Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FISIOLOGI TANAMAN

AUXIN

Disusun Oleh:

Wanda Kristiawati 165040200111119


Nurin Maziya Rifda 165040200111141
Unzila Zhafarina 165040200111156
Renaldi Sambo Eka S. 165040200111166
Nely Yuliastanti 165040200111177
Muhamad Ari Bachtiar 165040200111182

Kelas : H

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti
memanjangnya batang, akar dan sebagainya. Pemekaran bunga, pemasakan
buah adalah salah satu perkembangan yang dialami oleh tumbuhan.
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon. Hormon
tumbuhan dapat didefinisikan sebagai senyawa organik yang disintetis dalam
suatu bagian tumbuhan dan diangkut kebagian yang lain, yang dalam
konsentrasi yang rendah dapat mengakibatkan respon fisiologi.
Fungsi hormon pada tumbuhan yaitu sebagai koordinator pertumbuhan
dan perkembangan. Hormon yang dimaksud adalah auksin, giberelin,
sitokinin, absisin, dan etilen. Tergantung pada sistem yang dipengaruhi,
hormon dapat berfungsi sendiri atau lebih sering dalam keseimbangan antar
hormon itu. Dari beberapa fitohormon tersebut, salah satunya adalah auksin.
Auksin adalah hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar,
dan pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel di
daerah belakang meristem. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hormon
auksin pada tumbuhan maka di buatlah makalah ini.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi
dari auksin, struktur auksin, biosintetis auksin, redistribusi auksin dan
gravitropisme, transport auksin, peran auksin dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, mekanisme pembesaran sel oleh auksin, serta
pembentukan akar lateral dan tudung akar yang dipengaruhi oleh hormon
auksin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frits Went yang menemukan
bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya.
Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada sisi
yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin. Auksin yang ditemukan
Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan
mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-
kloro indolasetat (4-kloro IAA) yang ditemukan pada benih muda jenis kacang-
kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan
asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis
tumbuhan dikotil. Auksin disintesis di apeks tajuk dan ujung akar yang akan
ditransportasikan melalui poros embrio. Auksin memiliki sifat mudah rusak jika
terkena cahaya langsung (Riyadi, 2014). Auksin merupakan salah satu hormon
tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan,
pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein.
Beberapa auksin alami (organik) adalah Indole-3-Acetic Acid (IAA) dan
4-kloro IAA, dan Phenylacetic acid (PAA). Auksin sintetik banyak macamnya,
yang umum dikenal adalah Nephtaleine Acetic Acid (NAA), Asam Beta-
Naftoksiasetat (BNOA), 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D), dan Asam 4-
Klorofenoksiasetat (4-CPA), 2-Methyl-4 Chlorophenoxy Acetic Acid (MCPA),
2,4,5-T dan 3,5,6-Trichloro Picolinic Acid (Picloram) serta Indole Butyric Acid
(IBA) (Manurung, 2007).
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas,
daun muda, dan buah). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh
tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh
akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan. Auksin atau dikenal
juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auksin utama pada tanaman),
dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara
sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai
aktivitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA = Asam
Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin dibantu oleh
enzim IAA-oksidase (Gardner, 1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung
sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA
= Asam Indolasetat. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan
untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam
-Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 -
Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5
diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 amino 3, 5, 6 trikloro
pikonat) (Riyadi, 2014).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersial di bidang
pertanian, di mana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan
respons terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada
konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh
dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu
pemanjangan sel, hormon Auksin yang dikombinasikan dengan Giberelin dapat
memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada
kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang
(Nurnasari, 2012).
2.2 Hormon Tanaman
Terdapat enam kelompok hormon pada tanaman, yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, etilen, asam absisat, dan brasinosteroid. Pengaruh hormon tumbuhan
tidak spesifik dan dipengaruhi oleh hormon lain dan molekul lain. Berikut ini
tabel fungsi utama pada hormon tumbuhan (Firmansyah, Mawardi, & Riandi,
2007).
Tabel 1. Macam hormon pada tanaman
Kelompok Fungsi Utama Tempat Dihasilkan atau
Hormon Ditemukan pada Tumbuhan
Auksin Merangsang pemanjangan Eondosperm dan embrio pada
batang, pertumbuhan akar, biji, meristem apikal dan daun
(contohnya
diferensiasi dan percabangan muda
IAA)
dominansi apikal,
perkembangan buah;
membantu fototropisme dan
geotropisme
Giberelin Merangsang perkecambahan Meristem apikal tunas, akar dan
(contohnya biji dan tunas, pemanjangan daun muda; embrio
GA1) batang, dan pertumbuhan
daun; merangsang
perbungaan dan
perkembangan buah;
memengaruhi pertumbuhan
akar dan diferensiasi
Sitokinin Memengaruhi pertumbuhan Disintesis di akar dan
(contohnya dan diferensiasi akar, ditransportasikan ke organ lain
kinetin) merangsang pembelahan sel
dan pertumbuhan,
perkecambahan, dan
perbungaan, menunda
penuaan sel
Etilen Merangsang pematangan Jaringan buah masak, nodus
buah; berlawanan atau (buku) batang dan daun muda
mengurangi efek auksin;
merangsang atau
menghambar pertumbuhan
dan perkembangan akar,
daun dan bunga, bergantung
pada spesiesnya
Asam Menghambat pertumbuhan; Daun,batang dan buah hijau
Absisat penutupan stomata saat
kekeringan; memelihara
dormansi
Brasinoteroid Menghambat pertumbuhan Biji, buah, akar, daun, dan tunas
akar dan absorpsi daun bunga

2.3 Struktur Alami, Buatan dan Inhibitor Auksin


2.3.1 Struktur Alami dari Auksin
Auksin alami terdiri atas suatu struktur indol dengan rantai samping pada
posisi 3 asam indolasetat atau dikenal dengan IAA, asam indol butirat, dsb., serta
mempunyai hubungan erat pada triptofan. Molekul sintetis mempunyai berbagai
struktur siklis dan juga terbawa pada rantai samping. Aktivitas auksin ditentukan
oleh jumlah C genap rantai samping alifatis (Makfoeld et. al., 2002).

Gambar 1. Struktur alami auksin


2.3.2 Struktur Buatan dari Auksin
Terdapat beberapa auksin buatan, antara lain:
a. IBA (Indole Butyric Acid)
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang
pertumbuhan adalah indolebutyric acid (IBA), indoleacetic acid (IAA) dan
napthaleneacetic acid (NAA). IBA lazim digunakan untuk memacu
perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lainnya.

Gambar 2. Struktur IBA


b. NAA (Napthaleneacetic Acid)
NAA adalah agen perakaran dan digunakan untuk perbanyakan
vegetatif tanaman dari batang dan pemotongan daun.

Gambar 3. Struktur NAA


2.3.3 Struktur dari Inhibitor Transport Auksin
Inhibitor transport auksin dapat menghambat pengangkutan auksin dari
ujung tunas ke apeks akar. Pada tanaman, terdapat beberapa senyawa yang di
kenal sebagai inhibitor transpor auksin, antara lai yaitu &VI-
naphyhyrphthalamicacid (NPA) dan 2,3,5-triiodobenzoic acid (TIBA), yang
memiliki banyak efek pada proses fisiologis dan perkembangan, seperti
pemanjanngan batang dan akar, pembengkakan akar, pembentukan rambut akar,
dan pembentukan kecambah selama embriogenesis. Beberapa efek dari etilen juga
serupa dengan NPA, misalnya penghambatan perpanjangan batang dan akar
(Fujita dan Syono, 1996).
Beberapa senyawa inhibitor auksin menurut Katekar dan Geissler (1998),
yaitu NPA (Gambar-III) (1-N-naphthylphthalamic aicd), CPD (Gambar-IV-1) (1-
2-carboxyphenyl-3-phenylpropane-1,3-dione) dan DPX 1840 (Gambar-VIII-I)
(3,3a-dihydro-2-(p-methoxyphenyl)-8H-pyrazolo(5-1a)isoindol-8-one) telah
ditemukan dalam penelitian fisiologis tanaman, bersama dengan inhibitor
transport auksin lainnya yang bukan merupakan bagian dari kelompok tersebut,
seperti TIBA (Gambar-IX) (2,3,5-triiodobenzoic acid) dan morphactins (Gambar-
X) dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4. Struktur kimia dari beberapa inhibitor transport auksin
2.4 Biosintesis Auksin
Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah meristem
apikal tunas ujung. IAA yang diproduksi di tunas ujung tersebut diangkut ke
bagian bawah dan berfungsi mendorong pemanjangan sel batang. IAA mendorong
pemanjangan sel batang hanya pada konsentrasi tertentu yaitu 0,9 g/l. Di atas
konsentrasi tersebut, IAA akan menghambat pemanjangan sel batang. Pengaruh
menghambat ini kemungkinan terjadi karena konsentrasi IAA yang tinggi,
mengakibatkan tanaman mensintesis ZPT lain yaitu etilen yang memberikan
pengaruh berlawanan dengan IAA. (Riyadi, 2014).
Berbeda dengan pertumbuhan batang, pada akar, konsentrasi IAA yang
rendah (<10-5 g/l) memacu pemanjangan sel-sel akar, sedangkan konsentrasi IAA
yang tinggi menghambat pemanjangan sel akar. Sehingga dapat disimpulkan,
bahwa:
1. Pemberian ZPT yang sama tetapi dengan konsentrasi yang
berbeda menimbulkan pengaruh yang berbeda pada satu sel target,
2. Pemberian ZPT dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan pengaruh
yang berbeda pada sel - sel target yang berbeda.
IAA dapat diproduksi melalui mekanisme triptofan-independen. Percobaan
lain menunjukkan bahwa pada beberapa tanaman, mekanisme ini sebenarnya
adalah mekanisme yang disukai biosintesis IAA. Enzim bertanggung jawab atas
biosintesis IAA yang paling aktif dalam jaringan muda seperti meristem apikal
tunas dan daun tumbuhan dan buah-buahan. Jaringan yang sama adalah lokasi di
mana konsentrasi tertinggi IAA ditemukan. Salah satu cara tanaman dapat
mengontrol jumlah yang hadir IAA pada jaringan pada waktu tertentu adalah
dengan mengontrol biosintesis hormon. Mekanisme lain kontrol melibatkan
produksi konjugat yangdalam istilah yang sederhana, molekul yang menyerupai
hormon tetapi tidak aktif. Pembentukan konjugat mungkin merupakan mekanisme
untuk menyimpan dan mengangkut hormon aktif. Konjugasi dapat dibentuk dari
IAA melalui enzim hidrolase. Konjugasi dapat cepat diaktifkan oleh rangsangan
lingkungan menandakan respon hormonal cepat. Degradasi auksin adalah metode
akhir mengendalikan kadar auksin (Heddy, 1996).
IAA dioksidasi oleh oksigen yang mengakibatkan hilangnya gugus
karboksil dan 3-methyleneoxindole sebagai produk pemecahan utama IAA
oksidase adalah enzim yang mengkatalisis kegiatan ini. Konjugat dari IAA dan
auksin sintetis seperti 2,4-D tidak dapat dihancurkan oleh kegiatan ini. C-2 dari
cincin heterosiklik dapat teroksidasi sehingga oxindole-3-asam asetat. C-3 dapat
teroksidasi selain C-2 sehingga dioxindole-3-asam asetat. Mekanisme yang
biosintesis dan degradasi molekul auksin terjadi adalah penting untuk aplikasi
pertanian masa depan. Informasi mengenai metabolisme auksin kemungkinan
besar akan menyebabkan manipulasi genetik dan kimia kadar hormon endogen
sehingga pertumbuhan diinginkan dan diferensiasi spesies tanaman penting. Pada
akhirnya, ada kemungkinan untuk mengatur pertumbuhan tanaman tanpa
menggunakan herbisida berbahaya dan pupuk.
Menurut Larsen, Indoleacetaldehyde diidentifikasikan sebagai bahan
auksin yang aktif dalam tanaman. Selanjutnya Larsen (1951) mengemukakan
bahwa zat kimia tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan kemudian
berubah menjadi IAA. Perubahan tersebut menurut Gordon (1951), adalah
perubahan dari Tripthopan menjadi IAA. Tryptamine sebagai salah satu zat
organik, merupakan salah satu zat yang terbentuk dalam biosintesis IAA. Dalam
hal ini perlu dikemukakan pula bahwa Tryptophan adalah zat organik terpenting
dalam proses biosintesis IAA.
Bahan organik lain yaitu Indoleacetonitrile adalah bahan organik yang
ditemukan dalam tanaman Cruciferae dan dapat dikelompokkan ke dalam auksin.
Zat tersebut atas bantuan enzim nitrilase dapat membentuk aksin.
Indoleacetonitrile yang terdapat pada tanaman, terbentuk dari Glucobrassicin atas
bantuan aktivitas enzim myrosinase. Zat organik lain (Indoleeethanol) yang
terbentuk dari Trypthopan dalam biosintesis IAA atas bantuan bakteri (Wetter,
1991).
Pemecahan IAA dapat pula terjadi di alam. Hal ini adalah sebagai akibat
adanya photo oksidasi dan enzim. Dalam photo oksidasi, pigmen pada tanaman
akan menyerap cahaya, kemudian energi ini dapat mengoksidasi IAA. Adapun
pigmen yang berperan adalah Ribovlavin dan B-Carotene Enzymatic oxidation
yang terjadi pada IAA telah ditemukan oleh para ahli dalam berbagi jaringan
tanaman. Oksidasi IAA oleh hydrogen peroksida, kemudian di katalisasi oleh
enzim peroksida sehingga menghasilkan indolealdehyde yang bersifat aktif.Ada
hubungan yang berbanding terbalik antara aktivitas oksidase IAA dengan
kandungan IAA dalam tanaman.Apabila kandungan IAA tinggi, maka aktivitas
IAA oksidase menjadi rendah, begitu pula sebaliknya. Didaerah meristematik
yang kadar auksinnya tinggi, ternyata aktivitas IAA oksidasenya rendah.
Sedangkan di daerah perakaran yang kandungan auksinnya rendah ternyata
aktivitas IAA oksidasenya tinggi.
Posisi dan panjang rantai keasaman, berpengaruh terhadap aktivitas
auksin. Rantai yang mempunyai carboxyl group yang dipisahkan oleh karbon atau
oksigen akan memberikan aktivitas yang optimal. Sebagai contoh IAA dan 2,4-D.
Dari hasil studi tentang pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan
bahwa auksin dapat meningkatkan tekanan osmotik, meningkatkan permeabilitas
sel terhadap air, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan
pengembangan dinding sel. Menurut Wareing dan Phillps (1970), di dalam fase
pertumbuhan tanaman terdiri dari dua fase yaitu fase pembelahan dan fase
perkembangan. Pada saat sel mengalami enlargement phase, sel tidak hanya
mengalami peregangan akan tetapi juga mengalami penebalan dinding sel baru.
Pertumbuhan sel ini distimulasi oleh auksin.
Kehadiran auksin berpengaruh terhadap sintesa protein. Fungsi
auksin di dalam proses tersebut membebaskan DNA dari Histone untuk sintesis
RNA. mRNA akan membantu pembentukan enzim-enzim, enzim-enzim ini akan
meningkatkan plastisitas dan plelebaran dinding sel. Sehingga secara umum
auksin mendorong perpanjangan sel dengan cara mempengaruhi dinding sel.
2.5 Redistribusi Auksin dan Gravitropisme
2.5.1 Redistribusi Auksin Karena Cahaya Unilateral
Percobaan terhadap koleoptil tanaman jagung yang ditempatkan dalam
kamar gelap menunjukkan terjadi pembelokan ujung koleoptil setelah diberi
penyinaran di satu sisi. Hal ini disebabkan karena penyebaran auksin yang tidak
sama mengalir dari ujung koleoptil ke sisi yang diberi cahaya dan sisi yang tidak
diberi cahaya. Perbedaan jumlah auksin ini merangsang pemanjangan sel di satu
sisi dan pembelokan ke arah sisi lain. Auksin di bagian yang disinari pindah
tempat ke bagian yang tidak kena sinar dan menyebabkan pada bagian yang tidak
disinari auksin lebih banyak. Hal ini akan menyebabkan pertumbuhan di bagian
yang tidak disinari meningkat dibandingkan yang kena sinar, sehingga tumbuhnya
membelok.

Gambar 5. Letak auksin


Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa cahaya yang unilateral pada
tangkai bunga matahari menyebabkan auksin yang tidak merata. Namun,
penyebaran yang tidak merata pada sisi tangkai bunga tumbuhan tersebut dapat
bertindak sebagai penghambat pertumbuhan di satu sisi. Kita telah mengetahui
bahwa penyinaran sebelah sisi dari pertumbuhan batang, menyebabkan
redistribusi auksin menjauhi sisi yang menerima cahaya, yang menyebabkan
perpanjangan di sebelah sisi yang tidak kena cahaya (Campbell, Reece, &
Mitchell, 2003).
Gambar 6. Percobaan pembagian block agar terhadap pengaruh cahaya unilateral
pada koleoptil jagung
Pada tahun 1926, F. W. Went, memotong ujung koleoptil dan
menempatkannya di atas sepotong agar yang terbuat dari suatu bahan bergelatin.
Went berpendapat bahwa pembawa pesan kimiawi yang berasal dari ujung,
seharusnya akan berdifusi ke dalam agar, dan potongan agar tersebut seharusnya
mampu menggantikan ujung koleptil tersebut (Cambell et. al., 2003). Gambar 2
menunjukkan perbandingan percobaan antara agar yang terbagi dan agar yang
tidak terbagi. Adanya cahaya unilateral (dari satu sisi), tidak mempengaruhi
kinerja auksin. Cahaya unilateral juga tidak menyebabkan terjadinya perusakan
auksin oleh cahaya (photodestruction) pada bagian koleoptil yang terkena cahaya.
Pada percobaan (c), ujung koleoptil benar-benar terbagi oleh potongan mika yang
tipis, dan tidak terjadi redistribusi auksin. Tetapi jika ujung koleptil sebagian
dibagi oleh sepotong mika tipis (percobaan (d)), terjadi distribusi auksin secara
lateral ke sisi yang teduh di ujungnya.
2.5.2 Gravitropisme
Gravitopisme adalah gerak pertumbuhan yang dipengaruhi oleh tarikan
gravitasi bumi. Dimana gerak ke arah gravitasi bumi (ke bawah) disebut
gravitropisme positif dan gerakan gravitropisme yang berlawanan/menjauhi
gravitasi bumi disebut gravitropisme negatif. Akar tanaman biasanya bersifat
gravitropisme positif sedangkan batang dan cabang merupakan contoh organ
tanaman dengan gerak gravitopisme negatif (Rujin, 1999).
Salah satu hormon yang berperan dalam mekanisme gravitropisme adalah
hormon auksin, yang berfungsi untuk pemanjangan sel akar, di mana distribusi
auksin pada sel akar diatur oleh gen-gen tertentu pada tumbuhan. Gravitropisme
memiliki dampak penting pada pertanian. Hal ini memungkinkan tanaman
bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas di lingkungan sekitar
mereka dan memastikan bahwa tunas tanaman melanjutkan pertumbuhan ke atas.
Akibatnya, tanaman dapat menjaga benih mereka jauh dari kelembaban dan
patogen tanah selain itu benih akan lebih mudah menerima pemanenan mekanis
(Lomax, 1997).
Gambar 7. Gravitropisme negatif
Pada akhir abad ke-19, Ciesielski (1872) dan Darwin (1880) menunjukkan

bahwa struktur di ujung akar (tudung akar) sangat penting untuk gravitropisme
akar. Mereka berpendapat bahwa tudung akar dapat merasakan perubahan
orientasi ujung akar di dalam medan gravitasi (gravistimulus) (Rujin, 1999).
Respon dari gravitropisme kemudian akan menghasilkan sinyal fisiologis, yang
mana akan ditransmisikan ke zona pemanjangan, dan mendorong perpanjangan
seluler diferensial pada sisi yang berlawanan. Secara fisik, gaya gravitasi dapat
merusak atau menggantikan benda dengan massa tertentu. Oleh karena itu, alat
penginderaan gravitasi biologis akan mengandung reseptor molekuler yang
merasakan informasi fisik yang dihasilkan oleh deformasi atau pemindahan
benda-benda tertentu. Sel akar columella sensitif terhadap gravitasi. Meskipun
lengkungan akar terjadi di zona pemanjangan, namun akar tanaman monokotil dan
dicot menggunakan sel columella di dalam tudung akar sebagai sel penginderaan
gravitasi khusus. Selain itu amiloplas juga sangat penting untuk penginderaan
gravitasi. Amiloplas adalah plastida khusus yang diisi dengan pati padat
(Katherine, 2013).
Sedangkan pada batang, sensor gravitasi terdapat dalam organ yang sama
Statocytes. Statocytes batang dan hipokotil secara signifikan berbeda dari akar.
Pada batang dan hipokotil tanaman dikotil, sel endodermal berkontribusi pada
penginderaan gravitasi (Fukaki et al., 1998). Ada ribuan sel endodermal pada
batang dan hipokotil dari tanaman dikotil, dan seperti sel columella, mengandung
amiloplas sedimen yang padat.

Gambar 8. Columella, Sensor Gravitasi


2.5.3 Redistribusi Auksin Karena Gravitropisme
Pada akar, sensor gravitasi terletak pada tudung akar (tudung akar terdiri
dari inti utama sel.columella) dan disusun secara teratur pada satu atau lebih
lapisan luar sel pheriperal. Menurut darwin & francis: pengangkatan tudung akar
(columella) sel menyebabkan penghambatan respon terhadap gravitasi atau
hilangnya respons gravitropik. Sedangkan perbedaan antara tumbuhnya akar ke
atas dan ke bawah oleh organ tanaman melibatkan sedimentasi struktur pada sel.
Hipotesis starch-statolith menyatakan bahwa ketika statocyte (sel columella)
berganti posisi maka statolith juga akan ikut berganti.
Pada akar dalam posisi vertikal auksin diangkut ke tudung akar di silinder
vaskular sentral (stele). Pada tudung akar, aliran auksin dialihkan secara seragam
ke epidermis dan korteks. Hal ini berlanjut ke zona pemanjangan dan
perpanjangan sel kontrol. Dan pada posisi horizontal menyebabkan perpindahan
statolith sebagai respons terhadap gravitasi. Hasil-perubahan potensial membuat
sel merangsang aliran preferensial kalsium dan auksin ke sisi bawah ujung akar.
Akumulasi kalsium memungkinkan akumulasi auksin pada sisi bawah akar.
Konsentrasi kalsium dan auksin yang tinggi menyebabkan aktivitas auksin lebih
tinggi dan menghambat pemanjangan sel pada sisi bawah akar.

Gambar 9. Redistribusi Auksin karena Gravitropisme


2.6 Transport Auksin
Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga

memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis. Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi
banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel
serta sintesa protein (Dwiati, 2016). Auksin diproduksi dalam jaringan
meristematik yang aktif (yaitu tunas, daun muda, dan buah). Auksin diedarkan
langsung melalui jaringan parenkim, dari satu sel ke sel berikutnya. Auksin
berpindah hanya dari ujung tunas ke pangkalnya, bukan dengan arah sebaliknya.
Transport auksin searah ini disebut dengan transport polar (champbell et. al.,
2003). Menurut Goldsworhty (1992). Cara pengangkutan auksin atau IAA ini
memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan pengangkutan floem.
Pertama, pergerakan auksin itu lambat, hanya sekitar 1 cm jam -1 di akar dan
batang, meskipun pergerakan itu masih 10 kali lebih cepar dibandingkan dengan
melalui difusi. Kedua, pengangkutan auksin berlangsung secara polar pada
batang; arahnya lebih basipetal (mencari dasar), tanpa menghiraukan dasar
tersebut berada pada posisi normal atau terbalik. Pengangkutan di akar juga
berlangsung secara polar, tapi arahnya akropetal (mencari apeks). Ketiga,
pergerakan auksin memerlukan energi metabolisme, seperti ditunjukkan oleh
kemampuan zat penghambat ATP atau keadaan kurang oksigen dalam
menghambat pergerakan itu.

Gambar 10. Transport auksin polar


Auksin diangkut searah, dan apeks turun ke tunas. Sepanjang lintasan ini.
Hormon memasuki suatu sel pada ujung apikal, keluar dan ujung basal, berdifusi
melewati dinding, dan memasuki ujung apikal sel berikutnya.
1. Ketika auksin menghadapi lingkungan asam pada dinding, molekul
tersebut akan mengambil ion hidrogen sehingga muatan listriknya menjadi
netral.
2. Sebagai suatu molekul yang netral dan relatif kecil. auksin dapat melewab
membran plasma.
3. Pada saat berada di dalam sel. pH 7 lingkungan akan menyebabkan auksin
tenonisasi. Keadaan ini secara temporer menjerat hormon tersebut di
dalam sel. karena membran plasma kurang permeabel terhadap ion
dibandingkan dengan molekul netral dengan ukuran yang sama.
4. Pompa proton yang digerakkan oleh ATP mempertahankan perbedaan pH
antara bagian dalam dan bagian luar sel.
5. Auksin hanya dapat keluar dari sel itu melalui ujung basal. di mana proton
pembawa spesifik berada di dalam membran tersebut. Pompa proton
memberikan sumbangan terhadap aliran auksin yang keluar ini dengan
cara membangkitkan suatu potensial membran (tegangan) lintas membran,
yang mendorong transpor anion keluar dari sel
2.7 Peran Auksin dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Menurut Karmana (2007), perananan auksin dalam pertumbuhan dan
perkembangan pada tanaman sebagai berikut:
1. Pengembangan sel, adanya pertumbuhan yang cepat, meningkatkan
permeabilitas sel (kehadiran auksin meningkatkan masuknya difusi air), fase
pertumbuhan ada dua yaitu fase pembelahan dan fase pelebaran ada pada fase
vakualisasi. Pada fase pelebaran sel selain mengalami keregangan juga
mengalami penebalan dalam pembentukan material- material di sel baru,
auksin menghalangi ion Ca2+ dalam pengerasan sel / pektinase, sehingga
dinding sel menjadi lunak.
2. Fototropisme, sel yang tidak tersinari kandungan auksinnya lebih tinggi,
maka akan terjadi pembengkokan menuju arah sinar. apabila bagian koleoptil
disinari.
3. Geotropisme, transportasi auksin ke arah bawah akibat pengaruh geotropism
yang diletakkkan mendatar, bagian bawah yang mengandung auksin lebih
tinggi.
4. Memelihara dinding sel agar bersifat elastis dan merangsang pembentukan
dinding sel, tetapi tidak merangsang pembentukan dinding sel sekunder.
5. Apical dominant, apabila pucuk daun dibuang, maka akan mendorong
pertumbuhan tunas lateral/ samping
6. Perpanjangan akar, apabila akar di bang tidak akan mempengaruhi
pertumbuhan akar. Pemberian auksin yang tinggi akan menghambat
pemanjangan akar, tetapi meningkatkan jumlah akar.
7. Pertumbuhan batang (stem growth), bila ujung koleoptil di buang,
pertumbuhan berhenti, kandungan auksin tertinggi di pucuk.
8. Partenocarpy (pembentukan buah tanpa biji), pada beberapa tumbuhan,
pembuahan tidak diduhului proses penyerbukan. Dengan menyemprotkan
hormon auksin pada kepala putik, bakal buah menjadi buah tanpa biji.
9. Pertumbuhan buah, pemberian auksin dapat memperbesar ukuran buah,
pertumbuahan buah bias lebih cepat.
10. Merangsang produksi etilen pada konsentrasi tinggi.
11. Merangsang perpanjangan sel.
12. Merangsang pembelahan sel di cambium dan dalam kombinasi dengan
sitokinin dalam kultur jaringan.
13. Merangsang diferensiasi floem dan xylem
14. Memacu inisiasi akar pada stek batang dan akar lateral dalam pengembangan
kultur jaringan
15. Perantara dalam respon tropisticlentur dalam menanggapi gravitasi dan
cahaya
16. Pasokan auksin dari tunas apikal menekan pertumbuhan tunas lateral
17. Penundaan penuaan daun
18. Dapat menghambat atau merangsang (melalui stimulasi etilena) daun dan
pematangan buah
19. Dapat menginduksi pengaturan buah dan pertumbuhan pada beberapa
tanaman
20. Terlibat dalam mengasimilasi gerakan menuju auksin yang kemungkinan
disebabkan efek transportasi pada floem
2.8. Mekanisme Pembesaran Sel oleh Auksin
2.8.1 Mekanisme kerja auksin
Mekanisme kerja auksin sangat dipengaruhi oleh cahaya dan aktif jika
tidak terkena cahaya. Hal ini menyebabkan fototropisme pada tumbuhan.
Fototropisme merupakan peristiwa membengkoknya batang tanaman ke arah
cahaya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan rangsangan perpanjangan sel
akibat penyebaran auksin yang tidak merata dan tidak diproduksinya auksin pada
bagian yang terkena cahaya. Bagian yang tidak terkena cahaya aktif memproduksi
auksin sehingga terjadi penimbunan auksin. Penimbunan auksin pada sisi yang
tidak terkena cahaya ini mengakibatkan pemanjangan sel di sisi tersebut lebih
cepat sehingga batang membengkok ke arah datangnya cahaya. Selain
fototropisme, auksin juga mempengaruhi peristiwa geotropisme atau pertumbuhan
ke arah bumi. Gaya gravitasi menyebabkan konsentrasi auksin di bagian bawah
lebih tinggi sehingga geotropisme di batang menjadi negatif dang eotropisme di
bagian akar menjadi positif sehingga akar membelok ke arah bumi.

Gambar 11. Mekanisme kerja auksin

2.8.2 Mekanisme pembesaran sel oleh auksin

Gambar 12. Mekanisme pembesaran sel oleh auksin


Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel
tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut : auksin menginisiasi pemanjangan sel
dengan cara mmpengaruhi pelenturan dinding sel. Auksin memicu protein yang
terdapat dalam membran sel sehingga plasma sel tumbuhan akan memompa ion
H+ ke dinding sel. Adanya ion H+ tersebut akan mengaktifkan enzimtertentu
sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa
penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian akan tumbuh memanjang akibat
adanya air yang masuk secara osmosis.setelah pross pemanjangan ini, sel
tumbuhan akan terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan
sitoplasma (Setiowati, 2007).
2.9 Pembentukan akar lateral dan tudung akar yang dipengaruhi hormon
auksin
Mekanisme kerja hormon auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-
sel tanaman khususnya akar yaitu auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan
cara mempengaruhi pengendoran atau pelenturan dinding sel. Auksin memacu
protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion
H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan
beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel
tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah
pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding
sel dan sitoplasma.
Selama gravitropisme akar, sedimentasi amiloplas memulai kaskade
pensinyalan, yang tidak sepenuhnya dipahami namun diketahui menghasilkan
perubahan konsentrasi auksin pada kedua sisi akar. Bedah diferensial ini
diperkirakan diprakarsai oleh perubahan distribusi fasilitator auxin effl ux (protein
PIN-FORMED [PIN]) di dalam sel columella. Gradien auksin lateral yang
dihasilkan kemudian mengalir ke zona pemanjangan dimana perpanjangan
diferensial terjadi. Seperti yang dinyatakan dalam teori Cholodny-Went,
gravibending adalah hasil akumulasi auksin diferensial pada sisi yang berlawanan
dari zona pemanjangan, yang menghasilkan pertumbuhan diferensial dan
kelengkungan ujung (Went, 1926; Cholodny, 1927).
Peran beberapa hormon tanaman dan efek sinyal lingkungan menunjukkan
bahwa auksin adalah pengatur dominan pengembangan akar lateral (ditinjau oleh
Benkova dan Hejatko 2009; Fukaki dan Tasaka 2009). Di banyak tanaman dicot
termasuk Arabidopsis, akar lateral diawali dari sel pericycle akar yang berdekatan
dengan kutub protoxylem akar induk (Beeckman et. al., 2001). Meskipun masih
ada kekurangan data yang mendefinisikan mesin molekuler yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan akar lateral, pengamatan baru-baru ini menunjukkan
bahwa proses tersebut berlangsung melalui setidaknya empat tahap yang dapat
dikenali: priming, inisiation, patterning, dan emergence (Malamy 2009; Peret et
al.). Masing-masing fase ini dikendalikan atau paling tidak dipengaruhi oleh
auksin.
Kejadian yang terlihat pertama dari formasi akar lateral adalah pembagian
beberapa sel pericycle yang terletak bersebelahan dengan tiang protoxylem.
Peristiwa pembelahan sel ini biasanya disebut "inisiasi akar lateral." Karena
keseluruhan protoxylem pole pericycle menunjukkan kompetensi proliferasi sel
yang kuat (Beeckman et. al., 2001) dan setiap sel pericyle yang bersebelahan
dengan tiang xilem menunjukkan kemampuan untuk membelah dalam
menanggapi Tingkat auxin yang tinggi (Himanen et. al., 2002. 2002; Himanen et.
al., 2004; Dubrovsky et. al., 2008), diyakini bahwa mekanisme kontrol penting
ada untuk membatasi inisiasi akar lateral ke lokasi dan titik tertentu selama
pertumbuhan akar.
Pembentukan inisiasi akar dalam batang terbukti tergantung pada
tersedianya aiksin di dalam tanaman ditambah pemacu auksin (Rooting Co-
factors) yang secara bersama-sama mengatur sintesis RNA untuk membentuk
primordia akar selain itu keberadaan gula (glukosa) di dalam jaringan tumbuhan
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar dengan berinteraksi
dengan sejumlah fitohormon, seperti giberelin, sitokinin, dan asam absisat.
Sedangkan, kita tahu bahwa auksin menentukan panjang akar, jumlah akar lateral,
rambut akar, serta arah pertumbuhan akar.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan konsentrasi glukosa dalam jaringan tidak hanya dapat mengontrol
panjang akar, jumlah akar lateral dan rambut akar tetapi juga dapat mengatur arah
pertumbuhan akar. Dikarenakan fungsi tersebut telah diketahui sebagai peranan
auksin maka dilakukan penelitian pada transkripsi genom untuk mengetahui
interaksi antara glukosa dan auksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa glukosa
menginduksi auksindi dalam tumbuhan. Glukosa dapat mempengaruhi sejumlah
gen dan protein transport dalam mengoptimalkan kerja auksin (Darmawan dan
Baharsjah, 1983).
Gambar 13. Pembentukan tudung akar dan akar lateral
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa Auksin merupakan
salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi,
seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein.
Auksin memiliki dua struktur yaitu sruktur alami dan buatan, Auksin
diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif (yaitu tunas, daun muda,
dan buah). Auksin diedarkan langsung melalui jaringan parenkim, dari satu
sel ke sel berikutnya. Auksin berpindah hanya dari ujung tunas ke
pangkalnya, bukan dengan arah sebaliknya. Transport auksin searah ini
disebut dengan transport polar
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., Mardhiansyah, M., & Arlita, T. 2016. Aplikasi Berbagai Jenis Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) Terhadap Pertumbuhan Semai Gaharu (Aquilaria
malaccensis Lamk.). Jurnal Jom Faperta. 3(2).
Benkova E, Michniewicz M, Sauer M, Teichmann T, Seifertova D, Jurgens G,
Friml J. 2003. Local, Efflux-Dependent Auxin Gradients as a Common
Module for Plant Organ Formation Cell. 115:591602.
Bennett, M.J. 2003. Dissecting Arabidopsis Lateral Root Development. Trends
Plant Sci. 8:165171.
Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchell, L. G. 2003. Biologi Jilid 2 Edisi 5.
Jakarta: Erlangga.
Campbell, Neil A., Reece, B Jane., Mitchell G. Lawrence. 2003. Biologi Edisi ke
Lima Jilid 2. Penerjemah: Wasmen manalu. Jakarta: Erlangga.
Darmawan, J. dan J. Baharsyah. 1983. Dasar-dasar Ilmu Fisiologi Tanaman.
Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal. 88.
Dwiati, Murni. 2016. Peran Zat Pengatur Tumbuh Auksin Dan Sitokinin Terhadap
Pertumbuhan Semai Anggrek Phalaenopsis. Banteran: Fakultas Biologi
Unsoed. Hal: 1-6.
Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Firmansyah, R., Mawardi, A., & Riandi, U. 2007. Mudah dan Aktif Belajar
Biologi. Bandung: Setia Purna Inves.
Fujita, H., & Syono, K. 1996. Genetic Analysis of the Effects of Polar Auxin
Transport Inhibitors on Root Growth in Arabidopsis taliana. Journal Plant
Cell Physiol. 37(8):1094-1101.
Fukaki , H. , J. Wysocka-Diller , T. Kato , H. Fujisawa , P. N. Benfey , And M.
Tasaka. 1998. Genetic Evidence That The Endodermis Is Essential For
Shoot Gravitropism In Arabidopsis Thaliana . Plant Journal 14: 425 430.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Goldsworthy, Frank R., dan Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Yogyakarta: UGM Press.
Gordon S.A., Weber R.P., 1951. Colorimetric Estimation of Indoleacetic Acid.
Plant Physiol.
Heddy, S./ 1996. Hormon Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Himanen K, Vuylsteke M, Vanneste S, Vercruysse S, Boucheron E, Alard P,
Chriqui D, Van Montagu M, Inze D, Beeckman T. 2004. Transcript
Profiling of Early Lateral Root Initiation. Proc Natl Acad Sci. 101:5146
5151.
Karmana, Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Bandung: Grafindo.
Katekar, G. F., & Geissler, A. E. 1998. Auxin Transport Inhibitors: Evidence of a
Common Mode of Action for a Proposed Class of Auxin Transport
Inhibitors: The Phytotropins. Journal Plant Physiol. 66.
Katherine L. Baldwin, Allison K. Strohm , and Patrick H. Masson . 2013. Gravity
Sensing and Signal Transduction in Vascular Plant Primary Roots.
American Journal of Botany 100(1): 126142.
Larsen, E.M. 1951.Recent Advances in The Chemistry of Zirconium and
Hafnium, Journal of Chemical Education: 529-535
Lomax, T. L. 1997. Molecular Genetics Analysis of Plants Gravitropism.
Gravitional and Space Biology Bulletin 10(2): 75-82.
Makfoeld, Djarir, Djagal Wiseso Marseno, Pudji Hastuti, Stri Anggarahini, Stri
Raharjo, Sudarmanto Sastrosuwignyo, Suhardi, Soeharsono Martoharsono,
Suwedo Hadiwiyoto dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan
Nutrisi. Yogyakarta: Kanisius.
Malamy, J. E. 2009. Lateral root formation. In Beeckman T., ed., Root
development Annual Plant Reviews, Blackwell Publishing, November
2009, 352 pages. 37:83126.
Manurung, L. Y. S. 2007. Pengaruh Auksin (2,4-D) dan Sitokinin (BAP) Dalam
Kultur In Vitro Buah Makasar (Brucea javanica L. Merr.). Skripsi.
Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan. IPB.
Nurnasari, E dan Djumali. 2012. Respon Tanaman Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) Terhadap Lima Dosis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Asam
Naftalen Asetat (NAA). Jurnal Agrovigor. 5(1). Maret 2012.
Purwanta, S., Sumantoro, P., Setyaningrum, H. D., & Saparinto, C. 2015.
Budidaya dan Bisnis Kayu Jati. Jakarta: Penebar Swadaya.
Riyadi, I. 2014. Media Tumbuh : Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dan Bahan-
bahan Lain. Materi disampaikan pada Pelatihan Kultur Jaringan Tanaman
Perkebunan. BPBPI Bogor 19 23 Mei 2014.
Rujin Chen, Elizabeth Rosen, and Patrick H. Masson. 1999. Gravitropism in
Higher Plants. Plant Physiology 3(120) : 343350.
Salisbury, F.R., dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Bandung:
Institut Teknologi Bandung Press.
Setiowati, Tetty., dan Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta: Azka
Press.
Tjitrosomo S.S. 1984. Botani Umum 3. Bandung: Penerbit Angkasa.
Wareing, P.F. and Phillips, I.D. 1970. The Control of Growth and Differentiation
in Plants. Pergamon. Press. Oxford.
Warohmah, M. 2017. Pengaruh Pemberian Dua Jenis Zat Pengatur Tumbuh Alam
Terhadap Pertumbuhan Seedling Manggis (Garcinia mangostana L.).
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung .
Went F. W. 1929. On a Substance Causing Root Formation. Proc Kon Akad
Wetensch, Amsterdam 32: 3539.
Wetter, L. R. dan Costable, 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Bandung :
ITB Press.

Anda mungkin juga menyukai