahan panjang yang drastis.
Pada akar yang memiliki perubahan panjang terbesar yaitu potongan
akar yang direndam oleh larutan AIA dan NAA sebesar 0,9 mm. Pada
larutan AIA merupakan auksin alami sehingga memicu pertumbuhan
panjang akar walau tidak secara drastis. Pada larutan NAA Rahmaniar
(2007) menyatakan bahwa auksin aktif yang digunakan untuk
pembentukan akar adalah Naphthalene Acetic Acid (NAA) dan Indol
Buteric acid (IBA). Hal tersebut mengakibatkan potongan akar yang
direndam pada larutan NAA cenderung mengalami pertumbuhan
panjang yang besar.
Perubahan panjang terkecil pada potongan akar yaitu pada rendaman
larutan 2,4 D sebesar 0,5 mm. Hal tersebut dapat dikarenakan akar
memiliki kandungan hormon yang cenderung lebih sedikit
dibandingkan koleoptil. Pada larutan 2,4 D dapat membentuk akar jika
digunakan pada konsentrasi rendah (Sulasiah, 2015). Maka larutan 2,4
D dengan konsentrasi 1 ppm tidak efektif pada pertumbuhan panjang
jaringan akar.
Pemanjangan jaringan juga dapat terjadi dikarenakan masuknya air
kedalam sel sehingga membuat keadaan sel membengkak.
Pemanjangan tersebut dapat disebabkan karena adanya peristiwa
osmosis. Peristiwa osmosis adalah jika sel berada dalam larutan
hipotonis (konsentrasi larutan lebih rendah daripada cairan sel), air dari
luar akan masuk ke dalam sel sehingga sel membengkak (Kustiyah,
2007). Pada hal ini potensial osmosis dan potensial air pada aquades
lebih tinggi daripada potensial osmosis dan potensial air pada jaringan
koleoptil dan akar sehingga air berpindah ke dalam jaringan yang
menyebabkan adanya pertambahan panjang pada jaringan.
M. Kesimpulan
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh berbagai hormon tumbuh terhadap pemanjangan jaringan
akar dan koleoptil (batang) pada kecambah biji jagung (Zea mays). Pada
koleptil yang memiliki perubahan panjang terbesar yaitu koleoptil yang
direndam larutan AIA dengan selisih rata-rata 6,4 mm. Koleoptil yang
memiliki perubahan terkecil yaitu koleoptil yang direndam larutan NAA
dengan selisih rata-rata 0,5 mm. Pada akar primer yang memiliki perubahan
panjang terbesar yaitu akar yang direndam dalam larutan AIA dan NAA
dengan selisih rata-rata 0,9 mm. Akar primer yang memiliki perubahan
panjang terkecil yaitu akar yang direndam dalam larutan 2,4 D dengan
selisih rata-rata 0,5 mm.
N. Daftar Pustaka
Abdurrahman, Deden. 2008. Biologi. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Abidin, Z. 1989. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur
Tumbuh. Bandung: Angkasa.
Agrica, Houlerr. 2009. Biologi. Jakarta: PT. Erlangga.
Campbell, N.A, J.B. Reece and L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Alih Bahasa:
L. Rahayu, E.I.M Adil, N Anita, Andri, W.F Wibowo, W. Manalu.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dewi, A. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan
Tanaman. Bandung: Universitas Padjajaran Press.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop
Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa : Susilo dan
Subiyanto). Jakarta: UI Press.
Harjadi, S. S. 2009. Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Haryanti, S. 2015. Morfoanatomi, Berat Basah Kotiledon dan Ketebalan
Daun Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris L.) pada Naungan
yang Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. 23 (1): 47-56.
Indradewa. 2009. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid 1. Bandung: ITB Press.
Kusumo. 1984. Zat Pengatur Tumbuh. Jakarta: CV. Yasaguna.
Lakitan, B. 2004. Physiology of Crop Plants. Lowa: The Iowa State
University Press.
Loveless. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. Jakarta:
PT Gramedia.
Patma, U., Lollie A.P.P., Luthfi A.M.S. 2013. Respon Media Tanam dan
Pemberian Auksin Asam Asetat Naftalen pada Pembibitan Aren
(Arenga pinnata Merr). Jurnal Online Agroekoteknologi. 1 (2): 286-
294.
Salisbury, J. W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung:
ITB Press.
Salisbury, J. W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:
ITB Press.
Sugihsantosa. 2009. Pedoman Teknologi Benih. Bandung: Pembimbing
Masa.
Sulasiah, A., Crishtiani T, dan Tuti L. 2015. Pengaruh Pemberian Jenis Dan
Konsentrasi Auksin Terhadap Induksi Perakaran Pada Tunas
Dendrobium Sp Secara In Vitro. Bioma. 11 (1): 56-66.
LAMPIRAN
Gambar Keterangan