Anda di halaman 1dari 152

EKOLOGI TUMBUHAN

OLEH;

IDA BAGUS PUTU ARNYANA


NYOMAN WIJANA

FMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pokok Bahasan : Pendahuluan : Latar Belakang dan Konsep Dasar


Subpokok Bahasan :
1. Ekologi, Lingkungan dan Vegetasi
2. Spesialisasi dalam Ekologi Tumbuhan

Kopetensi Dasar
Mahasiswa memahami latar belakang dan konsep dasar ekologi tumbuhan sebagai
suatu kajian ekosistem, yang sudah mengkhususkan diri dalam mengkaji hubungan
tumbuhan dengan lingkungannya secara individual maupun dalam tatanan vegetasi.

Indikator
Seusai proses belajar-mengajar ini berlangsung mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan tentang latar belakang / rasionalisasi pembagian ekologi ke dalam
ekologi tumbuhan dan ekologi hewan
2. Memberikan analisis jawaban yang rasional terhadap pertanyaan umum yang
sering disampaikan oleh para ahli ekologi tumbuhan dalam mendasari kajian-
kajiannya di lapangan.
3. Mengaplikasikan konsep dasar klasifikasi growth form di lapangan menurut
Raunkiaer

Rasional
Disadari sepenuhnya bahwa kehidupan di alam ini senantiasa terjadi
hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan mahluk hidup dan antara mahluk
hidup dengan lingkungannya. Bentuk-bentuk hubungan ini sangat kompleks dan
bukan terjadi secara kebetulan belaka, akan tetapi merupakan suatu rangkaian yang
mengikuti aturan-aturan tertentu. Semua fonomena alam yang bertalian dengan
hubungan timbal balik ini dikaji dalam suatu bidang ilmu yang disebut dengan

2
Ekologi. Di dalam kajian hubungan timbal balik ini ekologi merupakan suatu bidang
ilmu yang sangat berperan penting didalam memberikan deskripsi tentang
keteraturan yang terjadi di alam. Berdasarkan hal tersebut maka dipandang perlu
kepada semua pihak khususnya mahasiswa diberikan tentang konsep-konsep dasar
ekologi.
Komponen utama penyusun alam lingkungan terdiri atas komponen biotik
dan abiotik. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu komponen biotiknya adalah
tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan di alam membentuk suatu masyarakat kompleks dan
saling berinteraksi. Interaksi tumbuhan dengan tumbuhan dan dengan lingkungannya
dikaji dalam Ekologi Tumbuhan. Tampaknya konsep pembagian Ekologi yang
dibagi menjadi Ekologi Tumbuhan dan Ekologi Hewan sebagai suatu konsep
artificial, karena masyarakat tumbuhan di alam tidak akan pernah terlepas dari
hubungannya dengan mahluk yang lain. Akan tetapi untuk mempertajam kajian dan
meningkatkan spesialisasi maka sangat dipandang perlu ekologi itu dibuat ke dalam
bentuk spesialisasi. Dalam beberapa kasus perbedaan interen dalam struktur, perilaku,
dan fungsi antara tumbuhan dan hewan begitu mendalam sehingga banyak prinsip
ekologi tumbuhan tidak dapat diterjemahkan begitu saja ke dalam ekologi hewan.

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Ekologi, Lingkungan dan Vegetasi


Para ahli ekologi tumbuhan mencoba untuk menemukan dasar keteraturan
kehidupan vegetasi. Mereka bekerja secara lebih teliti dan mendalam untuk alasan
yang sama seperti halnya para ahli biologi yang mendalami tentang DNA, kimia
yang mengkaji tentang ikatan hidrogen dan fisika dalam memahmi tentang partikel-
partikel subatomik, sedangkan para ahli ekologi memahami secara mendasar dan
mendalam mengenai keteraturan kehidupan vegetasi dengan segala aspek-aspek yang
mempengaruhinya. Untuk mendapatkan informasi tersebut dan dengan tujuan dan
alas an tertentu, mereka mengadakan penelitian mulai dari level kasar (umum)
sampai dengan level yang semakin halus dan teliti. Sehingga segala persoalan harus
diketahui secara rinci dan mendasar. Nampaknya keadaan tersebut sudah merupakan
kebutuhan manusia untuk mengetahui permasalahan secara lengkap sehingga mereka
dapat menerangkan keadaan masa lampau dan kemudian dapat memprediksi masa
yang akan datang.
Beberapa pertanyaan umum yang menjadi persoalan di dalam ekologi tumbuhan :
1. Bagaimana bentuk hubungan dan rangkaian yang ada antara tumbunhan yang
satu dengan yang lain dan juga dengan lingkungan mereka? Bagaimana
fleksibilitas rangkaian tersebut, dan bagaimana mereka saling berkaitan?
2. Bagaimana cara tumbuhan mengatasi persoalan penyebaran/dispersal
perkecambahan dalam suatu situs yang tepat/layak, kompetisi dan memperoleh
energi dan nutrient ? bagaimana mereka bertahan dengan kebakaran/api,
genangan atau badai.
3. Bagaimana tumbuhan dapat menceritakan habitat mereka kepada kita dengan
membaca dan memperhatikan tentang kehadirannya, kesuburannya, atau masa
mendatang ? Dapatkah tumbuhan dipakai sebagai sarana atau alat ilmiah untuk
menganalisis rumitnya lingkungan atau untuk menguji hipotesis evolusi?
4. Dapatkah tumbuhan menceritakan kepada kita tentang harapan pengelolaan
lahan yang paling tepat ? Suatu ketika hutan ditebang kemudian tumbuhan apa

4
saja yang akan menggantikannya, berapa lama proses yang di perlukan, dan
bagaimana cara yang paling baik untuk memanipulasi proses tersebut yang
paling efisien?
5. Suatu ketika hewan ternak merumput dengan kepadatan dan waktu tertentu pada
suatu padang rumput, apa yang akan terjadi pada vegetasi tersebut dalam jangka
pendek dan jangka panjang, dan berapa banyak hewan yang dapat ditampung
pada daerah tersebut? (persoalan daya dukung)
6. Kalau suatu ketika lapisan atas tanah diambil dalam proses penambangan,
tanaman apa saja yang dapat didatangkan (diintroduksikan) yang sesuai untuk
menstabilokan bentang lahan daerah bekas tambang tersebut?
7. Suatu ketika rumput lading disemprot dengan herbasida, dibakar, apa yang akan
terjadi akibat aktivitas tersebut pada kualitas air pada daerh aliran sungai, level
nutrient tanah, dan laju siltasi pada dam yang terdekat ? Bagaimana dan berapa
lama sia-sia herbasida yang menetap dalam tanah dan adakah pengaruh
sampingan pada organisme non target?
8. Jika api atau banjir sebagai bencana alam yang selalu hadir secara berulang
dengan frekuensi tertentu dapat mempertahankan tipe vegetasi tertentu di suatu
daerah, seberapa jauh kita dapat terlibat dengan bencana regular sedemikian
dalam rencana pengelolaan vegetasi alami taman (park) untuk pemeliharaan
satwa liar?
Semua pertanyaan tersebut dan banyak pertanyaan lain yang masih bisa
diajukan berkaitan tentang hubungan tumbuhan dengan tumbuhan dan tumbuhan
dengan lingkungannya. Pertanyaan ini akan dicoba untuk diinvestigasi oleh para ahli
ekologi tumbuhan melalui penelitian dasar. Beberapa penelitian tertarik dalam
mengangkat informasi dasar, mereka bekerja mendeskripsikan vegetasi atau spesies
komponen biologi. Peneliti lain tertarik dalam penerapan informasi dasar ke dalam
problem manajemen. Ahli ekologi terapan mungkin disebut range manager
(manajer padang pengembalaan ternak), foresters (rimbawan), atau agronomists
(agronomiwan), yang jelas mereka, para ahli ekologi tumbuhan, yang pada
hakekatnya adalah ekologiwan tumbuhan secara bersama-sama (sharing)
kesenangan/tertarik dalam mengkaji secara cermat cara mengadaptasikan tumbuh-
tumbuhan terhadap lingkungannya. Hal ini berkaitan erat dan sangat dekat dengan

5
definisi formal ekologi yakni studi tentang organisme dalam hubungannya dengan
lingkungan alamiahnya.
Kajian mengenai hubungan antara tumbuh-tumbuhan dan hewan dengan
lingkungannya dikenal dengan istilah E K O L O G I. Kata ekologi telah
diperkenalkan lebih dari 100 tahun yang lalu oleh ahli bangsa Jerman yaitu Ernst
Haeckel. Kata yang diperkenalkan itu adalah “Oekologie”. Tetapi ahli ekologi,
selanjutnya menghilangkan “O” yang pertama. Kata ini diambil dari bahasa Yunani
“Oikos” yang berarti rumah dan “logos” berarti mempelajari tentang, dengan
demikian Oikologie di terjemahkan : studi organisme di dalam rumahnya, di
dalam lingkungannya.
Lingkungan terdiri atas faktor Biotik (mahluk hidup) dan faktor Abiotik (non-
mahluk hidup) yang mengelilingi dan berpotensi untuk mempengaruhi organisme itu
sendiri; lingkungan ini merupakan habitat organisme. Sebagai contoh, faktor biotik
mencakup kompetisi, mutualisme, alelopati dan interaksi lain di antara organisme itu
sendiri. Faktor abiotik mencakup seluruh aspek kimia dan fisika dari lingkungan itu
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan distribusi tumbuhan.
Lingkungan dapat dibagi atas dua bagian yaitu Lingkungan Makro dan
Lingkungan Mikro. Lingkungan Makro adalah lingkungan regional yang
mendominir, sedangkan lingkungan mikro adalah lingkungan yang cukup dekat
dengan obyek yang dipengaruhi oleh lingkungan itu sendiri. Seperti tampak pada
Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Lingkungan Makro dan Mikro (Sumber: Barbour et al, 1987)

6
Gambar 2. Temperatur mikro lingkungan (oC) dekat dengan bagian tumbuhan yang
berbeda. (Sumber : Barbour et al, 1987)

Lingkungan mikro berbeda dengan lingkungan makro. Sebagai contoh


lingkungan mikro di bawah kanopi hutan adalah berbeda dari lingkungan makro di
atasnya misalnya dalam hal kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya dan lain-
lain. Lingkungan mikro di bawah batu pada tanah gurun barangkali lebih dingin dan
lebih basah dibandingkan dengan bagian lingkunganmakro yang lainnya.
Lingkungan mikro tepat 1 mm di atas permukaan daun mungkin berbeda dalam hal
kecepatan angin, kelembaban dan temperature di bandingkan dengan lingkungan
makro 10 mm di atasnya. Setiap organ atau bagian dari sebatang tumbuhan akan
berbeda lingkungan mikronya. Tiap organ atau bagian tumbuhan berhadapan
langsung dengan lingkungan mikro yang berbeda. Jelas, lingkungan mikro adalah
suatu kondisi di mana tumbuhan yang bersangkutan harus tanggap, dan karenanya
lingkungan mikro akan mendapatkan tekanan perhatian bagi para ahli ekologi
tumbuhan.
Ekologi Tumbuhan tidak hanya menyangkut tentang tumbuh-tumbuhan
secara individudan spesies, tetapi juga mengkaji tentang masalah vegetasi. Vegetasi
terdiri atas semua spesies tumbuhan pada suatu wilayah (flora) dan cara spesies
tumbuhan terdistribusi secara spatial dan temporal. Jika daerahnya luas, vegetasinya
terdiri atas beberapa komunitas tumbuhan sehingga terdapat berbagai tipe vegetasi.
Setiap bentuk vegetasi dicirikan oleh bentuk-bentuk pertumbuhan (growth form) dari

7
tumbuh-tumbuhan yang dominan di dalam komunitas tersebut (dalam pengertian
paling besar, paling menonjol, atau termasuk tumbuhan yang paling khas). Contoh
bentuk pertumbuhan termasul: herbal annual, tumbuhan berkayu hijau sepanjang
tahun berdaun lebar, semak yang meranggas di musim kering, tumbuhan dengan
bulbus / rhizome, tumbuhan yang selalu hijau berdaun jarum, rumpun menahun, dan
semak kerdil. Contoh bentuk-bentuk pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada
gambar tersebut sebagai salah satu bentuk pertumbuhan yang disampaikan /
diklasifikasikan oleh Raunkiaer (1934) yang didasarkan atas posisi pucuk
pertumbuhan terhadap permukaan tanah. Ia membagi dunia tumbuhan ini menjadi 5
kelompok yaitu :
1. Phanerophyte (P), kuncup pertumbuhan (perennating) pada ketinggian paling
tidak 25 cm di atas permukaan tanah. Ini berupa Poho, Semak Tinggi, Liana,
Tumbuh-tumbuhan Merampat Berkayu, Epifit, Batang Sukulen Tinggi.
2. Chameophyte (CH), kuncup tumbuhan berkedudukan dekat terhadap permukaan
tanah (di bawah 25cm). Kelompok ini mencakup Herba,Sulfruticosa (tumbuhan
perdu rendah, kecil, bagian pangkal berkayu dengan tunas berbatang basah),
Tumbuhan Berkayu Rendah, Tumbuhan Sukulen Rendah, dan Tumbuhan Cushion
(Bantalan).
3. Hemicryptophyte (H), herbal perennial dimana bagian aerial mati pada akhir
pertumbuhan, meninggalkan kuncup pada atau diatas permukaan tanah.
Kelompok ini mencakup Herba Berdaun Lebar Musiman, Rumput-rumputan, dan
Tumbuhan Roset.
4. Cryptophyte (Cr), kuncup perennating terletak di bawah permukaan
lapisantanah, atau terbenan dalam air. Kelompok tumbuhan ini meliputi
tumbuhan darat dengan rimpang dalam, umbi, atau tuber, tumbuhan perairan
emergent, mengapung, atau tenggelam dan berakar pada dasar.
5. Therophyte (Th), tumbuhan annual melampui kala buruk dengan sarana biji.
Tumbuhan satu musim, di mana pada kondisi lingkunganyang tidak
menguntungkan titik pertumbuhan berupa embryo dalam biji.
Skema klasifikasi oleh Raunkiaer dapat dilihat pada Gambar 3 dan diperjelas
kembali pada Gambar 4 terkait lokasi kuncup masing-masing kategori.

8
Gambar 3. Skema Klasifikasi Raunkiaer
(Sumber: Barbour et al, 1978)

Gambar 4. Klasifikasi tumbuhan berdasarkan lokasi kuncup pertumbuhan (Sumber:


http://www.payer.de.htm)

Gambar 3. menunjukkan bahwa a merupakan tumbuhan Phanerophyte (P),


kuncup pertumbuhan (perennating) pada ketinggian paling tidak 25 cm di atas
permukaan tanah. Tumbuhan b merupakan Chameophyte (CH), kuncup tumbuhan
berkedudukan dekat terhadap permukaan tanah (di bawah 25cm). tumbuhan c
Hemicryptophyte (H), bagian aerial mati pada akhir pertumbuhan, meninggalkan
kuncup pada atau diatas permukaan tanah. Tumbuhan d Cryptophyte (Cr), kuncup

9
perennating terletak di bawah permukaan lapisan tanah. Tumbuhan e Therophyte
(Th), tumbuhan annual melampui kala buruk dengan sarana biji.
Bentuk petumbuhan dapat termasuk suatu atau semua dari berikut, tergantung
pada konteksnya :
1. Ukuran, lama hidup (lipe span), dan kerasnya kayu takson. Misalnya herba,
annual, perennial, herba perennial berkayu, pohon, atau pohon merambat.
2. Derajat kebebasan suatu takson : misalnya tumbuhan hijau yang berakar ke
dalam tanah, parasitis, saprofitis, atau epifitis.
3. Morfologi Takson, Misalnya batang sukulen ( jaringan lunak dan tebal ),
daun sukulen, bentuk roset, berduri, atau berambut ( pubescent ).
4. Sifat dan Takson Misalnya besar, kecil, kaku ( sclerophyllous ), selalu hijau,
meranggas pada waktu musim dingin (winter), meranggas waktu kering, daun
jarum atau daun lebar.
5. Lokasi kuncup kala buruk (perennating). Seperti yang ditetapkan oleh
Raunkiaer (1934)
6. Fonologi/ Waktu kejadian daur hidup dalam kaitannya dengan isyarat
lingkungan (menggugurkan daun, bertunas dan berbunga)
Vegetasi juga dicirikan oleh bentuk arsitek lapisan kanopi. Tipe hutan yang
berbeda mempunyai satu sampai empat lapisan kanopi. Arsitektur dan life form
(bentuk hidup) keduanya memberikan kontribusi kepada fisiognomi (kenampakan
luar) vegetasi dan tiap tipe vegetasi mempunyai karakteristik fisiognomi tersendiri.
Tipe vegetasi yang meluas meliputi suatu wilayah besar disebut Formasi.
Misalnya, hutan hijau tropis, adalah suatu formasi yang didominir oleh pohon hijau
berdaun lebar dan merupakan karakteristik ribuan kilo meter persegi pada wilayah
tropis lembab pada beberapa kontinen (Benoa). Skema klasifikasi formasi telah
diadopsi oleh UNESCO tahun 1973 seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Skema klasifikasi yang disetujui oleh UNESCO (1973).

10
Tabel 1. Skema Klasifikasi Formasi yang Diadopsi Oleh UNESCO Tahun 1973
Formasi Deskripsi
Klas Formasi Hutan Tertutup Dominan tinggi 5+ m, tajuk saling menyentuh
(interlocking). Pohon secara individual mungkin
Hutan Ombrophilous Tropis menggugurkan daun, tetapi kanopinya
(Hutan Hujan Tropis) menampakkan sisa-sisa hijau.
Dominan terutama berdaun lebar, selalu hijau,
dengan ujung daun tetes (drip tips); tidak tahan
dingin dan juga kering.
Hutan Musiman selalu hijau Sejumlah nerangas kering terletak di antara di atas
tropis dan subtropics dan di bawah
Hutan semi merangas tropis Kebanyakan pohon kanopi teratas merangas kering,
dan subtropics banyak pohon understory selalu hijau dan berdaun
kaku (sclerophyllosus); daun tanpa ujung tetes.
Hutan umbrophylous Varian setempat, mutu ke arah hutan hujan
subtropics subtropics.
Hutan mangrove Lokasi di daerah interdital di tropis dan subtropis;
didominir oleh pohon berdaun lebar kaku selalu
hijau dengan stilt roots atau pneumatopora; epefit
vascular jarang.
Hutan ombrophylous selalu Terdapat dalam oseanik ekstrim, klimat bebas beku
hijau temperate dan subpolar hemisphere selatan seperti hutan Nothofagus atau
Podocarpus di New Zealend.
Hutan berdaun lebar Didominir oleh pohon selalu hijau
musiman temperate hemisclerophyllous; kaya dalam tumbuhan bawah
herba, tetapi sedikit epifit dan liana.
Hutan sclerophyll berdaun Didominir oleh pohon selalu hijau sclerophyll
lebar selalu hijau winter dengan sedikit understory tetapi dengan beberapa
liana.
Hutan berdaun jarum selalu Seperti di atas tetapi kea rah utara.
hijau tropis dan subtropics
Pokoknya hutan merangas Kebanyakan pohon menggugurkan daun bersama
dalam kaitannya dengan musim pertumbuhan tidak
sesuai.
Hutan merangas kering tropis Daun gugur selama musim kering (biasanya
dan subtropics winter).
Hutan merangas kering Daun gugur selama musim beku; pohon merangas
dengan pohon selalu hijau dominan tetapi pohon selalu hijau hadir seperti pada
hutan hemlock-hardwook.
Hutan merangas dingin tanpa Pohon merangas mulai dominan, epifit vascular
pohon selalu hijau tidak ada
Hutan xeromorphic ekstrim Tegakan padat pohon xeromorphic dengan semak
sukulen dan xeromorphic, sering bernilai ke hutan
woodland (dibawah).
Klas Formasi Dmonan 5+m, tajuk biasa tidak bersentuhan, tetapi
Woodland/Hutan kecil penutupan kanopi 40+%, lapisan herba dapat hadir.

11
Pokok Woodland selalu hijau Dominan selalu hijau
Pokok Woodland merangas Dominan berbagai pohon merangas
Woodland Xeromorphic Serupa hutan xeromorphic, tetapi pohon kurang
ektrim lebat
Klas Farmasi Belukar/Scrub Dominan semak ataupun pohon kerdil, tinggi 0,5-
5m
Pokok scrub selalu hijau Termasuk chaparral
Pokok scrub merangas Termasuk belukar/thickets riparian
Tanah belukar/shrubland atau Tegakan semak sangat terbuka dengan adaptasi
subgurun xeromorphic xeromorphic; beberapa tumbuhan dengan duri
ekstrim
Belukar kerdil dan Diominan kurang dari 0,5 m tinggi; termasuk tundra
komunikasi sejenis arctlc, alphine, bogs,heaths.
Vegetasi herbaccous Didominir oleh gramininoid atau forbs; kurang
lebih penutupan kontinu; synusia berkayu penutup
kurang 40%
Vegetasi graminoid tinggi Dominan graminoid 2+ m tinggi, bila berbunga;
penutupan forbs kurang dari 50%
Lahan rumput tinggi dengan Woodland terbuka dengan penutupan graminoid
synusia pohon 10%-40% lebih dari 50%
penutup
Lahan rumput tinggi dengan Savanna, kadang dengan semak
synusia pohon kurang dari
10% penutup
Lahan rumput tinggi medium Dominan graminoid 0,5-2m tinggi bila dalam
berbunga, penutup forbs kurang dari 50%
Lahan rumput pendek Dominan graminoid kurang dari 0,5 m tinggi bila
dalam berbunga; penutup forbs kurang dari 50%;
termasuk meadows, beberapa tipe tundra
Vegetasi Forbs Penutup forbs lebih besar dari 50%
penutupgraminoid kurang dari 50%

Formasi dapat dibagi menjadi ke dalam asosiasi. Suatu asosiasi adalah


kumpulan semua populasi tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu habitat
tertentu. Menurut devinisi formal dalam konggres botani internasional pada awal
abad ini suatu asosiasi harus mempunyai sifat-sifat :
a. Harus mempunyai komposisi florisitk relatif tegas.
b. Harus memprlihatkan fisiognomi relatif seragam, dan
c. Harus terdapat pada habitat relatif konsisten.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini kembali disampaikan tentang tipe-tipe
vegetasi yang terdapat pada wilayah yang berbeda dan media yang berbeda-beda

12
pula. Berdasarkan status ekologinya, unit-unit vegetasi itu diklasifikasikan dari
kelompok yang paling besar sampai dengan kelompok kecil sebagai berikut :
1. Formasi. Formasi merupakan unit (menurut iklim) yang besar atau merupakan
klimaks regional, seperti misalnya guru, setengah gurun, hutan meranggas, hutan
pohon jarum, hutan berdaun lebar yang selalu hijau, dan tipe vegetasi lain, seperti
misalnya padang belukar dan padang rumput yang terutama ditentukan oleh
faktor-faktor edafik atau biotik, tetapi demikian khas, sehingga disetingkatkan
dengan formasi. Setiap formasi biasanya menutupi wilayah yang luas yang
melibatkan berbagai kondisi, dan dengan demikian terdiri atas sejumlah besar.
2. Asosiasi. Asosiasi merupakan unit klimaks yang biasanya didominasi oleh lebih
dari satu jenis tumbuhan dengan bentuk kegidupan yang mencirikan formasi
yangmembawahi asosiasi itu. Suatu asosiasi terjadi di bawah kondisihabitat yang
secara luas bersifat seragam dan seragam pula dalam tipenya sejauh hal itu
menyangkut sifat umun jenis-jenis yang donminan dan sekutu-sekutu utamanya.
Unit-unit demikian itu bergabung secara regional dan membentuk formasi.
Contoh-contoh asosiasi mencakup berbagai hutan meranggas campuran di Inggris
seperti misalnya asosiasi Querqus fagus. Imbangan perkembangan asosiasi
disebut dengan asosies. Asosies merupakan suatu komunitas seral yang kira-kira
telah maju yang didominasi oleh lebih dari satu jenis, dan biasanya dalam
perkembangan ke terbentuknya suatu asosiasi. Pada umumnya, suatu asosiasi
yang mempunyai lebih dari satu dominan, tersusun atas satu atau beberapa.
3. Fasiasi (atau bila tidak konsosiasi-lihat bawah). Suatu fasiasi merupakan
komunitas klimaks dengan dua dominan atau lebih, tetapi jumlah dominannya
kurang dari pada jumlah total asosiasinya. Imbangan seral fasiasi adalah fasies.
Varian lokal suatu asosiasi adalah losiasi. Yang bervariasi terutama dalam
komposisi sub dominan dan yang paling penting. Blia hanya terdapat satu
dominan untuk masing-masing komunitas klimaks, kita biasanya menghadapi
4. Konsosiasi. Konsosiasi merupakan unit komunitas yang lebih kecil yang satu-
satunya jenis yang dominan mempunyai bentuk kehidupan yang mencirikan
formasinya. Ekon demikian pada umumnya terdapat pada tanah yang berbeda,
contohnya adalah konsosiasi (Querqus dan konsosiasi Fagus yang terpisah),
yang membentuk asosiasi Querqus Fagus di Eropa. Untuk mudahnya konsosiasi-

13
konsosiasi itu diberi nama dengan menambahkan akhiran etum pada pokok latin
marga yang dominan, misalnya Quercetum (suatu konsosiasi yang didominasi
oleh Quercus, pohon pasang), atau Fagetum (bila didominasi oleh Fagus).
Imbangan seral suatu konsosiasi, seperti misalnya rawa teki-tekian yang
didominasi oleh suatu jenis disebut Konsosies. Dalam konsosiasi biasanya
dikenal adanya.
5. Sosietas. Suatu sosietas merupakan komunitas yang lebih kecil (tetapi
tampaknya masih merupakan klimaks) yang umumnya dikenal dengan ekon
utama, dan kehadirannya umumnya disebabkan oleh adanya variasi lokal habitat.
Sosietas didominasi oleh suatu atau lebih yang bukan merupakan dominan
asosiasinya, dan mempunyai bentuk kehidupan dengan tingkat yang lebih rendah,
kerapkali berupa subdominant dalam ekon yang lebih tinggi, seperti dalam aspek
(musiman) dan lapisan sosietas. Jadi suatu sosietas mewakili dominan dalam
dominasi, yang jenis dominannya mempunyai tingkat yang lebih rendah bila
dilihat hdari keseluruhan asosiasi atau konsosiasi. Sebagai contoh adalah
sosietas edafik setempat yang kadang-kadang sangat terbatas dalam lahan-lahan
hutan di daerah iklim sedang. Imbangan seral sosietas adalah sosies, yang jika
hanya terdiri atas dua jenis atau lebih menyerbu tanpa bukti nyata adanya
“kawa-kawan” penyerbu lainnya dapat disebut sebagai suatu koloni. Dalam
suatu sosietas, mungkin terdapat
6. Klan (“clan”) yang mewakili unit klimaks yang paling rendah, yang masing-
masing terdiri atas suatu gerombolan kecil populasi satu jenis yang sangat lokal,
tetapi bersifat dominan karena melimpahnya. Ekuivalen seralnya adalah suku
(“family”) yang berasal dari perkembangbiakan dan cara tumbuh bergerombol
dari suatu imigran tunggal.

1.2 Spesialisasi Dalam Ekologi Tumbuhan


Untuk mengikuti spesialisasi dalam perkembangan ekologi tunbuhan dapat
dilihat pada Gambar 5.

14
Geobotani Tumbuhan Sejarah Alam

Ekologi Tumbuhan

Sinekologi Autekologi

Ekologi Evolusioner

Palaeoekologi Ekologi Populasi


Ekologi Fisiologi

Sosiologi Tumbuhan
Dinamika Komunitas

Ekologi Sistem

Gambar 5. Hubungan antara, asal mula, Spesialisasi Ekologi Tumbuhan (Sumber :


Barbour et al, 1987)

1.3 Sinekologi (Ekologi Komunitas)


Berdasarkan tingkat integrasinya maka secara ilmu, kajian ekologi tumbuhan
dibagi dalam dua pendekatan yaitu Sinekologi dan Aetekologi.
Sinekologi, berdasarkan falsafah dasar bahwa tumbuhan secara keseluruhan
merupakan satu kasetauan yang dinamis. Masyarakat tumbuhan dipengaruhi oleh dua
hal, yaitu keluar masuknya unsur-unsur tumbuhan dan turun naiknya variable
lingkungan hidup.
Sinekologi disebut juga dengan ekologi komunitas dimana pokok kajian para
ilmuan berada pada tingkat komunitas. Sinekologi tumbuhan ini juga bersinonim
dengan Geobotani, Ilmu Ekologi Vegetasi, Fisiologi dan masih banyak lagi lainnya.
Dengan sudut pandang sinekologi ini, seseorang berusaha mengkaji komunitas
tumbuhan yakni:

15
1. Sosiologi tumbuhan, yaitu penggambaran juga pemetaan tipe vegetasi dan
juga jenis vegetasi tumbuhan.
2. Komposisi penyusun juga struktur komunitas tumbuhan.
3. Mengamati dinamika komunitas yang mencakup banyak proses seperti
transver nutrient juga energi di antara anggota, interaksi di antara anggota,
simbiosis, suksesi, proses dan masih banyak lagi lainnya. Contoh sinekologi
adalah mempelajari hutan gambut, suaka margasatwa, hutan rawa, hutan alam,
hutan payau dan masih banyak lagi lainnya
Satu bagian besar ekologi tumbuhan yang mengikuti perkembangan secara
langsung dari geografi tumbuhan adalah sinekologi.
Fase pertama sinekologi adalah sosiologi tumbuhan, yaitu deskripsi dan
pemetaan tipe vegetasi dan komunitas. (Komunitas adalah istilah umum yang dapat
diterapkan terhadap sembarang satuan / unit vegetasi, dari bentuk regional sampai ke
tingkat lokal). Pada 50 tahun yang lalu telah ada proliferasi metode baku untuk
sampling vegatasi dan perlakuan serta analisis data sampling. Dengan metode baku
tersebut, kesimpulan yang sahih dapat ditarik dan vegetasi dari semua pelosok dunia
dapat dibandingkan pada basis yang setara. Deskripsi tipe vegetasi masa lampau dan
asosiasinya, seperti keberadaan mereka menurut waktu geologi, adalah bagian bidang
ilmu yang disebut dengan Paleoekologi.
Fase kedua sinekologi adalah pengamatan dinamika komunitas, yang
mencakup proses seperti transfer nutrient dan energi antar anggota, hubungan
antagonistis atau simbiosis antar anggota, dan proses serta sebab suksesi (perubahan
komonitas menurut waktu). Kajian tentang dinamika komunitas dapat diabstraksikan
ke tingkat metematis, dengan rumus-rumus yang sangat kompleks, dan program
komputer, simulasi atau permodelan sistem dinamika. Bentuk kajian ini disebut
Ekologi Sistem.
Fase ketiga sinekologi mencoba untuk mendeduksi tema evolusioner yang
menentukan komunitas alami secara fundamental. Apakah yang menentukan jumlah
spesies yang dapat koeksis dalam suatu habitat? Bagaimana tumbuhan dan hewan
terlibat bersama (koevolusi) dalam formasi komunitas kompleks, gradual, yang hadir
pada waktu sekarang? Fase ini disebut ekologi evolusioner dan ini tumpang tindih
dengan autekologi dan ekologi populasi.

16
1.4 Autekologi (Ekologi Spesies Individu).
Bagian dasar lain ekologi tumbuhan berurusan dengan masalah adaptasi dan
kelakuan spesies individu atau populasi dalam kaitannya terhadap lingkungan
mereka, disebut autekologi. Sub-bagian autekologi termasuk demekologi (spesies),
ekologi populasi, dan demografi (regulasi ukuran/besaran populasi), ekologi
fisiologi dan genekologi (genetik). Autekologi mencoba untuk menerangkan
mengapa terjadi distribusi spesies tertentu. Bagaimana sifat fenologis, fisiologis,
morfologis, kelakuan, atau sifat genetis yang tampak dalam habitat tertentu? Mereka
mencoba untuk menggambarkan pengaruh lingkungan pada level populasi
organismeik, dan level sub organismik. Autekologi dapat bergerak dengan mudah ke
dalam spesialisasi lain di luar bidang ekologi, seperti fisiologi, genetika, evolusi , dan
biosistematik (suatu bagian taksonomi). Contoh autekologi adalah studi mengenai
jenis mikroza dan pengaruhnya terhadap perkembangan pinus dan masih banyak lagi
lainnya. Selain mempelajari pengaruh, autekologi ini juga membaca pola-pola
adaptasi pohon pinus dengan habitat atau lingkungan sekitarnya.
Dalam sinekologi komunitas tumbuhan atau vegetasi dianggap mempunyai
prilaku sebagai suatu organisme utuh. Vegetasi bisa lahir, tumbuh matang dan
akhirnya mati.
Dua bidang kajian utama dalam sinekologi adalah :
1. Bidang kajian tentang klasifikasi komonitas tumbuhan, dan
2. Bidang kajian tentang analisis ekosistem.
Autekologi, falasafah yang mendasarinya adalah dengan memandang
tumbuhan sebagai ukuran yang menggambarkan kondisi lingkungan sekitarnya.
Clements menyatakan bahwa setiap tumbuhan adalah alat pengukur bagi keadaan
lingkungan hidup tempat ia tumbuh. Dalam hal ini paling sedikit yang dimaksud
dengan alam lingkungan adalah iklim dan tanah. Dari kajian ini lahir bidang kajian
yang menilai bahwa tumbuhan adalah sebagai indicator alam atau indicator
lingkungan hidup. Bidang kajian ini dikenal dengan ekologi fisiologi.
Perbedaan dari kedua bidang kajian ini adalah
Sinekologi Autekologi
Bersifat filosofis Bersifat eksperimental
Deduktif Induktif

17
Deskriptif (umumnya) Kuantitatif
Sulit dengan pendekatan Dapat dilakukan berdasarkan
Rancangan percobaan atau rancangan percobaan atau
eksperimental disain eksperimental disain

Ekologi tumbuhan sendiri dapat dianggap sebagai suatu spesialisasi dalam


ekologi. Beberapa ilmuwan dan pendidik mengkritik pembagian ekologi ke dalam
ekologi tumbuhan dan hewan dan mempermasalahkan bahwa pembagian ekologi
tersebut bersifat artificial dan merusak pengertian interdepedensi yang sudah
meresap pada ekosistem. Suatu Ekosistem adalah keseluruhan komonitas tumbuhan,
Komonitas hewan, dan lingkungan dalam wilayah khusus atau habitat.
Kita semua pada hakekatnya adalah spesialis, dan dengan cara ini terjadi
kemajuan yang lebih pesat. Seseorang tidak dapat menguasai semua bidang ekologi,
dengan demikian biarkan mereka berdiri sendiri secara terpisah menjadi ekologi
tumbuhan dan hewan. Lagi pula, kita menganggap suatu kasus bahwa perbedan
inheren dalam struktur, perilaku, dan fungsi antara tumbuhan dan hewan begitu
mendalam, sehingga banyak prinsip ekologi tumbuhan tidak dapat diterjemahkan
begitu saja ke dalam prinsip ekologi hewan, dan juga sebaliknya. Jawaban terhadap
dakwaan bahwa kita yang membagi ekologi secara artificial, bukan berarti kita harus
mengurangi spesialisasi, melainkan kita harus lebih banyak berkomunikasi satu sama
lain, sehingga akan lebih mengurangi adanya kesenjangan dlam ekologi tumbuhan
dan ekologi hewan.
Sebagaimana diketahui bahwa sejarah ekologi tumbuhan dimulai di Eropa, di
mana bidng botani disebut dengan Geobotani . Geobotani mula-mula hanya terdiri
taksonomi tumbuhan secara tradisional, tetapi kemudian tahun 1800 Alexander Van
Humboltd memperluas ke dalam disiplin geografi tumbuhan. Dekat tahun 1900
kajian komunitas tumbuhan dimasukkan sebagi dimensi baru dalam geobotani. Di
Anglo-Amerika tidak ada ilmu yang setara dengan Geobotani, tetapi bagian
Geobotani terdapat ekuivalensinya. Pada Tabel 2 ditunjukkan perbandingan
spesialisasi bidang kajian yang ada di Eropa dan Anglo-Amerika.
Tabel 2: Perbandingan Spesialisasi Bidang Kajian di Eropa dan Anglo-
Amerika
Eropa Materi Kajian Anglo-Amerika
Geobotani Floristik Kajian agihan geografik taksa tumbuhan Fitogeografi

18
dan juga dalam hubungannya dengan
evolusi
Geobotani Sosiologi Kajian mengenai struktur, komposisi dan Sinekologi
(Ilmu Vegetasi sosiologi perkembangan agihan geografis
tumbuhan, Fitososiologi, tumbuhan serta hubungannya dengan
Fitosinologi) komunitas
Geobotani Ekologi Kajian mengenai fungsi organisme Autekologi
(Ekologi Tumbuhan) individu di lapangan dan di lingkungan Ekologi Populasi
1. Autekologi komunitas. Genekologi
(Ekofisiologi) Kajian mengenai struktur dan fungsi Ekologi
2. Demekologi (Ekologi Kajian variasi genetic dalam populasi- Ekosistem
Populasi) populasi
Sinekologi (Ilmu Kajian faktor-faktor habitat dan respon
Habitat, Penelitian fisiologi dari spesies dan kelompok
Ekosistem) spesies; kajian peranan komunitas dan
fungsi nich dari populasi tumbuhan dalam
suatu ekosistem
Sejarah Geobotani Kajian mengenai asal mula dan Palaeobotani
perkembangan populasi dan komunitas (Palaeoekologi)

Tugas Latihan
1. Coba anda uraikan apa yang menjadi rasional bahwa Ekologi dibagi menjadi
Ekologi Tumbuhan dan Ekologi Hewan
2. Berdasarkan pengetahuan anda, coba anda berikan jawaban yang rasional
tentang pertanyaan-pertanyaan umum dan permasalahan yang menjadi persoalan
di dalam Ekologi Tumbuhan.
3. Coba anda lakukan pengamatan di lapangan tentang berbagai bentuk kehidupan
(grwth form / life form) kemudian anda susun ke dalam bentuk spectra life form

19
BAB II
POPULASI

Pokok Bahasan : Populasi


Subpokok Bahasan :
1. Pengertian dan Konsep Dasar Populasi
2. Atribut-Atribut Populasi
3. Pola Sebaran/Distribusi
4. Interaksi

Kopetensi Dasar:
Mahasiswa memahami pengertian dan konsep dasar tentang populasi
tumbuhan dan atribut-atribut yang dimiliki oleh populasi tersebut, pola sebaran serta
interaksi yang terjadi di antara mereka.

Indikator:
Sesuai proses belajar-mengajar ini berlangsung mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan tentang pengertian dan konsep dasar dari populasi
2. Memberikan analisis jawaban yang rasional terhadap atribut-atribut populasi,
yang tidak dimiliki oleh tingkatan di bawahnya.
3. Menggambarkan tentang pola sebaran populasi yang terjadi pada tumbuhan, dan
yang paling umum terjadi di lapangan dikaitkan dengan faktor lingkungan.
4. Memberikan contoh interaksi yang terjadi pada tumbuhan.

Rasional
Dalam kehidupan di alam, tidak ada suatu organisme yang mampu hidup
secara individual, di antara mereka membentuk kelompok-kelompok yang
didasarkan atas kepentingan hidup bersama. Spesies yang dijadikan konsep dasar
dalam biologi, membentuk suatu kelompok yang lebih besar, dalam suatu ruang dan

20
waktu tertentu dengan kepentingan hidup yang sama. Dalam pembentukan kelompok
tersebut, masing-masing individu spesies membentuk atribut tersendiri,
“menggunakan atribut populasi” sebagai pola kehidupan sehingga tetap berada pada
kapasitas lapang. Oleh karena itu kehidupan bersama diantara mereka menjadi
harmonis dan tetap koeksis di alam. Berdasarkan hal ini maka dipandang perlu
mahasiswa memahami konsep dasar tentang populasi, pola sebarannya serta
memahami model interaksi di alam.

21
BAB II
POPULASI

2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Populasi


Pengertian Populasi
Populasi merupakan sekelompok organisme dari spesies yang sama yang
menempati suatu ruang tertentu, dan mampu melakukan persilangan diantaranya
dengan menghasilkan keturunan yang fertil. Jadi dalam hal ini hubungan antara
organisme satu sama lain dalam populasi ini dapat melakukan dua jalan yaitu
hubungan genetika dan hubungan ekologi.
Odum (1973) mendefinisikan lebih rinci tentang populasi yakni sebagai
kelompok kolektif organisme-organisme dari spesies yang sama (atau kelompok-
kelompok lain di dalam mana individu-individu dapat bertukar informasi genetiknya)
yang menduduki ruang atau tempat tertentu, memiliki berbagai ciri atau sifat yang
merupakan milik yang unik dari kelompok dan tidak merupakan sifat milik individu
di dalam kelompok itu.
Kendeigh (1980) mendeskripsikan bahwa para taksonomiwan menggunakan
istilah populasi untuk suatu kumpulan setempat individu yang sedikit berbeda dari
kumpulan setempat lain pada spesies yang sama.
Kerbs (1978) mendefinisikan tentang populasi yakni sebagai suatu kelompok
mahluk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang yang khusus pada waktu
yang khusus. Selanjutnya disampaikan bahwa populasi dapat dibagi menjadi Deme,
atau populasi setempat, kelompok-kelompok yang dapat saling membuahi, satuan
kolektif terkecil populasi tumbuhan ataupun hewan.
Mc Naughton dan Wolf (1978) menyatakan bahwa populasi adalah
kelompok individu-individu yang memiliki kesamaan genetik, dan berada bersama-
sama dalam tempat dan waktu yang sama. Secara umum, apabila kita berbicara

22
populasi, maka yang dimaksudkan adalah anggota-anggota dari spesies yang sama,
yang satu sama lain berdekatan.

Konsep Dasar Populasi


Berdasarkan struktur, terdapat tiga tingkatan organisasi benda dalam
ekosistem, yang dapat digunakan dalam mengkaji ekologi, yakni (1) individu, (2)
populasi dan (3) komunitas.
Individu
Jasad satu persatu, apakah itu tumbuhan atau hewan, secara genetika
merupakan suatu wujud yang seragam. Bersama-sama dengan lingkungannya yang
terbatas, individu jasad itu membentuk satuan ekologi. Pengkajian mengenai ekologi
individu itu bersangkutan dengan bagaimana tumbuhan tertentu berinteraksi dengan
lingkungan mikronya. Faktor lingkungan individu itu mempengaruhi fisiologinya,
seperti misalnya, penyediaan energi dan bahan mentah. Cara individu itu
menyesuaikan diri kepada berbagai faktor ragawi dan biologi lingkungannya adalah
penting. Pengkajian mengenai ekologi individu itu menghasilkan informasi yang
berguna untuk membuat gambaran yang lengkap mengenai populasi jasad dari
spesies yang sama.
Populasi
Populasi terbentuk dari kelompok indivdu dengan spesies yang sama atau
kelompok yang berbiak antar kadang (interbreeding). Karena spesies itu
kebersamaannya sebagai kelompok terpelihara oleh pembiakan antar-kadang, dengan
kelompok gen bersama. Spesies iu mungkin membentuk kelompok yang nisbi dari
populasi setempat. Spesies yang sama itu bisa saja sampai mempunyai lebih dari satu
populasi setempat, yang masing-masing telah menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan setempatnya. Perbedaan yang kecil-kecil dalam penyesuaian setempat
merupakan dasar untuk seleksi alam dan karena itu untuk perubahan secara evolusi.
Dalam situasi tertentu sekelompok individu ada kemungkinan secara genetika
terisolasi, persilangan hanya memungkinkan terjadi diantara anggota kelompok itu
sendiri. Kelompok organisme yang terisolasi ini biasanya disebut Populasi Lokal.

23
Populasi lokal adalah merupakan unit dasar dalam proses evolusi, pertukaran
gen terjadi secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama sehingga terjadi
struktur gen yang khusus untuk kelompok tersebut dan akan berbeda dengan strukrur
gen populasi gen lainnya, meski untuk spesies yang sama. Hal ini disebabkan adanya
seleksi alami yang beroperasi terhadapnya, sehingga menghasilkan individu-individu
dengan susunan gen yang memberi kemungkinan untuk bertahan terhadap
lingkungan lokal, dan akan berkembang dalam jumlah yang semakin banyak jika
dibandingkan dengan individu-individu yang tidak tahan.
Dalam suatu kawasan yang secara umum mempunyai kondisi yang relatif
sama, populasi lokal dari spesies yang ada, berkecenderungan untuk memperlihatkan
toleransi terhadap lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan berbeda
toleransinya dengan spesies lokal lainnya (dari spesies yang sama) yang berada pada
kondisi iklim yang berbeda. Populasi lokal seperti ini biasa dikenal dengan Ras-
Ekologi (Race-Ecological). Istilah lain yang digunakan untuk ras ekologi ini adalah
Ekotipe, Genotipe, atau Ras saja.
Elemen-elemen ekotipe yang merupakan bagian konsep ekotipe menurut
Turesson adalah sebagai berikut :
1. ekotipe harus berdasarkan pada sifat genetik;
2. perbedaannya dapat berupa morfologi, fisiologi, fenologi atau ketiga-tiganya;
3. mereka hadir dalam tipe habitat yang jelas berbeda;
4. perbedaan genetik adalah sebagai adaptasi terhadap perbedaan habitat;
5. mereka berpotensi interfertil (saling subur, sama-sama subur) dengan ekotipe
lain dari spesies yang sama; dsan
6. mereka merupakan satuan yang tegas dengan perbedaan nyata yang memisahkan
satu ekotipe dengan lainnya.
Dalam tahun 1922 Jeans Clausen, ahli genetika dan sitologi, David Keck, ahli
taksonomi, dan Wiilam Hiessey, ahli ekologi fisiologi membuat transek kajian
panjang 323bkm di Kalifornia. Walaupun dengan keanekaragaman lingkungan yang
besar di sepanjang transek tersebut, mereka menemukan kira-kira 180 spesies yang
tumbuh dengan kisaran luas pada transek tersebut. Tiap spesies dikumpulkan pada
berbagai lokasi sepanjang transek dan dibawa pulang untuk dibuat clone dan

24
ditumbuhkan di rumah kaca di Stanford, kemudian ditanam kembali di kebun uji
sepanjang transek tadi.
Hasilnya dapat disimpulkan bahwa berdasarkan morfologi, fenologi dan
habitat ada 4 ekotipe yakni :
1. ekotipe typica adalah bentuk lahan bawah;
2. ekotipe reflexa adalah bentuk elevasi tengah;
3. ekotipe hanseni adalah bentuk elevasi tengah;
4. ekotipe nevadensis bentuk timberline pada lahan yang terbatas.

Konsep ekotipe Turesson nampaknya sepintas lalu dapat memberi makna


bahwa spesies ekologi atau ekotipe sebagai alat deduksi terhadap lingkungan yang
kita cari dapat diketemukan. Namun ternyata banyak riset sekarang ini yang
menunjukkan bahwa hal tersebut hanya mempunyai penggunaan atau aplikasi yang
terbatas.
Hasil penelitian yang disampaikanoleh Gregor menunjukkan bahwa tidak ada
batas antara dua ekotipe, atau bahkan antara satu ekotipe dengan tumbuhan yang
berasal dari daerah ekoton (perbatasan/peralihan).
Konsep yang menyatakan bahwa pada suatu daerah terdapat ekotipe yang
secara tegas dan jelas dapat dibagi disebut dengan Konsep Undagan (Stairstep
Concept). Sedangkan konsep yang menyatakan bahwa tidak ada batas yang tegas
antara ekotipe yang satu dengan ekotipe yang lain akan tetapi sebagai perubahan
yang bersifat gradual disebut dengan Konsep Ekoklin (Ecoclin Concept).
Ekoklin adalah suatu gradasi / tingkatan dalam suatu sifat spesies (atau sering
juga untuk komunitas atau ekosistem) yang berhubungan dengan gradien lingkungan.

Gambar 6. Konsep Undagan (Sumber: Barbour et al, 1987)

25
Gambar 7. Ekoklin (Sumber: Barbour et al, 1987)

Namun, walaupun sudah ada pengertian tentang konsep ekoklin, konsep


ekotipe masih tetap berguna, karena tekanannya pada heterogenitas spesies
taksonomis dan pengaruh lingkungan lokal terhadap morfologi, fisiologi, dan kepada
tingkat yang lebih tidak nyata yaitu prilaku tumbuhan. Konsep ekotipe mempunyai
arti praktis terhadap penghutanan kembali atau proyek revegetasi secara umum.
Besarnya suatu populasi di suatu kawasan tertentu biasanya dinyatakan dalam
suatu peristilahan kerapatan atau densitas populasi. Densitas dapat dinyatakan dalam :
jumlah individu persatuan luas, atau biomasa persatuan luas.
Dalam perjalanan waktu suatu populasi besarannya akan mengalami
perubahan. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kelahiran/regenerasi,
kematian, emigrasi dan imigrasi.
Besarnya populasi tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh kapasitas
tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung dalam suatu
ekosistem di mana organisme itu masih dapat hidup. Dalam keadaan ini persaingan
intraspesies adalah dalam keadaan maksimal yang dapat ditanggung oleh organisme
tersebut.
Fuluktuasi tahunan suatu populasi disebabkan oleh :
1. faktor dalam, misalnya karakteristik atau toleransi yang berbeda antara
tumbuhan dewasa dengan kecambah dan anakan pohonnya;
2. faktor luar, misalnya interaksi dengan populasi lain, baik tumbuhan maupun
hewan.

2.2 Atribut-Atribut Populasi


Sebagaimana sudah disampaikan di depan bahwa populasi itu sebagai
kumpulan kelompok organisme yang terdiri atas satu spesies yang dapat saling
membuahi satu sama lain yang menempati tempat tertentu. Populasi memiliki dua

26
atribut yaitu atribut Biologik dan atribut Kelompok. Yang termasuk atribut biologik
ialah sejarah hidup, bertumbuh, berdifensiasi, mempertahankan dirinya dan memiliki
organisasi tertentu. Atribut-atribut ini juga memiliki oleh setiap individu dari
populasi itu. Atribut-atribut kelompok ialah kepadatan, pertumbuhan dan daya
dukung, natalitas (angka kelahiran/regenerasi) mortalitas (angka kematian), sebaran
umur, potensi biotik, dispersi dan bentuk pertumbuhan. Atribut-atribut ini tidak
memiliki oleh individu-individenya.
Kerapatan/Densitas
Kerapatan atau densitas ialah besarnya populasi dalam suatu unit area atau
dalam suatu satuan volume. Kerapatan dinyatakan dengan jumlah individu atau
biomasa dari populasi dalam satuan unit tempat. Misalnya 160.000 rumpun padi/ha,
200 pohon/ha, 5 juta diatomae per meter kubik. Kerapatan populasi dapat dibagi
menjadi dua yaitu kerapatan kasar yaitu jumlah populasi atau biomasa untuk setiap
unit tempat atau per satuan ruang total dan Kerapatan ekologik, yaitu jumlah
populasi atau biomasa untuk setiap unit habitat (area atau volume) yang dapat
ditempati oleh populasi itu sendiri.
Yang lebih penting untuk diperhatikan adalah apakah suatu populasi
bertambah atau berkurang jumlahnya, yang menyebabkan kerapatan itu berubah.
Perubahan itu mungkin karena faktor natalitas, mortalitas, emigrasi, atau imigrasi.
Pertumbuhan populasi
Dengan memakai sebuah model “continues-times”, kita dapat menentukan
jumlah tumbuhan yang ada pada beberapa waktu mendatang (Nt+1) dengan
menambah jumlah tumbuhan pada waktu tertentu (Nt), jumlah yang terbentuk dari
biji yang dihasilkan oleh tumbuhan yang ada (B), dan yang tersebar pada situs (I),
kemudian dikurangi jumlah yang telah mati (D), dan jumlah biji yang tersebar keluar
area (E)

selama periode waktu t sampai t+1. Dalam bentuk persamaannya dapat ditulis
sebagai berikut :
Nt+1 = Nt + B + I – D - E (Persamaan 1)

27
Karena kita jarang mampu membuat perhitungan lengkap tentang kelahiran
dan kematian untuk seluruh populasi., data biasa dinyatakan sebagai laju kelahiran
individu (b) dan kematian (d). dengan mengabaikan imigrasi dan emigrasi saat itu,
maka kita dapat menghitung laju kenaikan sesaat (r) per individual (juga disebut laju
intrinksik kenaikan alami) dalam populasi sebagai :

R=b-d (Persamaan 2)

Sekarang kita dapat menghitung laju sesaat perubahan dalam jumlah populasi
dengan menggunakan persamaan :

Dn/dt = r N (Persamaan 3)

Dimana N = jumlah individu dalam populasi pada waktu t.


Persamaan ini (Persamaan 3) memperlihatkan pertumbuhan geometric atau
eksponensial. Pertumbuhan yang eksponensial ini hanya terjadi dalam lingkungan
yang ideal yaitu makanan berlimpah, ruang cukup luas, iklim sesuai dan tidak ada
gangguan lainnya. Dalam lingkungan yang demikian angka pertumbuhan intrinksik r
(angka pertumbuhan per individu) menjadi konstan dan dapat mencapai nilai
maksimum (r max), disebut juga angka kenaikan intrinksik alamiah maksimum.
Simbul r ialah eksponen dari persamaan difrensial untuk pertumbuhan populasi
dalam lingkungan yang ideal.
Dengan bertambahnyasuatu populasi, sumber daya yang tersedia akan makin
berkurang, sehingga pada suatu saat potensi biotiknya tidak dapat dipertahankan lagi.
Misalkan makanan yang dapat diberikan . dihasilkan dalam lingkungan tertentu
hanya bertambah dengan X. Setiap individu untuk mempertahankan hidupnya
mengkonsumsi makanan minimal sebanyak Y. Suatu populasi sebesar N
memerlukan makanan minimal sebanyak NY untuk mempertahankan hidupnya.
Untuk dapat berkembang biak populasi harus memperoleh makanan di atas minimum
tadi baik kuantitas maupun mutunya yaitu X-NY. Bila jumlah populasi N tersebut
kecil proporsi makanan yang tersedia berkesempatan menyatakan potensi biotiknya.
Namun dengan makin bertambahnya jumlah populasi, makanan yang tersedia makin
berkurang.

28
Bila X > NY populasi akan berkembang (dN/dt > 0 atau b > d). Bila X = NY
atau N = X/Y, populasi akan konstan (dN/dt = 0 atau b = d). Sebaliknya bila X < NY
terjadi pertumbuhan yang negatif (dN < 0 atau b = d), artinya jumlah populasi
berkurang. Dengn makin berkurangnya populasi, persediaan X relatif makin banyak,
dN/dt akan menuju kea rah positif lagi hingga X = NY. Bila X < NY jumlah populasi
akan menurun lagi dan seterusnya. Dengan demikian besarnya populasi N setiap saat
berada disekitar suatu nilai rata-rata. Jumlah sumber X yang tersedia dibagi dengan
keperluan minimum Y untuk setiap individu (X/Y) akan menghasilkan jumlah
individu telah mencapai keseimbangan dalam populasi N; jadi N = X/Y. Ini disebut
Daya Dukung (Carrying Capacity) K dari lingkungan untuk populasi tersebut.
Dengan perkataan lain dalam lingkungan demikian telah tercapai keseimbangan
antara kapasitas produksi makanan dengan yang dikonsumsi oleh sejumlah populasi
konsumen. Bentuk difrensial persamaan logistic biasanya dinyatakan dengan K
sebagai subtitusi X/Y sebagai berikut :

atau dN/dt = rN ( K – N ) / K (Persamaan 4)

dN/dt = rN ( K – N ) / K (Persamaan 5)

Apakah arti biologic dari daya dukung K tersebut ? Daya dukung suatu
lingkungan untuk suatu populasi sebagian dihubungkan dengan sumber daya yang
diperlukan oleh populasi tersebut. Namun kebanyakan variasi kerapatan suatu
populasi atau kerapatan sepesies-spesies dalam suatu komunitas, dalam habitat yang
berbeda-beda dapat dihubungkan dengan tersedianya sumber daya tersebut. Apabila
yang diperlukan untuk hidupnya individu-individu suatu populasi tetap saja, terlepas
dari beberapa tersedianya sumber daya, perkembangan populasi itu cenderung
sejalan dengan tersedianya sumber daya.
Daya dukung K suatu lingkungan ada dua macam yaitu daya dukung yang
dapat diperbaharui, misalnya makanan / nutrient, dan daya dukung yang tidak
dapat perbaharui, misalnya ruang. Suatu populasi akan mencapai daya dukung
ruangan tersebut apabila ruangan itu telah terisi oleh sejumlah populasi tanpa ia
merasa terganggu. Sebaliknya daya dukung yang dapat diperbaharui tidak pernah

29
akan habis sama sekali, pada suatu saat akan tercapai keseimbangan antara produksi
sumber daya dengan yang dikonsumsi.
Dengan demikian angka pertumbuhan intrinksik r yang dicapai menjadi di
bawah r maksimum hingga populasi tersebut tidak dapat mengembangkan potensi :
(A) grafik pertumbuhan yang eksponensial yang berlaku dalam waktu terbatas dan
(B) adalah grafik pertumbuhan yang logistik. Garis K pada B adalah daya dukung
(carrying capacity) dari lingkungan (keterbatasan makanan / nutrient dan ruang).
Grafik pertumbuhan eksponensial dan logistik dapat dilihat pada Gambar 8. Serta
potensi biotik terhadap hubungan linngkungan dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 8. Grafik pertumbuhan A melukiskan pertumbuhan eksponensial dan B


melukiskan pertumbuhan logistik (Sumber: Barbour et al, 1987)

Gambar 9. Hubungan potensi biotik dan hambatan lingkungan (Sumber: Kendeigh,


1962)

Seperti sudah disebutkan di atas angka pertumbuhan nyata suatu populasi


yang diobservasi di lapangan pada umumnya selalu bawah r maksimum yang

30
disebabkan karena berbagai faktor yang menekannya yaitu fisik (cuaca, hujan,
kelembaban, angin dan suhu) dan biologi (predator, parasitoid, dan penyakit).
Faktor-faktor tersebut disebut perlawanan lingkungan (environmental resistance)
sebagai lawan dari potensi biotik (biotik potential) populasi itu. Jadi lapangan
senantiasa terjadi interaksi antara suatu populasi yang berusaha bertumbuh untuk
menyatakan potensi biotiknya dengan perlawanan lingkungan yang senantiasa
menahan laju pertumbuhan tersebut.
Model pertumbuhan populasi continous time yang dibicarakan di atas adalah
cocok untuk populasi dengan pertumbuhan kontinum dalam kasus dimana laju
kelahiran, laju kematian, dan ukuran berkorelasi dengan umur, seperti dalam banyak
tumbuhan annual.
Namun, populasi tumbuhan biasanya menghasilkan hanya dalam periode
singkat selama setahun, dan tidak semua tumbuhan mencapai dewasa yang
reproduktif pada skala waktu yang dapat diramal. Juga, pertumbuhan individu
sebagai suatu indicator tak baik tentang kebbutuhan sumber daya populasi.
Model matriks, adalah suatu model yang mengijinkan penentuan
pertumbuhan populasi dalam tumbuhan dengan perhitungan periode tegas dan fase
yang dapat ditentukan dari sejarah hidup tumbuhan. Berbagai model matriks dapat
disebutkan :
1. Matriks yang terdiri atas kolom tunggal disebut dengan Matriks Tunggal
Kita dapat memperlihatkan matriks kolom yang memperlihatkan jumlah
individu dalam tiap tiga stadia perkembangan. Misalnya jumlah biji (Ns) dalam bank
biji, jumlah tumbuhan dalam bentuk roset (Nr), dan jumlah tumbuhan dalam fase
bberbunga (Nf) tampak dalam bentuk matriks seperti matriks kolom tiga stadia
pertumbuhan di bawah ini.

2. Matriks Trasnsisi

31
Suatu matriks transisi untuk tiga stadia pertumbuhan adalah bentuk segi
empat dan terdiri atas grup nilai probabilitas yang menyajikan perubahan dimana
tumbuhan dalam stadia perkembangan tertentu akan sampai pada stadia
perkembangan berbeda antara tanggal sensus populasi. Matriks transisi untuk tiga
stadia pertumbuhan tampak seperti di bawah ini.

Sensus sekarang

Biji Roset Bunga


Biji
Sensus sekarang Roset
Bungan

Dalam matriks transisi, asr, sebagai misal, merupakan probabilitas bahwa biji
dari sensus sekarang ini akan berkembang ke stadia roset oleh sensus berikutnya, dan
arf adalah probabilitas dimana suatu tumbuhan dalam stadia roset dalam sensus ini
akan bentuk bunga pada sensus berikutnya.
Sebagai contoh ada 60 % roset yang ada pada sensus ini mati sebelum senses
berikutnya, berarti 40 %, yang terdiri atas 75 % bunga dan 25 % tinggal roset.
Probabilitas suatu bunga roset tunggal (arf) adalah 0,4 x 0,75 = 0,3 dan probabilitas
suatu rosettunggal yang tinggal roset (arr) 0,4 x 0,25 = 0,1. Nilai untuk sisa matriks
dapat dihitung dari data serupa pada stadia pertumbuhan lain.
Tumbuhan annual, dalam fase roset pada akhir musim akan tidak
menghasilkan individu pada generasi berikutnya karena tidak menghasilkan biji. Jadi
kolom roset dalam matriks untuk tumbuhan annual akan berisi 0 dalam semua ruang
sel.
Akhir musim pertumbuhan
tahun 1
Biji Roset Bunga
Musim Biji
pertumbuhan Roset
tahun 1 Bungan

Frekuensi pengamatan dimana sensus populasi diambil, akan merubah model


matriks. Jika sensus populasi tumbuhan annual diambil pada pertengahan musim

32
pertumbuhan dan lagi pada akhir musim pertumbuhannya, kita akan mendapat
matriks kedua dan karenanya akan lebih banyak informasi. Misalnya hanya periode
kecambah tunggal, matriks akhir musim akan tampak sebagai berikut :

Akhir musim pertumbuhan


tahun 1
Biji Roset Bunga
Musim Biji
pertumbuhan Roset
tahun 1 Bungan

Matriks transisi untuk tumbuhan perennial dalam sensus tahunan dpat dilihat
di bawah ini
Akhir musim pertumbuhan
tahun 1
Biji Roset Bunga
Biji
tahun 2 Roset
Bungan

Matriks kolom, yang dibentuk dengan menghitung jumlah individu dalam


tiap stadia pertumbuhan, dan matriks transisi, dikalikan untuk memperkirakan jumlah
individu tiap stadia pertumbuhan dalam generasi berikutnya. Misalnya, jumlah biji
yang diharapkan dalam generasi berikutnya adalah total produksi Na (jumlah biji
yang ada, lihat matriks kolom) dan tiap sel matriks transisi yang memperlihatkan
probabilitas biji yang dihasilkan. Hasil perkalian matriks akan terjadi sebagai berikut :
A
Biji Biji Roset Bunga
Roset
Bungan x

Dengan mengandaikan baris, B2 menjadi kolom baru matriks Ns,Nr, dan Nf


untuk generasi kedua. Perkalian B2 dengan A akan memberikan perkiraan populasi

33
bagi generasi ketiga. Dengan melanjutkan perkalian matriks kolom untuk tiap
generasi dengan matriks transisi (A) memberi perkiraan pertumbuhan populasi
seluruh waktu.

Pengaturan Populasi
Di alam kerapatan populasi suatu spesies senantiasa mengalami perubahan.
Peruahan kerapatan populasi diistilahkan dengan Dinamika Populasi. Dinamika
populasi itu terjadi karena ada faktor-faktor yang mengatur kerapatan populasi dapat
dibagi dua golongan yaitu faktor eksternal dan internal. Yang dimaksud dengan
faktor eksternal yaitu berasal dari luar populasi tersebut, sedangkan faktor internal
ialah yang berasal dari dalam populasi itu sendiri.
Faktor-faktor eksternal meliputi :
1. teori biologik menekankan bahwa faktor-faktor yang bertautan padat (density
dependent) berperan sangat penting dalam menghalangi kenaikan populasi dan
yang menentukan kerapatanrata-ratanya pada banyak spesies populasi. Yang
dimaksud dengan faktor-faktor bertautan padat misalnya musuh-musuh alami
(predator, parasitoid dan penyakit). Juga persaingan intraspesifik dan
interspesifik dalam hal ruang dan makanan dan lain-lain;
2. teori iklim menekankan bahwa faktor-faktor iklimlah yang memegang peranan
utama dalam mengatur besarnya populasi. Faktor iklim ini (cuaca,kelebaban,
suhu) merupakan pengendali yang tidak bertautan padat.
3. Teori komprehensif menekankan bahwa semua faktor, baik yang bertautan padat
maupun yang tidak bertautan padat adalah penting. Perubahan populasi diatur
oleh faktor-faktor biotik dan fisik yang kompleks yang berbeda dalam ruang dan
waktu.
Faktor-faktor internal adalah sebgagai berikut :
4. Teori pengaturan sendiri (self-regulatory school) menyatakan bahwa kerapatan
populasi mungkin disebabkan karena perubahan kualitas individu-individunya.
Dengan makin padatnya populasi, kualitas individu-individu menurun dan
karena itu jumlah populasi makin bertambah.

34
2.3 Pola Sebaran / Distribusi
Individu-individu di dalam populasi menunjukkan pola sebaran yang secara
umum dapat dibagi atas tiga pola sebaran yakni (1) acak, (2) seragam (lebih teratur
dari acak), dan (3) mengelompok (tidak terarur, tidak secara acak).
Penyebaran secara acak relatif jarang di alam, terjadi dimana lingkungan
sangat seragam dan terdapat padanya kecenderungan untuk berkumpul.
Penyebaran secara seragam / teratur / regular, umum terdapat pada tumbuhan,
terutama pada daerah yang di budidayakan. Penyebaran semacam ini terjadi apabila
ada persaingan yang kuat di antara individu-individu dalam populasi tersebut. Di
samping itu adanya antagonisme positif yang mendorong pembagian ruang yang
sama. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendapatkan nutrien dan ruang.
Penyebaran secara mengelompok adalah yang paling umum terdapat di alam.
Pengelompokan ini terutama disebabkan oleh berbagai hal :
1. respons dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal;
2. respons dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman;
3. akibat dari cara atau proses reproduksi / regenerasi; dan
4. sifat-sifat organisme dengan organ vegetatifnya yang menunjang untuk
terbentuknya kelompok atau koloni.

Secara lebih mengkhusus Barbour et al (1987) memberikan alasan akan hal di


atas yakni :
1. tumbuhan tersebut harus berkembang biak dengan reproduksi, dimana biji atau
buah cenderung jatuh dekat dengan induknya, atau dengan runner atau rimpang
yang menghasilkan anakan vegetatif yang masih dekat dengan induknya; dan
2. berhubungan dengan lingkungan mikro, habitat bersifat homogen pada level
lingkungan makro, tetapi pada level yang lebih kecil, terdiri atas banyak
mikrositus yang berbeda, memungkinkan penempatan dan pemantapan suatu
spesies dengan tingkat keberhasilan yang berbeda pula. Mikrositus yang paling
sesuai untuk suatu spesies akan cenderung menjadi lebih padat ditempati oleh
spesies yang sama.

35
Gambar 10. Individu-individu di dalam populasi (Sumber: Barbour et al, 1987)
Bahwa populasi itu tidaklah statis, individu baru akan muncul dari waktu ke
waktu, sedangkan yang tua akan mati dan hilang dari ekosistemnya. Apabila
pertambahan yang baru lebih banyak jika dibandingkan dengan yang mati tua maka
populasi mengarah ke bertambah besar, dan sebaliknya apabila yang mati tua lebih
banyak daripada yang baru muncul maka populasi mengecil. Gambaran yang
demikian dijabarkan dalam struktur umur dari populasi tadi.
Dalam ekologi tumbuhan untuk menggambarkan struktur umur dari populasi
sering dinyatakan dengan diameter pohon sebagai gambaran dari kelas umur. Dalam
hal inii adanya korelasi antara diameter pohon dengan umur tumbuhan dijadikan
dasar pikiran.
Sebagai contoh yang berkaitan dengan struktur populasi yang demikian dapat
digunakan stuktur tegakan hutan yang disampaikan oleh Daniel et al (1979).
Interaksi
Adalah hubungan timbal balik antara dua spesies populasi atau lebih di dalam
suatu populasi itu sendiri (antar individunya) dalam mempertahankan diri atau untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing makanan, ruang untuk tempat tinggal
dan untuk berkembang biak. Interaksi itu dapat terjadi antara dua tingkat tropik yang
sama atau berbeda. Interaksi juga terjadi dalam satu tingkat tropik misalnya antara
dua spesies populasi tumbuhan dalam memperebutkan nutrien atau cahaya.
Burkholder (1952) menyusun tabel interaksi menurut skema dan simbul yang
dikembangkan sendiri. Tiap interaksi diperikan oleh pengaruhnya pada dua populasi
atau organisme, A dan B, bila mereka berhubungan (interaksi “on”) dan bila mereka
berpisah (interaksi “off”). Apabila mereka tersimulasi disimbulkan sebagai + dan bila
depresi dengan – serta bila tidak ada efek disimbulkan dengan 0.

36
Tabel 3. Ringkasan Interaksi Spesies
Nama Interaksi On Of
A B A B
Netralisme 0 0 0 0
Kompetisi - - 0 0
Mutualisme + + - -
Tanpa Nama + + 0 -
Protokooperasi + + 0 0
Komensalisme + 0 - 0
Tanpa Nama + 0 0 0
Amensalisme 0 atau + 0 0 0
Parasitisme, + - - 0
Predasi, Herbivori

Dalam tabel Herbivori, parasitisme dan predasi adalah identik, tetapi


perbedaannya sangat tidak kentara, dan perbedaan penting untuk interaksi lainnya
adalah cukup nyata. Secara matematik terdapat 81 kemungkinan interaksi dengan
simbul-simbul tersebut, tetapi Burkholder berkesimpulan bahwa hanya sepuluh saja.

37
Gambar 11. Kenampakan karakteristik dan grafik tegakan untuk tegakan seumur
dan tidak seumur dan beberapa bentuk antara: A seumur, B tidak seumur,
C, berlapis, D tidak teratur, E kelompok seumur, F tegakan bentuk
cadangan. (Sumber: Baker, 1950)

Interaksi yang ada di alam yang secara logis mungkin terjadi seperti terdapat dalam
tabel. Di antara ke sepuluh itu, tiga cukup jarang terjadi atau paling tidak, tak
teramati dan mereka tidak diberikan nama, sedangkan netralisme dalam hal ini untuk
sekedar perbandingan dan kelengkapan saja, tetapi sesungguhnya terlalu jarang di
alam.

38
Beberapa interaksi yang disimbulkan dalam tabel adalah bersifat negatif
(salah satu atau pasangan lainnya menjadi terhambat, seperti kompetisi,
amensalisme), dan bentuk lain adalah bersifat positif (salah satu atau pasangan
lainnya tertimulasi, seperti pada komensalisme atau mutualisme). Kejadian interaksi
hanya dapat disimpulkan dan ditunjukkan dengan percobaan yang rinci, sedang kalau
hanya dengan sampling lain lapangan hanya dapat memberi tanda-tanda atau bukti
awal adanya interaksi.

Kompetisi

Kompetisi terjadi bila terdapat efek yang saling merugikan pada dua
organisme yang menggunakan sumber daya sama dalam keadaan terbatas. Kompetisi
ada dua bentuk yaitu kompetisi intraspesifik, yaitu kompetisi antara dua individu
dalam satu spesies; dan kompetisi interspesifik, yaitu kompetisi antara dua spesies
populasi atau lebih. Kompetisi terjadi terhadap nutrien, ruang tempat tinggal,
cahaya dan lain-lainnya.
Kompetisi intraspesifik ada dua macam yaitu kompetisi kontes dan
kompetisi pertarungan. Kompetisi kontes ini pemenangnya memperoleh semua
yang diperlukannya untuk kelangsungan hidupnya dan perkembangannya, sedangkan
yang kalah melepaskan semuanya kepada yang menang. Misalnya tumbuhan dalam
memperebutkan cahaya matahari akan menyebabkan individu yang kalah bersaing
tidak dapat bertahan. Kompetisi pertarungan (scramble competition) semua anggota
populasi tersedia kesempatan yang sama untuk meraih sumber daya yang terbatas,
namun tidak semua individu-individu berhasil dengan sempurna, sehingga diantara
mereka tidak mampu mengambil bagian dalam melanjutkan keturunannya.
Kompetisi interspesifik telah banyak diteliti oleh para pakar ekologi, genetika,
dan evolusi. Persaingan antara dua spesies populasi yang secara taksonomi
berdekatan atau hampir sama satu sama lain, cenderung mengakibatkan pemisahan
ekologi. Fenomena ini dikenal dengan istilah prinsip kompetisi eksklusif
(competitive exclusion principle) atau prinsip gause. Kompetisi ini menggunakan
konsep satu niche satu spesies, karena adanya tumpang tindih niche.

39
Amensalisme

Adalah interaksi yang menekan satu organisme, sedang yang lain tetap stabil.
Contoh amensalisme adalah interaksi alelokemis, penghambatan satu organisme oleh
yang lain melalui pelepasan by product metabolik ke lingkungannya, by product
tersebut bersifat toksik secara selektif, sehingga mempengaruhi beberapa spesies
tertentu tetapi tidak untuk yang lain.
Alelokemis dipandang oleh beberapa ahli ekologi sebagai mekanisme bentuk
agresif dari kompetisi, tetapi sesungguhnya ada perbedaan antara alelokemik dengan
kompetisi. Kompetisi adalah interaksi yang semata-mata mengambil sumberdaya
dari lingkungannya, sedangkan interaksi alelokemis akan dihasilkan tambahan
substansi ke lingkungan. Bagian interaksi alelokemis yang hanya melibatkan
tumbuhan saja disebut alelopati (allelopathy).

Komensalisme

Adalah interaksi yang menstimulasi satu organisme tetapi tak berpengaruh


pada yang lain. Contoh, epifit yang tumbuh pada tanaman inang. Epifit tidak perlu
makanan dari inang, dan hanya memakai inang sebagai tempat fisik untuk menetap.
Epifisme mudah digolongkan ke dalam tipe interaksi lain, seperti mutualisme,
karena tumbuhan epifit menghasilkan nutrien yang tercuci oleh air, dan lindihannya
ini turun ke batang dan ke akar tumbuhan inang. Parasitisme dapat berkembang dari
epifisme, jika akar masuk ke dalam kulit tumbuhan inang.
Contoh lain dari komensalisme adalah Nurse Plant Syndrome. Semai
tumbuhan kaktus pada naungan tumbuhan tertentu, seakan-akan tumbuhan inang
memelihara semai kaktus tadi, selanjutnya setelah kaktus besar terjadi kompetisi
dengan tumbuhan inang sehingga hubungan bergeser dari yang bersifat positif ke
negatif dan akhirnya tumbuhan inang akan mati.
Protokoorperasi
Adalah interaksi yang memacu kedua pasangan, tetapi tidak bersifat obligat
karena tetap tumbuh tanpa adanya interaksi. Contoh protokooperasi adalah
menempelnnya akar antara dua anggota spesies yang sama atau berbeda. Akar
beberapa tumbuhan yang tumbuh dalam tanah dan saling bertemu dan menempel

40
satu sama lain, merupakan arah alami atau union. Nampaknya keadaan tersebut
merupakan peristiwa umum dari yang di duga semula. Contohnya adalah antara
Santalum dengan Eugenia.

Mutualisme

adalah bentuk interaksi obligat, absennya interaksi menekan kedua pasangan.


Contohnya Lichenes. (silakan anda cari contoh-contoh yang lain).

Herbivore

Adalah konsumsi semua atau sebagian tumbuhan oleh konsemer. Jika


consumer ditinjau lebih luas akan meliputi : (a). mikrobia parasitis atau tumbuhan
parasitis, (b). mikrobia saprofitis yang menguraikan jaringan mati, (c). hewan
browsing dan hewan grazing yang masing-masing makan bagian kayu dan tumbuhan
herba, dan (d). hewan yang makan seluruh bagian tumbuhan atau propogule. Grazer
dan Browser kadang-kadang dipandang parasit, dan consumer yang makan seluruh
tumbuhan dapat disebut sebagai predator, consumer yang memakan jaringan hidup
disebut biophage, dan consumer yang makan jaringan mati disebut saprophage.

Gambar 12. Bagan interaksi makhluk hidup (Sumber: Barbour et al, 1987)

Komunitas

Komunitas dalam arti ekologi mengacu kepada suatu kumpulan populasi


yang terdiri dari spesies yang berlainan yang menempati daerah tertentu. Komunitas
itu tidak harus merupakan daerah yang luas, komunitas dapat mempunyai ukuran

41
berapa pun, bahkan sekecil sebuah toples laboratorium berisi air yang mengandung
bakteri, jamur. Bahkan tanah itu sendiri mendukung suatu komunitas. Komunitas
tumbuhan di daerah tropik biasanya bersifat rumit dan tak mudah diberi nama
menurut satu atau dua spesies yang paling berkuasa sebagaimana yang umum di
daerah iklim sedang (untuk selengkapnya akan dibahas dalam pokok bahasan III).

Tugas latihan
1. coba anda uraikan perbedaan konsep dasar antara populasi, ekotipe dan ekoklin.
2. Dalam atribut populasi dikenal adanya pertumbuhan populasi, coba anda uraikan
model pertumbuhan populasi yang berlaku pada populasi tumbuhan tingkkat
tinggi.
3. Berdasarkan struktur tegakan pada tumbuhan, bagian struktur tegakan yang
mana, yang dapat anda kembangkan apabila anda beraliran konservatif.
4. Menurut pandangan anda apakah protokooperasi bisa berubah menjadi
parasitisme?

42
Gambar 13. Contoh Nurse Plant Syndrome pada tumbuhan kaktus Seguaro (cactus
Gigantea)

Gambar 14. Empat tahap keberadaan tumbuhan Fig (Ficus lepriurt) pada palma
(Elais quineensis) a. Fig berkecambah pada pohon palma, dan perakarannya
menuju tanah, b. Akar mencapai tanah dan tumbuhan Fig mengekspansi, c.
Tumbuhan Fig mencapai puncak palma dan pohon palma mulai layu, d.
Palma menjadi mati dan tumbuhan Fig tetap tumbuh.

43
Gambar 15. Interaksi 2 tumbuhan melalui root graft, tergantung pada ukuran relatif
pohon. a. Pohon sama besar, dan aliran nutrient berlangsung kedua arah.
interaksi demikian adalah fotokooperasi. b. Salah satu pasangan ukurannya
lebih kecil, sehingga menjadi parasit pohon yang lebih besar.

Gambar 16. Mikrohabitat dari epifit pada batang pohon hutan hujan tropis. Epifit
kecil pada zone 1, epifit besar pada zona 2, epifit likenes crustaceus pada
zone 3, dan bryophyte pada zona 4 dan 5

44
BAB III
KOMUNITAS

Pokok Bahasan : Komunitas


Subpokok Bahasan :
1. Pengertian Kominitas
2. Pandangan-pandangan Terhadap Komunitas
3. Klasifikasi Komunitas
4. Keanekaragaman / Diversitas Jenis

Kopetensi Dasar:

Mahasiswa memahami pengertian dan konsep dasar tentang komunitas tumbuhan


dan pandangan-pandangan para ahli terhadap komunitas, klasifikasi serta
keanekaragaman spesies di dalam komunitas,

Indikator:
Sesuai proses belajar mengajar ini berlangsung mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian tentang komunitas dan aplikasinya di lapangan dalam
penentuan komunitas.
2. Memberikan analisis jawaban yang rasional terhadap adanya perbedaan dua
pandangan para ahli terhadap komunitas
3. Mampu menerapkan rumus indeks keanekaragaman spesies dalam menganalisis
keanekaragaman spesies di dalam suatu komunitas.

Rasional

Sebagaimana sudah dipelajari dalam materi pelajaran II tentang populasi,


maka dalam mata pelajaran III ini yang membahas tentang komunitas, merupakan
organisasi biologi yang lebih kompleks lagi dibandingkan dengan populasi. Dalam
kekomplekannya itu terkandung hal-hal yang menarik untuk dikaji, seperti misalnya
dalam penentuan keanekaragaman yang ada di dalam komunitas, spesies yang
dominan diantara spesies yang menyusun komunitas tersebut dan lain-lainnya.
Dengan semakin kompleksnya organisasi biologi tersebut, melahirkan pandangan-
pandangan dari para ahli ekologi tumbuhan yang berlawanan. Semakin kompleks
susunan organisasi biologi semakin menarik untuk dikaji dan ini merupakan

45
tantangan bagi kita bersama. Oleh karenanya mahasiswa perlu mengkaji lebih
mendalam dan dapat menerapkannya di lapangan.

46
BAB III
KOMUNITAS
3.1 Pengertian Komunitas
Komunitas dalam arti ekologi mengacu kepada suatu kumpulan populasi
yang terdiri dari spesies yang berlainan, yang menempati daerah tertentu. Komunitas
itu tidak harus merupakan daerah yang luas, komunitas dapat mempunyai ukuran
berapapun, bahkan sekecil sebuah stoples laboratorium berisi air yang mengandung
bakteri, jamur. Bahkan tanah itu sendiri mendukung suatu komunitas. Komunitas
tumbuhan di daerah tropik biasanya bersifat rumit dan tak mudah diberi nama
menurut satu atau dua spesies yang paling berkuasa sebagaimana yang umum di
daerah iklim sedang.
Organisme di alam tidak bisa hidup secara berpisah sendiri-sendiri. Individu-
individu ini akan berhimpun ke dalam suatu kelompok membentuk populasi yang
kemudian populasi-populasi ini akan membentuk suatu asosiasi yang bisa diberi
nama komunitas biotik.
Dansereau mendefinisikan komunitas adalah organisasi-organisme secara
spatial dan temporal dengan perbedaan derajad integrasi, dan yang jelas komunitas
mempunyai level organisasi ebih kompleks dari organisasi sendiri.
Walter menyampaikan bahwa komunitas tumbuhan sebagai suatu kombinasi
spesies secara tetap yang terdapat secara alami, dan dalam keseimbangan ekologi
baik diantara tumbuhan sendiri maupun dengan lingkungannya.
Oosting membuat definisi kerja tentang komunitas tumbuhan yaitu :
komunitas adalah kumpulan (aggregation) berbagai organisme hidup yang
mempunyai hubungan timbal balik (mutual relationship) baik diantara mereka sendiri
maupun dengan lingkungannya.
McNauchton & Wolf mendeskripsikan populasi yang terjadi bersamaan
dalam ruang dan waktu, secara fungsional berhubungan satu sama lain membentuk
unit ekologi yaitu komunitas.
Odum (1993) mendefinisikan tentang komunitas biotik yaitu kumpulan
populasi-populasi apa saja yang hidup dalam daerah atau habitat fisik yang telah
ditentukan, hal tersebut merupakan satuan yang diorganisir sedemikian bahwa dia

47
mempunyai sifat-sifat tambahan terhadap komponen individu dan fungsi-fungsi
sebagai suatu unit melalui transformasi-transformasi metabolic yang bergandengan.
Dalam penjelasan selanjutnya disampaikan bahwa komunitas merupakan istilah yang
luas yang dapat digunakan untuk kumpulan-kumpulan alami dari berbagai ukuran
mulai dari biota sebuah kayu hutan atau lautan yang luas.
Komunitas-komunitas utama adalah mereka yang cukup besar dan
kelengkapan dari organisasinya adalah demikian hingga mereka relatif tidak
tergantung dari masukan dan hasil dari komunitas di dekatnya. Komunitas-komunitas
minor adalah mereka yang kurang lebih tergantung kepada kumpulan-kumpulan
tetangganya.
Kendeigh (1980) menuliskan bahwa ekologi tumbuhan bersangkut paut
dengan kajian komunitas tumbuhan atau sosiologi tumbuhan. Satuan dasar di dalam
sosiologi tumbuhan adalah asosiasi, yaitu komunitas tumbuhan dengan komposisi
floristic tertentu. Bagi ahli sosiologi tumbuhan, suatu asosiasi adalah seperti suatu
spesies.
Suatu asosiasi terdiri atas sejumlah tegakan, yang merupakan suatu satuan
konkrit vegetasi yang diamati di lapangan. Para ahli ekologi tumbuhan
mempergunakan istilah komunitas dalam suatu artian sangat umum, sedangkan
istilah asosiasi memiliki suatu arti yang sangat khusus.
Ada tiga gagasan utama yang terlibat dalam definisi komunitas.
1. Sifat minimum komunitas adalah hadirnya bersama beberapa spesies dalam
suatu daerah.
2. Bahwa komunitas menurut beberapa ilmuwan adalah kumpulan kelompok
spesies yang sama terjadi berulang dalam ruang dan dalam waktu. Ini berarti
bahwa ada “tipe komunitas’ yang memiliki komposisi relatif tetap.
3. Ada sementara ilmuwan yang mengatakan bahwa komunitas memiliki
kecenderungan menuju kea rah stabilitas dinamik, dan bahwa keseimbangan ini
cenderung dipublikasikan jika terganggu; jadi komunitas menunjukkan
homeostasis.
Untuk tujuan praktis, komunitas tumbuhan dapat dipandang sebagai bagian
(subdivision) dari penutup vegetasi. Jika vegetasi tersebut memperlihatkan secara

48
nyata perubahan secara spatial / ruang, orang dapat menentukan adanya komunitas
yang berbeda.
Perubahan yang spatial tersebut disebabkan karena perubahan spatial dalam
komposisi spesies, perubahan dalam jarak dan tinggi tumbuhan, perubahan dalam
growth form atau life form tumbuhan, atau perubahan tanggapan musiman tumbuhan
atau disebabkan oleh perubahan spatial dalam lingkungan.
Perubahan dalam kombinasi spesies sering tampak jelas bagi pengamat biasa.
Perubahan ini sering berkaitan dengan perubahan lingkungan. Misalnya perubahan
yang berhubungan dengan kenaikan kelembaban tanah pada daerah cekungan
(depression) di daerah padang rumput, atau perubahan spatial dalam iklim biasanya
cukup jelas tampak komunitas tumbuhan. Vegetasi bawah (undergrowth) di hutan
juga beraksi pada intensitas cahaya dan ritme musiman. Pada habitat ekstrim seperti
di rawa bog, dune pantai, rawa garaman, life form tumbuhan dan kombinasi spesies
sering begitu berbeda dengan penutup tumbuhan di sekitarnya, sehingga mereka
dapat mudah dikenal sebagai komunitas yang berbeda.
Cara menetukan komunitas di lapangan Alechin memberi penjelasan sebagai
berikut: menurut dia persekutuan tumbuhan dapat membentuk (a) kelompok
terbuka dan (b) kelompok tertutup. Pada bentuk terbuka orang dapat membedakan
penempatan tanpa integrasi; tegakan murni secra temporal atau permanen atau
komunitas, misalnya pada stand populasi campuran. Pada kelompok tertutup dalam
arti terintegrasi / terpadu. Konsep ini masih banyak kelemahannya.
Jadi, untuk identifikasi komunitas di lapangan, konsep komunitas sedapat
mungkin harus tidak terbatas. Untuk identifikasi pada semua level skala geografi
cukup memakai dasar variasi dalam homogenitas atau unifornitas penutup vegetasi,
di mana variasi ini cukup jelas dengan penglihatan atau visual.
Beberapa parameter vegetasi diusulkan untuk dipakai dalam menentukan
komunitas. Parameter tersebut termasuk life form atau growth form, dominasi
spesies, ada dan tak adanya spesies diagnostic tertentu. Orang inggris dan amerika
lebih senang memakai pendekatan dengan spesies hadir atau tak hadir.
Variasi tumbuhan selain ditentukan oleh dominasi spesies dan komposisi
spesies juga dapat ditentukan oleh sejumlah atribut tumbuhan, maka dengan
demikian atribut juga dapat menentukan pola komunitas, walaupun sulit diukur.

49
Atribut tersebut berupa pembungaan, warna kanopi, perubahan daun dan tunas
musiman, perbedaan tinggi dan lain-lain.
Ada dua pengertian komunitas tumbuhan, yaitu komunitas konkrit dan
komunitas abstrak. Komunitas konkrit adalah konsep komunitas yang hanya
mengacu kepada tegakan/stand tumbuhan yang nyata terdapat di lapangan.
Kemudian penutup vegetasi secara regional dapat memperlihatkan bentuk diskontinu
dengan batas tajam, atau dengan pola perubahan secara gradual atau kontinu. Kedua
macam pola distribusi tersebut dapat dikaji melalui tegakan cuplikan (sample stand),
kemudian cuplikan tersebut dibuat klasifikasinya atau dievaluasi ke dalam suatu tipe,
sedang ordinasi adalah menafsirkan tegakan cuplikan atas dasar
kesamaan/ketidaksamaan melalui teknik tertentu dan ini dianggap sebagai klasifikasi
cara modern. Kedua metode tersebut pada hakekatnya merupakan suatu abstraksi,
sehingga hasilnya merupakan bentuk komunikasi abstrak. Istilah seperti asosiasi dan
sosiasi adalah merupakan bentuk abstrak, mereka tak dapat di pakai sebagai
kumunitas konkrit.
Ada beberapa istilah lain yang perlu juga dipahami dalam ekologi tumbuhan
yaitu:

1. Tegakan adalah bagian dari komunitas tumbuhan. Ini merupakan asosiasi


individu yang merupakan bagian kecil vegetasi di alam dan merupakan realitas
nyata dimana seorang sosiologi tumbuhan bekerja. Suatu asosiasi biasa mencakup
beberapa tegakan yang terpisah (Braun-Blanquet). Komunitas tumbuhan dapat
dikaji dengan mengacu kepada tegakan komunitas yang merupakan sampel nyata
dari komunitas yang diteliti. Tipe komunitas adalah konsep abstrak yang
berdasarkan sifat alami (nature) beberapa tegakan komunitas yang serupa.
2. Flora. Flora suatu wilayah lebih mengacu kepada daftar spesies yang tumbuh
pada wilayah tersebut, dengan perlakuan taksonomis seperti deskripsi taksonomis
dengan kunci determinasi, nomenklatur dan lain-lain. Sehingga dalam flora
masing-masing spesies mempunyai bobot yang sama. Hal ini akan berbeda
dengan spesies sebagai penyusun vegetasi / komunitas. Komunitas tumbuhan
dicirikan oleh spesies yang mempunyai pertumbuhan paling melimpah, yang
paling besar atau paling member karakteristik pada komunitas tersebut. Jadi,

50
komunitas tidak dapat di deskripsikan hanya sekedar dengan mendatar semua
jenis penyusun seperti pada flora, tetapi harus member informasi tentang jumlah
atau kelimpahan (abundance) atau sifat unik pada komunitas.
3. Guild. Ekosistem terdiri atas sejumlah unit-unit biologik yang disebut dengan
komunitas-komunitas, yang berinteraksi satu sama lain dan juga dengan
lingkungan fisik di sekitarnya. Suatu komunitas dapat terdiri atas kumpulan
spesies-spesies yang memanfaatkan sumber daya yang sama dengan cara yang
hampir sama. Kumpulan spesies-spesies yang demikian disebut dengan Guild.
Pembagian suatu komunitas dalam guild dapat diperhalus lagi, tergantung
keperluannya. Pembagian guild-guild yang lebih rinci diperlukan misalnya dalam
studi beberapa aspek ekologi sesuatu spesies, seperti prilaku, interaksi antar
spesies, habitat, niche dan sebagainya.

3.2 Pandangan-Pandangan Terhadap Komunitas


Pada dasarnya ada dua pandangan tentang komunitas tumbuhan yang saling
bertentangan yang sering dijumpai.
1. Kelompok sajarna yang berpandangan bahwa komunitas tumbuhan adalah unit-
unit dengan karakteristik sosiologi, sehingga mereka memakai istilah sosiologi
tumbuhan atau Phyctocoenology untuk member batasan ilmu yang berkaitan
komunitas tumbuhan. Dalam kelompok pengikut pandangan ini terdapat berbagai
macam pandangan pula, misalnya ada yang memandang bahwa komunitas
tumbuhan seperti organisme, dan ada yang memandang sebagai unit yang lebih
kompleks yang terdiri atas beberapa lapisan komunitas yang disebut Synusiae.
Sebagai contoh Clements mempunyai pandangan bahwa komunitas tumbuhan
dianalogikan sebagai organisme. Komunitas tumbuhan dianggap sebagai unit
kesatuan, sehingga pandangan ini juga disebut titik pandang Holistik. Dia
memandang komunitas persis seperti organisme : lahir, tumbuh berkembang
menjadi dewasa, berefroduksi, dan kemudian mati. Proses perkembangan suksesi
mulai dari perkembangan stadia pioner sampai stadia klimaks stabil dianggap
menggambarkan dari proses lahir sampai dewasa.
Sudah barang tentu pandangan ini ada kelemahannya, misalnya mati atau
hilangnya komunitas klimaks sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan

51
matinya organisme yang kehilangan fungsi organnya. Populasi spesies yang
dalam hal ini dapat disamakan sebagai organ organisme tidak musnah karena
ketuaan, tetapi mereka sebagian atau keseluruhan diganti oleh populasi spesies
lain oleh karena adanya perubahan lingkungan atau bencana alam.
Braun-blanquet, juga berpandangan analogi organisme, sehingga aspek
klasifikasi komunitas serupa seperti organisme yang diklasifikasikan ke dalam
kelompok taksonomi. Komunitas tumbuhan dapat disamakan dengan spesies, dan
komunitas dipandang sebagai unit dasar klasifikasi vegetasi, serupa dengan
spesies dalam klasifikasi taksonomi, karenanya Braun-Blanquet mempunyai titik
pandang sistematik. Beberapa sarjana menekankan adanya diskontinuitas
diantara komunitas tumbuhan, sedang lainnya menekankan adanya kontinuitas
dan bentuk transisi dalam vegetasi.
Tekanan pada diskontinuitas menganggap bahwa komunitas masing-
masing jelas terpisah satu sama lain, sehingga tiap komunitas dapat di
kelompokan dalam sistem klasifikasi. Dalam hal ini tiap komunitas dapat
diidentifikasi sebagai anggota tipe komunitas tertentu karena adanya spesies
karakter yang ditafsirkan sebagai spesies kunci. Tetapi ini ada kelemahannya,
karena spesies kunci ini akan kehilangan nilai keagnosanya kalau kajian
komunitas diperluas di luar batas regional aslinya.
Tekanan pada kontinuitas menganggap komunitas tumbuhan bersifat
dinamik, sehingga lebih menganggap adanya kontinuitas dalam ruang dan tidak
ada batas mutlak antara komunitas yang berdekatan. Ajaran ini dikenal sebagai
ajaran kontinum atau ajaran Wincosin. Pendekatan resep kontinum ini secara
efektif dimulai oleh Curtis dengan para mahasiswanya, dan ini member
sumbangan ilmu vegetasi dengan perumusan metode analisis gradient dan
ordinasi.
2. Kelompok kedua perpandangan bahwa tumbuhan secara individual adalah sebagai
satu-satunya unit yang nyata di alam. Komunitas tumbuhan, dimana tumbuhan
individu hidup bersama, menurut paham ini tidak dapat secara jelas ditentukan
sebagai unit. Sarjana yang termasuk dalam kelompok ini yang sangat terkenal
adalah Gleason, dan dia mengajukan konsep komunitas tumbuhan yang disebut
sebagai konsep individualistik komunitas tumbuhan. Menurut pandangan ini

52
penutup vegetasi dipandang sebagai bentuk kontinum yang berarti komunitas itu
terdiri dari kombinasi tumbuhan yang berubah secara kontinu. Untuk dapat
menentukan batas-batasnya mungkin sangat sulit dan bahkan tidak dapat
ditentukan sama sekali.
Gleason menganggap benar bahwa komunitas tumbuhan eksistensinya
tergantung pada kekuatan selektif lingkungan tertentu, dan lingkungan berubah
secara tetap dalam ruang dan waktu. Karenanya, menurut pandangan ini tak ada
dua komunitas yang serupa atau mempunyai hubungan yang erat, dan masing-
masing bersifat individualistik.
Walter mempunyai pandangan yang terletak diantara dua pendapat di atas,
pemunculan kelompok tanaman serupa atau kombinasi spesies berupa dalam
habitat serupa hamper tidak dapat diingkari. Ini berarti bahwa komunitas nyata
dapat dikenal, dan dengan demikian dapat dikaji. Komunitas sedemikian dapat
dengan mudah ditentukan batasnya pada tiap habitat yang berbeda.
Secara lebih sederhana Barbour et al (1987) mengelompokkan pandangan
terhadap komunitas menjadi dua yakni (1). Pandangan Organismik, dan (2).
Pandangan Kontinum. Pandangan organismik menyatakan bahwa spesies dalam
asosiasi mempunyai batas distribusi serupa sepanjang aksis horizontal, dan
banyak dari mereka muncul sampai melimpah secara maksimum pada titik sama
(noda). Ekoton (batas) antara asoisasi yang berdekatan adalah sempit, dengan
sangat sedikit adanya tumpang tindih pada kisaran-kisaran spesies, kecuali untuk
beberapa taksa mum yang didapatkan dalam banyak asoisasi. Pandangan
kontinum menyebutkan bahwa tidak adanya bentuk dominan taksa tunggal, dan
juga hadirnya dan kelimpahan kelompok spesies tidak berubah secara tajam
sepanjang gradient lingkungan, oleh karena itu noda tidak ditemukan.

53
Gambar 17. Pola Spesies Penting (Sumber: Barbour et al, 1987)

Ada empat gambaran tentang perbedaan dalam kontinuitas vegetasi /


komunitas akibat adanya perubahan floristic komunitas tumbuhan yang berkaitan
dengan uni-direksional dalam klimat.

Gambar 18. Pola spesies penting (Kelimpahan) sepanjang gradien lingkungan oleh
pandangan kontinum asosiasi. Noda tidak ada. Puncak kelimpahan dominan seperti
A, B, atau C hanya segmen arbiter sepanjang kontinum (Sumber: Barbour et al, 1987)

Perubahan
Floristik

54
Gambar 19. Perubahan iklim (Sumber: Barbour et al, 1987)

K1 = Komunitas 1, ….. K4 = Komunitas 4.

Gambar A adalah menunjukkan perubahan ideal dalam penutupan tumbuhan


dalam bentuk kontinum. Dalam bentuk ini komunitas sulit ditentukan. Situasi D
menggambarkan keadaan lain secara ekstrim. Di sini komunitas tumbuhan terpisah
secara tajam, dan penutup tumbuhan Dallam gambar bentuk trap / undagan tanpa
zona transisi. Bentuk ekstrim demikian ini tak perlu atau sangat jaeang di alam.
Kondisi di alam mirip situasinya seperti bentuk B dan C, karena mereka
dipisahkan zona transisi lebih pendek, sedangkan situasi B zona transisi lebih
panjang dari komunitasnya sendiri.
Perubahan gradual makroklimat, jelas tidak menyebabkan perubahan
komunitas secara mendadak, tetapi umum terdapat daerah transisi sehingga bersifat
kontinu. Jika iklim berubah pada jarak relatif pendek, seperti yang terjadi pada lereng
gunung, dan jika komunitas tumbuhan masing-masing ditentukan oleh spesies
dominan, maka daerah transisi antara komunitas sangat jelas.
Berdasarkan pandangan individualitik, komunitas tumbuhan terdiri dari
kelompok tumbuhan yang masing-masing mempertahankan individualitasnya.
Namun adanya individualitas tumbuhan bukan berarti menghambat adanya hubungan
tertentu di antara tumbuhan dalam komunitas. Hubungan ini menurut Walter
digolongkan dalam 3 kelas yaitu :
1. Pesaing Langsung (Direct Competitors), terjadi persaingan terhadap sumber
daya lingkungan yang sama karena menempati strata atas maupun bawah dalam
suatu lahan yang sama.
2. Spesies Dependen (Dependent Species), spesies yang hanya dapat hidup pada
niche tertentu hanya dengan hadirnya tumbuhan lain. Sebagai contoh tumbuhan
lumut yang hanya dapat tumbuh pada kondisi mikroklimat tertentu yang
dihasilkan oleh tegakan pohon.
3. Spesies komplementer (Complementary Spesies), spesies yang tidak saling
bersaing sesame spesies lain karena persyaratan hidupnya cukup berhasil / puas
dengan menempati strata yang berbeda atau dengan ritme musiman yang berbeda.

55
3.3 Klasifikasi Komunitas
Odum (1993) menyampaikan bahwa komunitas dapat disebut dan
diklasifikasikan menurut (1). Bentuk atau sifat struktur utama, misalnya jenis
dominan, bentuk-bentuk hidup atau indicator-indikator., (2). Habitat fisik dari
komunitas, atau (3). Sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional seperti misalnya tipe
metabolism komunitas. Tidak ada peraturan yang pasti untuk penamaan kommunitas
yang telah dirumuskan, seperti yang telah diperbuat untuk penamaan atau
pengklasifikasian organisme. Klasifikasi yang didasarkan pada sifat-sifat structural
merupakan agak spesifik untuk lingkungan tertentu, tetapi usaha-usaha untuk
membuat klasifikasi yang bersifat universal berdasarkan dasar ini sebagian besar
belum memuaskan. Sifat-sifat fungsional memberikan dasar yang lebih baik untuk
membandingkan semua komunitas dalam habitat yang sangat berbeda, misalnya
daratan, laut, atau air tawar.
Klasifikasi komunitas yang dilakukan oleh Whittaker bersifat hirarki, tingkat
tertinggi adalah pembagian dari vegetasi dunia ke dalam kategori fisiognomi yang
dapat dikenal, atau Bioma, yang distribusinya terutama diatur oleh pola iklim global.
Bioma tak dapat dikenal dengan komposisi jenis, sebab berbagai jenis biasanya
dominan di berbagai bagian dunia. Suatu klasifikasi tingkat rendah dari bioma
terestrial berdasarkan suhu dan curah hujan. Holdridge dan sejawatnya (1971) telah
menyusun suatu skema yang lebih terinci, yang dikembangkan terutama untuk
klasifikasi hutan-hutan tropika. Metode Holdridge menggunakan variabel iklim yang
lebih kompleks dan mencangkup gradasi lintang dan elevasi. Klasifikasi Holdridge
menunjukkan bioma dengan jumlah yang lebih besar pada lintang yang rendah dan
hal ini saja mungkin menyebabkan keanekaragaman regional yang lebih besar di
daerah tropika.
Suatu metode klasifikasi pelengkap adalah klasifikasi bentuk hidup (growth
form), yang mengkategrikan tumbuhan menurut pola pertumbuhan dan pola
perkembangbiakannya. Sistem Raunkiaer yang didasarkan atas jaringan / organ
bertahunan (perenneting tissue) bervariasi terhadap lintang. (lihat kembali Materi
Pelajaran I).
Unesco (1973) dan Elten (1968) membuat klasifikasi tipe vegetasi yang
didasarkan pada persentase kehadiran herba, perdu dan pohon di suatu bentuk

56
vegetasi. Metode ini tidak membuat klasifikasi dari dunia tumbuhan tetapi langsung
menganalisis bentuk atau tipe vegetasi di suatu kawasan didasarkan pada penutupan
perdu dan pohon, juga bisa diperhitungkan pula penutupan herbanya.
Tabel 4. Hasil Akhir Bentuk Vegetasi
VEGETASI (SEMI) ALAMI VEGETASI BINAAN
- Hutan padat . rapat - Hutan tanaman
- Hutan renggang - Perkebunan
- Hutan sangat renggang (Woodland) - Pertanian lahan kering (lading)
- Savanna - Sawah
- Semak belukar
- Vegetasi rumpur

Gambar 20. Klasifikasi bentuk hidup tumbuhan (lifeform) menurut sistem


Raunkiaer yang digunakan untuk menggambar perbedaan-perbedaan
komunitas id lingkungan lembab dalam kaitannya dengan lintang (data

57
dari Whittaker, 1975). Bentuk hidup digambarkan dengan tanda-tanda
beserta organ bertahunan (tunas, biji, organ di dalam tanah) diasir tebal;
jaringan tahunan lainnya diasir tipis; dan jaringan hidup bermusim, tidak
diasir. Sistem ini bukan satu-satunya yang kengkap mengenai bentuk
hidup (lihat Mueller-Dombois dari Ellenberg, 1974).

Gambar 21. Klasifikasi Whittaker mengenai biom terestrial dalam kaitannya dengan
suhu dan curah hujan tahunan rata-rata. Garis batas adalah kira-kira, dan di
dalam bagian yang diasir, tanah, pengembalian atau api menentukan
kelimpahan relatif tumbuhan berkayu dan tumbuhan tea. (Dimodifikasi
dengan seizin Macmillan Publishing Company, dari Communities
Ecosystem oleh R.H. Whittaker, Hak cipta 1975 oleh Robert H. Whittaker).

58
Gambar 22. Klasifikasi Holdrige tentang mintakat kehidupan dari biom dalam
kaitannya dengan iklim (Sumber Barbour et al, 1987).

Biotemperatur tahunan rata-rata adalah suhu tahunan rata-rata yang di


dalamnya semua nilai di bawah 0°C dan di atas 30°C dianggap sebagai 0 dalam
perhitungan rata-rata (ini diasumsikan untuk merangkum kisaran suhu dari kegiatan
fisiologi tumbuhan). nisbag evapotranspirasi potensial adalah indeks kelembaban
biologi. Angka ini adalah evapotranspirasi potensial tahunan rata-rata dibagi dengan
jumlah hujan tahunan rata-rata; jadi nisbah satu berarti bahwa evapotranspirasi
potensial berimbang dengan curah hujan berdasarkan nilai tahunan (Holdrige, L.R;
dkk; 1971, Forest Environment In Tropical Life Zone, Oxford: Pergamon Press Ltd).

Tabel 6. Klasifikasi Tipe Vegetasi dari Unesco (1973)

59
Gambar 23. Klasifikasi Vegetasi di Dunia

60
(Sumber: http://unix.web.id/id3/ensiklopedis/Vegetasi_unix.html)

Tabel 7. Klasifikasi Tipe Vegetasi dari Eiten (1968)

3.4 Keanekaragaman / Diversitas Jenis


Soejipta (1993) menyebutkan ada lima ciri komunitas yang telah diukur dan
dikaji adalah:
1. Keragaman spesies. Dapat dipermasalahkan spesies hewan dan tumbuhan
yang manakah yang hidup dalam suatu komunitas tertentu. Deskripsi spesies
semacam ini merupakan ukuran sederhana bagi kekayaan spesies, atau
keragaman spesies / diversitas spesies.
2. Bentuk dan struktur Pertumbuhan. Tipe komunitas dapat diperikan dengan
katagorin utama bentuk pertumbuhan : pohon, perdu, atau lumut, selanjutnya
dapat ciri ini dirinci ke dalam katagori bentuk pertumbuhan lebih kecil
misalnya pohon berdaun lebar dan pohon berdaun jarum. Bentuk
pertumbuhan ini dapat menentukan stratifikasi.
3. Dominansi. Dapat diamati bahwa tidak semua spesies dalam komunitas sama
penting menentukan sifat komunitas. Dari berates spesies yang mungkin ada
di dalam suatu komunitas, secara nisbi hanya beberapa saja yang berpengaruh

61
mampu mengendalikan komunitas tersebut. Spesies dominan adalah spesies
yang secara ekologik sangat berhasil dan yang mampu menentukan kondisi
yang diperlukan untuk pertumbuhan.
4. Kelimpahan Nisbi. Proporsi spesies yang berbeda dalam spesies dapat
ditentukan.
5. Struktur Tropik. Hubungan makanan spesies dalam komunitas akan
menentukan arus energi dan bahan dari tumbuhan ke herbivore ke karnivora.
Barbour et al (1987) menyebutkan ada 8 sifat / atribut komunitas tumbuhan
seperti tampak pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Atribut Komunitas Tumbuhan
1. Fisiognomi 5. Daur Nutrien
- Arsitek - Kebutuhan nutrient
- Life Form - Kapasitas penyimpanan
- Cover, Leaf Are Index (LAI)- Laju kembalinya nutrient ke tanah
- Fenologi - Efesiensi penahanan nutrient pada
daur nutrient
2. Komposisi spesies 6. Perubahan atau
- Spesies karakteristik perkembangan menurut
- Spesies umum dan kebetulan waktu
- Arti penting relatif (cover, - Suksesi
densitas dll) - Stabilitas
- Tanggapan terhadap
perubahan klimatik
- Evolusi (?)
3. Pola spesies 7. Produktifitas
- Spatial / ruang - Biomasa
- Luas niche dan tumpang tindih - Produktifitas bersih tahunan
- Efesiensi produktifitas bersih
- Alokasi produksi bersih
4. Diversitas spesies 8. Kreasi dan pengendalian
- Kekayaan
lingkungan mikro
- Kerataan
- Diversitas (dalam stand dan
diantara stand)

Diversitas spesies adalah suatu keragaman atau perbedaan di anatara


anggota-anggota suatu kelompok. Dalam ekologi, umumnya diversitas mengarah ke
diversitas spesies, yang pengukurannya melalui jumlah spesies dalam komunitas dan
kelimpahan relatifnya. Diversitas spesies terdiri atas dua komponen yaitu jumlah

62
spesies yang ada, umumnya mengarah ke kekayaan spesies (richeness) dan
kelimpahan relatif spesies yang mengarah ke kesamaan atau kerataan (eveness atau
equitability).
Perbandingan antara jumlah jenis dan nilai penting (jumlah, biomasa,
produktivitas dan sebagainya) individu-individu disebut indeks keanekaragaman
jenis (indeks diversitas spesies).
Ada beberapa indeks yang telah diusulkan selama enam decade lalu, tetapi
indeks yang umum digunakan dalam perhitungan adalah indeks Simpson dan
indeks Shannon-Wiener atau sering disebut indeks Shannon-Weaver.
Indeks Simpson mencerminkan dominasi karena memberikan bobot lebih
besar pada spesies paling melimpah daripada spesies jarang. Keuntungan sifat ini
adalah nilai indeks pasti berbeda banyak dari sampel ke sampel, karena spesies
jarang akan berbeda dengan spesies umum dari tempat yang satu ke tempat lain.
Rumusannya adalah:

dimana C adalah bilangan indeks, s adalah jumlah total spesies dalam sampel, dan p
adalah proporsi semua individu dalam sampel yang memiliki spesies i. (jumlah
individu suatu spesies per jumlah individu seluruh spesies). Variasi umum yabg lebih
mengukur diversitas dari dominansi, termasuk :

D= 1 - C ……………………Persamaan 2

D4= 1 / C ……………………Persamaan 3

63
Rumus indeks Shannon-Wienner adalah:

Dan variasi umumnya adalah

H’’ = 2 H’ ……………………Persamaan 5

Di daerah tropika memiliki corak ekologi yang khas dan akan berpengaruh
terhadap keanekaragaman spesies. Ada beberapa corak ekologi daerah tropika
adalah :
1. Flora dan fauna yang umumnya berkembang subur sepanjang tahun.
2. Curah hujan sebagai faktor pembatas pada biota.
3. Beberapa daerah mempunyai kebih dari satu musim hujan yang dikaitkan
dengan lebih baik dari satu musim berbunga dan berbuah.
4. Laju pembusukan dan pereputan yang tinggi.
5. Kekayaan akan spesies.
6. Tumbuhan berkayu dalam perbandingan tinggi.
7. Kekayaan akan habitat dan keanekaragaman ekologi.
Ada beberapa hipotesis untuk menerangkan keanekaragaman spesies yang
tinggi dalam komunitas tropika.
1. Spesies tropika dapat lebih tenggang terhadap relung ekologi yang tumpang
tindih dengan menganggap relung itu sebagai corak ragam lingkungan mikro di
dalam hutan.
2. Keanekaragaman spesies yang lebih besar di daerah tropika berdasarkan atas
tersedianya sumber daya, terutama dalam hal pakan.
3. Banyaknya pemangsaan dan parasitisme dalam lingkungan tropika cenderung
untuk membatasi berlimpahnya spesies tertentu, dan dengan demikian
mempersulit banyak spesies untuk menmbah kerapatan populasinya.

64
4. Daerah tropika pada masa silam telah memberikan lebih banyak kesempatan
pembentukan spesies, tetapi spesies ini lamban dalam penyesuaian terhadap
iklim yang mencakup musim dingin

Tugas Latihan
1. Pandangan Organismik dan Kontinum merupakan dua pandangan yang saling
berlawanan. Apa yang menjadikan dasar sehingga dua pandangan di atas
menjadi berlawanan ?
2. Coba anda htung indeks keanekaragaman dua komunitas yang dibandingkan ini
dengan indeks Shannon-Wienner dan Simpson.
Komunitas A Komunitas B
Janis a = 14 6
b=5 5
c=3 5
d=2 5
e=1 4
3. Ditinjau dari stabilitas, manakah yang menunjukkan stabilitas yang lebih tinggi
antara komunitas yang keanekaragamannya tinggi dengan komunitas yang
keanekaragamannya rendah? Beri alasan jawaban anda.
4. Mengapa jumlah spesies dalam komunitas di daerah tropika lebih banyak
daripada di daerah dingin?

65
BAB IV
EKOSISTEM
Pokok bahasan : Ekosistem
Subpokok Bahasan :
1. Pengertian Ekosistem Secara Umum
2. Sistem Tertutup dan Sistem Terbuka
3. Steady State
4. Komponen Ekosistem
Kopetensi Dasar:
Mahasiswa memahami konsep-konsep ekosistem terutama faktor abiotik ekosistem.
Indikator:
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian sistem secara umum
2. Memberikan batasan yang tepat tentang ekosistem
3. Membedakan sistem tertutup dengan sistem terbuka

66
4. Menerangkan pengertian tentang homeostasis
5. Menyebutkan dan menjelaskan komponen ekosistem
Rasional
Ekosistem adalah unit utama dalam ekologi,yang terdiri dari komponen abiotik dan
komponen biotik. Hubungan antara kedua komponen ini sangat erat dan senantiasa
mewujudkan steady state. Di dalam sistem secara umum, dikenal adanya sistem
tertutup dan sistem terbuka. Ekosistem yang merupakan sistem alam secara
keseluruhan merupakan sistem yang terbuka. Persoalan yang muncul adalah
mengapa ekosistem alam terbuka dimasukkan ke dalam sistem terbuka ? apakah
karena sistem alam itu senantiasa dalam posisi steady state ? ataukan karena faktor
lain ? Hal inilah yang perlu dipahami oleh mahasiswa dan akan dikaji dalam pokok
bahasan ini. Di bagian akhir pokok bahasan ini akan disajikan secara diagramatis
tentang siklus biogeokimia, yang lebih lanjut perlu dikaji oleh mahasiswa tentang
deskripsinya, dan contoh konkrit di alam sebagai penambahan wawasan dan
pengetahuan mahasiswa dalam membahas tentang seluk beluk ekosistem.

BAB IV
EKOSISTEM
Istilah ekosistem pertama kali diperkenalkan oleh Tansley (1935). Ia
mengemukakan bahwa hubungan timbale balik antara komponen biotik (tumbuhan,
hewan, manusia, mikroba) dengan komponen abiotik (cahaya, udara, air, tanah dan
sebagainya) di alam, sebenarnya merupakan hubungan antara komponen yang
membentuk sistem. Ini berarti bahwa baik dalam struktur maupun dalam fungsi
komponen-komponen tadi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah. Sebagai
konsekuensinya apabila salah satu komponennya terganggu, maka komponen lainnya
secara cepat atau lambat akan terpengaruh. Sistem alam mini Tansley disebutnya
sebagai sistem ekologi yang kemudian disingkat dan menjadi lebih dikenal dengan
istilah EKOSISTEM.
Dalam pengertian lain ekosistem merupakan suatu sistem dari fungsi
organisme-organisme bersama-sama dengan lingkungan non-hidupnya. Pengertian
atau konsep ini memang terlalu luas dan fleksibel, dapat berlaku terhadap berbagai

67
situasi, di mana fungsi organisme bersama-sama dengan lingkungannya membentuk
sistem sedemikian rupa sehingga terjadi pertukaran materi diantaranya, meskipun
mungkin untuk sementara.
Ukuran dari ekosistem ini sangat bervariasi, yang terbesar dan hamper
meliputi seluruh permukaan bumi dan sudah tentu terdiri dari kehidupan hewan dan
tumbuhan yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dikenal dengan istilah
“biosfer” atau ada pula yang menyebutnya sebagai “ekosfer”. Untuk ukuran yang
lebih kecil kita mengenalnya sebagai hutan, sawah, kolam, dabau, laut, dan
sebagainya.
Pada situasi tertentu ekosistem ini mempunyai batas-batasnya yang jelas,
seperti pada ekosistem-ekosistem pulau, hutan, tanaman, kolam, danau, dan
sebagainya; tetapi secara keseluruhan sulit untuk menentukan batas-batas dari suatu
ekosistem, sehingga batas-batas ekosistem ini sering ditentukan secara buatan atau
abstrak untuk lebih memudahkan dalam kajiannya.
Secara keseluruhan setiap ekosistem mempunyai gambaran dasar yang sama,
dilihat dari struktur dan fungsi, terlepas dari jelas atau tidaknya batas-batasnya itu.
Ekosistem terdiri dari komponen-komponen biotik (beranekaragam mahluk
hidup) dan komponen-komponenn abiotik, dan diantara komponen-komponennya
itu terjadi pertukaran energi dan materi, hal inilah yang mengkarakterisasi ekosistem
tersebut.

4.1 Pengertian Sistem Secara Umum


Pendekatan sistem dipakai oleh berbagai cabang kajian untuk memahami atau
menerangkan suatu hubungan antara bagian-bagian pembentuknya. Pendekatan ini
didasarkan pada teori sistem secara umum yang dikemukakan oleh L. Von
Bertanlanffy yang telah memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan
dan pola berpikir dalam dunia pendidikan.
Suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu set kelompok dari obyek atau
atribut (yang mengkarakterisasi obyek) yang sedemikian rupa sehingga ukuran atau
bentuknya terkait oleh suatu hubungan. Sebagai contoh dari berbagai sistem yang
tidak asing lagi ialah sistem aliran air di perumahan, sistem listrik, sistem

68
perkeretaapian dan sebagainya, dan dalam kajian biologi sendiri misalnya sistem
peredaran, sistem pengeluaran, dan sistem repoduksi.
Manfaat dari pendekatan sistem ini akan memungkinkan perhatian secara
lebih terarah terhadap hubungan kerja antara objek secara individual. Dari ekosistem
itu sendiri dapat dipelajari fungsi-fungsi organisme dengan lingkungannya, tidak
hanya sekadar memahami bentuk hidup dari tumbuhan dan hewannya saja. Dari
kajian akosistem tidak saja akan mendapatkan banyak informasi tentang distribusi
dan fungsi organisme, tetapi juga akan didapat pengertian dasar dari pengelolaan dan
konservasi seluruh sistem alam.

Sistem Tertutup dan Sistem Terbuka

Ada dua bentuk dasar dari suatu sistem, yaitu sistem tertutup yang ditandai
dengan tidak adanya energi atau materi menyeberang perbatasan luar dari sistem, dan
sistem terbuka di mana energi dan materi menyeberang perbatasan sistem (baik
masuk maupun keluar).

Sistem Tertutup Sistem Terbuka

A Masukkan A

Keluaran
B C B C

-------------------- perbatasan sistem


Komponen system
Intteraksi dalam sistem
Gambar 24. Sistem Tertutup dan Terbuka (Sumber Odum, 1973)
- Energi dan materi yang diterima oleh sistem terbuka disebut masukan atau
imput
- Kehilangan energi dan atau materi dari sistem terbuka disebut keluaran atau
output

69
- Pertukaran energi dan materi di antara komponen-komponen dalam sistem
dikenal sebagai “thoughput”
Dengan pengecualian sistem alam secara keseluruhan, semua sistem alam
termasuk ekosistem merupakan sistem-sistem yang terbuka

Steady State
Karakteristik yang sangat penting dari sistem alam terbuka adalah adanya
kecenderungan berada dalam satu kondisi yang simbang dan dinamis atau “steady
state”, sehingga seluruh komponen-komponen dari sistem tersebut berada dalam
keadaan yang harmonis antara satu dengan yang lainnya. Keseimbangan dinamis ini
tercapai akibat adanya proses pengaturan diri terhadap setiap perubahan dari energi
atau materi yang masuk beredar.

Untuk sekadar contoh dari sistem alam yang berkesinambungan secara


dinamis ini kita lihat suatu kawasan atau habitat dengan kehidupan di sana. Dalam
habitat ini sejumlah hewan tertentu sangat erat kaitannya dengan ketersediaan
sejumlah sumber pakan, dan dalam prinsipnya dua komponen tadi (hewan dan
sumber pakan) selalu berada dalam keseimbangan. Misalnya karena sesuatu sebab
jumlah pakan dalam sistem mengalami penurunan jumlahnya, ini berarti situasi
sudah tidak menguntungkan lagi bagi kehadiran hewan-hewan pangsa dengan besar
populasi semula maka populasi harus disesuaikan dengan keadaan pakan sekarang
menjadikan populasi menurun, akibat kematian, sampai pada proporsi yang
seimbang dengan keadaan jumlah pakan maka terjadilah keseimbangan baru.

4.2 Komponen Ekosistem

Secara umum, ekosistem akan terdiri dari dua komponen utama, yaitu
komponen abiotik yang terdiri dari bagian tak hidup, dan komponen biotik sebagai
komponen hidup. Kedua komponen ini mempunyai peranan yang sama pentingnya
dalam ekosistem tersebut, tidak mungkin ekosistem berfungsi bila salah satunya
tidak ada.

Komponen abiotik

70
Komponen ini meliputi seluruh faktor-faktor non-hidup dari suatu kondisi
lingkungan, seperti cahaya, hujan, nutrisi dan tanah. Faktor-faktor abiotik tidak saja
menyediakan energi dan materi penting, tetapi juga mempunyai peranan dalam
menentukan tetumbuhan dan hewan-hewan yang mampu berada di suatu habitat.
Faktor-faktor lingkungan ini secara rinci akan dibahas dalam bab tersendiri dalam
diklat ini.

Komponen biotik
Komponen biotik ini meliputi semua kehidupan, dan berdasarkan fungsinya
dalam ekosistem dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu produsen, komsumen,
dan pengurai.
P r o d u s e n. Organisme atotrof mampu menghasilkan zat organik pembentuk
tubuhnya dari zat-zat anorganik seperti air, CO2, dan mineral-mineral.
Komponen produsen dalam ekosistem adalah tumbuhan berhijau daun, dalam
proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari berkemampuan untuk
membentuk karbohidrat dari zat-zat anorganik sederhana tadi. Karbohidrat ini
merupakan pembentukan dasar utama dari berbagai zat makanan, seperti protein
dan lemak, dan ini terbentuk akibat berkombinasi dengan nutrisi penting lainnya
seperti nitrat, fosfat, dan kalium.
K o n s u m e n. Organisme heterotrof yang menggunakan zat organik yang
berasal dari berbagai hasil produksi produsen. Kemudian organisme heterotrof,
yang terdiri dari hewan-hewan ini, menggunakan bahan organik tadi sebagai
sumber energi dalam pertumbuhannya.
Konsumen ini dapat dibedakan lagi dalam beberapa tingkatan.
a) Konsumen primer (pertama), berupa hewan-hewan herbivore, yang
makan tumbuhan secara langsung.
b) Konsumen Sekunder (kedua), berupa hewan-hewan pemakan hewan
herbivore. Jadi energi dari tumbuhan untuk sampai ke hewan konsumen
kedua ini harus melalui herbivore dahuli.
c) Konsumen tertier (ketiga), berupa hewan-hewan karnivora yang hidup
memakan karnivora lainnya.

71
P e n g u r a i. Organisme heterotrof yang menguraikan produsen dan konsumen
yang telah mati. Dalam proses pengurainnya materi organik yang kompleks akan
diubah menjadi materi yang lebih sederhana dan akhirnya menjadi mineral-
mineral yang akan dimanfaatkan kembali oleh produsen sebagai materi dasar.
Pengurai ini umumnya berupa organisme mikro seperti bakteri dan jamur yang
mempunyai kecepatan metabolisme yang sangat tinggi. Pengurai merupakan
bagian yang penting dalam ekosistem tanpa adanya pengurai ini maka materi
dasar akan tetap terikat dalam bentuk molekul yang kompleks dan akan
menghentikan perkembangan selanjutnya. Dalam aspek-aspek yang
fundamental suatu ekosistem akan menunjukkan proses-proses sirkulasi materi,
transformasi dan akumulasi energi melalui aktifitas organisme-organismenya.
Berbagai kegiatan biologis penting, sehubungan dengan proses transformasi dan
akumulasi materi dan energi dalam ekosistem, adalah fotosintesis; decomposer;
respirasi; dan predasi. Berdasarkan proses-proses inilah maka struktur dan fungsi
pembentuk ekosistem mempunyai kaitan erat satu sama lainnya.
Diktat ini tidak akan membahas secara khusus mengenai rantai dan jarring
makanan; piramida ekologi;aliran energi dan siklus materi. Pelajaran sendiri dan
diskusikan mengenai hal-hal tadi sebelum mengikuti uraian selanjutnya !
Tugas latihan
1. Buatlah bagian siklus biogeokimia
2. Jelaskan diagram siklus nitrogen

72
BAB V
KONSEP FAKTOR LINGKUNGAN

Pokok Bahasan : Konsep Faktor Lingkungan


Subpokok Bahasan :
1. Komponen Lingkungan
2. Hubungan Antara Faktor Lingkungan
3. Hukum Minimum dari Liebig
4. Hukum Toleransi dari Shelford
5. Konsep Faktor Pembatas

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa memahami konsep dari komponen faktor lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan mahluk hidup.

Indikator :

73
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menyebutkan komponen abiotik dan biotik dari faktor lingkungan
2. Menerangkan hubungan abiotik dan biotik dari faktor lingkungan.
3. Menjelaskan Hukum Minimum dari Liebig.
4. Menjelaskan Hukum Toleransi dari Shelford.
5. Menerangkan konsep faktor pembatas.

Rasional
Faktor lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan suatu
organisme. Faktor lingkungan ini terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Kedua
faktor ini senantiasa saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu dalam
menentukan faktor mana yang berpengaruh paling utama atau yang memberikan
kontribusi yang paling besar terhadap perkembangan organisme di dalam
ekosistemnya, sulit dinyatakan secara tegas. Dalam kaitannya dengan hubungan
antara faktor abiotik terhadap faktor biotik yang hidup di dalam suatu ekosistem
diatur melalui Hukum Minimum dari Liebig dan Hukum Toleransi dari Shelford atau
perpaduan antara kedua hukum di atas yang diacu sebagai faktor pembatas. Yang
menarik adalah bagaimana hukum-hukum itu bekerja di alam, sehingga organisme
tetap eksis di dalam ekosistemnya sendiri. Dan yang penting pula adalah bagaimana
aplikasi dari hukum-hukum tadi di dalam kehidupan untuk meningkatkan
produktivitas bidang pertanian. Hal-hal tersebut dipandang sangat perlu diselami
lebih lanjut oleh mahasiswa di dalam pokok bahasan ini.

74
BAB V
KONSEP FAKTOR LINGKUNGAN

Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dari suatu organisme


dalam proses perkembangannya disebut faktor lingkungan. Tumbuhan dan juga
hewan dalam ekosistem merupakan bagian hidup atau komponen biotik, komponen
ini menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu. Dalam hal ini tidak ada
organisme hidup uang mampu untuk berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang ada, dan harus ada kondisi lingkungan tertentu yang berperan
terhadapnya dan menentukan kondisi kehidupannya.
Lingkungan mempunyai tiga dimensi ruang dan berkembang sesuai dengan
waktu. Ini berarti bahwa lingkungan adalah tidak mungkin seragam baik dalam arti
ruang maupun waktu. Pada dasarnya faktor lingkungan alami ini selalu

75
memperlihatkan perbedaan atau perubahan baik secara vertikal maupun lateral, dan
bila dikaitkan dengan mereka juga akan bervariasi baik secara harian, bulanan,
tahunan atau musimam. Dengan demikian waktu dan ruang lebih tepat dikatakan
sebagai dimensi dari lingkungan. Jadi bukan merupakan faktor atau komponen
lingkungan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas, bagaimana variasi lingkungan di
dalam suatu ekosistem, ambilah contoh di suatu hutan. Secara vertical akibat adanya
stratifikasi hutan maka akan kita ketahui bahwa terlihat perbedaan yang nyata adanya
gradasi dari suhu, cahaya, kelembaban, dan lain-lain. Suhu pada permukaan tanah
akan berbeda dengan udara sekitarnya, demikian juga secara vertical baik ke atas
maupun ke lateral, meskipun gambarannya tidak sejelas perubahan vertical tadi,
akibat perbedaan stratifikasi dan mungkin topografi berbagai lingkungannya akan
berbeda dari satu tempt ke tempat lainnya.

5.1 Komponen lingkungan


Lingkungan merupakan kompleks dari berbagai faktor yang saling
berinteraksi satu sama lainnya, tidak saja antara faktor-faktor biotik dan abiotik.,
tetapi juga antara biotik itu sendiri dan juga antara abiotik dengan biotik. Dengan
demikian secara operasional adalah sulit untuk memisahkan satu faktor terhadap
faktor-faktor lainnya tanpa mempengaruhi kondisi keseluruhannya. Meskipun
demikian untuk memahami struktur dan berfungsinya faktor lingkungan ini, secara
abstrak kita bisa membagi faktor-faktor lingkungan ini ke dalam komponen-
komponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para pakar ekologi dalam pembagian
komponen ini, salah satunya adalah pembagian seperti di bawah ini.
a. Faktor iklim, meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan
air, dan angin.
b. Faktor tanah, merupakan karakteristik dari tanah seperti nutrisi tanah, rekasi
tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisik tanah.
c. Faktor topografi, meliputi pengaruh dari terrain seperti sudut kemiringan lahan,
aspek kemiringan lahan dan ketinggian tempat dari permukaan laut.
d. Faktor biotik, merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme hidup
seperti kompetisi, peneduhan dan lain-lain.

76
Cara lain untuk menggambarkan pembagian komponen lingkungan ini seperti
yang diungkapkan oleh Billing (1965), ia membaginya dalam dua komponen utama
yaitu komponen fisik atau abiotik dengan komponen hidup atau biotik, yang
kemudian masing-masing komponen dijabarkan lagi dalam berbagai faktor-faktornya.
Untuk memahami pembagian komponen lingkungan dari Billings ini lihatlah tabel di
bawah ini.
FAKTOR FISIK / ABIOTIK FAKTOR HIDUP / BIOTIK
Energi Tumbuhan hijau
Radiasi Tumbuhan tidak hijau
Suhu, dan Pengurai
Aliran Panas Simbion
Air

Atmosfer dan Angin Hewan


Api Manusia
Gravitasi
Geologi dan tanah

5.2 Hubungan Antara Faktor Lingkungan


Telah dipahami bahwa dalam kajian ekosistem adalah sangat penting untuk
menganalisis bagaimana fakto-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam
kenyataanyan telah dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi
satu sama lainnya, sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu
faktor lingkungannya. Sebagai contoh bahwa faktor iklim dan topografi akan
mempengaruhi perkembangan suatu tanah. Demikian juga iklim dan tanah akan
berpengaruh secara kuat dalam pola kontrolnya terhadap komponen biotik,
menentukan jenis-jenis yang akan mampu menempati suatu tempat atau daerah
tertentu. Meskipun demikian karakteristik mendasar dari ekosistem apapun akan
ditentukan atau diatur oleh komponen abiotiknya. Pengaruh dari variabel abiotik ini
akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan, misalnya terciptanya perlindungan
oleh pohon meskipun sifatnya terbatas.
Faktor-faktor abiotikmerupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem,
sedangkan kontrol faktor abiotik setidaknya tetap menjadi penting dalam
mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dari jenis mahluk hidup.

77
Seperti telah diungkapkan dahulu, semua faktor lingkungan bervariasi secara
ruang dan waktu. Organisme hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan ini,
sehingga hubungan yang nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan
membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang dan waktu.

Hukum Minimum dari Liebig


Dalam tahun 1840 Justus Von Liebig, seorang pakar kimia dari Jerman,
memprakarsai suatu kajian dalam pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan
tanaman. Dia berpendapat bahwa hasil dari suatu panen tanaman sering dibatasi oleh
nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak seperti karbon dan air. Dia
menemukan bahwa kekurangan pospor seringkali merupakan faktor yang membatasi
pertumbuhan tanaman tersebut. Penemuan ini membawa pada pemikiran bahwa
adanya faktor penentu yang mungkin membatasi produktivitas tanaman.
Pemikirannya, pada saat itu, kemudian dikembangkannya menjadi hokum
yang terkenal dengan “hokum minimum”, yang dinyatakan sebagai berikut :
pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah bahan makanan yang berada
dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali.
Hukum minimum hanya berperan dengan baik untuk materi kimia yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan
peranan faktor lainnya, baru kemudian peneliti lainnya mengembangkan
pernyataannya yang menyangkut faktor suhu dan cahaya. Sebagai hasilnya mereka
menambahkan dua pernyataan, yaitu :
a. Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis atau
steady state. Apabila masukan dan keluaran energi dan materi dari ekosistem
tidak berada dalam keseimbangan, jumlah berbagai substansi yang diperlukan
akan berubah terus, hokum ini tidak berlaku.
b. Hukun minimum harus memperhitungkan juga adanya interaksidi antara
faktor-faktor lingkungan. konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang
melimpah dari suatu substansi mungkin akan mempengaruhi laju pemakaian
dari substansi lain dalam jumlah yang minimum. Sering juga terjadi
organisme hidup memanfaatkan unsure kimia tambahan yang mirip dengan
yang diperlukan yang ternyata tidak di habitatnya. Contoh yang baik adalah

78
tidak adanya kalsium di suatu habitat tetapi stonsium melimpah, beberapa
moluska mampu memanfaatkan stronsium ini untuk membentuk
cangkangnya.

Humum Toleransi
Salah satu perkembangan yang berarti dalam kajian faktor lingkungan terjadi
tahun 1913 ketika Victor Shelford mengemukanan hokum toleransi. Hukum ini
mengungkapkan pentingnya toleransi dalam menerangkan distribusi dari jenis.
Hukum toleransi menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu jenis
mempunyai satu kondisi minimum dan maksimum yang dapat dipikulnya, diantara
kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi dan termasuk suatu kondisi
optimum. Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk kurva lonceng, dan
akan berbeda untuk setiap jenis terhadap faktor lingkungan yang sama atau
mempunyai kurva yang berbeda untuk satu jenis organisme terhadap faktor-faktor
lingkungan yang berbeda. Misalnya jenis A mungkin mempunyai batas kisaran yang
lebih luas terhadap suhu tetapi mempunyai kisaran yang sempit terhadap kondisi
tanah. Untuk memberikan gambaran umum terhadap kisaran toleransinya ini,
biasanya dipakai awalan s t e n o, untuk kisaran toleransi sempit, dan awalan i r i
untuk kisaran toleransi luas.
Tabel 9. Beberapa Istilah untuk Toleransi Luas dan Sempit
Toleransi Sempit Toleransi Luas Faktor Lingkungan
Stenotermal Iritermal Suhu
Stenohidrik Irihidrik Air
Stenohalin Irihalin Salinitas
Stenofagik Irifagik Makanan
Stenoedafik Iriedafik Tanah
Stenoesius Iriesius Seleksi habitat

Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis dengan kisaran toleransi yang luas


untuk berbagai faktor lingkungan akan menyebar secara luas.

79
Ia juga menambahkan bahwa dalam fase reproduksi dari daur hidupnya
faktor lingkungan lebih membatasinya : biji , telur, embrio mempunyai kisaran yang
sempit jika dibandingkan fase dewasanya.

Proses opt. jenis a opt.jenis b

Fakt. Lngk.

Min(a) Min(b) Mak(a) Mak(b)


Contoh kurva toleransi berbentuk corong

Hasil Shelford telah memberikan dorongan dalam kajian berbagai ekologi


toleransi. Berbagai percobaan dilakukandi laboratorium untuk mendapatkan atau
menentukan kisaran toleransi dari individu suatu jenis mahluk hidup terhadap
berbagai faktor lingkungan. Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan,
seperti menentukan toleransi jenis terhadap pencemaran air yang sedikit banyak akan
memberikan gambaran dalam hal penyebaran jenis tersebut. Shelford sendiri
memberikan penjelasan dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap
faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat kondisi lingkungan
lainnya, misalnya apabila nitrat dalam tanah terbatas jumlahnya maka resistensi
rumput terhadap kekeringan akan menurun.
Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup tumbuhan
dan hewan, hidup berada pada kondisi yang tidak optimal. Mereka berada dalam
kondisi yang tidak optimal ini akibat kompetisi dengan yang lainnya sehingga berada
pada keadaan yang lebih efektif dalam kehidupannya. Misalnya tumbuhan padang
pasir sesungguhnya akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka
memilih padang pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih.

80
Konsep faktor Pembatas
Meskipun hukum dari Shelford ini pada dasarnya benar, tetapi sekarang para
pakar ekologi berpendirian bahwa pendapat ini terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat
apabila menggabungkan konsep minimum dengan konsep toleransi ini untuk
mendapatkan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa
kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada kondisi-kondisi
yang tidak sederhana.
Organisme hidup di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang
minimum diperlakukannya tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya
kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan
merupakan pembatas dalam penyebaran jenis.
Memang sulit untuk menentukan di alam faktor-faktor pembatas ini, karena
masalah yang erat kaitannya dengan pemisahan pengaruh setiap komponen
lingkungan secara terpisah di habitatnya. Nilai lebih dari penggabungan konsep
faktor pembatas adalah dalam memberikan pola atau arahan dalam kajian hubungan-
hubungan yang kompleks dari faktor lingkungan itu.
Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perhatian
ditujukan pada kajian kisaran toleransi dan faktor- faktor pembatasan itu sendiri.
Kajian hendaknya diarahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan
berkembang untuk menguasai habitat tertentu dan menghasilkan kis ran toleransi
terhadap faktor-faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertahankan diri.
Kajian-kajian ekologi toleransi yang didasarkan pada pemikiran Liebig dan
Shelford pada umumnya tidak menjawab pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana
jenis-jenis teradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa
mempertahankan diri.
Pandangan ekologi yang lebih banyak berkembang adalah memikirkan
perkembangan jenis untuk mencapai suatu kehidupan dengan memperhatikan kisaran
toleransi sebagai hasil sampingan dari persyaratan yang dipilih dalam pola
kehidupannya. Pendekatan ini menekankan pentingnya hubungan antara individu
suatu jenis dengan habitatnya.
Tugas Latihan

81
1. Buatlah diagram interaksi antara faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan mahluk hidup.
2. Sebutkan persamaan dan perbedaan antara hokum minimum Liebig dan
Hukum Toleransi Shelford.

BAB VI
CAHAYA, PANAS DAN AIR

Pokok Bahasan : Cahaya, Panas dan Air


Subpokok Bahasan :
1. Cahaya
2. Suhu
3. Air

Kompetensi Dasar:

82
Mahasiswa memahami konsep dan prinsip-prinsip sehubungan dengan cahaya, suhu
dan air.
Indikator :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan kualitas cahaya, intensitas cahaya dan lama penyinaran.
2. Menyebutkan berbagai karakteristika muka bumi penyebab terjadinya variasi
suhu.
3. Menerangkan hubungan antara suhu dengan kebutuhan tumbuhan.
4. Menjelaskan adaptasi tumbuhan terhadap kondisi ekosistem.
5. Membedakan pengelompokan tumbuhan berdasarkan kadar air tanah.

Rasional
Sebagaimana sudah disampaikan di depan yakni pada materi pelajaran V bahwa
faktor lingkungan itu terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Dalam materi
pelajaran VI ini akan secara khusus membahas tentang faktor abiotik yakni faktor
cahaya, suhu dan air. Berkaitan dengan faktor cahaya, ternyata tidak sembarang
cahaya yang dapat diserap oleh tumbuhan, tidak sekedar tumbuhan itu mendapat
cahaya saja untuk melakukan eksistensi fungsionalnya, tetapi memerlukan suatu
seleksi, memerlukan suatu strategi tertentu yang dilakukan oleh tumbuhan untuk
dapat memanfaatkan cahaya secara efektif dan efesien terhadap cahaya yang mereka
terima. Demikian pula halnya berkaitan dengan faktor suhu. Kondisi suhu di muka
buni ini adalah bervariasi, oleh karena itu bagaimana tumbuhan membuat suatu
strtegi dan adaptasi agar metabolism tetap berlangsung secara normal. Dan yang
terakhir bertalian dengan faktor air, merupakan faktor yang vital bagi tumbuhan.
Bagaimana proses dan darimana sumber air serta efesiensi pemanfaatan air oleh
tumbuhan merupakan hal yang sangat perlu dipahami secara mendalam. Dengan
demikian ketiga faktor abiotik tadi akan membawa konsekuensi logis apabila ketiga
faktor tersebut mengalami kelebihan ataupun kekurangan. Seberapa besar kebutuhan
normal yang dimaksud untuk perkembangan tumbuhan di dalam ekosistem perlu
diberikan dasar-dasar sebagai kajian lebih lanjut bagi mahasiswa.

83
BAB VI
CAHAYA, PANAS DAN AIR
6.1 Cahaya

Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber


energi utama bagi ekosistem. Struktur dan fungsi yang sampai di sistem ekologi
tersebut, tetapi radiasi yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembatas,
menghancurkan sistem jaringan tertentu.
Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat
kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu:
a. Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang

84
b. Intensitas cahaya atau kandungan enegi dari cahaya; dan
c. Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar
setiap hari.
Variasi dari ketiga parameter tadi akan menentukan berbagai proses
fisiologi dan morfologi dari tumbuhan. Memang pada dasarnya pengaruh dari
penyinaran sering berkaitan erat dengan faktor-faktor lainnya seperti suhu dan suplai
air, tetapi pengaruh yang khusus sering merupakan pengendali sangat penting dalam
lingkungannya.
1. Kualitas Cahaya
Radiasi matahari secara fisika merupakan gelombang-gelombang
elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang-
gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan
bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi ini adalah gelombang-gelombang
dengan ukuran 0,3 sampai dengan 10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh
mata berkisar antara 0,39 sampai 0,76 mikron, sedangkan gelombang di bawah 0,39
merupakan gelombang pendek dikenal dengan ultraviolet dan gelombang di atas 0,76
mikron merupakan radiasi gelombang panjang atau infrared / merah-panjang.
Umumnya kualitas cahaya tidak memperhatikan perbedaan mencolok antara
satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi
yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan terhadap
berbagai panjang gelombang cahaya ini.
Kepentingan Kualitas Cahaya
Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang
gelombang antara 0,39 – 7,6 mikron. Ultraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan
dalam proses fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengasorpsi cahaya merah
dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari
spectrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis.
Pada ekosistem daratan kualitas cahyay tidak mempunyai variasi yang
berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap
sejumlah cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang
sampai di kanopi, akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru. Dengan

85
demikian tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan
kondisi cahaya yang rendah energinya.
Pada ekosistem perairan cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang
hidup di permukaan, sehingga cahaya hijau akan dilakukan atau dipenetrasikan ke
lapisan lebih bawah dan kulit untuk diserap oleh fitoplankton. Ganggang merah
dengan pigmen tambahan phycoerythrin atau pigmen merah coklat mampu
mengasorpsi cahaya hijau untuk fotosintesis, dengan demikian ganggang merah ini
mampu hidup pada kedalaman laut.
Pengaruh dari cahaya ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas,
yang terang cahaya ini dapat merusak atau membunuh bakteri dan juga dipahami
mampu mempengaruhi perkembangan tumbuhan menjadi terhambat
pertumbuhannya. Umumnya gelombang-gelombang pendek dari radiasi matahari
terabsorpsi di bagian atas atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu
sampai di permukaan bumi. Dengan demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi
dan sangat terasa di daerah pegunungan yang tinggi.
Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakteristika tumbuhan di
daerah pegunungan, hal ini merupakan hasil penyinaran ultraviolet dan menghambat
untuk terjadinya batang yang panjang. Juga diperkirakan ultraviolet dapat mencegah
berbagai jenis tumbuhan berimigrasi, sehingga dengan demikian cahaya ultraviolet
berfungsi sebagai agen dalam menentukan penyebaran.

2. Intensitas Cahaya.
Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya
terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali
utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang /
spasial maupun dalam waktu / temporal.
Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan
terabsorpsi dan terrefleksi atau terhamburnya oleh gas-gas dan partikel-partikel yang
dikandungnya.
Intensitas cahaya yang terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah
kering (zona arid), sedikit cahaya direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang

86
rendah cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar
dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer yang tembus berada dalam
ketebalan minimum.
Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang.Pada
garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap
permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus
lapisan atmosfer yang terpanjang,iof ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya
yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer.
Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitas cahaya di daerah dengan latituba
tinggi ini, intensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas pada musim
dingin.
Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifikasi oleh topografi.
Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang
haya sampai di permukaan bumi atau ekosistem, hal ini akan lebih terasa untuk
daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga untuk daerah-daerah di garis lintang
rendah hal ini tidak terlalu terasa.
a. Kepentingan Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya dalam suatu ekosistem adalah bervariasi. Kanopi suatu
vegetasi akan menahan dan mengabsorpsi sejumlah cahaya sehingga ini akan
menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi
yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan dasar. Stratifikasi vertical dari suatu
ekosistem, dengan demikian, merupakan hasil total energi cahaya yang tersedia dan
kondisi komunitas itu sendiri.
b. Titik Kompensasi
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus
menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang memadai
dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila
semua faktor-faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi
diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada
sejumlah intensits cahaya tertentu.
Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat)
dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik

87
kompensasi. Titik ini menggambarkan intensitas cahaya yang memadai untuk
terjadinya fotosintesis, dan merupakan intensitas cahaya minimum yang penting
untuk pertumbuhan. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis
tumbuhan.
c. Heliofita dan Siofita
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan
intensitas cahaya yang tinggi baiasa disebut tumbuhan hekiofita. Merupakan
tumbuhan yang senang dengan cahaya yang tinggi intensitasnya dan mempunyai
sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan juga membongkarnya
dalam respirasi.
Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang
rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula dikenal dengan tumbuhan yang
senang keteduhan atau siofita, metabolismenya lambat dan dengan demikian juga
proses respirasinya.
Titik kompensasi heliofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi untuk
tumbuhan yang hidup di tempat teduh titik kompensasinya biasa serendah 27 luks.
Bahkan ganggang yang hidup dalam perairan dalam dan ganggang serta lumut yang
hidup dalam gua-gua dapat tumbuh dengan intensitas cahaya yang lebih lemah
sampai tidak melebihi cahaya bulan.
Beberapa jenis tumbuhan mempunyai karakteristika siofita ketika masih
muda, yang kemudian berkembang ke karakteristika heliofita apabila telah dewasa.
Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anaknya yang harus tahan hidup
dibawah peneduhan.
Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran dengan laju fotosintesis
merupakan pangkal dari perbedaan helofita dengan siofita ini. Dalam hal ini perasaan
pembentukan pigmen hijau serta klorofil sangat erat kaitannya dengan intensitas
cahaya tadi. Pada tempat-tempat dengan penyinaran yang penuh, cahaya
berkecendrungan untuk merusak atau menghancurkan klorofil ini. Dengan demikian
kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil adalah mutlak diperlukan bagi
tumbuhan yang hidup di tempat terbuka.
Apabila tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untuk mengimbangi
klorofil yang hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitasnya) maka

88
tumbuhan itu akan gagal dalam mempertahankan dirinya. Dengan demikian
perbedaan kemampuan dalam pembentukan klorofil inilah yang membedakan antara
heliofita dengan siofita. Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam pembentukan
klorofilnya sehingga dapat tahan ditempat terbuka, dan sebaliknya siofita akan lebih
efektif apabila berada di bawah naungan dan akan gagal apabila berada pada daerah
terbuka.
d. Cahaya Optimal bagi Tumbuhan.
Proses pertumbuhan dari tumbuhan membutuhkan hasil fotosentesis yang
melebihi kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum cahaya untuk proses
pertumbuhan ini baru terpenuhi apabila cahaya melebihi titik kompensasinya. Bagi
umumnya tumbuhan intensitas cahaya optimum untuk fotosentesis haruslah lebih
kecil dari intensitas cahaya matahari penuh apabila ditinjau dari sudut kebutuhan
daun secara individual. Meskipun demikian bila suatu tumbuhan besar hidup pada
cahaya yang penuh sebagian besar dari dedaunannya tidak dapat menerima cukup
cahaya matahari untuk fotosintesis secara maksimal akibat tertutup dedaunan
dipermukaan kanopinya. Dengan demikian cahaya matahari penuh akan
menguntungkan bagi daun-daun di dalam kanopi untuk mencapai efektifitas
fotosintesis secara total bagi tumbuhan untuk mengimbangi kekurangan dari daun-
daun yang berada dalam cahaya supra-optimal.
Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup di habitat alami
janganlah diartikan betul-betul cahaya optimal untuk fotosintesis. Pada umumnya
cahaya matahari itu terlalu kuat atau terlalu lemah bagi organ-organ fotosintesis.
Optimum haruslah diartikan bahwa kombinasi tertentu dari faktor-faktor lingkungan
lainnya, ingat konsep holosinotik, akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi
cahaya dalam suatu periode tertentu lebih baik untuk proses fotosintesis
dibandingkan dengan keadaan lainnya.
e. Adaptasi Tumbuhan terhadap Cahaya Kuat.
Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai
adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat atau supra-
optimal.
Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas cahaya tinggi
kloroplast berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang

89
diterima hanya oleh dinding vertikalnya. Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak
daun secara keseluruhan sering tidak berada dalam keadaan horizontal, hal ini untuk
menghindar dari arah cahaya yang tegak lurus pada permukaan daun dan ini berarti
mengurangi kuat cahaya yang masuk.
Berkurangnya kadar klorofil pada intensitas cahaya yang tinggi
mengandung aspek yang menguntungkan, cahaya yang diserap akan bertambah.
Terlalu banyak cahaya yang diserap atau diabsorpsi akan mempertinggi energi yang
diubah menjadi panas akibat efesiensi ekologi yang rendah. Hal ini akan tidak saja
mengganggu keseimbangan air tetapi juga akan mengganggu keseimbangan
fotosintesis dengan respirasi dalam tumbuhan.
Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas
cahaya yang diterima mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin.
Pigmen ini yang biasanya terletak pada lapisan permukaan dari sel berperan sebagai
pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke
jaringan yang lebih dalam. Pigmen-pigmen yang berwarna merah ini akan
memantulkan terutama cahaya merah yang berkadar panas. Dengan dipantulkannya
cahaya merah ini maka akan mereduksi kemungkinan kerusakan-kerusakan sel
sebagai akibat pemanasan. Ternyata suhu di bawah lapisan berwarna merah dari
suatu buah mempunyai suhu lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian lainnya
yang berwarna hijau.
Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari cahaya
yang terlalu kuat dengan jalan pergerakan secara vertical, bermigrasi ke kedalaman
air.
3. Lama Penyinaran
Lama penyinaran relatif antara siang dan malam dalam 24 jam akan
mempengaruhi fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organisme hidup
terhadap lamanya siang hari dikenal dengan fotoperiodisma. Dalam tumbuhan
jawaban / respon ini meliputi perbungaan, jatuhnya daun dan dormansi.
Di daerah sepanjang katulistiwa lamanya siang hari atau fotoferioda akan
konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperate/bermusim panjang hari
lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim

90
dingin. Perbedaan yang terpanjang antara siang dan malam akan terjadi di daerah
dengan garis lintang tinggi.
Pada tumbuhan reaksi terhadap perubahan lamanya siang sering dikaitkan
dengan perubahan suhu, tetapi pada beberapa hal lamanya peroda siang dan malam
mampu merangsang untuk terjadinya respon tumbuhan.
Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokkan dalam
tiga kelompok besar, yaitu :
a. Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang memerlukan lamanya siang
lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan. Barbagai tumbuhan
temperate termasuk pada kelompok ini, seperti macam-macam gandum (wheat
dan barley) dan bayam.
b. Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan yang memerlukan lamanya
siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya prosesperbungaan, dalam
kelompok ini termasuk tembakau dan bunga krisan.
c. Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang tidak memerlukan perioda
panjang hari tertentu untuk proses perbungaannya, misalnya tomat dandandelion.
Reaksi tumbuhan berkala panjang dan berkala pendek membatasi
penyebarannya secara latitudinal sesuai dengan kondisi fotoperiodanya. Apabila
beberapa tumbuhan terpaksa hidup di tempat yang kondisi fotoperiodanya tidak
optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser pada pertumbuhan vegetative.
Misalnya bawang merah, tumbuhan berkala pendek, akan menghasilkan bulbus/umbi
lapis-nya yang besar apabila ditumbuhkan di daerah dengan fotoperioda yang
panjang, hal ini memberikan arti ekonomi tertentu dan banyak dilakukan oleh pakar
hortikutura.
Di daerah katulistiwa tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan
fotoperioda ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuhan
akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam
hal ini suhu, air dan nutrisi, tidak merupakan faktor pembatas.

6.2 S U H U

91
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap organisme hidup. Berperan langsung
hamper pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses
kimia dalam tumbuhan tsb, sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi
faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi
dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari
organisme hidup.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu
sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi
panas ketika cahaya diabsorpsi oleh suatu subtansi. Tambahan lagi suhu sering
berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi-fungsi dari
organisme.
Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit
untuk menentukan suhu yang bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan
maksimum, minimum atau keadaan harga rata-ratanya yang penting.
1. Variasi Suhu

Sangat sedikit tempat-tempat di permukaan bmi secara terus menerus berada


dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan, suhu
biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu
ini berkaitan dengan gar is lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi lokal
berdasarkan topografi dan jarak dari laut.
Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya dalam hutan
dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata antara suhu pada permukaan kanopi
hutan dengan suhu di bagian dasar hutan akan terlihat dengan jelas. Demikian juga
perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air.
Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas (matahari),
bersama-sama dengan putarannya bunyi pada prosesnya akan menimbulkan variasi
suhu di alam tempat tumbuhan hidup.
Jumlah panas yang diterima bumi juga berubah-ubah setiap saat tergantung
pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap hari, setiap musim, setiap tahun dan
gejala geologi.

92
Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih
banyak panas di bandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi, dengan
demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang
tinggi sekitar tengah hari. Setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu
muka bumi ini akibat reradiasi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi yang
diterima. Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas
yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan reradiasi berjalan
terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari suhu
udara disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu harian, dan fluktuasi
suhu yang paling tinggi akan terjadi di daerah antara ombak, di tepi pantai.
Berbagai karakteristika muka bumi penyebab variasi suhu:
a. Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak panas
yang di pantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang di serap;
b. Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat memberikan
respon pada pancaran panas dari pada tanah yang padat, terutama erat kaitannya
dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu
berubah.
c. Kerimbunan tumbuhan, pada situasi di mana udara mampu bergerak dengan
bebas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan tempat
tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan sangat berlainan,
dengan kerimbunan yang rendah sudah mampu mereduksi pemanasan tanah oleh
pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi kelembaban udara di bawah rimbunan
tumbuhan akan menambah banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap
air, akibatnya akan menaikan suhu udara.pada malam hari panas yang
dipancarkan kembali oleh tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan
demikian fluktuasi suhu dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan
dengan fluktuasi suhu di tempat terbuka / tidak bervegetasi.
d. iklim mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya
pengaruh terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering
mereduksi radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang di uadara merupakan inti
dari uap air dalam proses kondensasinya, uap air inilah yang bersifat aktif dalam
mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.

93
e. Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar 5o dapat
mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.
Variasi suhu berdasarkan waktu / temporal terajadi baik musiman maupun
harian ini akan mempengaruhi penyebaran dn fungsi tumbuhan.
2. Suhu dan Tumbuhan

Kehidupan di muka bumi ini berada dalam suatu batas kisaran suhu antara
0o C sampai 50o C, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu
minimum, maksimum dan optimum yang diperlukan untuk aktifitas metabolismenya.
Suhu-suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal.
Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena
adanya pertukaran suhu yang terus-menerus antara tumbuhan dengan udara
sekitarnya.
Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk tanaman di
tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 15o – 18o C, sedangkan
untuk biji-bijian tidak bisa hidup dengan suhu di bawah minus 2o C – minus 5o C.
Sebaliknya konifer di daerah temperata masih busa mentoleransi suhu sampai
serendah minus 30o C. Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu
yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di daratan.
Secara garis besar semua tumbuhan mempunyao kisaran toleransi terhadap
suhu yang berbeda tergantung pada umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.
6.3 A I R

Air merupakan faktor lingkungan yang penting, semua organism hidup


memerlukan kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi kita
ini adalah terbatas dan dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan
bumi sulit untuk terjadi akibat adanya siklus melalui hujan, aliran air, transpirasi dan
evaporasi yang berlangsung secara terus menerus.
Bagi tumbuhan air adalah penting karena dapat langsung mempengaruhi
kehidupannya. Bahkan air sebagai bagian dari faktor iklim yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur dan organ tumbuhan. Untuk lebih rinci
perhatikan peranan air bagi tumbuhan di bawah ini :

94
a. Struktur Tumbuhan. Air merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari
semua mahluk hidup (tak terkecuali tumbuhan). Antara 40% sampai 60% dari
berat segar pohon terdiri dari air, dan bagi tumbuhan herba jumlahnya mungkin
akan mencapai 90%. Cairan yang mengisi sel akan mampu menjaga substansi itu
untuk berada dalam keadaan yang tepat untuk berfungsi metabolisma.
b. Sebagai Penunjang. Tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-
jaringan yang tidak berkayu. Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air
mata sel-sel ini akan berada dalam keadaan kukuh. Tekanan yang diciptakan
oleh kehadiran air dalam sel disebut tekanan torgor dan sel akan menjadi
mengembang, dan apabila jumlah air tidak memadai dan terjadilah plamilisis.
c. Alat Angkut. Tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat untuk mengangkut materi
di sekitar tubuhnya. Nutrisi masuk melalui akan dan bergerak ke bagian tumbuhan
lainnya sebagai substansi yang terlarut dalam air. Demikian juga karbohidrat yang
dibentuk di daun diangkut ke jaringan-jaringan lainnya yang tidak berfotosintesis
dengan cara yang sama.
d. Pendinginan. Kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan
tubuhnya dan menjaga dari pemanasan yang berlebihan.
Karakteristika air dalam poses sirkulasi secara fisik memperlihatkan berbagai
fase / keadaan, mulai dari bentuk uap air di udara sampai air dalam tanah yang secara
diagramatis.

95
Gambar 25. Siklus Air (Sumber:
http://unix.web.id/id3/ensiklopedis/Vegetasi_unix.html)

Evaporasi merupakan suatu proses untuk terjadinya kehilangan air dari suatu
ekosistem, yaitu sebagai gabungan dari proses evaporasi dari komponen non-hidup
dan transparasi oleh tumbuhan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
evapotranspirasi:
1. Masukan energi, energi diperlukan untuk evaporasi yang utamanya berasal dari
energi surya. Jumlah energi ini erat kaitannya dengan jumlah kehilangan dari
ekosistem.
2. Pergerakan udara. Angin menggerakkan uap air dan menghambat kejenuhan
atmosfer dari uap air ini. Pergerakan uap air ini akan member kemungkinan lebih
banyak lagi terjadinya evaporasi.
3. Bentuk vegetasi. Bagian atas dari tumbuhan akan mempengaruhi evaporasi,
berapa sebagai penghalang. Tetapi dilain pihak akan menentukan kehilangan air
akibar transpirasi, ini berkaitan dengan bentuk sistem akar yang ada dalam
penyerapan air dari tanah.
4. Jumlah air di daerah akar. Laju pengisapan air oleh tumbuhan yang akan
menyebabkan lajunya kehilangan air di daerha akar.

96
Air Tanah
Apabila hujan lebat turun di suatu daerah, atau daerah ini diari air irigasi,
lapisan permukaan tanah menjadi jenuh air. Tanah mengandung sejumlah air
(maksimum) yang masih dipegang oleh partikel-partikelnya akibat tegangan
permukaan dan kohesi, kondisi air tanah seperti ini biasa disebut berada dalam
keadaan kapasitas lapangan. Bila jumlah air terus bertambah melebihi situasi tadi,
maka air akan bergerak ke bawah menembus tanah akibat gaya tarik bumi, air yang
bergerak ini disebut air gravitasi dengan kecepatan yang bervariasi tergantung pada
ukuran dan jumlah ruang dalam tanah. Umumnya tanah pasir akan lebih cepat jika
dibandingkan dengan tanah lempung atau tanah liat. Dan bila air gravitasi ini tidak
mampu bergerak ke bawah, maka akan memenuhi ruang-ruang tanah dan terjadi
penggenangan atau “waterlogged”. Air gravitasi yang bergerak ke bawah akan
membawa nutrisi tanah, peristiwa ini dikenal dengan pencucian atau leaching.
Setelah air gravitasi bergerak meninggalkan lapisan tanah bagian atas, maka
akan tertinggal molekul-molekul air yang berbentuk lapisan atau film yang meliputi
partikel-partikel tanah dan memenuhi pori-pori kecil, lapisan molekul air ini disebut
air kapiler, yang tidak dipengaruhi gravitasi dan hamper selalu merupakan sumber
air bagi tumbuhan. Air kapiler ini dapat bergerak secara lamban dari tanah yang
relatif basah ke tengah yang kering akibat sistem kapiler tanah. Jumlah air kapiler
akan berada di tanah sangat di pengaruhi oleh tekstur tanah tersebut; tanah-tanah
dengan fraksi halus mempunyai kapasitas yang lebih tinggi retensi airnya atau
penyimpanan airnya jika dibandingkan dengan tanah-tanah berfraksi tanah. Sejalan
dengan itu air kapiler mudah bergerak di tanah liat dari pada di tanah lepung dan
tanah pasir.
Karena daya penguapan dari lapisan penguapan dan penyerapan air oleh akar
tumbuhan, maka air kapiler makin berkurang, sehingga daya tarik antara air dengan
tanah makin berkurang, sehingga akhirnya air tidak lagi berada dalam fase cair lagi,
maka terbentuklah air higroskopis. Air higroskopik ini tidak banyak bermanfaat
bagi tumbuhan,akar tumbuhan tidak mampu menyerapnya akibat daya adesi yang sangat
kuat.
Banyaknya air dalam tanah sering disebut sebagai kelembaban tanah, yang
sangat penting dan secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan. Daya

97
penguapan sangat mempengaruhi keefektifan hujan dalam menjaga kelembaban
tanah, dan kadangkala air hujan sudah diuapkan sebelum ke tanah. Perlu pula
dipahami bahwa tanah akan kehilangan airnya lebih cepat dengan absorpsi melalui
akar dan transpirasi daripada melalui penguapan dari permukaan tanah.
Kapasitas Lapangan
Kapasitas lapangan menunjukan suatu kadar dalam tanah sesudah air gravitasi
habis dan pergerakan air kapiler sangat lambat, sehingga hampira sama dengan
besarnya kapasitas kapiler;atau dapat diberi batasan sebagai persentase air dalam
tanah yang menunjukkan kecepatan air yang menembus tanah telah mencapai harga
minimum. Situasi seperti ini akan tercapai sekitar 4-5 hari setelah hujan lebat atau
mendapat pengairan irigasi. Harga kapisitas lapangan ini berkisar antara 5 - 40 %,
tergantung pada jenis tanahnya.
Kapasitas lapangan penting untuk menentukan kapasitas optimum air dalam
tanah, apabila jumlah air hujan jauh di bawah harga ini maka kemungkinan air sukar
untuk diisap oleh akar tumbuhan, dan sebaliknya jumlah air yang melebihi harga
kapasitas lapangan juga tidak berguna dan mungkin merusak organ-organ tumbuhan.
Adaptasi Tumbuhan Terhadap Kondisi Ekstrim
Kekeringan merupakan situasi yang sering dialami oleh tumbuhan, meskipun
dipahami bahwa hujan bukanlah satu-satunya faktor yang dapat menimbulkannya.
Suhu yang tinggi bisa juga memberikan pengaruh kekurangan air ini. Bila musim
kering itu bersifat periodic dan merupakan karakteristika daerah, maka tumbuhan
yang berada di daerah ini akan memperlihatkan penyesuaian dirinya. Berbagai cara
penyesuaian ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya memperlihatkan reduksi
dari daun dan dahan, memperpendek siklus hidup atau biji matang pada atau dekat
permukaan, rambut akar bertambah banyak, sel kutikula menebal, dinding sel
mengandung lebih banyak ikatan lipid, jaringan palisade berkembang lebih baik
tetapi sebaliknya dengan bunga karang sel dan ruang antar sel mengecil tetapi
jaringan lignin membesar. Kecapatan fotosintesis, tekanan osmosa dan permeabilitas
protoplasma meninggi dan diikuti dengan penurunan viskositas protoplasma,
akibatnya perbandingan tepung dan gula menjadi besar, sehingga secara total
tumbuhan menjadi tahan terhadap kelayuan.

98
Warming berdasarkan pengamatannya pada awal dari abad ke XX ini,
mengelompokkan dunia tumbuhan berdasarkan toleransinya terhadap air. Ia melihat
adanya empat kelompok besar, yaitu :
1. Hidrofita, kelompok tumbuhan yang hidup dalam air atau pada tanah yang
tergenang secara permanen.
2. Halofita, kelompok tumbuhan yang terkhususkan tumbuh pada lingkungan
berkadar garam tinggi (kekeringan fisiologi).
3. Xerofita, kelompok tumbuhan yang bertoleransi pada kondisi air tanah yang
moderat (tidak dalam keadaan ekstrim).

1. Hidrofita
Merupakan kelompok tumbuhan yang hidup sebagian atau seluruhnya di
dalam air atau seluruhnya di dalam air atau habitat yang basah. Jadi dalam hal ini
keadaan air berada dalam kondisi berlebihan, dan tumbuhan yang hidup mempunyai
karakteristika yang khusus, seperti terdapatnya jaringan lakuner terutama pada daun
dan akar yang berperan dalam memenuhi kebutuhan akan udara sebagai adaptasi
terhadap kekurangan oksigen.
Berdasarkan karakteristikanya dikenal 5 subkelompok hidrofita:
a. Hidrofita Tenggelam dan Tertanam pada substrat
Mempunyai epidermis yang tidak berkutikula, daun dan cabang akar
tereduksi dalam ukuran dan ketebalan. Berkembang biak biasanya secara vegetative.
Contohnya: Vallisneria dan Elodea
b. Hidrofita Terapung
Mampu berkembang secara cepat sehingga dalam waktu yang singkat dapat
menutupi seluruh permukaan perairan, bila terjadi reproduksi seksual maka
penyerbukan terjadi pada atau di atas permukaan. Contoh: Lemna, Eichonia dan
Salvia.
c. Hidrofita terapung dengan akar tertanam dalam substrat.
Mempunyai batang, akar dan tuber yang panjang. Daun sering tertutup oleh
lapisan lilin. Contoh Nymphaea dan Victoria.

99
d. Hidrofita Menjulang, akar tertanam dalam substrat
Akar cepat tumbuh dalam lumpur, dun memperlihatkan variasi yang berbeda,
baik bentuk maupun struktur, antara yang mencuat ke udara dengan yang terendam
dalam air. Contoh Acorus dan Typha.
e. Hidrofita Melayang
Merupakan fitoplankton, mampu menyerap nutrisi langsung dari air. Contoh
Oscilatoria dan Spirogyra.
2. Halofita
Tumbuhan yang hidup dalam kadar garam yang tinggi, mempunyai
mekanisme untuk menerima garam yang masuk dalam tubuhnya. Halofita harus
mampu mengatasi masalah kekeringan fisiologi. Tingginya konsentrasi garam dalam
tanah mungkin menghambat penyerapan air secara osmosis. Pada rawa pantai
halofita berada dalam kekeringan saat surut, dan pengaruh kekurangan air dapat
diimbangi dengan penyimpanan air dalam tubuhnya sehingga bentuk halofita ini
sering memperlihatkan sifat sukulen. Contoh : Acanthus ilicifolius, dan berbagai
tumbuhan di rawa bakau.
3. Xerofita
Merupakan tumbuhan yang teradaptasi untuk daerah kekeringan, sangat
sedikit jumlahnya dan lebih terkhususnya jika dibandingkan dengan kelompok
lainnya. Xerofita ini dapat dikelompokkan dalam dua subkelompok besar, yaitu
kelompok yang menghindar terhadap kekeringan (xerofita tidak murni), dan
kelompok yang memikul atau menahan situasi kering (xerofita asli).
a. Penghindar terhadap kekeringan
Mencegah kekeringan dengan jalan melakukan adaptasi dalam siklus hidup,
morfoligi,dan fisiologi.
1). Pemeral. Umumnya tumbuhan di padang pasir, dengan siklus hidup dan
tumbuhan mulai dari biji sampai fase reproduksi dalam beberapa minggu selama
jumlah air memadai / mencukupi. Biasanya biji dilapisi zat pelindung dan tahan
terhadap kekeringan yang akan terlarut pada musim hujan sebelim berkecambah.
2). Sukulenta. Merupakan tumbuhan perennial, menghindar dari kekeringan
dengan menyimpan sejumlah air dalam jaringannya dan mereduksi kehilangan air.

100
Air dapat disimpan di daun seperti pada Agave, di tangkai / dahan pada Cactaceae
dan Euphorbiaceae, atau di batang pada Bombacaceae.
Pada semua sukulenta bentuk morfologinya ini mempunyai kemampuan
untuk mengurangi kehilangan air dari tumbuhan akibat transpirasi, stomata dan ruang
antar sel sangat sedikit, daun tereduksi dalam ukuran dan mempunyai lapisan kitikula
yang tebal.
3). Freatofita. Sering dikenal dengan tumbuhan penyedot air, karena laju
transpirasinya yang tinggi dan mampu menghindar dari kekeringan karena
kemampuannya mencari dan mendapatkan air. Strateginya tidak untuk menjaga air
tetapi akar yang sangat panjang yang mencapai lapisan freatik yang dalam dari air
tanah, menyerapnya dengan tekanan osmotic yang tinggi dari akarnya.
4. tahan Kering
Merupakan xerofita sejati, dan biasanya berupa semak yang memperoleh air
dari tanah yang relatif kering. Caranya dengan mengadakan tekanan deficit yang
cukup dalam sel-sel daun dan akar. Biasanya juga mengurangi transpirasi dengan
membentuk daun yang kecil tetapi kuat.
Tugas Latihan
1. buatkan gambar yang menjelaskan prosentase jumlah sinar matahari jatuh ke bumi
2. buatkan ilustrasi daur hidrologi kecil, sedang dan besar.

101
BAB VII
TOPOGRAFI, TANAH, ATMOSFER, DAN BIOTIKA

Pokok Bahasan : Topografi, Tanah, Atmosfer, dan Biotika


Subpokok Bahasan :
1. Topografi
2. Tanah
3. Atmosfer
4. Biotika

Kompetensi Dasar:
Mahasiswa memahami konsep dan prinsip-prinsip sehubungan dengan faktor
topografi, tanah, atmosfer, dan biotika.
Indikator:
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan korelasi anatara pengaruh faktor ketinggian garis lintang terhadap
penyebaran tubuhan.
2. Menyebutkan komponen dan sifat-sifat tanah.
3. Menerangkan peran dan fungsi mahluk hidup di dalam tanah.
4. Menjelaskan fungsi udara terhadap sistem kehidupan.
5. Menyebutkan dan menjelaskan berbagai bentuk hubungan antara tumbuhan.
Rasional
Sebagaimana sudah disampaikan di depan yakni pada materi pelajaran VI bahwa
faktor lingkungan itu terdiri dari faktor abiotik dan faktor biotik. Dalam materi
pelajaran VII ini akan secara khusus membahas tentang faktor abiotika yakti faktor
topografi, tanah, dan atmosfer, dan pula faktor abiotikanya dalam bentuk hubungan
diantara mereka. Berkaitan dengan faktor abiotika di atas dalam pembahasan ini
lebih banyak bertalian dengan faktor edafiknya, sedangkan pada pokok bahasan yang
lalu lebih menekankan pada unsure klimatiknya. Sebagaimana diketahui bahwa
faktor edafik sangat berpengaruh terhadap vegetasi yang hidup di atasnya. Dengan
memahami faktor edafik, maka hal tersebut dapat digunakan untuk mengindikasikan

102
kondisi vegetasi yang hidup di atasnya, dan sebaliknya dengan memahami secara
komprehensif vegetasi yang hidup di atasnya dapat digunakan sebagai indicator
terhadap faktor edafiknya. Bagaimana hubungan antara faktoredafik dan vegetasi
yang hidup di atasnya akan diperdalam pada pokok bahasan ini. Yang tidak kalah
pentingnya juga adalah bagaimana hubungan antara hewan dan tumbuhan yang
saling memberikan kontribusi diantara mereka, akan dibahas pula dalam pokok
bahasan ini. Dengan memahami dasar-dasar di dalam pokok bahasan ini mahasiswa
memiliki wawasan pengetahuan yang dapat diaplikasikan di lapangan untuk
mencermati situasi dan kondisi vegetasi yang didasarkan atas indicator faktor
edafiknya ataupun sebaliknya

103
BAB VII
TOPOGRAFI, TANAH, ATMOSFER DAN BIOTIKA

7.1 Topografi
Telah diketahui bahwa komunitas tumbuhan berubah dengan bertambahnya
ketinggian tempat ke arah gunung. Relief permukaan memodifikasi semua faktor
iklim. Pengaruh yang mendasar dari perubahan ketinggian tempat dari permukaan
luar (dpl) diperbesar oleh aspek dan keketerjalan lereng yang dapat menghasilkan
suatu mosaic dari suatu ekosistem yang tercermin dari bentuk-bentuk vegetasinya
yang berbeda.
1. Pengaruh Faktor Ketinggian
Topografi, dalam hal ini sering dipersempit artinya menjadi ketinggian tempat dpl,
dapat dipergunakan untuk menggambarkan perbedaan suhu kelembaban serta curah
hujan (iklim). Suhu biasanya menurun dengan bertambahnya ketinggian, Holdridge
(1967) mempergunakan laju penurunan suhu sekitar 60C untuk setiap kenaikan 1.000
m. angka ini lebih rendah dari laju adiabatic kering secara teori, yaitu 10C untuk
kenaikan 100 m.
Bertambah tingginya suatu tempat biasanya berasosiasi dengan meningkatnya
keterbukaan dan kecepatan angin, hal ini selain mengakibatkan penurunan suhu juga
kelembaban. Ketinggian juga mempunyai arti tertentu terhadap hujan orografik,
sehingga ekosistem pada daerah-daerah pegunungan sering menerima hujan yang
lebih banyak dari daerah pedataran. Dengan demikian modifikasi iklim secara makro
berdasarkan ketinggian ini akan menghasilkan suatu zonasi ekosistem, yang biasanya
juga sejalan dengan zonasi dari suhu. Sebagai tambahan perubahan utama dalam
iklim, ketinggian juga mampu memodifikasi kualitas cahaya, meningkatnya cahaya
ultraviolet yang diterima.
7.2 Tanah
Tanah dapat didefinisikan sebagai bagian atas lapisan kerak bumi yang
mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan dan hewan. Definisi ini
didasarkan pada hubungan yang erat antara tanah dan organisme hidup, yang
keduanya dipengaruhi oleh iklim dan topografi. Sesungguhnya sangatlah susah untuk

104
memisahkan pengaruh dari tanah / faktor edafik ini, karena keterjalinannya dengan
aspek lainnya dari habitat. Tanah membentuk suatu bagian yang kompleks dari
ekosistem dan ditempati oleh organisme-organisme dengan toleransi luas. Kajian
dari tanah dikenal dengan pedologi.
1. Tanah Sebagai Medium Hidupnya Tumbuhan
a. Tempat akar berpegang. Tumbuhan haruslah tertancap kuat-kuat dalam tanah
untuk menghadapi gangguang dari hembusan angin.
b. Suplai air. Umumnya tumbuhan mengisap air dari tanah melalui akarnya.
Dengan demikian tanah harus mengandung sejumlah air yang memadai, dan
jaringan berlebihan.
c. Suplai nutrisi. Nutrisi organik dan anorganik berada dalam tanah akibat
penghawaan dan penguraian / pelapukan.
d. Suplai udara. Tanah harus teraerasi secukupnya untuk memungkinkan
terjadinya respirasi akar dan penguraian oleh organisme.
Variasi dari kondisi materi yang diperlukan tumbuhan akan mengakibatkan
pembatasan dalam fungsi dan distribusi organisme dan mempengaruhi struktur dari
keseluruhan ekosistem. Faktor edafik adalah penting bagi perkembangan tumbuhan,
hal ini tergantung pada karakteristik fisika dan kimia tanah.
2. Fisika Tanah
Tanah terbentuk ddari materi organik yang berasal dari bagian biotika
ekosistem, dan materi anorganik yang berasal dari batuan akibat proses penghawaan.
Materi anorganik atau mineral membentuk sekitar 2/3 dari volume tanah dan
menentukan karakteristika fisikanya.
a. Partikel Tanah
Jumlah dan ukuran partikel mineral tergantung pada bentuk batuan asalnya
dan intensitas dari proses penghawaan yang terjadi. Partikel-partikel ini bervariasi
dalam ukuran, dari yang besar sampai yang halus dan sulit dilihat dengan mata
telanjang. Partikel-partikel ini dikelompokkan berdasarkan klas ukuran dan fraksinya.
Berbagai sistem klasifikasi dikembangkan untuk ukuran partikel ini, tetapi yang
umum dan sering dipergunakan adalah dua sistem, yaitu klasifikasi dari
International Society of Soil Science (1926), dan klasifikasi dari US Department
of Agriculture (ASDA).

105
Tabel 10. Klasifikasi Ukuran Partikel Tanah

FRAKSI TANAH SISTEM SISTEM USDA


INTERNASIONAL
Pasir sangat kasar atau --- 2,00 – 1,00 mm
krikil halus
Pasir kasar 2,00 – 0,20 mm 1,00 – 0,50 mm
Pasir medium --- 0,50 – 0,25 mm
Pasir halus 0,20 – 0,02 mm 0,25 – 0,10 mm
Lumpur kasar --- 0,10 – 0,05 mm
Lumpur 0,02 – 0,002 mm 0,05 – 0,002mm
Liat < 0,002 mm < 0,002 mm
b. Fraksi Liat
Partikel liat adalah penting karena mampu memegang air dan nutrisi dalam
tanah. Beberapa mineral liat dapat menghisap air tiga kali volumenya, menggembung
bila basah dan mengerut pada keadaan kering. Partikel-partikel liat mampu melekat
satu sama lain, sehingga pada keadaan basah tanah akan menjadi plastic dan bila
kering sangat keras. Kombinasi humus dengan liat akan membentuk humus -liat atau
kompleks koloid yang bersifat stabil, kombinasi ini tidak akan tercuci dari tanah
secara tepat. Sifat-sifat ini menempatkan atau membuat liat merupakan fraksi yang
sangat penting diantara fraksi-fraksi lainnya dan sebagai penentu utama dalam
kesuburan tanah.
c. Tekstur Tanah
Tekstur tanah ditentukan oleh proposi dari berbagai fraksi tanah yang ada.
Tekstur tanah ini tidak saja menentukan kemudahan penetrasi akar, aerasi, dan
drainas, tetapi juga dalam suplai nutrisi dan suhu tanah. Bentuk tekstur tanah ini
dapat ditentukan berdasarkan segitiga tekstur tanah di bawah ini.

106
Gambar 26. Segitiga Tekstur Tanah (Sumber:
http://unix.web.id/id3/ensiklopedis/Vegetasi_unix.html)

d. Pori Tanah
Jumlah dan ukuran ruang / pori tanah merupakan fungsi dari tekstur tanah,
pasir kasar yang lepas akan mempunyai pori yang besar (makropori) meskipun
secara total hanya sekitar 40% dari volume tanah. Sebaliknya tanah liat yang padat
akan mempunyai ruang yang kecil (mikropori) tetapi mungkin membentuk 60% dari
volume tanah.
e. Udara Dalam Tanah
Udara dalam tanah mengandung bagian yang besar / tinggi kadar
karbondioksidanya, melebihi karbondioksida di udara bebas. Hal ini akibat
pernafasan organisme dalam tanah yang tidak dikompensasikan oleh fotosintesis.
Pertukaran gas antara tanah dengan udara bebas utamanya tergantung pada pori tanah.
Tanah-tanah dengan makropori akan teraerasi dengan baik dan juga akan tecuci lebih
banyak daripada tanah dengan mikropori.

107
Kimia tanah
a. Keasaman dan Kebasaan Tanah
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pH dari tanah ini, utamanya yang
terpenting adalah iklim yang berberan terhadap penguraian dan penghawaan bantuan,
jenis batuan tanah, dan vegetasi yang akan mempengaruhi siklus nutrisi dan kimia
alami dari humus.
Pada tanah-tanah di daerah beriklim panas dan kering biasanya pH berkisar
disekitar netral sampai kuat sebagai akibat dri kekurangan hujan yang mampu
menghanyutkan basa. Sedangkan di daerah beriklim sejuk dan pasha pH tanah
berkisar sekitar asam lemah sampai asam kuat.
b. Keasamaan Tanah dan Karakteristik Lainnya
1. Status kalsium (Ca) pada tanah yang normal sangat erat kaitannya dengan pH.
pH di atas sekitar 8,3 tanah biasanya banyak mengandung kalsium bebas,
disamping jenuh oleh basa lainnya. Tanah dengan kurang lebih setengah
kapasitas kationnya jenuh oleh basa dan setengahnya lagi oleh ion hydrogen,
maka tanah tersebut berkecenderungan mempunyai pH sekitar 5,0. Dan pada pH
sekitar 3,8 atau lebih rendah lagi, koloid tanah praktis jenuh dengan ion-ion
hydrogen.
Jadi kalsium dan hydrogen bertentangan sifatnya dalam tanah, dan ini akan
mempengaruhi karakteristika tumbuhan yang hidup padanya, tumbuhan yang hidup
memerlukan sejumlah kalsium atau senang tumbuh pada tanah ber-pH tinggi dan
biasanya mengandung kalsium karbonat bebas disebut tumbuhan kalsifita,
sedangkan oksilofita merupakan kelompok tumbuhan yang memerlukan kondisi
tanah asam untuk hidupnya.
2. Keasaman tanah juga penting untuk menunjukkan kehadiran bahan-bahan
penting lainnya selain kalsium. Pada pH sekitar 6,5 semua bahan-bahan mineral
adalah cukup terlarut untuk dapat memenuhi keperluan tumbuhan, akan tetapi
pada perubahan baik kea rah basa maupun kea rah asam maka beberapa bahan
makanan menjadi berkurang kelarutannya. Juga proses nitrifikasi terhambat pada
pH di bawah 6,0 dan di atas 7,7.
3. Aspek lain dari kimia tanah menunjukkan bahwa pada pH yang ekstrim (terlalu
basa atau terlalu asam) keseimbangan beberapa bahan makanan menjadi

108
terganggu dan akan memberikan dampak keracunan atau toksik. Misalnya pada
pH terlalu rendah Al; Fe; Zn; & Cu bersifat toksik. Ion-ion H dan OH pun
menjadi berbahaya pada pH lebih rendah dari 4 dan lebih tinggi dari 9.
c. H u m u s
Bentuk dari humus tergantung pada iklim dan vegetasi. Tumbuhan yang
banyak menyerap nutrisi akan menghasilkan sampah organuk yang kaya dengan
mineral. Pada tanah dengan pengudaraan yang baik akan merangsang untuk
terjadinya penguraian yang cepat dan membentuk humus disebut m u l l, dan akan
memungkinkan hidupnya beberapa fauna tanah. Cacing dan organisme hidup lainnya
mengangkut humus melalui tanah dan mempertinggi areasi dan juga merangsang
kesuburan tanah.
Vegetasi yang menyerap sedikit nutrisi dari tanah akan menghasilkan materi
organik yang miskin akan mineral. Mengandung sedikit kalsium untuk mengimbangi
asam organik yang dilepaskan selama penguraian. Dalam situasi ini proses pelapukan
/ penguraian berjalan lambat, dan menghasilkan bentuk humus yang disebut m o r.
apabila tanah mengandung materi organik yang terlalu asam, maka tumpukan materi
organik ini akan membentuk lapisan gambut. Tanah-tanah yang mengandung humus
mor ini akan bersifat tidak fertile dan juga fauna tanahnya sangat jarang.
d. Kepentingan Bahan Organik Tanah
1. Bahan organik merupakan koloida tanah yang mempunyai kapasitas yang tinggi
dalam memegang air. Suatu partikel yang mempunyai bahan organik mampu
memegang air sampai sebesar 9 kali beratnya. Kemampuan yang jauh lebih besar
daripada daya koloida tanah liat. Oleh karena itu menambahkan bahan organik
pada tanah pasir sangat baik untuk meninggikan kesuburannya. Bahan organik
biasanya terkumpul pada lapisan permukaan atas tanah, maka lapisan ini
mempunyai daya tertinggi untuk menahan air. Mengurangi bahan organik
tidaksaja mengurangi daya menahan air tetapi juga mengurangi sejumlah bahan
makanan yang tersimpan pada sistem tanah tersebut.
2. Humus juga berguna dalam mengubah struktur tanah, dan perubahan struktur
tanah erat kaitannya dengan kesuburan tanah, dengan demikian humus merupakan
salah satu faktor penting dalam menentukan kesuburan tanah. Berbeda dengan
tanah liat, koloida humus tidak mempunyai sifat liat yang berlebihan. Dan apabila

109
bahan organik ditambahkan pada tanah liat, struktur tanah segera mengalami
perbaikan yang menguntungkan.
3. Bahan organik dalam tanah, seperti tanah liat, mampu mengadsorpsi sejumlah
makanan dalam bentuk ion-ion. Berlainan dengan tanah liat, kapasitas adsorpsi
dari bahan organik jauh lebih tinggi.
4. Kepentingan humus dari sudut kerusakan mekanis juga perlu di perhatikan, yaitu :
a. Melindungi kecambah dari percikan air hujan yang keras,
sehingga kecambah terhindar dari kerusakan / kematian.
b. Melindungi tanah dari erosi percikan hujan (splash erosion), dan
juga mengurangi kemungkinan erosi permukaan dengan
mengurangi air hujan.
5. Profil Tanah
Profil tanah merupakan suatu irisan melintang melalui tanah, yang biasanya
setiap tanh mempunyai lapisan stratifikasi atau horizon dalam profilnya. Secara
umum minimal terdapat tiga lapisan utama, dan berdasarkan konvensi diberi tanda
dengan huruf besar.
1. Horison A adalah lapisan yang erat kaitannya dengan penghawaan di
permukaan dan relatif mengandung materi organik yang tinggi.
2. Horison B adalah lapisan dengan batuan induk yang terhawakan.
3. Horison C adalah lapisan di antara kedua lapisan / horison tadi dengan
karakteristika gabungan dari A dan C.
4. Di samping ketiga pelapisan tadi sering juga dijumpai apa yang disebut
lapisan / horison O (organik) pada permukaan tanah, dan horison E
(eluviasi) di bawah lapisan A.
Setiap tanah yang berbeda mempunyai perkembangan yang berbeda pula
dari horisonnya. Gambaran ini dapat dijadikan dasar dala, klasifikasi tanah. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk menghasilkan klasifikasi tanah yang memuaskan segala
pihak. Meskipun demikian sangat sulit untuk menyusun suatu sistem dengan
masukan / meliputi semua variabel dari tanah.
Departemen pertanian Amerika Serikat mengembangkan suatu cara
penamaan tanah berdasarkan pada karakteristiknya tanah yang dapat diobservasi,
tidak didasarkan asumsi asal usulnya. Tata cara dari Deptan Amerika Serikat ini

110
(Sistem USDA) ternyata dapat diterima secara luas, utamanya dalam hal
pengelompokan tanah dalam kelompok besar yang tidak ada kaitannya dengan iklim
dan geografi.
Seacara garis besar sistem USDA, tanah dimuka bumi ini secara
taksonominya dikelompokkan ke dalam 10 kelompok utama dengan karakteristika
yang jelas dari masing-masing kelompok tersebut. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
7.3 A t m o s f e r
Atmosfer ditinjau dari sudut ekologi tidak saja terdiri dari udara bebas yang
meliputi bumi, tetapi dalam hal ini termasuk pula udara dalam tanah dan udara dalam
sistem jaringan hidup. Dengan demikian secara atmosfer, kita artikan udara dalam
tanah (yang telah dibahas dalam faktor tanah).
1. Udara Bebas
Dalam ala mini merupakan bagian utama dari bisfer yang mengandung gas-
gas seperti : Nitrogen (78 %), Oksigen (20,99 %), Argon (0,94 %), Karbondioksida
(0,03 %), Hidrogen (0,01 %), Neon (0,0018 %), Helium (0,0005 %), Kripton (0,0001
%), dan uap air yang berubah ubah jumlahnya. Selain itu di udara masih terdapat
pula debu, partikel asap, organisme mikro, tepung sari, gas-gas industry, dan lain-
lain.
Udara bebas mempunyai peranan yang sangat penting bagi sistem kehidupan,
di antaranya adalah:
1. Mencegah perubahan-perubahan suhu secara mencolok;
2. Memberi kemungkinan terjadinya pertukaran gas-gas antara bebas dengan
protoplasma;
3. Sumber oksigen untuk pernafasan, dan karbondioksida untuk fotosintesis;
4. Menentukan laju penguapan dan transpirasi; dan
5. Agen dalam penyerbukan dan penyebaran tumbuhan.
Jumlah molekul dari kebanyakan gas di udara bebas akan berkurang tiap
unit volume dari atmosfer dengan bertambahnya ketinggian suatu tempat. Di daerah-
daerah pegunungan yang tinggi sering terjadi kekurangan oksigen, sehingga
membahayakan kehidupan. Meskipun demikian terjadi juga adaptasi terhadap situasi

111
ini, baik bagi manusia, maupun tumbuhan yang berada di tempat yang kekurangan
oksigen.
Karbondioksida dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya, misalnya
dekat laut akan berbeda dengan di daratan yang gersang, meskipun secara relatif
kosentrasi keseluruhan akan tetap. Selain itu kehadiran batuan karbonat dan kegiatan
gunung berapi akan mempengaruhi karbondioksida ini.
Karena banyaknya proses-proses yang memerlukan oksigen maka peranan
fotosintesis sangat memegang peranan yang penting. Susunan oksigen relatif konstan
dengan adanya keseimbangan antara laju fotosintesis dengan laju pernafasan seta
aktivitas lainnya (proses geologi).
7.4 Faktor Biotika
Faktor biotika adalah semua komponen hidup dari suatu ekosistem, baik
manusia, maupun tumbuhan yang dapat mempengaruhi masyarakat tumbuhan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Bila dikatakan bahwa ala mini tidak ada satu organisme yang mampu hidup
tanpa pengaruh organisme lainnya. Saling pengaruh mempengaruhi atau saling
ketergantungan ini meliputi berbagai hal, di antaranya dalam proses pertumbuhan,
penerimaan bahan makanan, pembiakan atau penyebaran.
1. Beberapa bentuk hubungan antara tumbuhan
a. Kompetisi
Merupakan hasil dari persaingan antara individu tumbuhan dengan
individu lainnya dalam hal pemenuhan kebutuhan akan nutrisi, air cahaya, ruang dan
sebagainya. Jadi kompetisi akan timbul apabila individu tumbuhan mempunyai daur
hidup dan keperluan lingkungan yang sama dengan individu-individu lainnya, baik
untuk jenis yang sama maupun jenis yang berbeda.
Contoh paling jelas adalah pergantian jenis-jenis tumbuhan selama suksesi
dalam bentuk seral-seralny, yaitu dari jenis opurtunis sampai ke jenis keseimbangan.
b. Liana
Liana merupakan tumbuhan yang berakar dalam tanah dan berusaha
mempertahankan tegaknya batang dengan mempergunakan tumbuhan lain sebagai
penyokong / penolong lainnya. Strategi yang dipergunakan adalah untuk mendapat
sejumlah cahaya matahari yang melimpah untuk keperluan fotosintesis, sehingga

112
letak daun-daunnya jauh tinggi di atas, dan perbungaannya, sedangkan akar tetap
berada di dalam tanah.
Batangnya mempunyai karakteristika anatomi khusus, yaitu terdiri dari dua
bagian utama :
a. Bagian berkayu silindris dan dipisahkan oleh jaringan parenkim yang vertical.
b. Serabut-serabut xylem yang panjang dan lebar.
Bagian berkayu teradaptasi untum mempermudah pergerakan dan perputaran
batang sehingga mudah untuk berubah bentuk untuk memanjat atau membelit.
Kadangkala juga dilengkapi struktur lainnya untuk mempermudah panjatannya,
seperti Cucurbitaceae dan Passifloraceae.
c. Epifit
Kelompok tumbuhan yang memanfaatkan tumbuhan lainnya untuk tempat
hidup secara menempel, jadi berbeda dengan parasit mereka mempunyai akar untuk
mengisap air dan nutrisi yang terlarut, dan mampu menghasilkan makanan sendiri,
yang diperlukan oleh epifit ini adalah peneduhan dari tumbuhan lain serta
kelembaban, sehingga tidah tahan terhadap kekeringan.
d. Lumut Kerak
Organisme yang terbentuk karena adanya hubungan antara saru atau lebih
jenis jamur (biasanya Asconmycetes atau Basidiomycetes) dengan satu atau lebih
ganggang hijau atau ganggang biru bersel satu. Ganggang selain selalu terdiri dari
jenis yang dapat hidup bebas, tetapi juga jamurnya hanya khusus terdapat pada kerak.
Lumut kerak ini merupakan contoh yang baik untuk simbiosis mutualistis,
hubungannya saling menguntungkan. Beberapa pakar menganggap hubungan yang
bersifat parasit ringan, karena jamurnya tidak bisa hidup bebas / sendiri sedangkan
ganggangnya mampu hidup sendiri.
Jamur menerima seluruh makanannya dari ganggang. Selain melindungi
jamur juga berguna bagi ganggang karena kemampuannya untuk memikat N dan
juga dalam penyerapan air.
Lumut kerak sangat bervariasi dalam sifat dan bentuknya dan tersebar secara
luas hamper ke seluruh muka bumi. Biasanya bersifat serotif dan sering hidup di atas
batu yang tandus yang tidak memungkinkan tumbuhan lain untuk hidup dengan baik,
dengan demikian lumut kerak ini merupakan tumbuhan pionir.

113
e. Mikotrofi
Merupakan hubungan antara jamur dengan tumbuhan, biasanya jamur bersatu
dengan beberapa bagian tumbuhan tinggi (akar), membentuk bagian yang disebut
mikorisa.
Dikenal ada dua bentuk mikorisa ini, yaitu:
 Ektotrotofi, miselia membentuk lapisan tebal menutupi permukaan air, dan
mempunyai hife menonjol keluar.
Contoh : Pinaceae, dan Amentiferae.
 Endotrofi, hife masuk ke protoplast dari jaringan parenkhim dari akar, dan
sebagian keluar menembus tanah.
Contoh : Ericaceae, dan Orchidaceae.
2. Pengaruh Hewan pada Tumbuhan
a. Perusakan
Hubungan ini timbul akibat peranan tumbuhan sebagai sumber pakan bagi
hewan, baik seluruhnya maupun sebagian. Disamping akibat yang langsung melalui
proses pemakamannya, juga kerusakan ini bisa ditimbulkan akibat injakan-injakan
hewan perumput.
Di alam biasanya kedua prose itu terjadi bersamaan dan sering menjadi faktor
pembatas untuk penyebaran tumbuhan, dan juga dapat menghasilkan bentuk-bentuk
morfologi khusus sebagai adaptasinya, yang pada akhirnya akan menghasilkan
masyarakat tumbuhan karakteristika.
b. Penyebukan oleh Hewan
Salah satu hubungan yang umum antara hewan dan tumbuhan adalah
dalam proses penyerbukan atau pemindahan tepung sari ke kepala putik. Serangga
biasanya merupakan hewan penyerbuk atau pollinator utama, tetapi kadangkala dapat
juga dilakukan oleh hewan lainnya seperti burung, kelelawar, dan sudah terang
manusia.
Tumbuhan yang penyerbukannya dilakukan oleh serangga dikenal dengan
istilah entomofili, biasanya mempunyai karakteristika tersendiri, yaitu :
- Perhiasan bunga berkembang dengan baik
- Tepungsari berkumpul pada suatu kelompok
- Putik berbentuk tongkat

114
- Sering bunga dilengkapi dengan nectar
Serangga biasanya mengunjungi bunga untuk mengambil madu dan
tepung sari sebagai makanannya. Tepung sari melekat pada tubuhnya yang berbulu
sehingga terjadi perpindahan dari satu bunga ke bunga lainnya, dan mempunyai
kesempatan tepungsari ini untuk menempel di kepala putik, maka terjadilah
hubungan yang bersifat simbiosis.
c. Penyebaran oleh Hewan ( zookhori )
A. Endozookhori
Alat penyebar, buah, dimakan oleh hewan tetapi karena bijinya dilapisi oleh
kulit luar yang keras maka tidak dapat dicernanya, yang kemudian akan keluar
bersama feces.
Contoh: Kopi oleh Luak, Rubus oleh berbagai jenis burung, dan area juga oleh luak.
Alat penyebar dilengkapi oleh struktur khusus sehingga dapat menempel pada
tubuh hewan (yang umumnya berbulu ), sehingga biji atau buah terbawa ke tempat
yang jauh.
Contoh : Urena Iobata, Bidens spp, Andropoqon aciculatus, dll.
3. Tumbuhan karnivora
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang mampu mencerna hewan, biasanya
serangga, dalam menambah keperluannya akan zat lemas. Hal ini dimungkinkan
karena tumbuhan tersebut dilengkapi oleh struktur organ tertentu berupa kantung
yang diisi cairan hasil ekskresi berupa ensima proteolitik, biasanya kantung ini
merupakan modifikasi dari organ daun.
Contoh : Nephentes spp, ; Utrlcularia spp
Tugas latihan
1. Buatkan diagram korelasi penyebaran tumbuhan antara ketinggian dengan garis
lintang.
2. Diskusikan masalah penerbangan hutan tropis yang berdampak global terhadap
keseimbangan oksigen dan karbondioksida.

BAB VIII

115
PRODUKTIVITAS

Pokok Bahasan : Produktivitas


Subpokok Bahasan :
1. Pengertian Produktivitas
2. Produktivitas Primer dan Sekunder
3. Proses-proses dalam produktivitas primer
4. Metode-metode dalam penentuan produktivitas
primer
5. Produktivitas primer dalam ekosistem alami
6. Gambaran umum produktivitas dalam ekosistem
7. Produktivitas dalam sistem pertanian

Kompetensi Dasar:
Mahasiswa memahami konsep-konsep dasar produktivitas primer

Indikator:
Setelah proses pembelajaran ini selesai, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian produktivitas
2. Membedakan pengertian produktivitas primer dan sekunder
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer
4. Menjelaskan minimal 3 metode yang digunakan untuk menentukan produktivitas
primer
5. Menjelaskan gambaran umum produktivitas primer ekosistem alami (seperti:
padang pasir, hutan tropik dll. )
6. Menerapkan konsep-konsep produktivitas dalam sistem pertanian

RASION Fungsi dari Ekosistem adalah aliran energi dan siklus materi. Energi
mengalir dari energi cahaya matahari, produsen, konsumen dan penguarai. Energi
matahari diikat oleh tumbuhan (autotrof) melalui proses fotosintesis diubah menjadi
bentuk energi kimia. Energi kimia inilah yang dimanfaatkan oleh semua mahluk
hidup atau komunitas untuk memenuhi kebutuhan energinya. Pengikatan energi
oleh autotrof ini dan pemanfaatannya baik untuk kebutuhan energi dalam
melaksanakan proses hidup dan penyimpanannya dalam bentuk standing crop, di
dalam ekologi dikenal dengan kajian produktivitas primer. Kajian budget energi di
dalam ekosistem merupakan hal yang penting dalam mengkaji materi ekosistem.

BAB VIII

116
PRODUKTIVITAS

Produktivitas merupakan laju pemasukkan dan penyimpanan energi di dalam


ekosistem. Produktivitas dapat dibedakan:
1. Produktivitas primer, adalah pengubahan energi cahaya oleh produsen atau atutrof.
2. Produktivitas sekunder, adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba
(heterotrof)
Kedua bentuk produktivitas ini dapat dibedakan menjadi produktivitas primer kotor
dan produktivitas primer bersih. Produktivitas kotor adalah total materi organik yang
dihasilkan sedangkan produktivitas bersih adalah jumlah materi organik yang tersisa
setelah dimanfaatkan dalam pernapasan. Dengan demikian yang dimaksud dengan
produktivitas primer kotor adalah total karbohidrat yang dihasilkan dalam proses
fotosintesis, dan produktivitas primer bersih adalah jumlah materi organik yang
tersisa dalam tumbuhan setelah dimanfaatkan dalam proses pernapasan.
Karena produktivitas merupakan laju penambahan materi organik baru, maka
satuan yang digunakan adalah:
 Satuan energi (kkal) atau satuan biomasa (gram)
 Satuan luas (persegi)
 Satuan waktu (hari, minggu, bulan, tahun)
Contoh satuan produktivitas: gram/m2/hari
Dalam kajian Ekologi Tumbuhan hanya akan dibahas Produktivitas Primer

8.1 Proses-proses Dasar Dalam Produktivitas


Produktivitas primer bersih ditentukan oleh perbedaan relatif dari hasil
fotosintesis dengan materi yang dimanfaatkan dalam proses respirasi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi produktivitas primer adalah :
a. Proses Fotosintesis
Dalam proses ini hanya sebagian kecil energi cahaya yang dimanfaatkan.
Sebagian besar cahaya dipantulkan kembali atau berubah menjadi panas.
Diperkirakan dari sejumlah energi cahaya yang sampai pada tumbuhan, hanya 1 – 5

117
% dapat diubah menjadi energi kimia. Meskipun demikian, energi yang kecil ini
mampu mengelola fungsi dari ekosistem dunia ini.
Pemanfaatan energi cahaya untuk membentuk karbohidrat dalam fotosintesis
meliputi beberapa proses kimia yang sangat kompleks termasuk dengan
biokatalisatornya yang berupa enzim. Secara sederhana reaksi fotosintesis dapat
dituliskan sbb.
Energi cahaya
6 CO2 + 6 H2O 6 C6H12 O6 + O2
Klorofil
Gula yang dihasilkan dalam proses fotosintesis mempunyai berbagai kemungkinan,
yaitu: dimanfaatkan kembali dalam proses respirasi untuk menghasilhan ATP untuk
memenuhi kebutuhannya akan energi dalam melaksanakan proses hidup, dikonpersi
menjadi bentuk senyawa organik lain seperti lignin, selulosa, lemak, dan
dikombinasi dengan gugus tertentu menjadi asam amino dan selanjutnya diubah
menjadi protein.

b. Proses Respirasi
Proses ini merupakan kebalikan dari proses fotosintesis yang melibatkan
berbagai reaksi dan biokatalisator yang berupa enzim. Secara sederhana reaksinya
dapat dituliskan sebagai berikut:
Enzim
6 C6H12O6 O2 6 CO2 + energi

Pada kondisi optimum kecepatan fotosintesis dapat mencapai 30 kali dari kecepatan
respirasi, terutama pada tempat-tempat yang terdedah dengan cahaya matahari. Pada
umumnya tumbuhan menggunakan karbohidrat untuk respirasinya berkisar antara
10 – 75 % dari hasil fotosintesisnya, dan ini tergantung dari jenis dan usia tumbuhan.

c. Faktor Lingkungan
Fotosintesis, kecpatan dan efesiensinya tergantung pada berbagai faktor,
baik faktor eksternal maupun internal dari tumbuhan itu sendiri. Berbagai faktor
eksternal yang mempengaruhi proses fotosintesis adalah cahaya, karbohidrat, air,

118
rnutrisi dan suhu. Sedangkan faktor internal adalah struktur dan komposisi komunitas,
jenis dan usia tumbuhan, dan peneduhan.
Cahaya
Panjang gelombang maupun intensitas cahaya sangat berperan terhadap
proses fotosintesis.
Energi cahaya diserap oleh pigmen tumbuhan, yaitu klorofil terutama yang
diserap adalah gelombang dari cahaya merah dan biru, sedangkan cahaya hijau
sendiri akan dipantulkan atau tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis.
Keadaan akan berlainan apabila pigmen tumbuhan yang menyerap energi cahaya
adalah pigmen coklat dan biru, seperti pada beberapa ganggang yang hidup di laut,
maka cahaya hijau dapat diserapnya. Jadi kualitas cahaya merupakan faktor
pembatas dalam proses fotosintesis.
Intensitas cahaya dapat menentukan jumlah energi yang sampai dipermukaan
daun dan menentukan jumlah energi yang dapat dipergunakan dalam proses
fotosintesis. Beberapa penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa pada keadaan
cahaya yang lemah, tumbuhan mampu menyerap cahaya dan mengubahnya menjadi
gula dengan efesiensi sekitar 20 %, sedangkan pada cahaya yang terang efesiensinya
menurun secara drastic hingga mencapai 8 %. Gambaran seperti di atas merupakan
gambaran yang umum terjadi untuk seluruh tumbuhan, dari ganggang sampai
tumbuhan tinggi. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan mekanisme fotosintesis
dengan peningkatan intensitas cahaya. Pada intensitas cahaya yang tinggi dapat
merusak klorofil.
Apabila semua faktor yang diperlukan berada dalam keadaan optimal, jumlah
cahaya yang dipakai sebanding dengan jumlah cahaya yang diserap (sejalan dengan
jumlah klorofil yang ada). Beberapa tumbuhan seperti kacang-kacangan dan biji-
bijian teradaptasi untuk hidup pada habitat dengan intensitas cahaya yang tinggi dan
mempunyai jaringan yang aktif untuk fotosintesis dengan proporsi tinggi. Tumbuhan
lain yang bisa hidup di bawah naungan teradaptasi untuk cahaya yang lemah, jumlah
jaringan yang aktif dalam fotosintesis adalah rendah sehingga jumlah total
klorofilnya rendah pula. Apabila tumbuhan ini terkena cahaya dengan intensitas yang
tinggi, maka klorofilnya akan rusak dan tidak mampu untuk menyerap semua cahaya
yang ada.

119
Karbondioksida
Karbondioksida diambil oleh tumbuhan dari udara melalui proses difusi, dan
pada kebanyakan tumbuhan difusi ini terjadi melalui mulut daun (stomata), yang
biasanya terbuka pada waktu siang hari dan menutup pada malam hari. Pengambilan
karbondioksida ini berjalan secara pasif dan di pengaruhi oleh berbagai faktor,
namun yang relatif sangat menentukan adalah kadar karbondioksida yang ada di
dalam tumbuhan.
Air
Tumbuhan bila tidak didukung oleh sejumlah air yang, memadai maka
stomata akan tertutup dan tumbuhan menjadi layu karena kekurangan air. Pada
kondisi yang demikian, semua proses metabolism dari tumbuhan akan berjalan
dengan lambat sekali dan tidak terkecuali proses fotosintesis.
Nutrien
Tumbuhan harus didukung oleh sejumlah nutrien yang diperlukan untuk
membentuk sejumlah klorofil dan enzim yang berperan aktif dalam proses
fotosintesis. Banyak nutrien mikro yang penting dalam mendukung proses ini,
misalnya magnesium adalah sangat penting dan merupakan bagian utama dari
molekul klorofil.
Suhu
Laju proses kimia sangat ditentukan oleh keadaan suhu. Hokum dari Hoff
menyatakan bahwa setiap kenaikan temperature 10 oC maka laju proses kimia naik
menjadi dua kalinya. Hal ini tidak seluruhnya benar dalam proses hidup. Lajunya
akan menjadi maksimum sampai temperature optimum untuk suhu tubuh, setelah itu
akan menurun dengan cepat. Pada suhu yang tinggi enzim tidak aktif mengapa?
Struktur dan Komposisi Komunitas
Pada kondisi tanah dan iklim yang relatif sama belum tentu produktivitas
yang ada di daerah itu sama. Dalam hal ini perbedaan komposisi dan struktur
komunitas sangat menentukan. Bentuk pohon, perdu, dan herba yang hidup pada
habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda.

Jenis dan Umur Tumbuhan

120
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam
suatu ekosistem merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula
perbedaan produktivitas pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang
berbeda dari suatu jenis yang sama. Umurnya tumbuhan akan mencapai produktivitas
primer yang maksimum adalah pada fase muda. Hal ini merupakan keunggulan
ekologi untuk tumbuh dengan cepat pada saat-saat awal demi tercapainya efektivitas
dalam berkompetisi. Ketika ukuran tubuh tumbuhan meningkat energi yang difiksasi
lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya.
Produktivitas primer kotor yang berlebihan digunakan untuk membentuk
produktivitas primer bersih yang secara teratur menurun dalam masa pemasakan.
Secara umum pola produktivitas tumbuhan berdasarkan umurnya dapat digambarkan
seperti dibawah ini.
Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya akan sangat berperan
dalam menentukan efesiensi ekosistemnya. Jagung dan tebu merupakan tanaman
paling efesien dan produktif diantara tanaman lainnya. Tumbuhan ini mempunyai
daun-daun yang relatif lebar dan vertical sehingga dapat menghasilkan area aktif
fotosintesis maksimum untuk cahaya yang dating dan rendah sekali total peneduhnya.
Dalam ekosistem alami yang kompleks, misalnya hutan tropis akan terdapat
beberapa lapisan vegetasi pembentuknya, yaitu lapisan pohon, perdu dan lapisan
herba pada dasar hutan. Jumlah cahaya yang sampai ke lapisan dasar akan sangat
ditentukan oleh karakteristika lapisan kanopi hutan tersebut.
8.2 Beberapa Metode Penentuan Produktivitas Primer
Cara-cara untuk menentukan produktivitas primer adalah sangat penting,
mengingat proses ini mempunyai arti ekologi yang sangat nyata. Sebagian besar
pengukurannya dilakukan secara tidak langsung, berdasarkan pada jumlah substansi
yang dihasilkan, atau jumlah material yang dipakai, atau jumlah hasil sampingannya.
Satu hal yang perlu diingat bahwa proses fotosintesis berada dalam keseimbangan
dengan respirasi. Beberapa cara penentuan produktivitas primer adalah sbb:

a) Metode Penuaian

121
Cara ini ditentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat
dinyatakan secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi
keduanya dinyatakan dalam luas dan periode waktu tertentu. Metode ini mengukur
produktivitas primer bersih. Mengapa demikian? Diskusikan!
Metode penunaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan
biasanya untuk vegetasi yang sederhana. Tetapi dapat pula digunakan untuk
ekosistem lainnya dengan syarat tumbuhan tahunan predominan dan tidak terdapat
rerumputan. Untuk ini paling baik mencuplik produktivitas pada satu seri
percontohan (cuplikan) selama satu musim tumbuh.
Metode penenuaian ini sangat sederhana, meskipun memiliki potensi
kesalahan-kesalahan sistem akar harus termasuk dalam perhitungan, dan adanya
hewan hewan herbivore.
b) Metode Penentuan Oksigen
Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan
erat antara produktivitas dengan oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan. Tetapi
harus diingat, sebagian oksigen dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses
respirasi, dan harus diperhitungkan dalam penentuan produktivitas.
Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem
perairan, dengan fitoplangton sebagai produsennya.
Dua contoh air yang mengandung ganggang diambil pada kedalaman yang
relatif sama. Satu contoh disimpan dalam botol bening dan satunya lagi disimpan
dalam botol yang dicat hitam. Kandungan oksigen dari kedua botol tadi sebelumnya
ditentukan, kemudian dismpan dalam air yang sesuai dengan kedalaman dan tempat
pengambilan yang tadi. Kedua botol tadi dibiarkan selama satu sampai 12 jam.
Selama itu akan terjadi perubahan kandungan oksigen di kedua botol tadi. Pada botol
yang hitam terjadi proses respirasi yang menggunakan oksigen, sedangkan pada
botol yang bening akan terjadi baik fotosintesis maupun respirasi. Diasumsikan
bahwa respirasi pada kedua botol relatif sama. Dengan demikian produktivitas
primer dari ganging dapat ditentukan.
Metode ini memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu hanya dapat dilakukan
pada produsen mikrodan asumsi respirasi pada kedua botol tadi sama adalah kurang
tepat. Mengapa demikian?

122
c, Metode Pengukuran Karbondioksida
Karbondioksida yang dipakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat
dipergunakan sebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga
pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus diperhitungkan.
Metode ini cocok untuk tumbuhan darat dan dapat dipakai pada suatu organ
daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunikasi tumbuhan.
Ada dua tehnik atau metode utama, yaitu.
1. Metode ruang tertutup, biasanya dipergunakan untuk sebagian atau seluruh
tumbuhan kecil (herba, perdu pendek). Dua contoh dipilih dan diusahakan satu
sama lainnya relatif sama. Satu contoh disimpan dalam kontainer bening dan
satunya lagi disimpan dalam kontainer gelap (tertutup lapisan hitam). Udara
dibiarkan keluar-masuk pada dan mempergunakan pengisap udara dengan
kecepatan aliran udara tertentu. Konsentrasi karbondioksida yang masuk dan
keluar container dipantau. Dengan cara ini karbondioksida yang dipakai dalam
fotosintesis dapat dihitung, yaitu sama dengan jumlah yang dipakai dalam
kontainer bening/terang. Dalam kontainer gelap terdapat produksi
karbondioksida sebagai hasil respirasi, dan pada kontainer bening
karbondioksida dipakai dalam proses fotosintesis dan juga adanya produksi
akibat respirasi.
Metode ini juga memiliki kelemahan seperti pada metode dengan penentuan
oksigen dan meningkatkan suhu dalam kontainer (seperti rumah kaca) sehingga
mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi.
2. Metode aerodinamika, metode ini maksudnya menutupi kelemahan-kelemahan
pada metode ruang tertutup. Karbondioksida yang diukur diambil dari sensor
yang dipasang pada tabung tegak dalam komunitas, dan satunya lagi dipasang
lebih tinggi dari tumbuhan. Perubahan konsentrasi karbondioksida di atas dan di
dalam komunitas dapat dipakai sebagai indikasi dari produktivitas. Pada malam
hari konsentrasi karbondioksida akan meningkat akibat terjadi respirasi,
sedangkan pada siang hari konsentrasi akan menurun akibat proses fotosintesis.
Perbandingan konsentrasi ini merupakan indikasi berapa banyak karbondioksida
yang dimanfaakan dalam fotosintesis.
d. Metode Radioaktif

123
Materi aktif yang dapat diidenfikasi radiasinya dimasukkan dalam sistem.
Misalnya karbon aktif (14C) dapat diintroduksi melalui suplai karbondioksida yang
nantinya diasimilasikan oleh tumbuhan dan dipantau untuk mendapat perkiraan
produktivitas. Teknik ini sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih,
tetapi memiliki kelebihan dari metode yang lainnya, yaitu dapat dipakai dalam
berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran terhadap ekosistem.
e. Metode Penentuan klorofil
Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio
asimilasi untuk suatu tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas
program klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan berdasarkan cara yang
sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen tumbuhan. Bila rasio asimilasi,
kadar klorofil, dan jumlah energi cahaya diketahui, maka produktivitas primer kotor
dapat diketahui. Metode ini dapat diterapkan pada berbagai tipe ekosistem.
8.3 Produktivitas Primer dalam Ekosistem Alami
Pengukuran produktivitas primer kotor yang pernah dilakukan pada
ekosistem alami memperlihatkan harga yang rendah namun ada juga yang
menunjukkan harga yang tinggi. Odum (1963) melakukan pengukuran produktivitas
primer kotor terhadap berbagai tipe ekosistem alami. Satuan yang digunakan :
gram/m2/hari berat kering materi organik untuk siklus satu tahun. Secara garis besar
produktivitas primer ekosistem alami dapat dikelompokkan dalam tiga kategori
utama, yaitu:
a. Relatif tidak produktif, termasuk di dalamnya lautan terbuka dan padang pasir.
Produktivitasnya lebih rendah dari 0,1 gram/m2/hari.
b. Produktivitas medium, meliputi padang rumput semi kering, pantai laut, danau
dangkal, dan hutan di tanah kering. Harga produktivitasnya berkisar antara 1-10
gram/m2/hari.
c. Sangat produktif, meliputi estuaria, sistem koral, hutan lembab, paparan aluvial,
dan daerah pertanian yang intensif. Produktivitasnya antara 10-20 gram/m2/hari.
8.4 Gambaran Umum Produktivitas Ekosistem
a) Sebagian besar prosentase permukaan bumi berada dalam kategori produktivitas
yang rendah, akibat tidak adanya air seperti padang pasir atau kekurangan hara
seperti lautan dalam.

124
b) Produktivitas lautan pada kenyataannya lebih rendah dari pada produktivitas
daratan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa penyebab, yang paling penting adalah
tingginya prosentase energi yang dipakai dalam respirasi oleh fitoplangton, dan
akhirnya kekurangan hara terutama pada lapisan permukaan air.
c) Ekosistem yang paling produktif adalah ekosistem terbuka, memiliki komunikasi
yang intensif terhadap ekosistem lainnya (adanya masukkan). Misalnya estuaria,
rawa, dan koral yang kesemuanya, mendapatkan masukkan nutrisi dari daerah
sekitarnya. Sistem setengah tertutup dengan siklus nutrisi yang mandiri
umumnya kurang produktif.
8.5 Produktivitas dalam Sistem Pertanian
a) Pemanfaatan rata-rata energi matahari oleh ekosistem alami adalah dua sampai
tujuh kali rata-rata yang dipakai oleh tanaman pertanian. Hal ini memiliki
implikasi yang luas. Berarti semua atau sebagian besar dari pola produksi
makanan adalah kurang efisien. Bila ekosistem alami ini dikonversi menjadi
ekosistem pertanian efisiensinya menurun. Rata-rata produktivitas biji-bijian
dunia sekitar 2 gram/m2/hari, ini merupakan angka yang rendah jika
dibandingkan dengan ekosistem alami.
b) Dalam beberapa daerah iklim, sistem pertanian yang memanfaatkan energi surya
sepenuhnya adalah tanaman yang selama setahun penuh mempunyai penutupan
atau kanopi yang rapat. Dalam hal ini sistem pertanian tumpang sari adalah
gambaran sistem pertanian yang efisien. Jumlah klorofil perunit area adalah
tinggi, sehingga energi lebih banyak yang dimanfaatkan.
c) Pada kenyataan semua produktivitas yang diperkirakan untuk pertanian
memerlukan subsidi energi. Pertanian memerlukan subsidi energi bahan bakar
untuk traktor atau untuk mengolah tanah, memberikan pupuk, pestisida dan yang
lainnya. Apabila kesemuanya diperhitungkan maka efesiensi ekosistem
pertanian adalah sangat rendah.

8.6 Implikasi Bagi Nutrisi Manusia


Selama sistem alami maupun pertanian produktivitasnya rendah, maka
haruslah dilakukan usaha untuk meningkatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Caranya adalah dengan mengurangi faktor pembatas untuk kehidupan

125
tumbuhan, seperti : pembuatan irigasi, penambahan pupuk, meningkatkan teknologi
pertanian, pembuatan bibit unggul dan lain-lainnya.
Pada umumnya hasil kombinasi usaha ini meragukan, apakah dapat
meningkatkan produksi makanan sepuluh kali lipat, sehingga dapat mengimbangi
laju pertumbuhan penduduk manusia di bumi ini? Ketidak efisienan produktivitas
primer pertanian ini berkaitan dengan kenyataan bahwa sebagian besar populasi
manusia menduduki tingkat tropik di atas herbivore. Dengan demikian sangat besar
energi yang hilang sebelum dimanfaatkan eleh manusia. Dengan demikian usaha
yang dilakukan adalah menanam tanaman yang langsung dapat dimakan manusia.

Tugas Latihan
a) Mengapa materi produktivitas perlu dikaji dalam mempelajari ekologi.
b) Uraikan secara kongkrit usaha yang dapat dilakukan manusia untuk
meningkatkan produktivitas tanaman pertanian sehingga manusia tidak
kekurangan pangan.

126
BAB IX
SUKSESI

Pokok Bahasan : Suksesi


Subpokok Bahasan :
1. Pengertian dasar suksesi
2. Pendekatan kajian suksesi
3. Konsep klimaks
4. Beberapa permasalahan konsep suksesi
5. Suksesi sebagai penggertian dari jenis oportunis dan
keseimbangan
6. Suksesi dan pertanian
7. Beberapa contoh suksesi
Kompetensi Dasar :
Mahasiswa memahami konsep-konsep suksesi
Indikator :
Setelah proses belajar mengajar ini selesai mahasiswa dihaapkan mampu
1. Menjelaskan pengertian suksesi menurut Tanseley, Clements, dan Gams
2. Menjelaskan pendekatan suksesi lama
3. Menjelaskan pola pendekatan suksesi modern
4. Menjelaskan teori monoklimaks, poliklimaks, dan potensi biotik
5. Menjelaskan konsep stabilitas dan kemantapan dalam suksesi
6. Membedakan strategi oportunis, dan keseimbangan populasi-populasi dalam
suksesi
7. Menerapkan konsep-konsep suksesi dalam pertanian
8. Memberikan minimal tiga contoh suksesi

Rasional
Suksesi merupakan perubahan komunitas, baik perubahan yang terjadi secara
progresif maupun retrogresif. Dalam perubahan ini melibatkan semua proses ekologi,
yaitu perubahan : aliran energi, siklus materi, keanekaragaman, struktur komunitas,

127
produktivitas dan lain-lainnya. Kajian suksesi ini merupakan kajian yang menarik,
dan dapat menjelaskan semua perubahan komunitas (ekosistem) yang dapat diamati
di lingkungan kita.

128
BAB IX
SUKSESI
Semua ekosistem akan mengalami perubahan, baik struktur maupun
fungsinya dalam perjalanan waktu. Beberapa perubahan mungkin hanya merupakan
fluktuasi lokal yang kecil sifatnya sehingga tidak memberikan arti penting.
Perubahan lainnya mungkin sangat besar sehingga mempengaruhi ekosistem secara
keseluruhan.
Kajian perubahan ekosistem dan stabilitasnya, meliputi aspek-aspek yang
sangat luas seperti siklus nutrisi, produktivitas konsep energi, dan kaitannya terhadap
masalah pertanian dan konservasi.
Perubahan ekosistem ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:
a. Akibat perubahan iklim
Perubahan iklim dalam skala global yang meliputi waktu ribuan bahkan
jutaan tahun mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem menuju arah
penyesuaian. Bentuk perubahan ini meliputi perubahan penyebaran tumbuhan dan
hewan sehingga terbentuk ekosistem seperti sekarang.
b. Perubahan dari faktor luar
Faktor luar yang dimaksud, seperti api, penginjakan, atau populasi dapat
menginduksi perubahan ekosistem baik untuk sementara maupun dalam waktu yang
relatif lama.
c. Sifat dari sistem itu sendiri
Perubahan ini merupakan suksesi ekologi, yang dapat diartikan sebagai
perubahan dalam ekosistem yang berkembang kea rah pemasakan atau keseimbangan
(steady state). Seperti yang telah diketahui, ekosistem merupakan sistem yang
terbuka memiliki kemampuan untuk mengatur diri oleh sistem umpan balik neggatif,
yaitu ekosistem berubah mengarah pada keseimbangan yang berupa ekosistem yang
stabil.
9.1 Pengertian Dasar Suksesi
Seperti yang sering kita lihat, apabila suatu kebun dibiarkan atau lapangan
rumput dibiarkan begitu saja, maka vegetasinya akan berubah sesuai dengan
perjalanan waktu. Berbagai tumbuhan liar akan tumbuh dan akan mengubah sifat

129
dari ekosistem semula. Demikian juga suatu lahan pertanian bila dibiarkan, akan
tumbuh berbagai tumbuhan herba, perdu, dan pohon yang menguasai lahan pertanian
tersebut, dan lambat laun bila tanah dan iklimnya memungkinkan, lahan tersebut
akan menjadi hutan.
Perubahan yang sama akan terjadi pada lahan-lahan yang baru terbentuk yang
dibiarkan secara alami, seperti delta, bukit pasir, daerah aliran lahar dan lain-lain.
Pada mulanya lahan yang belum matang, materi organik belum ada bila dibiarkan
secara alami akan mengalami perubahan sehingga menunjang kehidupan yang aka
nada di tempat tersebut dan terbentuklah suatu ekosistem.
Suatu komunitas dapat mengalami kehancuran akibat adanya tanah longsor,
banjir gunung meletus atau pengaruh kegiatan manusia yang mengakibatkan
kerusakan yang parah. Hancurnya vegetasi itu akan mengakibatkan terbukanya tanah
yang memungkinkan merupakan habitat baru bagi tumbuhan liar.
Yang pertama kali masuk daerah itu adalah tumbuhan pelopor (pionir). Yaitu
tumbuhan yang memiliki kemampuan tinggi untuk hidup pada keadaan lingkungan
yang serba terbatas, atau mampu menghadapi berbagai factor pembatas, seperti
kesuburan tanah yang rendah, kekurangan air, intensitas cahaya yang terlalu tinggi
dan lain sebagainya. Kehadiran kelompok perintis ini akan menciptakan kondisi yang
memungkinkan untuk tumbuhnya kelompok tumbuhan lainnya. Kelompok tumbuhan
perintis ini akan menciptakan substrat yang lebih baik dan membantu memberikan
senyawa organik sebagai hasil pelapukan dari tumbuhan pionir yang telah mati.
Proses akan berkembang sesuai dengan perjalanan waktu dan terbentuk komunitas
yang lebih kompleks yang mengarah pada pematangan bentuk komunitas. Seluruh
perubahan komunitas tumbuhan ini disebut suksesi.
Transeley (1920) mendefinisikan : suksesi adalah perubahan perlahan-lahan
dari komunitas tumbuhan dalam suatu daerah tertentu dimana terjadi pengalihan dari
populasi suatu jenis tumbuhan oleh populasi jenis tumbuhan yang lainnya.
Clements (1916), mengemukakan pendapatnya, bahwa vegetasi merupakan
suatu “organism super” yang mampu mengelola dirinya sendiri bila terjadi gangguan
atau kerusakan. Dia juga mengemukakan adanya enam proses yang terjadi pada
suksesi, yaitu:
1. Penggundulan, yang mengakibatkan terjadinya substrat baru.

130
2. Migrasi, kehadiran migrula atau organ pembiak tumbuhan.
3. Eksesis, perkecambahan, pertumbuhan, reproduksi, dan penyebaran.
4. Kompetisi, persaingan sehingga terjadi pengusiran suatu populasi oleh populasi
jenis yang lain.
5. Reaksi, perubahan pada cirri dan sifat habitat oleh jenis tumbuhan.
6. Stabilisasi, yang menghasilkan komunitas tumbuhan pada tingkat yang matang.
Perubahan komunitas tumbuhan atau vegetasi yang dikemukakan di atas
menggambarkan makin kayanya suatu daerah oleh jenis tumbuhan. Proses perubahan
seperti ini disebut suksesi progresif.
Perubahan vegetasi dapat pula mengarah pada penurunan jumlah jenis
tumbuhan dan penurunan kompleksitas komunitas. Hal ini terjadi karena terjadi
penurunan kadar hara, air, akibat kerusakan lainnya, sehingga komunitas mengarah
kepada yang lebih sederhana. Perubahan ini disebut suksesi retrogresif atau regresif.
Dalam suksesi retrogresif segala unsure yang dikemukakan oleh Clement tetap
berlaku tetapi dengan arah yang berlawanan.
Gams (1918) mengemukakan bahwa suksesi bisa terjadi secara alami, tetapi
bisa juga timbul karena perbuatan manusia. Keduanya tidak berbeda secara mendasar.
Contohnya, hutan hancur karena ditebang oleh manusia, dan hutan hancur karena
tanah longsor. Proses suksesi yang terjadi adalah sama. Namun Gams
menggolongkan suksesi ke dalam tiga keadaan, yaitu :
1. Suksesi dengan urutan normal, yang berasal dari adanya pengaruh terhadap
vegetasi yang terus menerus dan cepat. Misalnya vegetasi rumput yang selalu
terinjak-injak ternak dan dijadikan tempat beristirahat oleh ternak. Vegetasi akan
mengalami perubahan selama ternak tetap berada di tempat itu.
2. Seksesi dengan urutan berirama, yang berasal dari gangguan yang berulang-
ulang, yang mempunyai interval waktu antara satu gangguan dengan gangguan
lainnya. Misalnya terjadi perubahan vegetasi karena adanya proses rotasi
tanaman dalam lahan pertanian.
3. Suksesi dengan urutan katastropik, yang terjadi secara hebat dan tiba-tiba dan
tidak berirama. Misalnya pada letusan gunung berapi, kebakaran, penebangan,
pengeringan habitat akuatik yang kesemuanya ini dapat menimbulkan dampak

131
katastropik pada komunitas tumbuhan, yang kemudian cepat ataau lambat akan
diikuti oleh suksesi tumbuhan.
Perubahan vegetasi di alam dibedakan menjadi tiga bentuk :
a. Perubahan fenologis,
Perubahan fenologis, yaitu perubahan vegetasi dimana terjadi pengayaan
jumlah jenis dalam perjalanan waktu dan adanya perubahan musim. Misalnya pada
habitat padang pasir dengan hadirnya berbagai tumbuhan saat turun hujan.
b. Perubahan suksesi sekunder,
Perubahan suksesi sekunder, yaitu perubahan suksesi nonfenologis dan terjadi
pada ekosistem yang telah matang. Di sini terjadi kerusakan ekosistem secara tidak
menyeluruh. Ini termasuk suksesi normal, berirama, dan katastropik. Contoh : daerah
pertanian setelah terjadi panen, dan kerusakan hutan karena penebangan.

Gambar 27. Suksesi Sekunder (Sumber:


http://unix.web.id/id3/ensiklopedis/Vegetasi_unix.html)

c. Perubahan suksesi primer,


Suksesi ini berawal dari substrat yang sebelumnya tidak pernah mendukung
suatu komunitas tumbuhan. Substrat baru bisa berasal dari system perairan akibat
pendangkalan, delta dan suksesi yang terjadi disebut suksesi hidrosere atau hidrark.
Bila substrat baru berasal dari darat misalnya lava, batuan pasir maka suksesinya
disebut suksesi serosere atau xerark.

132
Gambar 28. Suksesi Primer (Sumber:
http://unix.web.id/id3/ensiklopedis/Vegetasi_unix.html)

Pendekatan Dalam Kajian Suksesi


Dibedakan dalam dua pendekatan, yaitu (1) pendekatan lama (tradisional)
dan (2) pendekatan modern (ekosistem)
I. Pendekatan Kajian Suksesi Lama (Tradisional)
Pola kajian pendekatan ini didasarkan pada beberapa pemikiran, yaitu :
1. Suksesi adalah suatu proses perkembangan komunitas yang teratur dan meliputi
perubahan komposisi jenis dan fungsi ekosistem dalam waktu tertentu. Suksesi
merupakan proses yang progresif dan dapat diramalkan.
2. Fase awal suksesi (seral awal) struktur komunitasnya sederhana dan dikuasai
oleh tumbuhan berumur pendek. Sere berikutnya menjadi lebih progresif, lebih
kompleks dan dikuasai oleh tumbuhan berumur panjang.
3. Suksesi berkulminasi pada komunitas klimaks, yang paling besar, paling efisien,
dan habitat paling kompleks. Komunitas klimaks adalah stabil dan mandiri.

4. Suksesi dari habitat yang sama dapat mengarah pada komunitas klimaks yang
sama. Baik hidrosere maupun xerosere akan berkembang menjadi komunitas
klimaks berupa hutan

133
5. Factor penting yang berpengaruh terhadap bentuk klimaks adalah iklim. Cowels
dan Clements berpendapat bahwa untuk setiap daerah iklim akan memiliki
bentuk klimaks yang sama (teori monoklimaks).
Teori suksesi tradisional / lama sangat kaku dan didasarkan pada pola piker dedukatif
dan pembuktian yang bersifat relatif, dan tidak dapat dilakukan penelitian secara
rinci.
II. Pola Pendekatan Suksesi Modern / Baru (Pendekatan Ekosistem
Dalam kajian suksesi harus diperhitungkan pula segala aspek dari ekosistem
untuk menggambarkan perubahan srtuktur dan fungsi ekosistem selama ini. Diagram
di bawah ini merupakan ringkasan pola pikir kajian suksesi modern.
Tabel 11. Pola Pikir Kajian Suksesi Modern
KARAKTER PERKEMBANGAN / SERE FASE KLIMAKS
Struktur jenis
 Komposisu jenis  Perubahan cepat  perubahan terbatas
 Diversitas jenid  Meningkat  stabil / menurun
Bentuk hidup
 ukuran tubuh dominan  kecil  Besar (darat), kecil (air)
 siklus hidup  pendek, sederhana  Panjang dan kompleks
 straregi  umum (generalis  spesialis
Struktur Organik
 Biomasa total  Naik  Maksimum
 Stratifikasi  Sederhana  kompleks
Aliran energi
 Hubungan tropik  Pendek / linier (r. makanan)  panjang/kompleks (r.
 Produktivitas kotor  Rendah makanan)
 Produktivitas bersih  Tinggi  Rendah
 Stabilitas  Rendah  Tinggi
 rendah
Siklus nutrisi
 Siklus nutrisi  Terbuka  Tertutup
 Siklua total  Cepat  Besar (darat), kecil (air)
 Peranan detritus  Tidak penting  Penting
 Laju pertukaran biotik-  Cepa  lambat
abiotik

134
1. Pola Aliran Energi
Selama perjalanan suksesi pola aliran energi dalam ekosistem berubah secara
mendasar. Perubahan ini direfleksikan dalam sebagian dalam besaran standing crop
dalam ekosistem.
a) Selama fase seral awal masukkan energi ke ekosistem lebih besar dari yang
hilang. Tumbuhan berkembang menyimpan energi dalam biomasa sehingga
tegakan tumbuhan meningkat.
b) Pada fase klimaks, energi yang masuk ke ekosistem sebanding dengan yang
hilang. Akibatnya tegakan sangat kecil. Aliran energi pada fase klimaks adalah
maksimum.
c) Bila ekosistem terganggu, energi yang hilang lebih besar dari maksukkan
sehingga tegakan akan menurun.
d) Akumulasi energi sebagai biomasa selama suksesi paling besar pada ekosistem
darat. Tumbuhan besar berbentuk pada fase klimaks.
2. Produktivitas
Produktivitas kotor dari ekosistem meningkat selama suksesi sampai tercapai
klimaks. Peningkatan ini sebanding dengan tegakan. Peningkatan produktivitas kotor
yang tersimpan sebagai produktivitas bersih tidak terus meningkat sampai klimaks.
Hal ini akibat dari :
a) Pada fase seral awal, tumbuhan denga ukuran tubuh lebih kecil dan berumur
pendek. Tumbuhan ini produktivitas bersihnya tinggi. Tumbuhan kecil
memerlukan energi relatif kecil untuk mengolah tubuhnya.
b) Pada fase seral akhir dan klimaks, tumbuhan besar dan berumur panjang.
Tumbuhan ini memiliki produktivitas kotor tinggi, namun energi yang
dibutuhkan untuk mengolah tubuhnya juga tinggi, sehingga produktivitas
bersihnya tinggi yang disimpan dalam biomasa.
3. Efisiensi Ekologi
Dalam suatu suksesi primer produktivitas kotor dimulai dari nol dan
kemudian meningkat. Tetapi peningkatan bukan tanpa batas. Produktivitas bersih
menurun setelah tercapainya klimaks. Efisiensi energi menurun dalam fase seral
akhir. Penurunan efisiensi ekologi dari suatu ekosistem yang matang adalah fungsi
dari pola produktivitas dari tumbuhan besar yang hidup dalam komunitas klimaks.

135
Tumbuhan mempunyai adaptasi yang tinggi untuk dapat tumbuh dengan cepat saat
muda dan peka, dan apabila telah besar menjadi mandiri maka rendahnya
prduktivitas bersih tidak menjadi masalah.
4. Struktur Tropik
Fase seral awal mempunyai rantai makanan yang pendek dan linier.
Kerusakan dapat terjadi dengan mudah apabila salah satu mata rantai hilang dan
tidak ada alternative pengaliran energi yang lain. Begitu diversitas jenis meningkat
maka struktur tropik menjadi lebih kompleks membentuk jaringan makanan. Struktur
tropik yang kompleksmenjadikan ekosistem yang stabil, karena aliran energi tidak
menjadi masalah, meskipun ada suatu populasi terganggu.
5. Perubahan Siklus Nutrisi
Teori lama mengemukakan bahwa suksesi menghasilkan komunitas yang
stabil dan siklus materi yang efisien.
Dalam proses suksesi jumlah nutrisi yang bersiklus pada seral awal adalah
kecil. Penimbunan dalam ekosistem juga kecil. Perubahan materi antara biotik dan
abiotik terjadi cepat karena umur organism pendek. Peranan detritus adalah kurang
penting. Fase organik dari siklus kurang berkembang akibatnya nutrisi dapat
bergerak ke dalam dan keluar system dengan mudah, maka siklus nutrisinya terbuka
Meningkatnya biomasa pada fase seral akhir berarti tingginya jumlah nutrisi
yang disimpan dalam ekosistem. Laju siklus nutrisi menjadi lambat akibat system
didominasi oleh tumbuhan berumur panjang. Jumlah nutrisi yang diperlukan dalam
fase seral akhir besar. Tumbuhan besar memiliki perakaran yang luar biasa untuk
menyerap nutrisi. Peranan detritus pada fase ini sangat penting. Fase organik
berkembang dengan baik menjadikan ekosistem mandiri, siklus nutrisi lebih tertutup
sehingga tidak banyak nutrisi yang keluar maupun system.
6. Struktur dan Keanekaragaman
a. Stratifikasi
Sere awal umumnya terdiri dari kelompok-kelomppok tumbuhan pendek
yang penyebarannya tidak merata dengan pelapisannya yang sangat sederhana.
Dalam perjalanan suksesi terjadi pelapisan, peneduhan, koloni tumbuhan pertama
menyingkir dan terbentuklah komunitas hutan.

136
b. Keanekaragaman
Dalam perjalanan suksesi terjadi peningkatan jumlah jenis (peningkatan
keanekaragaman) sampai tercapai komunitas klimaks. Selanjutnya akan terjadi
penurunan jumlah jenis setelah tercapai klimaks. Penurunan keanekaragaman akibat
kompetisi. Tumbuhan pada seral akhir adalah besar-besar. Hasil dari kompetisi tidak
banyak terdapat ragam jenis.
Konsep Klimaks
Teori tradisional mengemukakan bahwa suksesi ekologi mengarah pada
komunitas yang stabil yaitu klimaks. Fase klimaks memiliki sifat-sifat antara lain :
a) Klimaks merupakan system yang stabil salam keseimbangan antara lingkingan
biologi dengan nonbiologi.
b) Komposisi jenis pada fase klimaks relatif tetap atau tidak berubah.
c) Pada fase klimaks tidak ada akumulasi berlebihan dari materi organik sehingga
tidak ada perubahan yang berarti.
d) Fase klimaks dapat mengelola diri sendiri (mandiri).
Berbagai Teori Klimaks
a. Teori Monoklimaks
Clements (1916) mengemukkan bahwa komunitas klimaks suatu kawasan
merupakan fungsi dari iklim. Dalam jangka waktu lama dan tanpa gangguan besar,
maka suatu daerah iklim yang sama memiliki bentuk klimaks yang sama. Pemikiran
ini disebut sebagai teori monoklimaks, dan diterima oleh pakar botani pada awal
abad ke 20.
Clements dan pengikutnya (teori monoklimaks) tidak melihat bahwa banyak
sekali variasi local dalam vegetasi pada suatu daerah iklim tertentu. Variasi-variasi
ini oleh Clements dianggap sebagai fase seral awal meskipun berada dalam keadaan
stabil. Clements mengemukakan teori ini dengan keyakinan bahwa dalam jangka
waktu yang panjang perbedaan-perbedaan local karena kondisi tanahnya akan
berubah, maka akan menjadi bentuk vegetasi yang sesuai dengan daerah iklimnya.
b. Teori Poliklimaks
Teori monooklimaks tidak memberikan kemungkinan untuk menerangkan
variasi local dalam suatu komunitas. Tahun 1939, Transeley (pakar Botani Inggris)
mengusulkan teori poliklimaks. Dia menyadari bahwa komunitas klimaks

137
berhubungan erat dengan berbagai factor yang mempengaruhinya, yaitu tanah
drainase, dan lain-lainnya. Teori poliklimaks setuju akan peranan factor iklim, tetapi
factor lain jangan dipandang sebagai fenomena yang bersifat temporal. Teori
poliklimaks menganggap setiap komunitas yang stabil sapat dianggap sebagai
klimaks.
c. Teori Potensi Biotik dan Pola Klimaks Hipotesis
Dikemukakan oleh R.H. Whittaker (1950-an). Komunitas klimaks tidak
ditentukan oleh hanya satu atau beberapa factor pengontrol. Setiap komunitas
merupakan fungsi dari semua factor lingkungan, seperti iklim, tanah, topografi dll.
Dengan demikian akan banyak klimaks yang terjadi pada suatu daerah iklim sebagai
akibat kombinasi dari kondisi-kondisi di atas.
Pendekatan ini lebih abstrak dibandingkan teori monoklimaks dan
poliklimaks. Pendekatan ini memberikan kemungkinan untuk menelaah klimaks
secara lebih realistik.
9.2 Suksesi Sebagai Pergantian dan Jenis Oportunis oleh Jenis Keseimbangan
Suksesi ekologi sebagai hasil dari penyebaran dan pemantapan dari individu-
individu tumbuhan. Hal ini lebih mudah dipahami bila dikaitkan dengan strategi
secara individual dari jenis tumbuhan dalam kelulus hidupannya. Strategi-trategi ini
dapat dibedakan menjadi duak kulompok yaitu (1) kelompok oportunis, yang
teradaptasi untuk menguasai lingkungan yang terbuka dan dalam ekosistem yang
masih dalam seral awal. (2) kelompok keseimbangan, yang teradaptasi untuk
menguasai ekosistem yang telah matang.
1. Strategi Oportunis
a) Tumbuhan pionir adalah oportunis, teradaptasi untuk menguasai daerah
terbuka, menghasilkan sejumlah besar biji yang mudah menyebar dan
menggunakan energi untuk menyebar.
b) Jenis oportunis adalah kecul, hal ini disebabkan produktivitas bersihnya
diutamakan untuk produksi organ perkembangbiakan (seperti biji),
tumbuhan tidak perlu terlalu besar karena tingkat kompetisi rendah.
c) Jenis oprtunis berumur pendek, berupa tumbuhan setahun untuk satu siklus
hidupnya.

138
d) Jenis oportunis adalah generalis, dapat bertoleransi luas terhadap berbagai
kondisi lingkungan, terutama terhadapp bentuk tanah, suhu dan kelembaban.
2. Strategi keseimbangan
a) Jenis keseimbangan merupakan jenis yang tumbuh pada fase-fase akhir
suksesi. Teradaptasi hidup pada lingkungan yang stabil.
b) Jenis keseimbangan mampu bersing secara efektif, sehingga dia merupakan
tumbuhan tinggi, pohon, dan berumur panjang. Produktifitas bersih
dipergunakan untuk membangun tubuhnya yang besar dan mengelola
tubuhnya itu.
c) Jenis keseimbangan memiliki kemampuan rendah dalam penyebaran,
menghasilkan sedikit biji dan biji relative besar , sehingga penyebarannya
lambat.
d) Jenis keseimbangan adalah spesislis, dan menguasai lingkungan tertentu.
Selama suksesi, jenis-jenis oportunis secara bertahap diganti oleh jenis
keseimbangan yang memiliki dominansi dan mengusir tumbuhan perintis
dengan peneduhannya.
9.3 Suksesi dan Pertanian
Tanaman pertanian umumnya mampu memanfaatkan lingkungan yang belum
stabil sehingga tanaman pertanian umumnya oportunis. Menyimpan produktivitasnya
pada struktur reproduksi seperti biji, umbi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Selama ekosistem pertanian menyerupai fase seral awal, maka ekkosistem
tersebut kurang stabil. Dengan demikian keadaan yang kurang stabil ini harus
dikelola oleh manusia. Siklus nutrisi dari komunitas seral (seperti pertanian)
merupakan siklus yang terbuka. Dengan demikian kehilangan sejumlah nutrisi yang
keluar ekosistem merupakan sifatnya, akibatnya penambahan nutrisi mutlak
diperlukan, yaitu berupa pemupukan dan pemasukan materi lainnya. Kegiatan
membuka lahan baru untuk pertanian berarti mengembalikan komunitas ke fase seral
awal.
Tugas Latihan
a) Jelaskan apa yang dimaksud dengan suksesi ekologi.
b) Jelaskan perbedaan kajian tentang suksesi Pandangan lama (tradisional) dan
modern.

139
c) Berikan contoh suksesi hidrosere, dan bagaimana mekanismenya.
d) Uraikan suksesi yang terjadi disekitar danau Batur, baik dalam tinjauan teori
monoklimaks dan poliklimaks.
e) Jelaskan bahwa pertanian merupakan suksesi

140
BAB X
EKOSISTEM DARAT

Pokok Bahasan : Ekosistem Darat


Subpokok Bahasan :
1. Padang pasir
2. Padang rumput
3. Hutan hujan tropis
4. Hutan boreal
5. Hutan luruh temperate
6. Tundra
Kompetensi Dasar:
Mahasiswa mengenal jenis-jenis ekosistem darat
Indikator:
Setelah pproses belajar mengajar ini selesai, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan kondisi lingkungan padang pasir
2. Menjelaskan Keadaan vegetasi padang pasir
3. Menjelaskan kondisi lingkungan ekosistem padang rumput
4. Menjelaskan kehidupan vegetasi lingkungan ekosistem padang rumput
5. Menjelaskan kondisi lingkungan hutan tropis
6. Menjelaskan keadaan vegetasi hutan tropis
7. Menjelaskan kondisi lingkungan hutan boreal
8. Menjelaskan kehidupan vegetasi hutan boreal
9. Menjelaskan kondisi lingkungan hutan luruh temperata
10. Menjelaskan keadaan vegetasi hutan luruh temperata
11. Menjelaskan kondisi lingkungan tundra
12. Menjelaskan kehidupan vegetasi tundra

RASIONAL
Ekosistem darat merupakan ekosistem tempat hidupnya sevagian terbesar
jenis organism yang ada di muka bumi ini. Ekosistem ini sangat bervariasi, baik
dilihat dari : struktur komunitas (vegetasi), dan fungsi dari ekosistemnya. Variasi ini

141
diakibatkan oleh variasi ini diakibatkan oleh variasi iklim, dan variasi local seperti
keadaan tanah maupun topografi. Ekosostem darat sangat menarik untuk dipelajari,
karena memberikan gambaran yang jelas tentang berbagai karakter ekosistem yang
ada di muka bumi ini.

142
BAB X
MATERI EKOSISTEM DARAT

Berbagai bentuk ekosistem di muka bumi terjadi karena interaksi factor-


faktor lingkungan, seperti iklim, bantuan induk, tanah, serta flora dan fauna.
Ekosistem di muka bumi ini dapat dibedakan menjadi ekosistem darat dan akuatik
(ekosistem air tawar dan air laut). Yang akan dibahas dalam perkuliahan ini adalah
ekosistem darat.
10.1 Ekosistem Padang Pasir
1. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan sebagai hasil dari kekurangan atau kelebihan suatu factor
penting yang diperlukan untul hidup. Factor lingkungan yang dimaksud adalah
kekeringan, suhu yang ekstrim, adanya substansi toksik, dan kecepatan angin yang
tinggi. Ekosistem ini tersebar di katulistiwa sampai lintang 300 dari katulistiwa.
a. Hujan
Daerah ini memiliki curah hujan yang sangat rendah yaitu rata-rata 100
mm/tahun dan turunan tidak teratur, dan laju evapotranspirasi sekitar 1140
mm/tahun.
b. Suhu
Daerah ini terkenal dengan perbedaan suhu hariannya yang tinggi. Perbedaan
suhu siang dan malam bisa mencapai 560 C. di padang pasir suhu siang bisa
mencapai 600 C.
c. Kecepatan Angin
Situasi yang terbuka akan mempertinggi kecepatan angin. Kecepatan angin
yang tinggi mengakibatkan terjadinya abrasi.
d. Salinitas
Adanya evapotranspirasi tinggi (hanya air yang menguap) akan
meninggalkan residu garam sehingga salinitas menjadi ekstrim tinggi dalam daerah
yang luas.

143
e. Iklim Mikro
Padang pasir merupakan daerah yang terbuka, namun di bawah bongkahan-
bongkahan atau retakan-retakan batu yang membentuk iklim mikro yang cocok
untuk kehidupan berbagai jenis tumbuhan dan hewan.
2. Fungsi ekosistem
a. Produktivitas
Produktifitas ekosistem padang pasir ini sangat rendah, yaitu di bawah 0,5
gram/m2/tahun. Pada kenyataanya besarnya produktivitasmerupakan fungsi linier
dari curah hujan. Pertumbuhan hanya terjadi pada musim basah dalam tenggang
waktu yang sangat pendek, sehingga biomasa dalam autotrof sangat kecil.
b. Rantai Makanan
Selama produktivitas primer kecil maka aliran energi yang melalui ekosistem
akan terbatas. Tingkat tropik sederhana, tetapi terdapat keterkaitan yang erat antar
organism (terutama heterotrof). Hewan umumnya irifagik (jenis makanan bervariasi)
sehingga dalam ekosistem ini terbentuk jarring-jaring makanan yang tidak sederhana.
c. Siklus Nutrisi
Karena kesederhananya ekosistem, maka materi yang bersiklus sedikit. Pada
ekosistem ini disominasi oleh tumbuhan dan hewan berumur panjang. Akibatnya
nutrisi tertahan dalam waktu yang relatif lama dalam biomasa. Tumbuhan yang
banyak adalah dari suku polongan karena tumbuhan ini mampu mengikat N2 bebas
dari udara.
3. Ototrof Padang Pasir
Tumbuhan utama adalah xerofit yang terkait dengan rendahnya air dan
tingginya suhu. Adaptasi tumbuhan padang pasir melalui adaptasi fisiologi, dan
morfologi, yaitu:
Metabolism asam crasulaceae. Metabolisme ini dilakukan oleh tumbuhan
suku Crasulaceae yang mampu mengikat karbondioksida pada waktu malam hari dan
diikatnya asam malat sampai terjadi proses fotosintesis. Pada tumbuhan ini stomata
terbuka pada malam hari yaitu pada saat situasi dingin dam tidak terjadi transpiresi.
Karbondioksida hasil respirasi langsung dimanfaatkan kembali dalam proses
fotosintesis, sehingga tumbuhan ini sangat efisiensi dalam pemanfaatan air, namun
tumbuhan ini tidak produktif.

144
10.2 Padang Rumput
Ekosistem ini menguasai daerah yang luas. Disebut ekosistem (Bioma)
padang rumput karena ekosistem ini dikuasai oleh suku rumput-rumputan (Poaceae).
Tumbuhan ini tahan terhadap kekeringan dan kebakaran, karena adanya rizona yang
tersimpan di dalam tanah dan pertumbuhannya bersifat basal (bukan apical). System
perakaran sangat baik sehingga sangat efisien dalam penyerapan air dan unsure hara.
Suku ini memiliki kemampuan tinggi dalam memproduksi jumlah biji dan bijinya
ringan sehingga mampu disebarkan secara luas.
1. Kondisi Lingkungan
a. Hujan
Padang rumput tumbuh di daerah setengah lembab atau setengah kering,
dengan laju evapotransparasi tinggi.
b. Iklim Mikro
Vegetasi memiliki bentuk tubuh yang pendek sehingga struktur pelapisan
sedikit. Perbaikan iklim terjadi umumnya dipermukaan tanah.
2. Fungsi Ekosistem Padang Rumput
a. Produktivitas
Produktivitas primer dari padang rumput rendah karena tegakan kecil dengan
prosentase biomasa di bawah tanah besar. Padang rumput pada musim panas
memiliki produktivitas nol. Pertumbuhan produktivitas hanya terjadi saat musim
basah.
b. Rantai Makanan
Aliran energi dalam ekosistem rendah karena produktivitas primernya rendah.
Rantai makanan pendek tetapi kompleks, karena banyaknya hewan yang irifagik.
Sebagai besar energi mengalir di dalam tanah.
c. Siklus Nutrisi
Rumput tidak menahan nutrisi organik dalam tegakannya dalam waktu yang
lama. Penguraian terjadi dengan cepat, siklus nutrisi cepat, namun jumlah materi
yang bersiklus rendah.
3. Asal Usul dan Struktur Padang Rumput
Padang rumput tidak semata-mata merupakan klimaks dari iklim. Hal ini
terbukti bahwa ada daerah hutan berbatasan dengan padang rumput. Apabila padang

145
rumput semata-mata klimaks iklim maka mereka tidak mungkin berdampingan.
Berbagai alternative tentang teori asal-usul padang rumput.
a. Faktor Api
Apabila suatu ekosistem secara periodic terbakar, maka akan terbentuk
ekosistem padang rumput
1. Api merupakan factor lingkungan penting pada ekosistem savanna dengan
sampah-sampah daun yang menumpuk saat musim kering. Tumbuhan berkayu
yang ada terdiri dari jenis-jenis yang tahan api.
2. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia telah memanfaatkan api lebih dari
10.000 tahun dalam perburuan dan pertanian.
3. Bila di daerah savanna dilindungi dari pengaruh api maka presentase tumbuhan
berkayu akan meningkat.
b. Kondisi Tanah
1. Sering api mempengaruhi tanah terutama fauna tanah (cacing, dll). Hal ini
mempengaruhi siklus nutrisi dan kesuburan.
2. Di daerah savanna silica tanah cenderung tercuci dari tannah dan yang tertinggal
adalah aluminium dan besi. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kerak laterit
yang menghambat pertumbuhan tumbuhan selain rumput.
3. Perumputan yang berat pada padang rumput mengakibatkan pohon tidak mampu
tumbuh dan yang tumbuh hanya tumbuhan berduri karena tumbuhan ini tidak
dimakan oleh ternak. Ekosistem padang rumput dimanfaatkan secara intensif
untuk peternakan. Hal inilah yang merupakan aspek penting dari ekosistem
padang rumput.
4. Terjadinya padang rumput juga akibat dari factor iklim. Daerah dengan curah
hujan sedang akan cenderung mengarahkan bentuk ekosistem menjadi padang
rumput.
Dari uraian di atas jelas bahwa padang rumput merupakan interaksidari
berbagai factor lingkungan. Meskipun berhubungan dengan factor iklim, terjadinya
padang rumput tidak dapat disimpulkan bahwa padang rumput merupakan klimaks
dari factor iklim.

146
10.3 Hutan
Hutan merupakan vegetasi alami yang menutupi duapertiga dari permukaan
bumi. Pohon mempunyai toleransi ekologi yang sangat bervariasi dan hidup pada
berbagai iklim. Tumbuhan ini mendominasi ekosistem karena ukuran tubuhnya yang
besar dan hidupnya yang lama. Kanopi pohon menentukan iklim mikro bagi vegetasi
yang ada dibawahnya dan menentukan pola siklus nutrisinya.
Hutan merupakan ekosistem yang kompleks dengan potensi untuk
membentuk stratifikasi yang tinggi. Umumnya mempunyai laju produktivitas yang
tinggi dan besaran biomasa yang tinggi dalam bentuk tegakan. Bentuk-bentuk hutan
merupakan korelasi yang luas terhadap factor iklim.
I. Hutan Hujan Tropika
1. Kondisi Lingkungan
Hujan tahunan melebihi 2.000 mm/tahun, jatuh sepanjang tahun, umumnya
dengan satu bulan atau lebih dengan periode relatif kering. Suhu dan laju penyinaran
adalah tinggi, dan sangat kecil adanya variasi musim. Kelembaban relatif tinggi
sepanjang tahun.
2. Fungsi Ekosistem
a. Produktivitas
Dengan kondisi yang selalu lembab, dan penyimpanan yang tinggi membuat
hutan hujan tropika merupakan ekosistem yang paling produktif di dunia.
Produktivitas primer sekitar 20.000 kkal/m2/tahun
b. Rantai Makanan
Rantai makanan panjang dan sangat kompleks. Organism terspesialisasi
adalah pradominan karena adanya persaingan yang ketat diantara organism.
c. Siklus Nurtisi
Siklus berjalan cepat dan meliputi sejumlah besar nutrisi. Penguraian terjadi
cepat oleh kegiatan mikroorganisme sehingga sangat sedikit yang tersimpan dalam
bentuk sampah. Daun tumbuhan relatif lebar sehingga memberikan pengembalian
nutrisi secara terus menerus ke tanah.

147
d. Tanah
Tanah adalah subur pada hutan yang tidak terganggu. Hujan yang lebat dapat
mengakibatkan pencucian. Sekali kanopi hilang maka materi organik dioksida
dengan cepat sehingga kesuburan tanah hilang.
3. Ototrof Hutan Hujan Tropika
a. Komposisi Tumbuhan
Daerah utama dari hutan hujan tropika secara ffisik adalah terisolasi dan
mengandung genera yang berlebihan. Tetapi mereka memiliki persamaan dalam
struktur dan adaptasi. Vegetasi didominasi oleh pohon yang selalu hijau dan berdaun
lebar, dan secara ekstrim terdiri dari bermacam-macam jenis yang hidupnya
terspesialisasi. Hutan hujan tropika memiliki pelapisan yang banyak dan ini
merupakan ciri dari ekosistem tersebut. Umumnya dapat dibedakan menjadi tiga
pelapisan, yaitu:
1. Perpohonan sangat tinggi, terpencar dan tumbuh melebihi lapisan kannopi
umumnya.
2. Lapisan kanopi yang menerus, tumbuh dengan ketinggian sekitar 30 meter
3. Lapisan dasar yang tumbuhnya tidak menerus.
Gabungan dari ketebalan perlapisan ini menahan cahaya, sehingga hanya
sedikit cahaya yang sampai ke lapisan dasar. Efifit dan liana melimpah karena
strateginya yang memungkinkan tumbuhan ini menncapai cahaya pada lapisan
kanopinya di atas.
b. Adaptasi
Dalam kompetisi yang kuat sedikit adaptasinya yang berhasil. Hal ini
mengakibatkan terjadinya evolusi yang konvergen.
1. Sifat selalu hijau memungkinkan terjadinya produktivitas primer yang
maksimum pertahun.
2. Dedaunan berkecenderungan berwarna hijau tua, mampu menangkan cahaya
secara maksimum. Tekstur yang berkulit kayu mampu melindungi dari suhu
yang tinggi juga penyinaran yang berlebihan.
3. Akar banir (buttress) dari pohon yang bentuknya seperti papan yang dapat
menyangga batang yang tinggi dan besar.

148
4. Kauliflora, bunga dan buah berkencederungan tumbuh langsung dari cabang dan
ranting. Kelebihan dari sifat ini masih belum jelas, dan diperkirakan berkaitan
dengan penyerbukan dan penyebaran
5. Regenerasi, termasuk lambat, karena tumbuhan anakan selalu ternaung sehingga
tidak dapat hidup dengan baik. Apabila terbuka dan sinar dapat masuk, anakan
pohon akan tumbuh cepat.
Hutan Boreal
1. Kondisi tanah
Hutan boreal ini tumbuh di daerah dingin, atau sejuk, beriklim lembab dari
pedalaman continental.
a. Curah Hujan
Curah hujan antara 377-500 mm/tahun, umumnya turun sebagai salju.
Evaporasi potensial adalah rendah sehingga hujan adalah sangat relatif.
b. Suhu
Suhu rata-rata dari bulan-bulan terpanas adalah 100C. masa pertumbuhan
berjalan sekitar 3 – 4 bulan. Penyinaran rendah. Pada musim panas berhari panjang.
Sering pada musim dingin (Frost)
c. Kecepatan Angin
Kecepatan angin menurun akibat kehadiran pepohonan. Di bawah kanopi
kelembaban relatif tinggi sehingga kekeringan fisiologi tidak mungkin terjadi.
2. Fungsi Ekosistem Hutan Boreal
a. Produktivitas
Produktivitas rendah, sekitar 3.000 kkal/m2/tahun, dibandingkan dengan
bentuk hutan lainnya, akibat dari musim tumbuh yang pendek dan rendahnya
masukkan energi. Penutupan vegetasi yang menerus menghasilkan laju poduktivitas
yang relatif tinggi untuk iklim seperti itu, karena hutan ini (Konifer) memiliki
permukaan yang efektif untuk fotosintesis. Hal ini akibat dari penutupan yang rapat,
bentuk pohon yang lonjong sehingga mencegah saling menutupi, dan warna tajuk
gelap mampu menyerap cahaya tinggi.
b. Rantai Makanan
Rantai makanan pendek dan mempunyai sedikit tingkat tropik. Fauna
keanekaragamannya rendah dan mempunyai biomasa yang kecil. Produktivitas

149
primer berkaitan dengan musim mengakibatkan naik turunnya populasi berbagai
heean.
c. Siklus Nutrisi
Siklus pendek dan kurang subur. Pohon konifer tidak terlalu menyenangi
nutrisi. Sampah daun memiliki kandungan nutrisi yang rendah. Penguraian dengan
proses yang lambat dan menghasilkan humus mor. Tegakan yang besar dan berumur
panjang menahan nutrisi dalam materi organik yang cukup lama. Tetapi pohon
konifer menjatuhkan daunnya secara menerus sehingga secara tetap mengembalikan
nutrisi ke ekosistem.
d. Tanah
Hutan boreal diasosiasikan dengan tanah podsol, dengan perkembangan
horison yang baik. Nurtisi kurang, keadaan asam, keadaan air menembus tanah
mengakibatkan tercucinya lapisan permukaan tanah. Sampah daun menumpuk di
permukaan. Fauna tanah terdiri dari hewan kecil, seperti cacing, labah-labah, dan
siput.
3. Ototrof
Komunitas homogen dan rendah keanekaragamannya, hutan mengandung
sedikit pepohonan yang dominan, kebanyakan mempunyai penyebaran yang luas.
Contohnya pinus, spruce, dan fir ditemukan dimana-mana. Mereka membentuk
kanopi yang jarang dengan pertumbuhan vegetasi bawah yang terbatas, dan jarang.
Perdu yang biasa tumbuh berupa laurel, dogwood, dan willow. Sedikit sekali
tumbuhan herbal, seperti kornel yang kerdil dan buttercup.semakin ke utara hutan
boreal semakin pendek.
Adaptasi tumbuhan untuk menahan musim dingin dan pendeknya masa
pertumbuhan, yaitu:
1. Meningkatnya konsentrasi cairan sel untuk mereduksi titik beku.
2. Bentuk selalu hijau untuk menjamin daun-daun selalu siap berfungsi secepatnya
apabila suhu memungkinkan.
3. Daun berbentuk jarum yang memberikan kemungkinan tahan terhadap serangan
dingin dan kekeringan.
4. Struktur yang fleksibel dari pohon yang tidak patah bila dibebani salju.

150
Hutan Luruh Temperata
1. Kondisi Lingkungan
Hutan luruh temperate menempati daerah tanpa keadaan suhu yang ekstrim,
tetapi masih tetap memperlihatkan musim. Hujan moderat, antara 760 – 1500
mm/tahun. Musim pertumbuhan berada sekitar 6 bulan dan penyinaran lebih besar
daripada di daerah boreal. Sebagian besar ini telah dimodifikasi oleh manusia
sehingga sulit menentukan hutan aslinya
2. Fungsi Ekosistem Hutan Luruh Temperata
a. Produktivitas
Produktivitas lebih tinggi dari pada hutan conifer tetapi lebih rendah dari
hutan tropika. Produktivitas sekitar 8.000 kkal/m2/tahun.
b. Rantai Makanan
Rantai makanan memiliki banyak tingkat tropik akibat tingginya
produktivitas primer, dan jarring makannya kompleks.
c. Siklus Nutrisi
Materi yang bersiklus besar, tumbuhannya subur, iklim memberikan
kemungkinan mikroba membusukkan dengan baik dan menghasilkan humus mul.
d. Tanah
Tanah umumnya kaya akan nutrisi dengan perkembangan yang baik dari
horisonnya. Hutan luruh temperate tumbuh pada tanah coklat, tidak ada pencucian,
dan bereaksi netral atau basah. Fauna tanah beranekaragam.
3. Ototrof Hutan Luruh Temperata
Hutan luruh temperate komunutasnya jauh lebih beranekaragam
dibandingkan dengan hutan boreal. Daerah hutan terisolasi dan memperlihatkan
dominansi jenis yang berbeda-beda. Hutan di eropa memiliki 12 jenis yang dominan
termasuk Quersus, Fagus, Acer, dan Castanea. Di Amerika Utara hutannya lebih
kaya, mempunyai sekitar 60 jenis pohon yang dominan. Distribusi jenis dominan
bervariasi secara local. Tumbuhan perdu seperti willow, hazel, dan hawthorn
membentuk vegetasi bawah yang tidak menerus, sedangkan berbagai ragam herba
seperti Woodanemone, Violet, dan Bluebell membentuk vegetasi dasar. Adaptasi
terhadap ekosistem didapatkan baik pada jenis dominan maupun jenis
pendampingnya. Semua jenis harus tahan terhadap dinginya musim dingin.

151
Tumbuhan dasar umumnya melengkapi siklus hidupnya pada awal dari musim
tumbuh sebelum daun-daun kanopi atas terbentuk dan menahan cahaya.

Tugas dan Latihan


1. Apa yang menjadi karakter hutan hujan tropika yang ada di Indonesia?
2. Mengapa hutan hujan tropika kurang menguntungkan bila dialihfungsikan
menjadi lahan pertanaian?
3. Bagaimana pendapat Anda melihat kondisi hutan yang ada di Indonesia saat
ini?

152

Anda mungkin juga menyukai