AUXIN
Disusun Oleh:
Kelas : H
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi
dari auksin, struktur auksin, biosintetis auksin, redistribusi auksin dan
gravitropisme, transport auksin, peran auksin dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, mekanisme pembesaran sel oleh auksin, serta
pembentukan akar lateral dan tudung akar yang dipengaruhi oleh hormon
auksin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan
bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya.
Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi
yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin. Auksin yang ditemukan
Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan
mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-
kloro indolasetat (4-kloro IAA) yang ditemukan pada benih muda jenis kacang-
kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan
asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis
tumbuhan dikotil. Auksin disintesis di apeks tajuk dan ujung akar yang akan
ditransportasikan melalui poros embrio. Auksin memiliki sifat mudah rusak jika
terkena cahaya langsung (Riyadi, 2014). Auksin merupakan salah satu hormon
tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan,
pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein.
Beberapa auksin alami (organik) adalah Indole-3-Acetic Acid (IAA) dan
4-kloro IAA, dan Phenylacetic acid (PAA). Auksin sintetik banyak macamnya,
yang umum dikenal adalah Nephtaleine Acetic Acid (NAA), Asam Beta-
Naftoksiasetat (BNOA), 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D), dan Asam 4-
Klorofenoksiasetat (4-CPA), 2-Methyl-4 Chlorophenoxy Acetic Acid (MCPA),
2,4,5-T dan 3,5,6-Trichloro Picolinic Acid (Picloram) serta Indole Butyric Acid
(IBA) (Manurung, 2007).
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas,
daun muda, dan buah). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh
tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh
akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan. Auksin atau dikenal
juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auksin utama pada tanaman),
dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara
sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai
aktivitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA = Asam
Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin dibantu oleh
enzim IAA-oksidase (Gardner, 1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung
sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA
= Asam Indolasetat. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan
untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam
-Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 -
Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5
diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 amino 3, 5, 6 trikloro
pikonat) (Riyadi, 2014).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersial di bidang
pertanian, di mana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan
respons terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada
konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh
dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu
pemanjangan sel, hormon Auksin yang dikombinasikan dengan Giberelin dapat
memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada
kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang
(Nurnasari, 2012).
2.2 Hormon Tanaman
Terdapat enam kelompok hormon pada tanaman, yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, etilen, asam absisat, dan brasinosteroid. Pengaruh hormon tumbuhan
tidak spesifik dan dipengaruhi oleh hormon lain dan molekul lain. Berikut ini
tabel fungsi utama pada hormon tumbuhan (Firmansyah, Mawardi, & Riandi,
2007).
Tabel 1. Macam hormon pada tanaman
Kelompok Fungsi Utama Tempat Dihasilkan atau
Hormon Ditemukan pada Tumbuhan
Auksin Merangsang pemanjangan Eondosperm dan embrio pada
batang, pertumbuhan akar, biji, meristem apikal dan daun
(contohnya
diferensiasi dan percabangan muda
IAA)
dominansi apikal,
perkembangan buah;
membantu fototropisme dan
geotropisme
Giberelin Merangsang perkecambahan Meristem apikal tunas, akar dan
(contohnya biji dan tunas, pemanjangan daun muda; embrio
GA1) batang, dan pertumbuhan
daun; merangsang
perbungaan dan
perkembangan buah;
memengaruhi pertumbuhan
akar dan diferensiasi
Sitokinin Memengaruhi pertumbuhan Disintesis di akar dan
(contohnya dan diferensiasi akar, ditransportasikan ke organ lain
kinetin) merangsang pembelahan sel
dan pertumbuhan,
perkecambahan, dan
perbungaan, menunda
penuaan sel
Etilen Merangsang pematangan Jaringan buah masak, nodus
buah; berlawanan atau (buku) batang dan daun muda
mengurangi efek auksin;
merangsang atau
menghambar pertumbuhan
dan perkembangan akar,
daun dan bunga, bergantung
pada spesiesnya
Asam Menghambat pertumbuhan; Daun,batang dan buah hijau
Absisat penutupan stomata saat
kekeringan; memelihara
dormansi
Brasinoteroid Menghambat pertumbuhan Biji, buah, akar, daun, dan tunas
akar dan absorpsi daun bunga
bahwa struktur di ujung akar (tudung akar) sangat penting untuk gravitropisme
akar. Mereka berpendapat bahwa tudung akar dapat merasakan perubahan
orientasi ujung akar di dalam medan gravitasi (gravistimulus) (Rujin, 1999).
Respon dari gravitropisme kemudian akan menghasilkan sinyal fisiologis, yang
mana akan ditransmisikan ke zona pemanjangan, dan mendorong perpanjangan
seluler diferensial pada sisi yang berlawanan. Secara fisik, gaya gravitasi dapat
merusak atau menggantikan benda dengan massa tertentu. Oleh karena itu, alat
penginderaan gravitasi biologis akan mengandung reseptor molekuler yang
merasakan informasi fisik yang dihasilkan oleh deformasi atau pemindahan
benda-benda tertentu. Sel akar columella sensitif terhadap gravitasi. Meskipun
lengkungan akar terjadi di zona pemanjangan, namun akar tanaman monokotil dan
dicot menggunakan sel columella di dalam tudung akar sebagai sel penginderaan
gravitasi khusus. Selain itu amiloplas juga sangat penting untuk penginderaan
gravitasi. Amiloplas adalah plastida khusus yang diisi dengan pati padat
(Katherine, 2013).
Sedangkan pada batang, sensor gravitasi terdapat dalam organ yang sama
Statocytes. Statocytes batang dan hipokotil secara signifikan berbeda dari akar.
Pada batang dan hipokotil tanaman dikotil, sel endodermal berkontribusi pada
penginderaan gravitasi (Fukaki et al., 1998). Ada ribuan sel endodermal pada
batang dan hipokotil dari tanaman dikotil, dan seperti sel columella, mengandung
amiloplas sedimen yang padat.
memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis. Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi
banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel
serta sintesa protein (Dwiati, 2016). Auksin diproduksi dalam jaringan
meristematik yang aktif (yaitu tunas, daun muda, dan buah). Auksin diedarkan
langsung melalui jaringan parenkim, dari satu sel ke sel berikutnya. Auksin
berpindah hanya dari ujung tunas ke pangkalnya, bukan dengan arah sebaliknya.
Transport auksin searah ini disebut dengan transport polar (champbell et. al.,
2003). Menurut Goldsworhty (1992). Cara pengangkutan auksin atau IAA ini
memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan pengangkutan floem.
Pertama, pergerakan auksin itu lambat, hanya sekitar 1 cm jam -1 di akar dan
batang, meskipun pergerakan itu masih 10 kali lebih cepar dibandingkan dengan
melalui difusi. Kedua, pengangkutan auksin berlangsung secara polar pada
batang; arahnya lebih basipetal (mencari dasar), tanpa menghiraukan dasar
tersebut berada pada posisi normal atau terbalik. Pengangkutan di akar juga
berlangsung secara polar, tapi arahnya akropetal (mencari apeks). Ketiga,
pergerakan auksin memerlukan energi metabolisme, seperti ditunjukkan oleh
kemampuan zat penghambat ATP atau keadaan kurang oksigen dalam
menghambat pergerakan itu.
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa Auksin merupakan
salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi,
seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein.
Auksin memiliki dua struktur yaitu sruktur alami dan buatan, Auksin
diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif (yaitu tunas, daun muda,
dan buah). Auksin diedarkan langsung melalui jaringan parenkim, dari satu
sel ke sel berikutnya. Auksin berpindah hanya dari ujung tunas ke
pangkalnya, bukan dengan arah sebaliknya. Transport auksin searah ini
disebut dengan transport polar
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Mardhiansyah, M., & Arlita, T. 2016. Aplikasi Berbagai Jenis Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) Terhadap Pertumbuhan Semai Gaharu (Aquilaria
malaccensis Lamk.). Jurnal Jom Faperta. 3(2).
Benkova E, Michniewicz M, Sauer M, Teichmann T, Seifertova D, Jurgens G,
Friml J. 2003. Local, Efflux-Dependent Auxin Gradients as a Common
Module for Plant Organ Formation Cell. 115:591602.
Bennett, M.J. 2003. Dissecting Arabidopsis Lateral Root Development. Trends
Plant Sci. 8:165171.
Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchell, L. G. 2003. Biologi Jilid 2 Edisi 5.
Jakarta: Erlangga.
Campbell, Neil A., Reece, B Jane., Mitchell G. Lawrence. 2003. Biologi Edisi ke
Lima Jilid 2. Penerjemah: Wasmen manalu. Jakarta: Erlangga.
Darmawan, J. dan J. Baharsyah. 1983. Dasar-dasar Ilmu Fisiologi Tanaman.
Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal. 88.
Dwiati, Murni. 2016. Peran Zat Pengatur Tumbuh Auksin Dan Sitokinin Terhadap
Pertumbuhan Semai Anggrek Phalaenopsis. Banteran: Fakultas Biologi
Unsoed. Hal: 1-6.
Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Firmansyah, R., Mawardi, A., & Riandi, U. 2007. Mudah dan Aktif Belajar
Biologi. Bandung: Setia Purna Inves.
Fujita, H., & Syono, K. 1996. Genetic Analysis of the Effects of Polar Auxin
Transport Inhibitors on Root Growth in Arabidopsis taliana. Journal Plant
Cell Physiol. 37(8):1094-1101.
Fukaki , H. , J. Wysocka-Diller , T. Kato , H. Fujisawa , P. N. Benfey , And M.
Tasaka. 1998. Genetic Evidence That The Endodermis Is Essential For
Shoot Gravitropism In Arabidopsis Thaliana . Plant Journal 14: 425 430.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Goldsworthy, Frank R., dan Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Yogyakarta: UGM Press.
Gordon S.A., Weber R.P., 1951. Colorimetric Estimation of Indoleacetic Acid.
Plant Physiol.
Heddy, S./ 1996. Hormon Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Himanen K, Vuylsteke M, Vanneste S, Vercruysse S, Boucheron E, Alard P,
Chriqui D, Van Montagu M, Inze D, Beeckman T. 2004. Transcript
Profiling of Early Lateral Root Initiation. Proc Natl Acad Sci. 101:5146
5151.
Karmana, Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Bandung: Grafindo.
Katekar, G. F., & Geissler, A. E. 1998. Auxin Transport Inhibitors: Evidence of a
Common Mode of Action for a Proposed Class of Auxin Transport
Inhibitors: The Phytotropins. Journal Plant Physiol. 66.
Katherine L. Baldwin, Allison K. Strohm , and Patrick H. Masson . 2013. Gravity
Sensing and Signal Transduction in Vascular Plant Primary Roots.
American Journal of Botany 100(1): 126142.
Larsen, E.M. 1951.Recent Advances in The Chemistry of Zirconium and
Hafnium, Journal of Chemical Education: 529-535
Lomax, T. L. 1997. Molecular Genetics Analysis of Plants Gravitropism.
Gravitional and Space Biology Bulletin 10(2): 75-82.
Makfoeld, Djarir, Djagal Wiseso Marseno, Pudji Hastuti, Stri Anggarahini, Stri
Raharjo, Sudarmanto Sastrosuwignyo, Suhardi, Soeharsono Martoharsono,
Suwedo Hadiwiyoto dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan
Nutrisi. Yogyakarta: Kanisius.
Malamy, J. E. 2009. Lateral root formation. In Beeckman T., ed., Root
development Annual Plant Reviews, Blackwell Publishing, November
2009, 352 pages. 37:83126.
Manurung, L. Y. S. 2007. Pengaruh Auksin (2,4-D) dan Sitokinin (BAP) Dalam
Kultur In Vitro Buah Makasar (Brucea javanica L. Merr.). Skripsi.
Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan. IPB.
Nurnasari, E dan Djumali. 2012. Respon Tanaman Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) Terhadap Lima Dosis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Asam
Naftalen Asetat (NAA). Jurnal Agrovigor. 5(1). Maret 2012.
Purwanta, S., Sumantoro, P., Setyaningrum, H. D., & Saparinto, C. 2015.
Budidaya dan Bisnis Kayu Jati. Jakarta: Penebar Swadaya.
Riyadi, I. 2014. Media Tumbuh : Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dan Bahan-
bahan Lain. Materi disampaikan pada Pelatihan Kultur Jaringan Tanaman
Perkebunan. BPBPI Bogor 19 23 Mei 2014.
Rujin Chen, Elizabeth Rosen, and Patrick H. Masson. 1999. Gravitropism in
Higher Plants. Plant Physiology 3(120) : 343350.
Salisbury, F.R., dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Bandung:
Institut Teknologi Bandung Press.
Setiowati, Tetty., dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta: Azka
Press.
Tjitrosomo S.S. 1984. Botani Umum 3. Bandung: Penerbit Angkasa.
Wareing, P.F. and Phillips, I.D. 1970. The Control of Growth and Differentiation
in Plants. Pergamon. Press. Oxford.
Warohmah, M. 2017. Pengaruh Pemberian Dua Jenis Zat Pengatur Tumbuh Alam
Terhadap Pertumbuhan Seedling Manggis (Garcinia mangostana L.).
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung .
Went F. W. 1929. On a Substance Causing Root Formation. Proc Kon Akad
Wetensch, Amsterdam 32: 3539.
Wetter, L. R. dan Costable, 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Bandung :
ITB Press.