Anda di halaman 1dari 16

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman hias mencakup semua tumbuhan, baik berbentuk terna,
merambat, sema, perdu maupun pohon yang sengaja ditanam orang sebagai
komponen taman, kebun rumah, penghias ruangan, upacara atau sebagai
komponen karangan bunga.

Bunga potong pun dapat dimasukkan sebagai

tanaman hias. Dalam konteks umum, tanaman hias merupakan salah satu dari
pengelompokkan berdasarkan fungsi dari tanaman hortikultura.
Bagian yang dimanfaatkan orang tidak hanya bunga, tetapi kesan
keindahan yang dimunculkan oleh tanaman ini. Selain bunga(warna dan
aroma), daun, buah, dapat menjadi komponen yang dimanfaatkan. Sebagai
contoh, beberapa ranting tumbuhan yang mengeluarkan aroma segar dapat
diletakkan di ruangan untuk mengharumkan ruangan dan menjadikannya sebagai
tanaman hias. Latar belakang pembuatan makalah ini untuk mengetahui teknologi
produksi pada tanaman hias.
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu memahami teknologi produksi tanaman hias yang meliputi
perbanyakan, pegulasi pertumbuhan, panen dan pasca panen serta penanganan
khusus pada tanaman hias.

2. PEMBAHASAN
2.1 Teknologi Produksi Tanaman Hias
2.1.1 Pengertian Hortikultura Hias / Florikultur
Tanaman hias (ornamental plant) adalah tanaman yang ditumbuhkan
karena kualitas ornamennya, bukan nilai komersial lainnya. Istilah ini sering
hanya disingkat dengan ornamental saja ketika yang dimaksudkan adalah
hortikultura. Tanaman hias biasanya ditumbuhkan di taman bunga atau rumah.
Kebanyakan mereka ditumbuhkan untuk mendapatkan penampilan bunga.
Tanaman hias lainnya yang diinginkan adalah daun, aroma, buah, batang dan
gabusnya.
Tanaman hias juga digunakan untuk landscap dan untuk bunga potong.
Untuk pohon dapat disebut dengan pohon hias. istilah ini dipakai ketika merekan
digunakan sebagai bagian dari taman untuk mendapatkan bunga, bentuknya atau
untuk karakteristik menarik lainnya. Misalnya pohon yang digunakan dalam
landscape yang lebih besar mempengaruhi skrining dan naungan, atau di kota dan
pinggir jalan raya yang disebut dengan amenity trees (pohon yang ramah).
Tanaman hias juga memerlukan perawatan yang spesifik oleh petaman.
Contohnya penanaman untuk bonsai dan topiary yang hanya bertujuan sebagai
tanaman hias untuk virtual dengan pemangkasan rutin oleh petaman, atau mereka
dengan cepat berhenti menjadi tanaman hias jika tidak diperhatikan.
2.1.2 Perbanyakan Tanaman Hias
1. Perbanyakan Tanaman Secara Generatif
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang
dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina
(kepala putik).
a. Biji
Perbanyakan secara generatif tanaman hias adalah dengan penggunaan
biji. Biji merupakan bagian tanaman yang digunakan untuk melanjutkan
kehidupan secara alami pada tanaman. Hasil dari penyerbukan bunga tersebut
berjumlah relatif banyak.
b. Spora :

Spora paku berfungsi sebagai alat persebaran (dispersi), mirip


dengan biji. Perlu media semai yang cocok agar spora tumbuh menjadi tanaman
baru.
Teknik perbanyakan generatif memiliki banyak keunggulan. Namun,
teknik ini tidak banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman hias. Hal ini
disebabkan waktu tumbuh yang dibutuhkan tanaman hasil perbanyakan generatif
sampai kondisi layak jual lebih lama dibandingkan tanaman hasil perbanyakan
vegetatif.
2. Perbanyakan secara aseksual atau vegetatif
Perbanyakan secara vegetative adalah proses perbanyakan tanaman dengan
menggunakan bagian-bagian tertentu dari tanaman seperti, daun, batang, ranting,
pucuk, umbi dan akar untuk menghasilkan tanaman baru yang sama dengan
induknya.
Cutting atau biasa disebut stek atau cutting merupakan salah satu teknik
perbanyakan tanaman secara vegetatif yang dapat dilakukan menggunakan
organ akar, batang, maupun daun tanaman.
Layers atau mencangkok merupakan salah satu cara perkembangbiakan
vegetatif buatan yang bertujuan untuk memperbanyak tanaman yang memiliki
sifat yang sama dengan induknya dan cepat menghasilkan.
Bulb (umbi lapis) : Umbi lapis merupakan umbian yang berlapi-lapis dan
di tengahnya memiliki tunas. Pada bagian atas atau permukaan memiliki
buku, tumbuh daun dan juga terdapat didua ketiak tanaman. Contoh umbi
lapis yaitu bawang merah, bawang putih dan lain sebagainya.
Grafting : Grafting/penyambungan adalah seni menyambungkan 2
jaringan tanaman hidup sedemikian rupa sehingga keduanya bergabung dan
tumbuh serta berkembang sebagai satu tanaman gabungan.
Invitro microprogration : in vitro yaitu menumbuhkan jaringan-jaringan
vegetatif (seperti : akar, daun, batang, mata tunas) dan jaringan-jaringan
generatif (seperti : ovule, embrio dan biji) pada media buatan berupa cairan
atau padat secara aseptik (bebas mikroorganisme).

2.1.3 Hormon dan Regulator Pertumbuhan Tanaman


Dalam dunia tumbuhan zat pengatur tumbuh mempunyai peranan dalam
pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidupnya. Zat pengatur
tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang
jumlahnya sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat
merubah proses fisiologi tumbuhan. Hormon tumbuhan adalah zat organic yang
dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses
fisiologis (Abidin, 1985).
Hormon tumbuhan adalah senyawa organic yang disentesis di salah satu
bagian tumbuhan dan dipindahkan kebagian lain, dan pada konsentrasi yang
sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. Respon pada organ
sasaran tidak perlu bersifat maju, karena proses pada tumbuhan atau diferensiasi
kadang malah terambat oleh hormone, terutama oleh asam absitat, karena
hormone harus disintesa oleh tumbuhan, maka ion organic seperti K+ atau Ca2yang dapat menimbulkan respon penting, dikatakan bukan hormon zat pengatur
tubuh organic yang disentesis oleh organisme selain tumbuhan juga bukan
hormone. Batasan tersebut menyatakan pula bahwa hormone harus dapat
dipindahkan ke dalam tumbuhan. Namun tidak dijelaskan bagaimana atau sejauh
mana pemindahan itu (Salisbury and Ross, 1995).
Auksin yaitu mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi dan percabangan akar ; perkembangan buah ; dominansi apical ;
fototropisme dan geotropisme. Sitokinin, mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi akar mendorong pembelahan sel dan pertumbuhan secara umum,
mendorong

perkecambahan

dan menunda

penuaan.

Giberelin

berfungsi

mendorong perkembangan biji, perkembangan kuncup, pemanjangan batang dan


pertumbuhan

daun,

mendorong

pembungaan

dan

perkembangan

buah,

mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar (Noggle and Fritz,1979).


Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA
(INdoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4- chloro IAA (4-chloroindole
acetic acid) dan IBA (Indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin

sintetik, misalnya NAA (Napthalene acetic acid), 2,4-D (2,4 dichlorophenoxy


acetic acid) dan MCPA (2-methyl-4chlorophenoxy acetic acid) (Kusuma,1970).
Sitokinin merupakan ZPT yang mendorong pembelahan (sitokinesis).
Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misal :kinetin, zeatin) dan
beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada
jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang
diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xylem menuju sel sel target pada
batang (Kusuma,1970). Wattimena (1992) menambahkan sitokinin dapat
mengganti peranan asam giberelat seperti pada pembentukan enzim -amilase
pada proses perkecambahan.
Adapun kelompok zat pengatur tumbuh Giberelin terdiri atas kira-kira 60
macam senyawa, GA3 merupakan yang paling banyak jumpai didalam tanaman.
Asam giberelat tidak tahan panas. Secara umum, peranan asam giberelat didalam
tanaman adalah menginduksi pemanjangan ruas. Senyawa giberelin digunakan
dalam media kultur untuk meningkatkan pemanjangan pucuk-pucuk yang sangat
kecil dan merangsang pembentukan embrio dari kalus (Zulkarnain, 2009).
Asam giberelat juga mampu meningkatkan besar daun beberapa jenis
tumbuhan. Giberelin dapat memanjangkan tunas dan cabang tanaman juga
mempunyai daya untuk mendorong pertumbuhan vegetatif dan generatif tumbuhtumbuhan (Rismunandar, 1999). Selain memacu pemanjangan sel yang
menyebabkan pemanjangan batang dan akar, peranan giberelin memacu
perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium
pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Dahab and Salem,
1987).
Asam absisat (ABA) berfungsi menghambat pertumbuhan, merang sang
penutupan stomata pada waktu kekurangan air, mempertahankan dor mansi. Etilen
berfungsi mendorong pematangan, memberikan pengaruh yang berlawanan
dengan beberapa pengaruh auksin, mendorong atau menghambat pertumbuhan
dan perkembangan akar, daun, batang dan bunga. Meristem apical tunas ujung,
daun muda, embrio dalam biji (Kimball,1996).

Etilen merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang


perkembangan tanaman (Shirsat et al. 1999), Tanaman yang diberi perlakuan
etilen dapat mengalami gutasi, gumosis, atau pengeluaran lateks (Abeles, 1973).
Agrios (2004) juga menyatakan bahwa etilen mampu merangsang pembentukan
fitoaleksin dan sintesis atau aktifitas beberapa enzim yang berperan dalam
meningkatkan ukuran dan hasil panen buah (Atta-Aly et al. 1998).

2.1.4.Panen dan Pasca Panen Tanaman Hias


Pengetahuan tentang fisiologi dan teknologi penanganan pascapanen
tanaman hias dapat dikatakan relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan
tanaman buah maupun sayuran. Hal ini dikarenakan organ tanaman atau organ
yang dipanen kebanyakan berupa pucuk bunga dengan sekumpulan petal
merupakan sistem yang sangat berbeda dengan organ tanaman lainnya dalam hal
proses-proses senesen (penuaan). Waktu antara kematangan dengan senesen dan
kematian sangatlah pendek bila dibandingkan organ lainnya seperti buah dan
daun. Ada dua perbedaan mendasar dalam hal penanganan pascapanen dan
fisiologi dari senesen pada tanaman hias bila dibandingkan dengan produk-produk
pertanian lainnya. Perbedaan tersebut meliputi :
1. Tanaman hias (bunga potong baik berdaun maupun sedikit berakar, dan hias
daun potong) merupakan organ yang sangat komplek bila dibandingkan
dengan biji, buah, dan sayuran. Biji dan buah merupakan sekumpulan
beberapa unit morfologi termasuk sepal, petal, androcium, gymnocium,
tangkai, dan beberapa daun. Masing-masing unit memiliki morfologi dan
fisiologi yang berbeda satu sama lainnya. Interaksi pada proses fisiologi
keseluruhan atau keutuhan bunga potong tersebut.
2. Kebanyakan buah dan sayuran dipanen setelah

mencapai

stadia

perkembangan yang sempurna atau perkembangan penuh. Teknik penanganan


pascapanen dari buah dan sayuran secara langsung ditujukan untuk
penundaan senesen dan mempertahankan produk tetap dalam keadaan segar.
Pada kebanyakan bunga atau tanaman hias potong terdapat dua stadia fisiologi
yang berbeda. Stadia pertama, yaitu pertumbuhan dan perkembangan kuncup
bunga (flower bud) hingga stadia mekar penuh. Kedua, yakni kematangan,

senesen, dan kemudian kelayuan. Jadi penanganan pascapanen mencakup hal-hal


yang

ditujukan

untuk

perangsangan

pertumbuhan

stadia

pertama,

dan

penghambatan proses metabolisme pada stadia kedua.


2.1.4.1 Panen Bunga
Kematangan tanaman hias (organ bunga) merupakan suatu faktor penting,
dan kematangan dapat diketahui dengan memperhatikan dan memperkirakan
ukuran tanaman ataupun tingkat perkembangan (derajat membukanya kuncup
bunga). Sebagai contoh, pada mawar, keadaan kuncup merupakan stadia yang
baik dan pada stadia ini kebanyakan tanaman mawar tahan terhadap penyakit
fisiologis. Sedangkan bila perkembangan lewat dari keadaan kuncup atau telah
mekar sebagian, kualitas bunga yang diperoleh rendah dan umur sangat singkat.
Pemanenan sebaiknya dilakukan sewaktu bunga mengandung banyak air,
yaitu sekitar pukul 06.00-08.00. Walaupun demikian panen juga dapat dilakukan
pada pukul 16.00-17.00. Pada saat tersebut, penyerapan air tanaman berlangsung
lebih banyak daripada penguapannya. Jika pemanenan dilakukan pada siang hari,
dikhawatirkan tanaman sudah mulai melakukan metabolisme aktif sehingga daya
tahan bunga terhadap kelayuan menjadi rendah.
Panen tanaman hias (bunga potong) umumnya dilakukan secara manual.
Penggunaan alat-alat mekanik sangat sedikit, hanya pada alat-alat pengangkutan
dan alat pengikat (penyatu) satuan-satuan potongan (tangkai) bunga. Tujuan panen
untuk mengumpulkan komoditi pada tingkat kematangan yang baik, dengan
kerusakan dan kehilangan hasil yang rendah, secepat mungkin, dan biaya murah.
Alasan ini yang membuat panen secara manual lebih cenderung dipilih untuk
tanaman hias terutama bunga potong. Keuntungan-keuntungan panen secara
manual meliputi,
a. Pemanen dapat memilih tingkat kematangan yang tepat sehingga
memungkinkan penentuan grade yang tepat, dan pemanenan dapat secara
berulang
b. Pemanen dapat menangani komoditi dengan tingkat kerusakan yang
rendah.

c. Laju panen dapat dengan mudah ditingkatkan dengan penambahan


tenaga kerja.
d. Panen secara manual bermodal kecil.
Masalah utama panen secara manual terpusat pada tenaga kerja. Penyediaan
tenaga kerja merupakan masalah bagi petani. Tenaga kerja dapat sangat mahal
pada saat musim panen serentak. Meskipun demikian, kualitas merupakan aspek
yang sangat penting demi suksesnya pemasaran bunga hias. Hal inilah yang
menyebabkan sistem panen secara manual tetap sebagai pilihan utama.

2.1.4.2 Pasca panen bunga


Kelompok tanaman hias khususnya bunga potong umumnya lebih banyak
diminati karena bernilai ekonomis tinggi dengan warna bunga yang menarik dan
volume bunga yang dapat mencapai jumlah yang besar. Tanaman hias yang
bernilai ekonomi tinggi sebagai bunga potong harus memenuhi persyaratan yakni;
1) berwarna indah, mulus, bersih, tidak bernoda dan baunya wangi tidak
menyengat; 2) bunga dapat bertahan lama setelah dipotong; 3) tangkai bunga
cukup panjang dan kuat; 4) bunga tidak mudah rusak dalam pengepakan dan; 5)
bunga dihasilkan oleh tanaman yang subur dan mudah berbunga tanpa mengenal
musim.
Jenis bunga potong yang terkenal di Indonesia seperti anggrek, krisan,
mawar, anyelir, gladiol, gerbera dll. Untuk mengurangi kehilangan hasil yang
disebabkan oleh kerusakan yang sering timbul setelah panen pada tanaman hias
seperti layu, patahnya batang dan daun, serta lepasnya kelopak bunga, maka
diperlukan perhatian khusus pada penanganan pasca panennya agar produk
mempunyai fase hidup atau daya simpan yang lama.
Penanganan pasca panen bunga merupakan suatu kegiatan yang memberikan
perlakuan-perlakuan terhadap bunga, setelah bunga tersebut dipanen sampai
bunga itu diterima oleh konsumen. Umumnya penanganan pasca panen tanaman
hias lebih banyak dilakukan untuk kelompok tanaman hias bunga potong
dibanding dengan kelompok tanaman hias yang lain, hal ini karena pertimbangan
nilai ekonomis bunga potong dengan warna yang menarik dan volume bunga

potong yang dapat mencapai jumlah besar saat dilakukan pengiriman atau
pemasarannya. Penanganan pasca panen tanaman hias khususnya bunga potong
bertujuan untuk:
1) memperkecil respirasi
2) memperkecil transpirasi
3) mencegah infeksi atau luka
4) memelihara estetika
5) memperoleh harga yang tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pasca panen tanaman hias.
Untuk menerapkan penanganan pasca panen tanaman hias bunga potong secara
baik dan benar, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pasca
panen yakni :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kematangan bunga (flower maturity)


Persediaan bahan makanan
Temperatur
Persediaan air
Pertumbuhan mikroorganisme
Kualitas air
Etilen
Kerusakan mekanis
Penyakit

2.2 Teknologi Produksi Tanaman Hias Anggrek Dendrobium


2.2.1 Deskripsi Tanaman Anggrek Dendrobium
Anggrek Dendrobium banyak disukai masyarakat karena rajin berbunga
dengan warna dan bentuk yang menarik dan bervariasi. Sering digunakan dalam
rangkaian bunga karena memiliki kesegaran yang relative lebih lama, warna dan
bentuk bunga lentur sehingga mudah dirangkai dan produktivitasnya tinggi
(Widiastoety, 2010).
Produksi anggrek dari tahun ke tahun cenderung meningkat, hal ini dapat
dilihat pada BPS yang mengatakan bahwa produksi komoditas anggrek meningkat

pada tahun 2011 sejumlah 15.450.256 tangkai, meningkat dari tahun sebelumnya
2010 yaitu sebesar 14.050.445 tangkai. Dengan minat masyarakat yang besar
terhadap komoditas ini maka dibutuhkan teknologi budidaya yang tepat dan
efisien untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal.

2.2.2 Teknologi Budidaya Anggrek Dendrobium


a. Persiapan Tempat dan Bibit Anggrek
Tempat budidaya tanaman hias jenis angrek menggunakan Nurseri atau
Green house. Karena tanaman anggrek tidak tahan dengan intensitas cahaya yang
tinggi, maka tempat yang cocok bagi pembudidayaan tanaman berada Nurseri
dengan control lingkungan dan Agroklimat yang sesuai tanaman anggrek.
Persiapan bibit hasil perbanyakan dengan generative maupun dengan
teknik kultur jaringan yang pertama melakukan Aklimatisasi bibit yang masih
muda. Mengeluarkan bibit atau plantlet yang masih muda dengan hati-hati.
Kemudian letakkan plantlet pada baskom berisi air bersih, cuci sampai bibit
bersih. Kemudian rendam bibit dalam fungisida selama 5 sampai 10 menit
(Dirjenhorti.2008).
Menurut Dirjenhorti (2008) bibit yang sudah berbentuk plantlet
(mempunyai daun dan berakar) sudah dapat di semaikan pada media tanam.
Kering anginkan bibit dengan menaruh pada kertas koran, kurang lebih 15 menit.
b. Media Tanam dan Proses Penanaman Bibit
Media tanam yang digunakan dalam budidaya anggrek bisa berupa media
tanam sabut kelapa, batang pakis dan Spagnum moss. Syarat media tanam
menurut SOP anggrek (Dirjenhorti,2008) adalah bersifat porus, mudah menyerap
air, tidak mudah lapuk, tidak epat asam, tidak ditumbuhi fungi dan bakteri.
Setelah direndam fungisida dan ditiriskan, bibit anggrek dapat ditanam
pada media tanam sabut kelapa atau kompot, lalu sabut kelapa diikiat sederhana.
Satu persatu ikatan sabut kelapa sudah berisi bibit diletakkan didalam tray semai
berukuran 7 x 14 lubang. Satu lubang trai berisi 1 bibit.x

10

c. Wadah Tanam
Pemilihan pot tanam harus memperhatikan suhu, kelembaban dan jenis
anggrek yang ditanam. Pot yang digunakan pada seedling sampai brbunga
menggunakan pot berbahan dasar tanah karena bisa menjaga kelembaban
lingkungan. Dalam SOP anggrek Dendrobium (Dirjenhorti, 2008), didaerah
panas dan kelembaban udara rendah digunakan pot tanah.
Tidak dipilihnya pot plastic karena sifatnya sangat ringan, sehingga
anggrek yang ditanam di pot plastic mudah roboh dan sifat pot plstih tidak
bias menyerap air dan tidak bias menjaga kelembaban lingkungan. Pot plastic
ideal digunakan di daerah dingan dengan curah hujan dan kelembaban tinggi
karena air yang tertangkap lebih mudah menguap.
d. Pembesaran Bibit
Setelah 3 bulan di dalam tray sabut kelapa, bibit anggrek semakin besar
dan saat nya untuk dipindahkan ke pot yang jauh lebih besar dan lebar. Bibit
11

tidak dicabut melainkan dipindahkan media beserta bibit tersebut kedalam pot
yang besar. Satu pot berisi 30 bibit, inilah yang disebut Compot (community
pot).
Kurang lebih 5 bulan kemudian, bibit anggrek sudah besar dan daunnya
saling berjejal satu sama lain, sehingga membutuhkan ruang yang lebih besar
lagi. Menurut Dirjenhorti(2008)

e. Pemupukan
Dalam usaha budidaya tanaman anggrek, habitatnya tidak cukup
mampu menyediakan unsure-unsur yang dibutuhkan. Untuk mengatasi itu,
tanaman diberu pupuk organic maupun anorganik. Menurut Sukma dan Ari
(2010) salah satu usaha untuk meningkatkan perumbuhan dengan
pemupukan melalui daun. Pupuk daun disemprotkan ke seluruh
permukaan daun, karena anggrek lebih memanfaatkan penyerapan pupuk
melalui daun dari pada melalui akar.
Pada saat seedling perawatan pemupukan menggunakan pupuk
daun yang mengandung vitamin B dan pupuk NPK seimbang, seminngu 2
kali aplikasi dengan dosis kali dosis anjuran. Setelah 5 bulan, bibit
dipindahkan kepot dengan diameter 15 cm.
Dosis pemupukan pada saat remaja jelang berbunga, diberikan
pupuk NPK dengan unsur P dan K yang lebih banyak dari pada unsur N.
Pupuk diberikan dengan cara dicairkan dan disemprotkan ke daun.
Menurut Sukma dan Ari (2010), menggunkan pupuk NPK (15-15-15)
Gandasil D (14-12-14) dan Hyponex biru (10-40-15) masing-masing

12

konsentrasi 1 gr/L diaplikasikan 3 hari sekali dapat mempercepat


pertumbuhan daun muda
.
f. Penyiraman
Anggrek Dendrobium termasuk anggrek epifit. Kebutukan air bagi
anggrek tidak begitu banyak. Sebenarya anggerk cenderung mengykai kondisi
kering, tetapi media tetap lembab. Media yang terlalu basah dapat
menyababkan akar membusuk.
Penyiraman memperhatikan media dan lingkungan mikro sekitar tempat
tumbuh. Lingkungan mikro yang sangat lembab, tidak memerlukan
penyiraman yang rutin. Penyiraman anggrek pada media sabut kelapa bisa
dilakukan sehari sekali pada pukul 10 pagi pada lingkunan yang lemba. Pada
lingkungan yang kering penyiraman bisa dilakukan sebanyak 2 kali.
Tanaman anggrek membutuhkan kelembabam nisbi berkisar antara 6080%. Kelembaban tinggi ini diperlukan untik mengantisipasi penguapan yang
terlalau tinggi.
g. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman anggrek adalah siput dan tungau.
Pengendalian berdasarkan ada atau tidaknya serangan. Pestisida yang
digunakan

adalah

yang

mengandung

bahan

aktif

Abamectinuntuk

mengendalikan tungau.
Untuk membasmi siput, digunakan pestisida dengan bahan aktif
metaldehida . sedangkan serangga di kendalikan dengan pestisida dengan
bahan aktif Imidakloprid. Dosis yang digunakan sesuai anjuran yaitu 1 cc/L
dan pengandalian aplikasi pestisida seminggu sekali dengan bergantian
pemakaian.
h. Pasca Panen
Bunga anggrek Dendrobium muncul pada tunas ujung, pada tanaman
dewasa, bungan muncul pada umur 1,5 tahun terhitung dari awal semai.
Dengan budidaya intensif, penanaman seedling Dendrobium dapat berbunga
pada umur 8 bulan.

13

Penjualan bibit pada stadia Seedling, remaja maupun dewasa dengan cara
bibit dikeluarkan dari pot dilepaskan dari media tersebut di kering anginkan
selama sehari, kemudian dikemas dengan cara dibungkus koran. Menurut
Dirjenhorti (2008) tanaman harus dalam kondisi kering dari air sebelum
dibungkus atau packing.

3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanaman hias (ornamental plant) adalah tanaman yang ditumbuhkan karena
kualitas ornamennya, bukan nilai komersial lainnya. Istilah ini sering hanya
disingkat dengan ornamental saja ketika yang dimaksudkan adalah hortikultura.
Tidak hanya bunga, tetapi juga daun dan buah yang dapat menjadi bagian
komponen yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Perbanyakan tanaman hias
secara umum ada dua macam yaitu perbanyakan secara generative dan vegetative.
Perlakuan untuk panen dan pasca panen yang dilakukan pada tanaman hias
terutama pada bunga potong juga berbeda dengan bagian tanaman yang lainnya,
untuk menerapkan penanganan pasca panen tanaman hias bunga potong secara
baik dan benar, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pasca panen yakni
kematangan bunga (flower maturity), Persediaan bahan makanan, temperatur,
persediaan air, pertumbuhan mikroorganisme, kualitas air, etilen, kerusakan
mekanis, dan penyakit. Salah satu contoh tanaman hias adalah Anggrek
Dendrobium. Anggrek Dendrodium banyak disukai masyarakat karena berbunga

14

menarik dengan warna dan bentuk yang bervariasi. Teknologi budidaya anggrek
dendrodium sampai siap pane nada delapan tahap yaitu yang pertama persiapan
bibit, proses penanaman bibit, wadah tanam, pembesaran bibit, pemupukan,
penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, dan yang terakhir adalah pasca
panen.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1985. Dasar dasar Pengetahuan Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa :
Bandung
Acquaah, George. 2005. Horticulture. Principles and Practices 4 edition.
University of Maryland
Campbell, N.A, J.B.Reece and L.G. Mitchell.2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II.
Erlangga :Jakarta.
Dahab, A.M.A., R.S. Eldahb and M.A. Salem. 1987. Effect of gibberellic acid on
growth, flowering, and constituents of C. frustescens. Acta Hort. 205 : 129
135
Direktorat Jendral Hortikultura, 2008. Standart operasional Prosedur Anggrek
Dendrobium. Departemen Pertanian
Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. P.T. Raja Grafindo. Jakarta.
Kimball,J.W.1996. Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta
Kusuma, S.1970. Fitohormon. PT. Soendengan :Jakarta

15

Noggle,G.R and Fritz, G.J. 1979. Introduction Plant Physiology. Prectice Hall of
India
Prawiranata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1989. Dasar- dasar Fisiologi
Tumbuhan. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB: Bogor
Salisbury, F.B dan Cleon. W. Roos. 1995. fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB.
Bandung..
Sukma, D dan Ary setyawati, 2010. Pengaruh Waktu dan Frekuensi aplikasi
pupuk Daun terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Anggrek
Dendrobium. Risalah seminar Tanaman Hias
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU IPB. Bogor. 247hal.
Wilson, C.L. dan L. E. Lowis. 1966. Botany. Rainhold and Winston. New York.
Zulkarnain, H, 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai