Anda di halaman 1dari 106

1

Catatan Kuliah :

Ekologi Tumbuhan :
(konsep dasar)

Seri A

Oleh :
Sunarto Hardjosuwarno
Fakultas Biologi
UGM

1990
Catatan Kuliah: Ekologi Tumbuhan.
Acuan Barbour et al (1987). Terrestrial Plant Ecology.
Oleh : Sunarto Hardjosuwarno

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dan Konsep Dasar


 Ekologi Informasi dan Formal
Ekologi informal ditinjau dari aspek sejarah sudah ada pada masa
ratusan tahun yang lalu, yaitu pada jamannya ahli taksonomi tumbuhan,
geografi tumbuhan dan ahli evolusi dan biologi. Sedangkan ekologi formal
baru berkembang kurang daripada seratus tahun yang lalu, tetapi
mempunyai perkembangan yang lebih ringkas dan cepat.
Dalam periode pendek tersebut, tokoh-tokoh penting yang energik
dan berpandangan luas telah mempunyai pengaruh utama pada
perkembangan ilmu ekologi pada umumnya, dan banyak riset sekarang
sesungguhnya hanya merupakan perkembangan dari karya mereka.

 Perlu kesamaan bahasa dan metode kajian dalam ekologi


Untuk memudahkan komunikasi dan evaluasi untuk perbandingan
semua kajian pakar ekologi seluruh penjuru dunia, perlu diciptakan satu
bahasa teknis yang umum dipakai dalam disiplin ekologi tumbuhan.

 Berbagai pendekatan dan pertanyaan dasar


Ada beberapa pendekatan kepada ekologi tumbuhan, tetapi
ternyata masing-masing pendekatan tersebut berusaha menjawab
pertanyaan dasar yang sama, yaitu : Bagaimana cara tumbuhan dapat
menguasai dan menempati lingkungannya?
Seberapa pendekatan dalam ekologi adalah: paleoekologi,
fitososiologi, dinamika komunitas, sistem ekologi, dan autekologi. Dll.
 Hakekat kajian ekologi tumbuhan : ilmu dasar
Ekologiwan tumbuhan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan
dasar berbagai proses dan aturan yang ada pada vegetasi.
Untuk mendapatkan informasi tersebut dan dengan tujuan dan
alasan tertentu, mereka mengadakan penelitian mulai dari level kasar
sampai yang semakin halus dan teliti. Sehingga segala persoalan harus
diketahui secara rinci dan mendasar.
Nampaknya keadaan tersebut sudah merupakan kebutuhan manusia
untuk mengetahui permasalahan secara lengkap, sehingga mereka dapat
menerangkan keadaan masa lampau, dan kemudian dapat meramalkan
persoalan pada masa mendatang.

 Beberapa pertanyaan umum dalam ekologi tumbuhan :


(1) Bagaimana bentuk hubungan dan rangkaian yang ada antara tumbuhan
satu sama lain dan juga dengan lingkungan mereka? Bagaimana
flekksibelitas rangkaian tersebut, dan bagaimana mereka saling
berkaitan?
(2) Bagaimana cara tumbuhan mengatasi persoalan penyebaran
(dispersal), perkecambahan dalam suatu situs yang tepat, kompetisi,
dan memperoleh energy dan nutrient? Bagaimana mereka bertahan
terhadap periode jelek yang berkaitan dengan api (kebakaran),
genangan, atau badai?
(3) Bagaiaman tumbuhan dapat menceritakan habitat mereka kepada kita
dengan membaca dan mempertahankann tentang kehadirannya,
kesuburannya, atau kelimpahannya, yang dikaitkan dengan proses
masa lalu, sekarang, masa mendatang? Dapatkah tumbuhan dipakai
sebagai sarana/alat ilmiah untuk menganalisis rumitnya lingkungan
atau untuk menguji hipotesis evolusi?
(4) Dapatkah tumbuhan menceritakan kepada kita tentang harapan
pengelolaan lahan yang paling tepat? Suatu ketika hutan ditebang,
kemudian, tumbuhan apa saja yang akan menggantikannya, berapa
lama prosess yang diperlukan, dan bagaimana cara yang paling baik
untuk dapat memanipulasi proses tersebut yang paling efisien?
(5) Suatu ketika hewan ternak merumput dengan kepadatan dan waktu
tertentu pada suatu padang rumput, apa yang akan terjadi pada vegetasi
tersebut dalam jangka pendek dan jangka panjang, dan berapa banyak
hewan yang dapat ditampung pada daerah tersebut? Persoalan daya
dukung)
(6) Kalau suatu ketika hewan ternak merumput dengan kepadatan dan
waktu tertentu pada suatu padang rumput, apa yang akan terjadi pada
vegetasi tersebut dalam jangka pendek dan jangka panjang, dan berapa
banyak hewan yang dapat ditampung pada daerah tersebut?
(7) Suatu ketia rumput lading disemprot dengan herbisida, dibakar, apa
yang akan terjadi akibat aktifitas tersebut pada kualitas air pada daerah
aliran sungai (watershed), level nutrient tanah, dan laju siltasi pada
dam yang terdekat? Bagaimana dan berapa lama sisa-sisa herbisida
yang menetap dalam tanah dan adakah pengaruh sampingan pada
organism nontarget?
(8) Jika api atau banjir sebagai bencana alam yang selalu hadir secara
berulang dengan frekuensi tertentu dapat mempertahankan tipe
vegetasi tertentu di suatu daerah, sebarapa jauh kita dapat terlibat
dengan bencana regular sedemikian dalam rencana pengelolaan
vegetasi alami untuk taman (park) untuk pemeliharaan satwa liar.

Semua pertanyaan tersebut, dan lebih banyak pertanyaan lagi, akan


dijawab dengan cara penelitian dasar.

 Pentingnya ilmu dasar dalam ilmu terapan


Beberapa peneliti lebih tertarik pada masalah membangkitkan
informasi dasar yang bekerja dengan membuat pemerian/deskripsi secara
rinci vegetasi atau biologi spesies penyusun.
Sedang yang lain, lebih tertarik pada masalah pengetrapan
informasi basic tersebut untuk persoalan pengelolaan. Yang terakhir ini
disebut ekologiwan terapan, dan ekologiwan tumbuhan terapan
kemungkinan dapat disebut sebagai manager padang penggembalaan
ternak (range manager), rimbawan, atau agronomiwan.

 Difinisi formal ekologi


Semua ahli ilmu terapan dan hli ekologi tumbuhan, pada
hakekatnya adalah ekologiwan tumbuhan, karena mereka saling berbagi
(sharing) kesenangan yang sama dalam menemukan cara yang baik untuk
menjawab pertanyaan umum, yaitu: Bagaimana cara tumbuhan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka.
Tujuan mereka ternyata sangat dekat kepada definisi formal
ekologi: yaitu kajian organism dalam hubungannya dengan lingkungan
alami mereka.

1.2. Ekologi, Lingkungan, Dan Vegetasi


 Pencipta term ekologi
Perkataan ekologi diciptakan lebih daripada 100 tahun yang lalu
oleh ekologiwan Jerman Ernst Haeckel. Dia mengeja perkataan
“oekologie” tetapi begitu saja, dan keadaan tersebut akan mengganggu dan
membingungkan kaum purist (orang yang memperhatikan kata-kata yang
benar menurut tata bahasa).

 Arti harafiah ekologi


Perkataan ekologi berasal dari akar kata Junani Oikos, yang berarti
rumah, dan logos, yang berarti kalian. Jadi, ekologi diterjemahkan secara
bebas sebagai : kajian organism dalam rumah mereka, lingkungan mereka.
 Lingkungan
Lingkungan adalah keseluruhan semua factor biotic (hidup) dan
abiotik (nonhidup) yang mengelilinginya dan secara potensial
mempengaruhi organisme: dan lingkungan tersebut merupakan habitat
organisme.

 Lingkungan biotic dan abiotik.


Contoh factor biotic termasuk : kompetisi, mutualisme, alelopati
(aliepathy). Dan berbagai bentuk interaksi lain antara organisme. Faktor
abiotik termasuk semua aspek khemis dan fisis lingkungan yang
berpengaruh pada pertumbuhan dan distribusi mereka.

 Lingkungan mikro dan makro.


Lingkungan makro adalah lingkungan regional secara umum, dan
lingkungan mikro adalah yang cukup dekat dengan suatu obyek yang
dipengaruhinya.
Lingkungan mikro dapat sangat berbeda dari lingkungan makro.
Misalnya, lingkungan mikro di bawah suatu kanopi hutan adalah berbeda
dari lingkungan makro di atasnya dalam hal kelembaban, kecepatan angin,
intensitas cahaya; lingkungan mikro di bawah batu tanah gurun dapat lebih
dingin dan lebih lembab daripada bagian lain lingkungan mikro;
lingkungan mikro tepat 1 mm di atas permukaan daun dapat lingkungan
berbeda dalam kecepatan angin, kelembaban, dan suhu dari lingkungan
makro yang hanya berjarak 10 mm di atasnya.
Tiap organ atau bagian tumbuhan berhadapan langsung dengan
lingkungan mikro yang berbeda. Jelas, lingkungan mikro adalah suatu
kondisi di mana tumbuhan yang bersangkutan harus bertanggap, dan
karenannya lingkungan mikro akan mendapat tekanan perhatian dalam
buku ekologi.
 Vegetasi.
Ekologi tumbuhan adalah berkepentingan tidak hanya dengan
tumbuhan individu dan spesies tumbuhan, tetapi juga dengan vegetasi.
Vegetasi tersebut oleh atau terdiri atas semua spesies tumbuhan dalam
suatu wilayah (flora) dan memperlihatkan pola spesies tersebut tersebar
menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal).

 Perbedaan konsep vegetasi dan flora


Vegetasi atau komunitas tidak setara dengan flora suatu daerah.
Flora dalam bentuk sederhana mengacu kepada daftar spsies atau taksa
tumbuhan dalam area tersebut. Sedangkan flora dalam bentuk dokumen
dapat berkisar dari “checklist” floristic sampai suatu perlakuan taksonomis
lengkap dengan informasi morfologis dan nomemenklatur.
Flora biasanya tidak member informasi gabungan (sifat
vegatasi/komunitas) di mana spesies terdapat tumbuh di alam, arti penting
(importance) atau keunikan mereka. Semua spesias mempunyai bobot
yang sama.

 Tipe vegatasi
Jika suatu wilayah berukuran besar/luas, vegetasinya terdiri atas
beberapa bagian vegetasi atau komunitas tumbuhan yang menonjol.
Sehingga terdapat berbagai tipe vegetasi.
Tiap tipe vegetasi dicirikan oleh bentuk pertumbuhan (growth form
atau life form) tumbuhan dominan (terbesar, paling melimpah, dan
tumbuhan karakteristik).
Contoh bentuk pertumbuhan (growth form): termasuk herba
tahunan (annual), pohon selalu hijau berdaun lebar, semak yang merangas
pada waktu kering, tumbuhan dengan umbi atau rhizome, tumbuhan selalu
hijau berdaun jarum, rumput menahun (perennial), dan semak kerdil.
 Bentuk pertumbuuhan (growth form)
Bentuk pertumbuhan dapat termasuk suatu atau semua dari hal
berikut, tergantung pada konteksnya:
a) Ukuran, lama hidup (life-span), dan kerasnya kayu takson. Misalnya,
herba, annual, perennial, herba perennial, perennial berkayu, pohon,
atau pohon merambat:
b) Derajad kebebasan suatu takson. Misalnya, tumbuhan hijau yang
berakar kedalam tanah, parasitis, saprofitis, atau epifitis;
c) Morfologi takson. Misalnya, batang “succulent” (jaringan lunak dan
tebal), daun “ succulent”, bentuk roset, berduri, atau berambut
(pubescent);
d) Sifat daun takson. Misalnya, besar, kecil, kaku (sclerophyllous), selalu
hijau, merngas pada wkatu winter, merangas waktu kering, daun
jarum, atau daun lebar;
e) Lokasi kuncup kala buruk (perennating), seperti yang ditetapkan oleh
Raunkiaer (1934) (fanerofit, kamaefit, hemikriptofit, kriotofit juga
disebut geofit; dan berbunga).

 Fisiognomi vegetasi
Vegetasi juga dicirikan oleh bentuk arsitek lapisan kanopi/tajuk
daun. Tipe hutan yang berbeda mempunyai satu sampai empat lapisan
kanopi. Arsitektur dan life form (bentuk kehidupan) keduanya
memberikan andil/kontribusi kepada fisiognomi (kenampakan luar)
vegetasi, dan tiap tipe vegetasi mempunyai karakteristik fisiognomi
tersendiri.

 Formasi
Tipe vegetasi yang meluas meliputi suatu wilayah besar disebut
formasi. Misalnya, hutan hujan tropis adalah suatu farmasi yang didominer
oleh pohon selalu hijau berdaun lebar dan merupakan karakteristik ribuan
kilometer persegi pada wilayah tropis lembab pada beberapa kontinem.
 Asosiasi
Formasi dapat dibagi ke dalam asosiasi. Suatu asosiasi adalah
kumpulan semua populasi tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu
habitat tertentu.
Menurut definisi formal dalam konggres botani intenasional pada
awal abad ini, suatu asosiasi harus mempunyai sifat-sifat.
(a) Harus mempunyai komposisi floristic relatif tetap,
(b) Harus memperlihatkan fisognomi relatif seragam, dan
(c) Harus terdapat pada tipe habitat relatif konsisten.
Spesies sama cenderung untuk muncul bersama manakala suatu
habitat tertentu terulang kembali. Asosiasi biasa diberi nama oleh taksa
dominan atau yang paling karakteristik.
Tipikal, beberapa sampai banyak asosiasi dapat merupakan milik
formasi sama, semua berbagi suatu fisiognomi serupa, tetapi masing –
masing berbeda secara kualitatif atau kuantitatif dalam komposisi spesies.
Suatu fenomena ekologis yang menarik adalah kesamaan tipe
vegetasi dalam lingkungan makro serupa yang tersebar di sekliling dunia.
Ini dianggap suatu fisiognomi khusus yang telah diseleksi untuk habitat
serupa tetapi masing-masing terisoler. Jelas keadaan tersebut adalah suatu
bentuk evoluasi konvergen di antara tipe vegetasi.

 Populasi
Populasi adalah kelompok individu spesies yang sama dan
menempati suatu habitat yang cukup kecil, sehingga memungkinkan
terjadinya “interbreeding” di antara semua anggota grub tersebut.
Beberapa populasi tidak berinterbreeding, tetapi mereka
mengadakan penyerbukan sendiri (self-pollinated) atau dalam habitat
cukup kecil sehingga memungkinkan potensi untuk pertukaran gene.
1.3. Spesialisasi Dalam Ekologi Tumbuhan
3.1. Sinokologi (Ekologi kominitas)
Satu bagian besar ekologi tumbuhan yang mengikuti perkembangan
secara langsung dari geografi tumbuhan, adalah sinekologi.
Sinekologi mempunyai banyak sinonim, termasuk : ekologi
komunitas, fitososiologi, geobotani, ilmu vegetasi, dan ekologi vegetasi.
 Fase – Fase Sinekologi
1) Satu fase sinekologi adalah sosiologi tumbuhan, yaitu deskripsi dan
pemetaan tipe vegetasi dan komunitas, (komunitas adalah term umum
yang dapat diterapkan terhadap sembarang satuan/unti vegetasi, dari
bentuk regional sampai ke sangat lokal).
Dalam 50 tahun yang lalu telah ada proliferasi metode baku
untuk sampling vegetasi dan perlakuan, dan analisis data sampling.
Dengan metode baku tersebut, kesimpulan sahih (valid) dapat ditarik
dan vegetasi dari semua pelosok dunia dapat dibandingkan pada basis
yang setara.
Dekripsi tipe vegetasi masa lamapu dan asosiasinya, seperti
mereka hadir melalui waktu geologi, adalah bagian bidang ilmu yang
disebut paleoekologi.
2) Fase kedua sinekolgi adalah pengamatan dinamika komunitas, yang
mencakup proses seperti transfer nutrient dan energy antar anggota,
hubungan atagonistis atau simbiotis antara anggota, dan proses dan
sebab suksesi (perubahan komunitas menurut waktu).
Kajian dinamika komunitas dapat diabstraksikan ke level
matematik, di mana rumus kompleks dan program computer dapat
meringkaskan, masimulasikan, atau model sistem dinamika khusus
dapat diamati. Tipe riset ini kemudian disebut ekologi sistem.
3) Fase ketiga sinekolgi mencoba untuk mendeduksi tema evolusioner
yang menentukan khuluk komunitas secara fundamental.
Apakah yang menentukan jumlah spesies yang dapat koeksis
dalam suatu habitat? Bagaimana tumbuhan dan hewan terlibat bersama
(coevolved) dalam formasi komunitas kompleks, gradual, yang hadir
pada wkatu sekarang? Fase ini disebut ekologi evolusioner, dan ini
tumpang tindih dengan autekologi dan ekologi populasi.

3.2. Autekologi (Ekologi spesies individu)


Bagian besar lain ekologi tumbuhan berurusan dengan masalah
adaptasi dan kelakuan spesies individu atau populasi dalam kaitannya
terhadap lingkungan mereka, disebut autekologi.
Sub-bagian autekologi termasuk demokologi (spesiasi) ekologi
populasi dan demografi (aturan ukuran populasi), ekologi fisiologis atau
ekofisiologi, dan genekologi (genetik).
Autekologiwan mencoba untuk menerangkan mengapa terjadi
istribusi spesies tertentu: Bagaimana sifat fenologis, isiologis, morfologis,
kelakuan, atau sifat genetis yang dampak dalam habitat tertentu? Mereka
mencoba untuk menggambarkan pengaruh lingkungan pada level populasi,
organismik, dan level sub organismik.
Autekologi dapat bergerak dengan mudah ke dalam spesialisasi lain
di luar bidang ekologi, seperti fisiologi, penetika, evolusi, dan biosistematik
(suatu bagian taksonomi).

3.4. Spesialisasi Ekologi Tumbuhan Dan Hewan


Ekologi tumbuuhan sendiri dapat dianggap sebagai suatu spsialisi
dalam ekologi. Beberapa ilmuwan dan pendidik mengkritik pembagian
ekologi ke dalam ekologi tumbuhan dan hewan, dan mempermasalahkan
bahwa pembagian tersebut bersifat artificial dan merusakkan pengertian
interdependensi yang sudah meresap pada ekosistem. (Suatu ekosistem adalah
keseluruhan komunitas tumbuhan, komunitas hewan, dan lingkungan dalam
wilayah khusus atau habitat).
Kita semua pada hakekatnya adlah spsialsis, dan dengan cara ini
terjadi kemajuan yang lebih pesat. Seseorang tidak dapat menguasai semua
bidang ekologi tumbuhan, dengan demikian biarkan mereka berdiri sendiri
secara terpisah menjadi ekologi tumbuhan dan hewan.
Lagi pula, kita menganggap suatu kasus bahwa perbedaan inheren
dalam struktur, perilaku, dan fungsi antara tumbuhan dan hewan begitu
mendalam, sehingga banyak prinsip ekologi tumbuhan tak dapat
diterjemahkan begitu saja ke dalam prinsip ekologi hewan, dan juga
sebaliknya.
Jawaban terhadap dakwaan bahwa kita yang membagiu ekologi secara
artificial, bukan berarti kita harus mengurangi spesialisasi, melainkan kita
harus lebih banyak berkomunikasi satu sama lain, sehingga akan lebih
mengurangi adanyakesenjangan dalam ekologi tumbuhan dan ekologi hewan.

Tabel 1. Bagian skema klasifikasi formasi yang disetujui oleh UNESCO (1973)
Formasi Deskripsi
Klas formasi hutan tertutup Dominant tinggi 5+ m, tajuk saling
interlocking

Hutan ombrophylous tropis (hutan Dominant terutama berdaun lebar,


hujan trapis) selalu hijau, dengan ujung daun tetes
(drip tip); tidak tahan dingin dan juga
kering.

Hutan musiman selalu hijau tropis dan Sejumlah merangas kering terletak
subtropis diantara di atas dan di bawah

Hutan ombrpphyllous subtropics Kebanyakan pohon kanopi teratas


merangas kering; banyak pohon
understory selalu hijau dan berdaun
kaku (sclerophyllous); daun tanpa
ujung tetes.
Hutan mangrove Variant setempat, mutu kearah hutan
hujan tropis

Hutan ombraphyllous selalu hijau Lokasi di daerah intertidal di tropis dan


temperate dan subpolar sub-tropis; didominer oleh pohon
berdaun lebar kaku selalu hijau dengan
stilt root atau pneumatophora; epifit
vascular jarang.

Hutan berdaun lebar musiman Terdapat dalam oceanic ekstren, klimat


temperate bebas beku hemisphere Selatan, seperti
hutan Nothofagus atau Podocarpus di
New Zealand

Hutan scierophyll berdaun lebar selalu Didominer oleh pohon selalu hijau
hijau hujan winter sclrophyll dengan sedikit understory
tetapi dengan beberapa –beberapa liana.

Hutan berdaun jarum selalu hijau tropis Didominer oleh pohon selalu hijau
dan subtropis berdaun jarum atau sisik; epifit –epifit
vascular dan liana tidak ada

Hutan berdaun jarum selalu hijau Seperti di atas tetapi ke arah utara
temperate dan subpolar

Pokoknya hutan merangas Kebanyakan pohon menggugurkan


daun bersama dalam kaitannya dengan
musim pertumbuhan tak cocok.

Hutan merngas kering tropis dan Daun gugur selama musim kering
subtropics (biasanya winter)
Hutan merangas dingin dengan pohon Daun gugur selama musim beku; pohon
selalu hijau merangas dominan tetapi pohon selalu
hijau hadir seperti pada hutn hemlock-
hardwood

Hutan merangas dingin tanpa pohon Pohon merangas mutlak dominan, epifit
selalu hijau vascular absen

Hutan xeromorphic ekstrem Tegakan padat pohon xeromorphic


dengan semak succulent dan
xeromorphic, sering bernilai ke hutan
woodland (dibawah)

Kls formasi, woodland/hutan kecil Dominant tinggi 5+ m, tajuk biasa tidak


bersentuhan, tetapi penutupan kanopi
40 lapisan herba dapat hadir,

Pokok woodland selalu hijau Dominant selalu hijau

Pokok woodland merangas Dominant berbagai pohon merangas

Woodlan keromorohic ekstrem Serupa hutan xeromorphic, tetapi pohon


kurang lebat
Klas formasi belukar/scrub Dominant semak atau pohon kerdil 0.5
– 5 m tinggi

Pokok scrub selalu hijau Termasuk chaparral

Pokok scrub merangas Termasuk belukar/thicket riparian


Tanah belukar/shurbland (subgurun) Tegakan semak sangat terbuka dengan
xeromorphic ekstrem adaptasi xeromorphic; beberat umbuhan
dengan duri

Belukar kerdil dan komunitas sejenis Dominant kurang daripada 0,5 m


tinggi; termasuk tundra arcticalpin, bog,
heath.

Vegetawsi herbaceous Didominer oleh graminoid atau torb;


kurang lebih penutupan kontinu;
synusia berkayu penutup kurang
daripada 40%.

Vegetasi graminoid tinggi Dominant graminoid 2+ m tinggi bila


terbunga; penutupan forb kurang
daripada 50%

Lahan rumput tinggi dengan synusi Woodland terbuka dengan penutupan


pohon 10-40% penutupan graminoid lebih besar daripada 50%

Lahan rumput tinggi dengan synusia Savanna, keadang dengan semak


pohon kurang daripada 10% penutup

Lahan rumput tinggi medium Dominant graminoid 0,5 -2 m tinggi


bila dalam berbunga, penutup forb
kurang daripada 50%

Lahan rumput pendek Dominant graminoid kurang dari pada


0.5 m tinggi bila dalam berbunga;
penutup forb kurang daripada 50% ;
termasuk meadow, beberapa tipe tundra
Vegetasi forb Penutup forb lebih besar daripada 50%;
penutup graminoid kurang daripada
50%

BAB II. SPESIES DALAM LINGKUNGAN KOMPLEKS.

11.1 Spesies Sebagi Unit Ekologi


 Spesies ekologis
Sifat – sifat individu spesies akan banyak berpengaruh pada sifat
komunitas, karena akhirnya sebagai unit terkecil terakhir yang penyusun
vegetasi atau komunitas adalah tingkatan spesies.
Berbicara tentang ekologi spesies/auatekologi, otomatis akan muncuk
ke permukaan pertanyaan umum autekologi;
Bagaimana anggota komunitas tumbuhan yang hanya satu spesies
dalam komunitas dapat “survive” dalam menghadapi lingkungan mereka?
Kemudian, pertanyaan berikutnya secara kebetulan juga dapat
diajukan: Apakah yang disebut spesies ekologis?

 Interaksi
Bagian lingkungan organisme tersusun oleh tumbuhan dan hewan yang
berdekatan, dan tumbuhan tersebut dapat merupakan anggota spesies sama,
atau bukan anggota spesies sama. Oleh karenanya, interaksi sepasang
organisme dapat terjadi di setiap bagian kontinuum vegetasi.
Mereka mungkin secara kebetulan dalam bentuk obligat, atau dalam
bentuk mutualis yang menguntungkan dan mutualis yang merugikan.
Interaksi dapat dihubungkan oleh faktor kemis, atau faktor fisik, dan
akhirnya akan mempengaruhi dan menentukan distribusi ruang (spatisi)
individu.
Pola distribusi suatu spesies yang hanya terbatas pada suatu tempat
dapat merupakan perlambang (“clue”) pertama bagi ekolgiwan tentang adanya
suatu bentuk interaksi.

11.2 Faktor Lingkungann dan Distrubisi Tumbuhan


Permukaan bumi pada hakekatnya merupakan sistem jaringan faktor
lingkungan yang berubah menurut ruang dan waktu.
Kita dapat memperhatikan berbagai bentuk ekstrem lingkungan dan
bentuk gradient lingkungan yang berpengaruh kepada tumbuhan, dan
menghubungkannya dengan sifat toleransi fisiologi spesie, dan juga
dihubungkan dengan evolusi tumbuhan yang memcerminkan variasi
lingkungan kompleks.
Kita memperhatikan hal-hal tersebut tidak hanya pada level individu,
tetapi juga pada level organ individu, seperti daun, misalnya, yang
semuanya bereaksi secara fisiolgis dan secara perkembangan terhadap
lingkungan mereka.
Beberapa prinsip umum perlu diskusikan dalam bab ini, yaitu: hokum
minimum, teori toleransi, dan konsep “holocoenotic” lingkungan.

2.1. “Hukum” Minimum


Dalam 1840, Justus von Liebig menulis tentang hasil sembarang
panenan tergantung pada zat makanan atau nutrient tanah yang paling terbatas
dalam jumlahnya.
Kemudian masalah tersebut diperluas, sehingga definisi bebas hukum
minimum sekarang menjadi :
Pertumbuhan dan atau distribusi spesies bergantung pada satu faktor
lingkungan yang paling krisis dalam kebutuhannya.
Validitas hukum tersebut telah diperlihatkan di banyak tempat di
seluruh dunia. Sebagai missal :
1) Pertumbuhan jelek beberapa padang clover (Trifolium) di Australia,
jelas sebagai hasil kondisi tanah yang kekurangan atau defisiensi
dalam mikro-nutrien Cu, Zn, Mo (molybdenum). Dengan penambahan
Cu-sulfat atau Zn-sulfat yang hanya 6-8 kg per hektar setiap 4-10
tahun ternyata dapat menaikkan pertumbuhan vegatasi daerah tersebut
sebesar 300%. Sehingga pada gilirannya, menaikkan hasil wool dari
biri-biri yang merumput dan dipelihara pada vegetasi padang clover
tersebut.
2) Dengan hanya pemberian sejumlah kecil, yaitu 140 g per hektar
sodium molybdate, yang diberikan setiap 5 sampai 10 tahun, ternyata
dapat menaikkan hasil padang rumput 6 sampai 7 kali (Moore 1970).
3) Di Inggris, kisaran golongan calcicole tertentu (tumbuhan pada tanah
yang kaya kalsium dengan pH basa) akan berakhir secara mendadak,
manakala Ph tanah turun di bawah 5 (Grubb et al. 1969; Rorison
1969).
 Pembatas hukum Minimum
Ada dua pembatas terhadap hukum minimum:
1) Organisme mempunyai toleransi limit atas dan bawah terhadap setiap
faktor.
2) Kebanyakan faktor lebih bekerja secara bersama seperti halnya sebuah
konsep daripada bekerja secara tersendiri atau secara tersendiri
(isolosi).
Level rendah satu faktor sering dapat dikompensasi sebagian oleh
level faktor lain yang sesuai, atau pengaruh suatu faktor dapat diperkuat
oleh faktor lain sehingga dapat mencapai batas maksimum atau minimum.

2.2. Teori Toleransi


Victor Shelford (1913) mencatat adanya kelemahan pada konsep
hukum minimum Liebig, dan kemudian mengusulkan perubahan atau
memodifikasi menjadi teori toleransi.
Ronald Good, ahli geografi tumbuhan, kemudiann
mengembangkannya (1931, 1953), sebagai berikut :
Masing-masing spesies tumbuhan mampu hidup baik dan berhasil
memperbanyak diri hanya kalau tumbuh dalam kisaran kondisi lingkungan
tertentu (MIsalnya kisaran tertentu Ph, kelembaban tanah, intensitas cahaya,
dan lain sebagainya).
Secara umum, Good memberi nilai faktor iklim lebih tinggi di atas
faktor edafik, dan keduanya di atas faktor biotic (kompetisi, dll).
Tetapi beberapa ekologiwan sangat tidak setuju dengan kesimpulan
Good, dan percaya bahwa faktor edafik atau biotic justru lebih penting
daripada faktor klimatik, dan hal ini tergantung pada spesiesyang dibicarakan.
Kisaran toleransi bergantun pada faktor lingkungan, stadia fenologis,
masa evolusi.
Kisaran toleransi tak dapat ditentukan dari sifat morfologi, tetapi
mereka berkaitan dengan sifat fisiologi yang harus diukur secara
eksperimental.

 Kompetisi Memodifikasi Toleransi


Beberapa percobaan yang secara dramatis menunjukkan bagaimana
kisaran toleransi atau optimum untuk faktor fisik dimodifikasikan oleh
kompetisi (Harper 1964; Ellenberg 1958).
Misalnya, bila gulma annual umum Raphanus raphanistrum dan
Spergula arvensis di tumbuhkan dalam pot terpisah dan dalam kondisi
terkendali, kurve pertumbuhan menunjukkan persamaan kisaran toleransi
pH dan optima. Raphanus memperlihatkan pertumbuhan optimum pada Ph
5, dan Spergula menunjukkan optimum pada Ph 6.
Tetapi bila ditumbuhkan bersama, optimum Spergula bergeser ke
pH 4 dan kisarnannya untuk pertumbuhan bagus menjadi sempit, sedang
optimum untuk Raphanus bergeser sedikit kearah Ph 6 dan kisaran
toleransi masih seperti bila tumbuh sendiri.
 Kisaran fisiologi dan kisaran ekologi
Kondisi di mana spesies dapat hidup dan tumbuh berbagus dalam
isolasi adalah merupakan kisaran potensial (fisiologis) dan optimum
potensial (fisiologi).
Keadaan tersebut dapat berbeda dari kisaran ekologi dan optimum
ekologi yang teramati tumbuh di alam, di mana spesies tumbuh bersama
dalam kompetisi dengan spesies lain.
Peranan kompetisi dalam distribusi tumbuhan adalah sangat
penting, tak diragukan, bahwa bentuk interaksi biotik lain, seperti
berbivori dan polinasi juga berpengaruh pada distribusi spesies.

2.3 Konsep Holocoenotic Lingkungan


Kira – kira 100 tahun sesudah Humboldt menulis bahwa sembarang
yang nampak hidup bersama saling terkait dan saling tergantung satu sama
lain (sifat ekosistem), Karl Frienderich member nama sifat ekosistem tersebut
dengan nama; holosenotik (holocoenotic). (holocoen adalah sinonim dengan
ekosistem).
Konsep holocenotik adalah suatu klimaks alami terhadap modifikasi
lain pada hukum minimum Liebig.
Konsep holosenotik menyatakan bahwa tidak mungkin untuk
mengisoler arti penting faktor lingkungan tunggal yang berpengaruh terhadap
distribusi atau kelimpahan suatu spesies, karena faktor-faktor tersebut bersifat
saling bergantung satu sama lain atau interdependen, dan dapat bekerja secara
sinergetik.
Karenannya, faktor-tunggal ekologi, yaitu suatu faktor lingkungan
penting yang paling menentukan distribusi tumbuhan adalah tak terpikirkan
dalam kasus tersebut, dan ini dianggap sangat neive menurut jalan pikiran
konsep holosenotik ini.
 Faktor pemicu
Konsep holosenotik tidak berarti bahwa semua faktor harus setara
atau mempunyai bobot sama. Faktor tertentu dalam suatu ekosistem dapat
mendominer yang lainnya. Billings (1970) menanamkan faktor tersebut
sebagai faktor pemicu (trigoer).

11.3 Spesios Taksonomis


Ternyata belum ada kesepakatan dalam definisi kerja spesies. Definisi
spesies berikut, disintesakan dari beberapa sumber :
Suatu ------ terdiri atas grup populasi alami yang secara merplogis dan
ekologis serupa, dan yang dapat atau tidak dapat berinterbreeding, tetapi yang
secara reproduktif (keturunannya) terpisah dari grup lain serupa.
Tiga aspek klasifikasi digabungkan dalam definisi ini :
(1) Kenampakan luar (morfologi)
(2) Perilaku breeding, dan
(3) Habitat yang jelas berbeda.
Aspek habitat, bagi kebanyakan taksonomiwan adalah jelas berbobot
terendah, dan aspek morfologi atau isolasi reproduktif menerima bobot paling
besar dalam penentuan tentang apa yang disebut spesies.
Banyak biologiwan percaya bahwa organisme hidup akan tetap dan
tidak berubah secara kontinu selama dalam seluruh kisarannya, sehingga
kurang lebih termasuk ke dalam grup yang tegas sekali, yang kemudian,
umum disebut spesies.

3.1. Taksonomiwan Tradisional


Taksonomiwan tradisional memegang teguh filosofi spesies yang tegas
(discrete). Taksonomiwan tradisiomal mengamati terutama morfologi
tumbuhan, dan mencari beberapa sifat konservatif yang secara genetis
menentukan sifat tersebut yang secara konsisten memungkinkan pemisahan
tumbuhan ke dalam grup yang berbeda tegas.
Karakter yang dipilih adalah yang menunjukkan diskontinuitas dan
yang paling berguna dalam memisahkan spesies. Namun, harus diakui bahwa
proses seleksi karakter tersebut sesungguhnya agak bersifat subyektif.

3.2. Biosistematiwan
Biosistematiwan, tertarik dalam penentuan unit biotic alami; yaitu,
populasi tumbuhan yang mempertahankan perbedaannya karena adanya
barier biologis yang secara genetis memisahkan mereka dari populasi lain.
Barier isolasi ini dapat disebabkan karena perilaku breeding, isolasi
habitat dan geografis, atau tak mampu untuk membentuk hybrid fertile
dengan grup sejenis yang erat.
Konflik timbul antara biosistematiwan dan taksonomiwann tradisional
karena unit biotic alami tidak selalu sesuai dengan grup yang sangat tegas.
Sebagai missal, dua populasi spesies tradisional yang sama dapat
dibuktikan, dengan penyilangan di rumah kaca, akan menghasilkan buah
tanpa biji atau keturunan infertile; sehingga menurut ahli biosistematik,
mereka bukan du spesies sama, tetapi merupakan dua spesies biosistematik
berbeda.
Kaum taksonomi tradisional berdalih bahwa sifat yang tak terlihat
sedemikian sebagai kemampuan persilangan, secara teoritis tidak penting dan
tidak mempunyai nilai praktis. Juga, silangan rumah kaca dapat merupakan
tiruan penyilangan yang tidak valid di alam.
Satu kesulitan lebih lanjut pada pendekatan biosistematik adalah bahwa
kemampuan persilangan adalah sangat jarang atau tak ada, sehingga
keputusan subyektif masih tetap ada. Misalnya jika populasi A dan B adalah
78% “interfertile”, apakah A dan B dalam spesies sama?
3.3. Kesimpulan tentang persoalan spesies
(1) Pertama, proses penentuan dan pembatasan spesies berbeda dari
taksonomiwan ke taksonomiwan lain, tetapi ada satu faset di mana
semua pendekatan yang berbeda sama-sama berbagai pada tingkat
tertentu. Sehingga hasilnya bersifat arbitrary / sekehendak hati. Jadi,
spesies yang ditentukan dengan berbagai pendekatan tersebut sebagian
bersifat alami, dan sebagian bersifat artifact.
(2) Kedua, karakteristik habital belum atau jarang dianggap penting
sebagai kriteria taksonomis. Akibatnya, beberapa spesies yang
mempunyai kisaran luas, dan ini diragukan bahwa mereka secara
genetis merupakan satuan homogeny.
Dapatkah secara umum, walaupun agak arbitrary, spesies taksonomis
diberi batasan kembali atau dibagi lagi untuk membuat mereka sebagai
alat ekologi yang lebih baik? Jawabnya adalah ya menurut teori, dan
sering dapat dijawab tidak dalam praktek.

1.4. Spesies Ekologis


Tujuan akhir suatu ilmu adalah supaya dapat membuat prediksi akurat
atau kesimpulan tertentu tentang suatu sistem, apakah itu kimia, fisika atau
biologi.
Ekologiwan tumbuhan ingin memakai spesies sebagai alat dedukatif
untuk dapat memahami ekositem. Jika persyaratan ekologi spesies A
diketahui, dan pola alokasi sumberdaya dipahami, kemudian kehadiran dan
tingkat kesuburan spesies A di sembarang tempat memungkinkan kita untuk
membuat banyak kesimpulan tentang lingkungan, seperti kedalaman tanah,
level nutrien tanah, kekerapan/frekuensi terjadinya beku, intensitas cahaya,
lamanya musim pertumbuhan, frekuensi gangguan, dan ada atau tak adanya
tumbuhan dan hewan lain yang mungkin berinteraksi dengan spesies tersebut.
Tipe analisis sedemikian adalah tujuan kita. Dalam bagian ini kita
bertanya: Mungkinkah spesies tumbuhan secara teoritas dapat dipakai sebagai
alat deduktif?

11.5. Ekotipe
Spesies taksonomis sesungguhnya tidak homogen : Tumbuhan yang
termasuk dalam anggotanya bervariasi dalam tinggi, ukuran daun, waktu
berbunga, atau sifat lain, karena adanya perubahan dalam intensitas cahaya,
garis lintang/ltitude, elevasi, atau karakteristik situs lain.

a) Ekotipe menrutu Kerner :


Menurut Karner, variasi pada spesies tersebut dianggap
sebagai tanggapan yang sifatnya plastis, dan bukan sebagai
tanggapan genetis yang dapat diturunkan (heritable).
b) Ekotipe menurut Turesson :
Kesimpulan Kerner tersebut di tentang oleh percobaan
Turesson pada awal abad 19.
Dia membuat hipotesis bahwa banyak variasi dalam spesies
adalah dapat diturunkan dan merupakan adaptasi terhadap habitat
khusus dalam kisaran spesies.
Pertama – tama dia mengamati tumbuhan hanya dari
Sweden, tetapi kemudian dia mengkaji spesies yang berkisar di
seluruh Eropa. Untuk masing-masing spesies (biasanya perennial),
dibawa pulang material vegetative atau biji dari berbagai habitat
atau wilayah, dan menumbuhkannya dalam kebun uji dekat
rumahnya di Akarp, Sweden.
Dia mempunyai alasan bahwa catatan perbedaan morfologi
dan fenologi di lapangan tetap bertahan di kebun uji, sehingga sifat
tersebut bersifat heritable dan berdasarkan genetis.
Tabel 2. Beberapa sifat morfologis dan fenologis ekotipe hawkweed (Hieraceum
umbellatum), seperti diungkapkan dalam Kebun Turesson.
Ekotipe
Sifat Lahan belukar Ladang Dune
Habitus : Tegak Merayap Intermediate
Daun : Lebar Intermediate Sempit
Rambut : Absen Presen Absen
Dormansi autumn : Prasen Presen Absen

Tabel di atas adalah ringkasan hasil penelitian ekotipe hawkweed


herba perennial (Hieracetum umbel latum), yang di Sweden selatan tumbuh
pada sand dune pantai, pada lahan depan berbatu, dan pada lading
pedalaman dan padang belukar. Perbedaan sifat di lapangan tetap ada pada
kebun uji.
Apakah tipe perbedaan genetis ini karena berasal dari tumbuhan yang
berbeda spesies? Turesson membuat semua silangan, dan ternyata semua
hasil silangan bersifat itnerfertile.
Kesimpulannya, tipe-tipe tersebut secara teknik hanya merupakan
bagian suatu spesies tunggal dan bukan dari dua spesies yang berbeda.
Turesson menyebut satuan ini sebagai ekotipe. Suatu ekotipe adalah sebagai
produk tanggapan genetic dalam suatu populasi terhadap habitat.
Ini adalah suatu populasi atau grup populasi yang dibedakan oleh
karakter morfologi dan/atau fisiologi, dan bersifat interfertile dengan
ekotipe lain dari spesies sama, tetapi biasanya mereka terhalang dari proses
interbreeding alami oleh karena adanya barier ekologis.
Turesson juga menciptakan term ekospesies (hampir sama dengan unit
alaminya biosistematik) dan coenospecies (setara genus dengan beberapa
spesies, atau seksi dari genus yang besar).
 Elemen ekotipe
Elemen-elemen yang merupakan bagian konsep ekotipe menurut
Turesson adalah sbb :
(1) Ekotipe harus berdasarkan pada sifat genetic
(2) Perbedaannya dapat berupa morfologi, fisiologi, fenologi atau
ketiga-tiganya.
(3) Mereka hadir dalam tipe habitat yang jelas berbeda,
(4) Perbedaan genetic adalah sebagai adaptasi terhadap perbedaan
habitat,
(5) Mereka berpotensi interfertile (saling subur, sama-sana subur)
dengan ekotipe lain dari spesies sama, dan
(6) Mereka merupakan satuan yang tegas, dengan perbedaan nyata
yang memisahkan satu ekotipe dengan lainnya.
Konsep moderen kita tentang ekotipe ternyata tidak harus sesuai
dengan semua elemen yang dipersyaratkan oleh Turesson tersebut.

c) Kajian Clausen dkk. :


Pada waktu sama di mana Tureeson memerikan (describe)
ekotipe dalam 50 spesies umum di Eropa, tiga biologiwan lain
melaporkan hasil yang sama dengan tumbuhan berennial dari
Amerika Utara.
Dalam tahun 1922, Jens Clausen, ahli genetika dan sitologi,
David Keck, taksonomiwan, dan Wiliam Hiesey, ahli ekologi
fisiologi membuat transek kajian panjang 323 km di Kalifornia.
Walaupun keanekaragaman lingkungan besar di sepanjang
transek ini, Clausen, Keck, dan Hiesey mampu menemukan kira-
kira 180 spesies yang tumbuh berkisar meluas pada transek
tersebut.
Tiap spesies dikumpulkan pada berbagai lokasi sepanjang
transek, dibawa pulang ke rumah kaca di Stanford, cibuat clone,
ditumbuhkan selama 6 bulan, kemudian ditanam di kebun uji
sepanjang transfer.
Mula-mula ada 11 kebun, tetapi kemudian jumlahnya sefera
dikurangi menjadi 3: Stanfort, dekat permukaan laut; Mather, di
pertengahan elevasi Sierra Nevada; dan Timberline.
Kira-kira 60 spesies cukup terputus – putus untuk dapat
survive pada penanganan pertama, pertumbuhannya, fenologi, dan
mortalitas diikuti selama 16 tahun.
Herba perennial (Potentialla glandulosa) dapat dipakai
sebagai contoh hasilnya.
Berdasarkan morfologi, fenologi, risiologi, dan habitat,
terdapat empat ekotipe dalam spesies ini (Clausen, Keck, dan
Hiesey memilih term taksonomi lebih konservatif: subspesien,
tetapi ekotipe adalah sinonim dalam hal ini).
Ekotipe typica adalah bentuk lahan bawah.
Ekotipe reflexa dan hanseni adalah bentuk elevasi
tengan,
Ekotipe nevadensis, bentuk timberline pada lahan yang
teratas.
d) Kesimpulan Clausen dkk.:
Clausen, keck, dan Hiesey berkesimpulan bahwa
kebanyakan spesies terdiri atas sekumpulan ekotipe. Masing
berkisar dalam ukuran populasi tunggal sampai grup regional dari
populasi banyak; makin luas kisaran spesies, makn banyak ekotipe
dalam spesies tersebut.
e) Sinonim ekotipe
Term ras (race), genotype (genotype), dan ras ekologis
(ecological race) sering dipakai sinomim untuk ekotipe.
Varian genetic secara acak (individu atau grup individu)
dalam ekotipe disebut biotipe biotype.
Populasi yang keunikannya di alam disebabkan karena
plastisitas nongenetis disebut ekofen (ecophene) atau fenekotipe
(phenecotype), untuk membedakan mereka dari ekotipe.
11.6. Ekoklin (Ecocline)
Konsep ekotipe Turesson nampaknya sepintas lalu dapat memberi
kita, bahwa spesies ekologi sebagai alat deduksi lingkungan yang kita cari
dapat diketemukan. Namun, ternyata banyak riset pada waktu sekarang yang
menunjukkan bahwa hal tersebut hanya mempunyai penggunaan aplikasi
yang terbatas.
a) Penelitian Gregor
Gregor (1946) mengamati dengan saksama apa yang pertama –
tama tampak sebagai merupakan dua ekotipe tumbuhan plantain
pantai, Plantago maritima.
Satu ekotipe menempati di nawa garaman yang teratur tergenang
oleh pasang tinggi dengan salinitas tanah medekati 2.5%. Tumbuhan
ini mempunyai daun pendek, biji kecil, dan tebal, pendek, tangkai
bunga berbaring (decumbent).
Ekotipe lain menempati padang nonsline jauh di pedalaman, dan
ini mempunyai daun lebih panjang, biji besar, lebih kurus, tinggi,
tangkai bunga lebih tegak.
Eregor mengumpulkan biji tiap ekotipe dan menebarnya di
kebunuji. Lagi pula, dia juga mengumpulkan dan menebar biji dari
tumbuhan yang tumbuh di daerah perbatasan (ecotone) suatu habitat
intermediate.
Tumbuhan yang dihasilkan menunjukkan bahwa perbedaan
lapangan secara genetis adalah tetap, tetapi yang lebih penting adalah,
mereka menunjukkan bentuk gragasi kontinu dari satu bentuk ekstrem
satu ekotipe, ke bentuk lainnya.
Tak ada batas tegas antara dua ekotipe, atau bahkan antara satu
ekoipe dengan tumbuhan yang berasal dari daerah ekoton.
b) Penelitian Langlet
Langlet (1959), teman senegara Turesson, membawa biji pinus
Pinus sylvestris dari 580 situs seluruh Sweden di tanam di kebun uji.
Ketika dia mengamati pohon remaja (sapling) untuk laju pertumbuhan
dan sifat morfologi, dia tidak menemukan bentuk-bentuk ekstrem
sangat berbeda, tetapi merupakan suatu bentuk cline, yaitu suatu
variasi kontinuum, menghubungkan bentuk-bentuk ekstrem.
Tak ada pemutusan tajam dalam kisaran variasi bentuk, sehingga
orang dapat mudah mengatakan ekotipe A berakhir dan ekotipe B
mulai.
c) Penelitian Cavers dan Herper
Cavers dan Harper (1967) juga menemukan variasi nyata dalam
apa yang disebut ekotipe yang jelas cari gulma annual Rumex crispus.
Mereka memakai tanggapan perkecambahan sebagai indicator
heterogenitas genetic. Pertama – tama mengumpulkan biji yang berasal
dari :
1. Populasi berbeda (biji di pool dari banyak tumbuhan dari tiap
populasi);
2. Kemudian dari tumbuhan terpisah dalam populasi sama;
3. Kemudian dari inflorescence tumbuhan ;
4. Dan akhirnya dari bagian atas dan bawah inflorescence sama
Pada setiap kasus, memberi hasil bahwa kisaran tanggapan
perkembangan adalah sangat besar dari populsi ke populasi, dari
tumbuhan ke tumbuhan. Dst.
Implikasi penelitian tersebut adalah bahwa sifat genetic, adaptif,
dapat berfluktuasi sama luasnya.
Di sini, sekali lagi, suatu ekotipe dalam sifatnya sama
heterogennya dengan spesies yang mempunyai kisaran luas.
d) Konsep ekotipe masih tetap berguna
Namun, ekotipe dalam batas tertentu masih tetap berguna 1). Karena
tekanannya pada heterogenitas spesies taksonomi dan pengaruh
lingkungan local terhadap morfologi, fisiologi, dan kepada tingkat
yang lebih tidak nyata, yaitu pada perilaku tumbuhan.
2). Konsep ekotipe mempunyai arti praktis terhadap penghutanan
kembali atau proyek revegetasi secara umum. Namun, konsep ekotipe
secara tipikal tidak memungkinkan orang mengenal populasi
homogeny atau grup populasi di alam untuk dapat digunakan sebagai
sarana ekologi secara umum. Ekotipe pada hakekatnya tidak lebih
tegas dan terpisah dari yang lain daripada spesies sendiri.
e) Konsep stairstep dan konsep ekoklan ekotipe
Konsep undakan/stairstep ekotipe Turesson harus diganti dengan
suatu konsep ekolin.
Suatu ekoklin adalah suatu gradasi/tingkatan dalam sifat suatu
spesies (atau sering juga untuk komunitas atau ekosistem) yang
berhubungan dengan grapian lingkungan.
Turesson dan pada beberapa keadaan juga clause, keck, dan
Hiesey, menganggap ekotipe sebagai bentuk tegas, karena disebabkan
metode sampling yang dipakai agak menyangsikan hasilnya; Material
tumbuhan dipilih dari tempat terpisah luas, dan daerah ekotone
(Perbatasan; dilupakan).
Ekotipe, kemudian, hanya sekedar segmen arbitrary sebuah
ekoklin, yang hanya lebih cocok untuk pengenalan acuan saja.

11.7. Genoecoclinodeme
Semenjak karya Turesson dan Clausen, Keck, dan Hiesey, ekotipe dan
ekoklin telah banyak diterapkan dalam banyak spesies, tetapi ketegaran
definisi ekotipe telah hilang.
a) Term Gilmour tentang Ekotipe
Gilmour memikirkan keseluruhan system nomenklatur yang
menghilangkan perlunya memakai term ekotipe dan yang member
presisi hasil riset autekologi dan biosistematik.
Semua term adalah merupakan awalan terhadap akhiran netral,
demo, yang tidak pernah berdiri sendiri tetapi dapat ditentukan sebagai
grup individu yang dekat.
Misalnya :
Tooodeme adalah grup individu kc-eksis dalam local tertentu;
Gamodeme adalah grup individu yang ber-inte-breeding tertentu;
(setara terhadap term populasi;)
Ecodeme adalah grup dalam suatu habitat spesifik dan unik;
Genodeme adalah suatu grup yang secara genetis yang berbeda satu
sama lain;
Phenodeme adalah grup yang perbedaannya belum diketahui berupa
genetik;
Plastodeme adalah gurup yang perbedaannya diketahui bukan genetik.
Genoecodeme adalah grup yang perbedaannya adalah secara genetis
tetap dan yang hadir dalam habitat unik, dn yang merupakan bagian
suatu cline gradasi kontinu.

 Pendeknya, genoecocline adalah setana ekotipe.


Tidak mengherankan, sistem akhiran ganda ini mengalami hambatan
dalam penerimaan pemakai, walaupun obyektifitas dan presisi jauh dapat
dianjurkannya.
Kita akan tetap akan memakai term ekotipe dalam buku ini, tetapi ini
sinonim dengan genoecocline, mengingatkan kita arti sesungguhnya
ekotipe.

11.8. Riset Ekotipe Pada Level Fisiologi


Satu aspek riset ekotipe sekarang telah mengungkapkan persoalan
rumit tentang fisiologi, dasar metabolis adaptasi tumbuhan terhadap nabitat
local. Aspek ini kana digambarkan dengan suatu seri penyelidikan yang
membawa pengertian kita lebih dekat kepada dasar pokok yang
mengendalikan adaptasi, yaitu gene sendiri.
(1) Ekotipe Dxyria digyna
Heroid Mooney dan Dwight Billings (1961) menerbitkan kajian
klasik pada herba perennial Dxyria digyna.
Dxyria mempunyai distribusi di keliling-bureal di tundra artik
tanpa pohon dan meluas ke selatan di tundra alpine di beberapa deret
pegunungan. Sebaliknya di Amerika Serikat tumbuhan itu ditemukan
pada elevasi tinggi di Siera Nevada dan Rocky mountain.
Karena adanya dua ekstrem lingkungan, maka ada dua ektrim
ekotipe Dxyria. Mooney dan Billings menunjukkan bahwa ekotipe
arktik dan alpine berbeda secara morfologi dan fenologi bahkan bila
ditumbuhkan bersama yang berasal dari dalam ruang terkendali tiruan
alam, lingkungan seragam (kebun uji moderen). Mooney dann Sillings
juga menunjukkan bahwa metabolisme dua Ekotipe berbeda.
Perbedaan fisiologi ini sangat boleh jadi berkorelasi dengan
factor enximatik dan faktor biokemi lain, tetapi Mooney dan Billings
tidak melanjutkann penelitian sampai pada level tersebut.
(2) Ekotipe Typha latifolia
Spesies catlal, Typha latifolia, adalah tersebar luas
dihemispnere utara. Mcnughton (1966) mengumpulkan rumpang
dorman dari habitat berbeda seperti dingin, maritime, pantai pasifik
berkabut pada point reyes, kalifornia dan tempat yang relatif panas,
lembah Sasramento kering dekat Red Sluft Kalifornia, lebih daripada
100 km di pedalaman.
Dia menempatkan rimpang di pot dan menempatkannya di
rumah kaca dengan suhu diatur 30/250C siang/malam, di mana mereka
mematahkan dormancy, menghasilkan tunas dan tumbuh selama 3
bulan. Dia kemudian mengamoil sampel jaringan daun, enzimnya
giekstrak, dan ekstrak mendapat tekanan panas 50 0c tumbuhan Red
Bluff berpengalaman di alam.
Tumbuhan point Reyes mungkin tidak berpengalaman suhu
daun di alam lebih tinggi daripada 300c.
Setelah tiap periode tekanan panas, dia menguji aktivitas tiga
enzim pernapasan penting; maltae dehydrogenase, giutamete
oxalbacetace, dan aidolase.
Dia menganggap bahwa ekotipe Red Bluff yang toleran pnas
harus terletak dalam stabilitas panas dari beberapa atau semua
enzimnya.
Malate dehydrogenase jelas lebih stabil panas dada ekotipe Red
Bluff daripada pada ekotipe Point Reyes; dua enzim lain menunjukkan
tak ada perbedaan.
Malate dehydrogenase dapat berbeda pada dua ekotipe dalam
banyak cara yang mungkin menaikkan stabilitas dan aktifitas.
Dalam makalah lain, McNaughton (1967) menunjukkan bahwa
ekotipe cattil dari Point Reyes pada permukan laut dan Wyoming apa
elevassi 1980 m berbeda dalam efisiensi fotosintesisnya. Elevasi
tinggi, exotipe musim pertumbuuhan pendek memperlihatkan kira-kira
dua kali laju fotosintesis dari ekotipe point Reyes.
(3) Ekotipe Sintanion hystrix.
Respirasi juga cocok terhadap perbedaan elevasi pada level
enzimatis, sperti Klikof (1966) memperlihatkan bahwa populasi
rumput Sitanion hystrix dari elevasi yang berbeda di Siera Nevada.
Mitochondria yang terisoler menunjukkan laju oksidatif tinggi
pada suhu rendah dengan penambahan elevasi yang berbeda pada
tumbuhan induk.
(4) Ekotipe salidapo vigaurea
Beberapa spesies dibedakan ke dalam ekotipe matahari yang
(berkecambah dan tumbuh pada tempat terbuka) dan ekotipe paungan
(yang berkembang di bawah kanopi atau tumbuhan lain).
Suatu spesies Eropa Salidago vigaurea, suatu herba perennital,
juga mempunyai ekotipe tersebut.
Gile Bjorkman, dalam serangkaian makalah yang berakhir
1968, mengamati perbedaan dua ekotipe Salidago pada level yang
lebih kurang nyata.
Perbedaan lain, dia menunjukkan bahwa kurve saturasi cahaya
ekotipe matahari berbeda dari kurve saturasi cahaya ekotipe naungan.
Ekotipe matahari mempunyai titik saturasi cahaya lebih tinggi dan
memperlihatkan laju fotosintesis lebih tinggi pada titik saturasi
tersebut.
Untuk mendapatkan alasan tentang perbedaan tersebut, dia
pertama mencari pada level morfologi, menanyakan kalau-kalau daun
ekotipe matahari mungkin menyerap lebih banyak cahaya; jawabannya
tidak, kemudian dia mencari pada level selular, menanyakan apakah
konsentrasi klorofil lebih tinggi pada daun matahari, jawabannya juga
tidak.
Akhirnya dia mengamati pada level enzim. Enzim yang
bertanggung jawab terhadap fiksasi Co2 dalam jalan reaksi gelap
fotosintesis adalah ribelose biphosphate carbixylase (juga disebut
caboxydismutase). Ketika dia mengukur konsentrasi (aktifitas) enzim
penting ini, dia menemukan bahwa terdapat dua sampai lima kali lebih
besar dalam ekotipe matahari, yang cukup buruk untuk mengerjakan
laju fotosintesis lima kali lebih tinggi dari ekotipe matahari pada
intensitas cahaya tinggi.
Bila kita meneliti sampai pada titik tersebut, informasi akan
mempunyai arti praktis yang besar untuk breeding ekotipe, untuk
dipakai reklamasi/perbaikan medan seperti tempat yang terpotong jalan
yang miskin nutrisi, tempat rusak karena racun tambang, tempat
bergaram atau tempat penggalian, area jalur tambang, dune yang
bergerak dan mempunyai kandungan nitrogen rendah, daerah erosi,
dan lain sebagainya.

11.9. Aklimasi
Aklimasi (juga disebut aklimatisasi) adalah perubahan plastis,
temporer dalam organisme disebabkan oleh suatu lingkungan di mana
lingkungan tersebut sudah ada pada masa lampau.
Matthaei (1905) mungkin adalah orang pertama mendokumentasikan
fenomena tersebut dalam tumbuhan, dan pengaruh susu pada masa lalu pada
laju fotosintesis dan respirasi.
Billings ed al. (1971) mengadakan percobaan yang menyajikan
contoh bagus aklimasi, dan sekali lagi sorrel aipin membuktikan sebagai
kajian bagus. Biji soreel alpin (Dxyria dignya) dikumpulkan dari kisaran
habitat, dikecambahkan dan ditumbuhkan dalam rumah kaca yang seragam
selama 4 bulan, kemudian dibagi kedalam tiga lingkungan ruang
pertumbuhan:bangat (32/21oc siang/malam), medium (21/10oc) dan dingin
(12/4oc).
Setelah 5 sampai 6 bulan dalam ruang, ulangan tiap koleksi diukur
untuk fotosintesis bersih pada kisaran suhu, dari 10 sampai 430c, dan suhu
optimum untuk fotosintesis dicatat.
Hasil menunjukkan bahwa wakil ekotipe arktik dan alpin yang
memiliki kapasitas aklimasi berbeda. Suhu optimum untuk tumbuhan alpin
bergeser sebanyak 110c, tergantung pada suhu yang diterima pada waktu
pertumbuhan sebelum pengukuran fotosintesis, tetapi suhu optimum untuk
tumbuh arktis hanya bergeser 10c.
Pengaruh “preconditioning” serupa, atau aklimasi, telah
diperlihatkan bagi tumbuhan dalam sejumlah perbedaan pohon pinus dan
semak gurun.
Hubungan antara tumbuhan dan lingkungan kemudian dapat ditulis :
fenotipe = genotype + lingkungan dominan + lingkungan lampau
Seberapa jauh lingkungan lampau dapat mempengaruhi fenotipe?
Pengaruh lingkungan lampau tak dapat diukur pada masa lalu, karena hal ini
harus kembali pada generasi tertua mereka.
Biji groundsel (senesio vulgaris) ditumbuhkan pada beberapa suhu.
Semai segera dipindah ke lingkungan umum dan dibiarkan tumbuh selama
80 hari, kemudian tunas yang tumbuh ditimbang. Hasil percobaan adalah
sukar untuk dijelaskan kecuali sebagai hasil perbedaan suhu pada waktu
kecambah, 80 hari sebelumnya.
Tumbuhan annual Lactuca scariola, mendapat perlakuan dengan
dikenal panjang hari yang berbeda atau aplikasi pengatur tumbuh,
menghasilkan anakan yang berbeda dalam berkekembh, pertumbuhan
semai, dan waktu berbunga (Gutterman et al. 1975).
Tabel. Pengaruh suhu perkecambahan pada pertumbuhan yang berturutan
pada groundsel (Senecio vulgaris).
Suhu perkecambahan (oc) Kondisi pertumbuhan Berat tumbuhan
80 hari (mg)
10 Semuanya tumbuh 147
14 Bersama pada 170c 775
23 Foto-period 16 hari 1078
30 390

Penjelasan genetic untuk aklimasi adalah mungkin, tetapi tujuan kita


hanya untuk menunjukkan bahwa aklimasi dapat terjadi; dan dasar genetis
di sini bukan menjadi kepentingan kita. Arti penting lingkungan masa lalu
pada perilaku tumbuhan tidak cukup (insufficient) dikenal oleh autekologi
tumbuhan, walaupun ini jelas bahwa aklimasi adalah penting bagi
pengertian dan pemahaman distribusi tumbuhan.

11.8. Pendekatan Terpada Terhadap Riset Ekotipe: Suatu Kajian Kasus


Suatu contoh bagus riset ekotipe sekarang yang memakai pilihan
teknik luas, termasuk biologi populasi dan ekologi fisiologi, adalah kajian
ekotipe Dryas octopetala dari tundra Alaska (McGraw dan Antonovics
1083, McGraw 1985).
Penulis menggabungkan teknik tersebut seperti kajian ruang tumbuh
dalam fitotron, transplant lapangan, percobaan kompetisi, ekologi polinasi,
pengamatan demografik, manipulasi lingkungan in situ, pengukuran
fososintesis, dan penentuan pola alokasi “photosynthate” terhadap berbagai
organ tumbuhan.
Berbagai gabungan atau campuran yang banyak tersebut membuat
kesimpulan ekologis kuat dan penting.
11.10. Ringkasan
(1) Ekologiwan tumbuhan ingin memakai spesies sebagai alat deduktif,
sebagai alat deduktif, sebagai indicator yang agak presisi dari level
tertentu faktor lingkungan. Tetapi saying, ini dapat merupakan tujuan
yang tidak relistik, menurut dua alasan:
Pertama, tumbuhan bertanggap terhadap faktor klimatik, edafik
yang kompleks dan faktor biotic kompleks, dan pengaruh faktor
tunggal adalah sulit untuk dipisahkannya. Kisaran toleransi suatu
spesies terhadap faktor x dapat dimodifikasikan oleh faktor y dan z.
versi yang bagus teori toleransi mengenal efek special kompetisi yang
dapat mencampurbaukan pada kisaran toleransi.
Kedua, spesies taksonomi, apakah dikenal secara morfologis,
biologis, atau dasar statistic, sebagian adalah artifact. Keinginan
manusia untuk klasifikasi. Spesies kisaran-luas, yang terdapat dalam
banyak habitat berbeda, adalah secara genetis tidak homogeny dan
dengan demikian tidak menyajikan sebagai indicator ekolgi.
(2) Turesson mencari dan mendapatkan “pengertian ekolgis spesies
linnean”. Dia menemukan bahwa spesies taksonomi terdiri atas subunit
ekologis penting, yang kemudian disebut sebagai ekotipe. Dia
menentukan ekotipe sebagai tanggapan genetic suatu populasi (atau
grup populasi) terhadap habitat, dibedakan oleh karakter morfologis
dan fisiologis, masih bersifat interfertile kalau disilangkan dengan
ekotipe lain spesies sama.
(3) Kebanyakan spesies kisaran luas sekarang diketahui terbentuk oleh
banyak ekotipe, tetapi pemakaian konsep secara praktis menjadi cair
bila diketemukan bahwa ekotipe adalah masih heterogen, dengan batas
masih samar-samar, seperti spsies. Konsep stairstep Turesson tentang
ekotipe harus diganti dengan konsep “ecocline” dan ekuivalen term
ekotipe dalam terminology Glimour, adalah genoecoclincdeme, yang
secara benar menekankan fakta tersebut.
(4) Konsep ekotipe adalah masih penting ditinjau dari titik pandang ilmu
dasar, karena ini akan menjurus ke riset yang menunjukkan pengaruh
luas lingkungan pada semua level perilaku tumbuhan, dari level
morfologi, fenologi sampai level yang halus (subtle) dari fisiologi,
metabolisme dan genetic.
(5) Riset ekologi sekarang telah menekankan level yang halus tersebut,
tetapi inii belum mencapai titik di mana kita mengetahui enzim yang
mana yang paling penting untuk tipe dasar ekotipe klimatik atau
edafik. Juga belum diketahui bagaimana enzim ini berbeda dari ekotipe
ke ekotipe, juga berapa banyak gene yang terlibat, juga bagaimana
caranya dapat mengawinkan untuk mendapatkan sifat ekotipe tertentu.
Seperti yang sekarang dikerjakan dalam seleksi jenis dengan
mengawinkan tumbuhan biji yang dipanen atau untuk mendapat
tumbuhan yang tahan penyakit.
(6) Faktor yang mengacaukan dalam riset ekotipe adalah aklimasi: Suatu
lingkungan yang telah diderita oleh organisme pada masa lalu (sering
satu generasi atau lebih) dapat menyebabkan perubahan fisiologis
dalam organisme tersebut. Nampaknya, kapasitas untuk eklimasi
sendiri dapat merupakan sifat ekotipe.
BAB III. STRUKTUR POPULASI DAN DEMOGRAFI TUMBUHAN

 Beberapa Pengertian
Tumbuhan tersebar di alam biasanya tidak mempunyai jarak sama. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan dalam: kondisi lingkungan, sumberdaya,
tetangga, dan gangguan, yang kesemuanya hanya merupakan sejumlah kecil
faktor yang mempengaruhi pola dinamika dan populasi tumbuhan.
Perbedaan perangkat kondisi lingkungan tidak hanya memodifikasi
distribusi dan kelimpahan individu, tetapi nampaknya juga merubah laju
pertumbuhan, produksi biji, pola percabangan, area daun, area akar, dan
ukuran individu.
Distirbusi, survival, dan pola pertumbuhan serta reproduksi
mencerminkan adaptasi tumbuhan terdapat regim lingkungan tertentu, dan
dengan demikian keadaan tersebut adalah suatu bagian penting dalam ekologi
tumbuhan.

 Persoalan khusus ekologi populasi


Susunan tumbuhan dalam ruang dan waktu merupakan problem spesial
bagi ekologiwan populasi. Tidak seperti kebanyakan hewan, makan, banyak
tumbuhan menghasilkan individu baru secara aseksual, dan dapat mengurangi
atau menambah perangkat organ baru dalam tanggapannya terhadap
perubahan lingkungan luar.
Materi ekologi populasi tumbuhan tidak terbatas pada distribusi dan
dinamika individu dalam populasi, tetapi juga termasuk pertumbuhan dinamik
tubuh tumbuhan yang selalu berubah.
Sasaran dan tujuan dalam bab ini bersifat ganda :
Pertama, kita akan mengamati densitas populasi dan pola distribusi
individu dalam suatu spesies dan membicarakan kemungkinn sebab-sebabnya.
Kedua, memandang dinamika populasi tumbuhan dengan membicarakan
demografi tumbuhan seperti yang diterapkan pada individu dan unit (madule)
pertumbuhan – tumbuhan.
III. 1. Dentitas dan Pola
1.1. Densitas : Definisi dan Metode
Densitas adalah jumlah individu per unit area, seperti 300 Acer
saccharum per hektar di hutan merangas, atau 3000 Larrea tridentate per
hektar di Semak gurun.
Densitas didapat tidak perlu menghitung setiap individu yang terdapat
dalam seluruh area luas untuk sampai pada nilai densitas. Tetapi dengan
mengadakan sampling secara acak dengan kuadrat yang mungkin hanya 1%
dari area seluruhnya sudah dapat memberi suatu perkiraan densitas yang
mendekati kenyataan.
Kuadrat adalah suatu area sembarang bentuk yang diberi batas dalam
vegetasi, sehingga penutup (cover) dapat diperkirakan, jumlah tumbuhan
dihitung, atau spesies didaftar.
Kuadrat biasanya cukup kecil ukurannya, sehingga satu orang yang
berdiri pada satu titik di sepanjang sisinya, dapat dengan mudah mensurvai
seluruhnya tumbuhan yang terdapat dalam kuadrat. Kuadrat untuk sampel
pohon dapat mempunyai panjang 10-50 m pada satu sisi, sehingga untuk
sensus tumbuhan yang ada pada kuadrat tersebut, seiring memerlukan lebih
dari pada satu orang.
Kuadrat dapat diletakkan secara acak dengan membuat dua sumbu x dan
y di sepanjang tepi area luas yang disampel. Kemudian membagi sumbu
menjadi unit-unit atau titik-titik dengan interval tertentu, dan mengambil
sepasang nomer dari table nomer acak, atau menarik nomor-nomor dari suatu
wadah (cara lotre).
Jika seluruhnya, ada 12 kuadrat dengan luas 2 m2 masing-masing
diletakkan dalam area 2400 m2, sehingga 1% area total sudah termasuk dalam
kuadrat.
Penempatan kuadrat secara acak dan hanya menurut kesempatan, sudah
barang tentu, kemungkinansemau kuadrat acak dapat menggerombol dalam
satu bagian saja. Untuk menghindari kemungkinan tersebut, area pertama-
tama harus dibagi ked lam sub area yang kira-kira setara/sama, dan baru
kemudian tiap bagian disampel secara acak.
Densitas juga dapat diperkirakan dengan metode jarak, yang tidak
memakai kuadrat. Cara pelaksanaan metode ini akan dibicarakan lebih lanjut
pada Bab metode sampling komunitas.

1.2. Pola : Definisi dan Metode


Definisi sendiri merupakan ukuran statis. Itu tidak menyingkap interaksi
dinamik yang mungkin ada di antara anggota spesies sama.
Pola, atau distribusi menurut ruang (spatial), 300 Acer sccharmu atau
3000 Larea tridentate per hektar akan memberi informasi tambahan tentang
spesies.
Jumlah sama tumbuhan dalam suatu area dapat disusun dalam tiga pola
dasar: acak, mengelompok (clumped) atau teratur (regular).
Dalam pria acak, lokasi sembarang tumbuhan tidak mempunyai arah dan
posisi (bearing) terhadap lokasi lain spesies sam. Dalam pola mengelompok
(juga disebut aggregateo atau underdispersed), hadirnya satu tumbuhan berarti
terdapat kemungkinan besar untuk menemukan lain spesies sama yang ada
didekatnya.
Pola teratur, atau “ovedispersed”, adalah sama dengan pola pohon dalam
suatu perkebunan yang ditanam dengan jarak teratur satu sama lain.
Anggota kebanyakan spesies cenderung mengelompok, dan hal ini
paling tidak ada dua alasan :
Pertama tumbuhan tersebut harus berkembang biak dengan reproduksi;
di mana biji atau buah cenderung jatuh dekat induk; atau dengan runner atau
rimpang yang menghasilkan anakan vegetative yang masih dekat induknya.
Alasan kedua, berhubungan dengan lingkungan mikro; habitat bersifat
homogeny pada level lingkungan makro, tetapi pada level yang lebih kecil, ini
terdiri atas banyak mikrositus yang berbeda yang memungkinkan penempatan
dan pemantapan suatu spesies dengan tingkat keberhasilan yng berbeda pula.
Mikrositus yang paling cocok untuk suatu spesies akan cenderung
menjadi lebih padat ditempati oleh spesies yang sama.
Ada banyak cara mengukur pola; secara rinci dapat ditemukan dalam
buku.
Salah satu metode dengan memakai kuadrat acak; jumlah individu
spesies A yang berakar dalam tanah dihitung dalam kuadrat dan diringkaskan
dalam bentuk tabel.
Dalam hal ini data yang diperoleh adalah data yang diamati (observed).
Kemudian ada data yang diharapkan (expected), yakni, jika anggota spesies A
tersebar secara acak, ditentukan dengan rumus agak sederhana, yaitu distribusi
Poisson, yang hanya memerlukan jumlah rata-rata tumbuhan per kuadrat.
Perbedaan antara data observed dan data expected dievaluasi dengan
perhitungan chi-square.
Dalam contoh ditunjukkan dalam tabel, nilai chi-square adalah lebih
besar daripada yang diharapkan menurut kesempatan, sehingga
kesimpulannya adalah bahwa anggota spesies A tidak terdistribusi secara acak.
Kemudian, apakah mereka mengelompok atau regular? Pengamatan
dalam tabel menunjukkan bahwa jumlah kuadrat lebih kecil daripada yang
diharapkan yang mempunyai nol atau lebih daripada satu tumbuhan, dn lebih
besar daripada yang diharapkan mempunyai satu tumbuhan.
Kemudian, dengan deduks, kita dapat mengatakan bahwa anggota
spesies A tersebar regular.
Metode jarak (metode tanpa plot) dapat juga dipakai untuk me-detect
pola distribusi, dalam kasus ini, jarak antara anggota yang berdekatan spesies
sama dihitung.
Frekuensi adalah ukuran lain yang digunakan untuk menaksir pola.
Frekuensi adalah bagian kuadrat yang berisi spesies tertentu, jika 50 kuadrat
ditempatkan di lapangan, dan spesies A tercatat hadir dalam 10 kuadrat, maka
frekuensi A adalah 10/50 =0 .20, atau 20%.
Jika densitas tinggi tetapi frekuensi rendah, orang dapat menyimpulkan
bahwa spesies A adalah mengelompok; jika sebaliknya yang benar, maka
orang dapat menyimpulkan bahwa spesies A adalah mempunyai pola regular.
Densitas dan frekuensi biasanya merupakan ukuran independen; dengan
mengetahui satu tidak menolong untuk meramal yang lain kecuali tumbuhan
terdistribusi secara acak.
Dalam kasus ini, 100-% frekuensi = e-m di mana e-m jumlah kuadrat
diharapkan dengan tanpa tumbuhan, merupakan entry pertama dalam
distribusi Poisson (Tabel).
Nilai frekuensi sangat dependen pada ukuran kuadrat. Kuadrat terlalu
besar, kebanyakan spesies akan mempunyai frekuensi 100%; jika terlalu kecil,
banyak spesies akan mempunyai frekuensi dekat 0%.
Daubenmire (1968) menyarankan bahwa ukuran kuadrat yang cocok
untuk sampling untuk life form tertentu harus cukup kecil sehingga hanya satu
atau dua spesies saja yang menunjukkan frekuensi 100% tetapi Blackman
(1935) menyarankan bahwa frekuensi maksimum harus 80%. Ini sulit
membandingkan nilai frekuensi dalam kajian berbeda kecuali metode
sampling yang digunakn identik.
Tabel. Analisis Poisson data kuadrat untuk suatu spesies dengan
distribusi tumbuhan nonacak.
Dalam rumus, m adalah jumlah rerata tumbuhan per kuadrat, 1.56 pada
kasus ini, dan e-m adalah 0.21. untuk memakai tes ini, tiap katagori harus
mempunyi nilai harapan >5% total kuadrat; untuk mencapai ini, katagori 5
harus digabung bersama dengan katagori 4.
Jadi jumlah x2 berdasarkan pada 5 nomer, dan derajat kebebasan adalah
3-2=3. Pada level 99% siknifikans untuk derajat kebebasan 3, nilai sigma x 2
menyarankan menolak hipotesis nul. Hipotesis nul disini adalah tumbuhan
terdistribusi secara acak. Karenanya, tumbuhan terdistribusi secara nonacak.
111.2. Demografi Tumbuhan
Demografi tumbuhan adalah kajian perubahan dalam ukuran
populasi menurut waktu.
Dengan menentukan laju kelahiran dan kematian individu tiap umur
dalam suatu populasi, demografiwan memproyeksikan beberapa lama
kiranya suatu individu hidup, kapan akan menghasilkan anakan dan berapa
banyak, dan keseluruhan perubahan jumlah dalam populasi dan dalam
waktu tertentu.
Koleksi data untuk kajian demografi agaknya hanya persoalan
menghitung, seperti halnya kalau orang bekerja dengan hewan.
Namun, karena plastisitas besar dan kompleksitas morfologi
tumbuhan dan kemampuan mereka untuk memproduksi secara aseksual,
maka individu tumbuhan dapat mempunyai bentuk berbeda, dan ini
tergantung pada keadaan sekeliling. Karena komplikasi tersebut, ekologi
populasi tumbuhan tidak mengembangkn dalam satuan/consort seperti
pada ekonomi hewan.
Satu pendekatan terhadap demografi tumbuhan adalah dengan
memerikan berbagai stadia sejarah hidup (life history) suatu tumbuhan dan
mengkuantifikasi jumlah yang hadir pada tiap stadia.
Sebagai missal, tumbuhan tertentu mempunyai berbagai stadia dalam
sejarah hidup dalam suatu populasi tumbuhan.
Biji yang hadir dalam tanah diacu sebagai kolam biji/seed pool (bank
biji/seed bank). Beberapa dari biji ini berkecambah untuk menjadi semai
(seedling). Lingkungan bertindak sebagai suatu saringan, sehingga
beberapa semal menjadi terbentuk dan lain biji tetap dalam bank biji.
Beberapa tumbuhan mati sebelum mencapai dewasa yang
reproduktif, dan masih ada yang lain membentuk anakan vegetative baru
dengan reproduksi vegetatif.
Dekat akhir musim pertumbuhan, bija baru dihasilkan, dan bank biji
lain tersedia untuk generasi berikutnya.
Pembentukkan/pengangkatan (recruit) secara vegetatif mula-mula
melekat pada tumbuhan induk; ekologiwan populsi harus memutuskan
apakah roset vegetatif, anakan (tiller), batang, atau seluruh tumbuhan
dipandang sebagai suatu unit populasi baru.
 Unit populasi
Dalam demografi tumbuhan, unti populasi tidak selalu berbentuk
individu yang dibentuk oleh perkecambahan biji.
Unit populasi yang dihasilkan secara vegetative diacu sebagai
ramet. Ini berasal dari akar kata latin yang berarti suatu cabang, seperti
dalam ramification.
Sedangkan genet mengacu suatu unit populasi yang timbul dai biji.
Suatu grup ramet dihasilkan secara vegetative dari suatu induk tunggal
dapat pula diacu sebagai suatu clone. Ramet sendiri dapat dihasilkan
secara vegetatif, akan menaikan ukuran suatu clone.
Dua tumbuhan umur sama yang mempunyai perbedaan besar
dalam ukuran dan bentuk karena keadaan lingkungan mempunyai dampak
berbeda sebagai bagian populasi.
Sebagai missal, suatu tumbuhan besar dapat menghasilkan lebih
banyak biji daripada tumbuhn keci. Karenanya, ini sering penting untuk
menentukan moduluer pertumbuhan dan mengkonsepkan suatu tumbuhan
sebagai suatu metapopulasi atau suatu populasi module.
Kita dapat menemukan suatu ide kompleksitas dinamik suatu
populasi tumbuhan dengan memandang populasi hipotetis pohon.
Pertumbuhan dan reproduksi pohon tergantung ada kondisi lingkungan.
Populasi pohon bertanggap terhadap kondisi dan terhadap waktu
dalam dua cara ;
Pertama, mereka dapat bertambah banyak dengan menghasilkan
biji dan dengan demikian membentuk genet baru. Densitas populasi
kemudian berubah, dan struktur umur genet berubah karena individual
genetic baru telah ditambahkan kepada populasi.
Genet kemudian dapat menyesuaikan apakh secara fisiologis atau
morfologis dalam tanggapan terhadap perubahan dalam keadaan
lingkungan yang disebabkan oleh penambahan individu. Penyesuaian ini
dapat mengambil bentuk aklimasi, produksi allelokemik, kenaikan dan
penuruan output reproduktif aseksual, dan perubahan dalam bentuk dan
ukuran individu dengan penambahan atau menggugurkan module tubuh
tanaman, seperti daun, cabang, atau akar.
Cara kedua, populasi genet dapat bertanggap terhadap perubahan
dalam kondisi lingkungan dengan merubah keseluruhan bentuk dan
orientasi tubuh tanaman. Prolifereasi module dapat memakai sumberdaya
yang tersedia dan menahan pengangkatan atau pembentukkan individu
baru dari biji.
Orang hampir tidak dapat mengatakan, bahwa populasi adalah
statis karena tak ada semai baru yang terbentuk. Plastisitas sejumlah
module dalam tanggapan terhadap kondisi lingkungan yang berubah
menghadirkan level dinamika populasi menempati (superimpose) pada
perubahan ukuran populasi dengan pembentukan atau kematian pohon.
Kajian dinamikan populasi pohon meliputi kedua bentuk kelahiran
dan kematian pohon individu dan komponen modular tubuh tanaman.
Pengulangan module dapat memberi sebagai unit kajian demografi.
Module ini mungkin suatu cabang dengan kuncup, daun, dan bunga, daun
individu, atau semabrang module lain pertumbuhan tanaman yang terulang
sehingg tanaman menjadi lebih besar.
Tidak seperti dunia hewan, di mana distribusi ukuran tubuh secara
tipikal dicirikan oleh beberapa individu yang besar dan beberapa individu
kecil, yang kebanyakan pengelompok di sekitar mean (suatu cistribusi
normal), populasi tumbuhan dewasa scara tipikal mempunyai frekuensi
distribusi bentuk.
Dalam populasi tumbuhan, tidak semua individu menambah
module pada laju yang sama akrena pembatasan pada sumberdaya dan
kompetisi antaran individu.
Banyak individu tetap kecil, sementara beberapa tumbuh besar dan
menempati sejumlah ruang habitat yang tak teratur ukuran dalam
tumbuhan ini tidak perlu sebanding (proporsional) dengan umur .

2.1. Model Pertumbuhan Populasi


Model continuous-time
Dengan memakai sebuah model “continous-time” kita dapat
menentukan jumlah tumbuhan yang ada pada beberapa waktu mendatang
(Nt+1) dengan menambah jumlah tumbuhan pada waktu tertentu (Nt). Jumlah
yang terbentuk dari biji yang dihasilkan oleh tumbuhan yang ada (B) , dan
yang tersebar pada situs (1), kemudian dikurangi jumlah yang atelah mati (D),
dan jumlah biji yang tersebar keluar area (E) selama periode waktu t sampai t
+ 1.
Dalam bentuk persamaan :
Nt+2=Nt+B+I-D-E (Persamaan 1)
Karena kita jarang mampu membuat perhitungan lengkap tentang
kelahiran dan kematian untuk seluruh populasi, data biasa dinyatakan laju
kelahiran individu (b) dan kematian (d).
Dengan mengabaikan imigrasi dan emigrasi saat itu, kita dapat
menghitung laju kenaikan sesaat (r) per individual (juga disebut laju intrinsic
kenaikan alami) dalam populasi sebagai:
r=b=d (persamaan 2)
Sekarang kita dapat menghitung laju sesaat perubahan dalam jumlah
populasi dengan menggunakan persamaan diferensial
dN/dt = rN (persamaan 3)
di mana N adalah jumlah individu dalam populasi pada waktu t (Lotka 1925).
Persamaan ini memperlihatkan pertumbuhan geometrik (atau menjadi
menurun jika b<d), diplotkan seperti kurve (a) dalam gambar.
Kita tahu bahwa tak ada populasi tumbuh untuk waktu lama tanpa
beberapa pembatasan, karena kurangnya sumberdaya, ruang, atau pembatas
lain.
2.2. Daya Dukung
Dengan adanya berbagai pembatas yang ada, oleh karenanya, kita dpat
memperkirakan, bahwa lingkungan mempunyai daya dukung (carrying
capacity) (K); yakni, jumlah individual spesies yang dapat ditunjang oleh
lingkungan.
Karena jumlah populasi mendekati K, lingkungan membatasi
pertumbuhann populasi, menghasilkan kurve pertumbuhan populasi logistic
atau sigmoid (kurve b dalam gambar).
Persamaan verhuist-pear 1 klasik untuk pertumbuhan populasi logistic
adalahn :
dN/dt = rN(k – N/K) (Persamaan 4)
Persamaan verhulst-pearl sering tidak cukup untuk populasi tumbuhan
karena daya dukung tumbuhan vascular tidak hanya tergantung pada jumlah
individu, tetapi juga pada biomass individu.
Plastisitas pertumbuhan membuat mungkin untuk sejumlah kecil
individu besar atau banyak individu kecil mempunyai pengaruh sama pada
pengangkatan (recruitment) populasi.
Model pertumbuhan populasi continuous-time yang dibicarakan di
atas adalah cocok untuk populasi dengan pertumbuhan kontinu dan dalam
kasus di mana laju kelahiran, laju kematian, dan ukuran berkorelasi dengan
umur, seperti dalam banyak tumbuhan annual dan populasi daun.
Namun, populasi tumbuhan biasa menghasilkan hanya dalam periode
singkat selamat setahun, dan tidak semua tumbuhan mencapai dewasa yang
reproduktif pada skla waktu yang dapat diramal. Juga, pertumbuhan
intermediate dalam tumbuhan membuat jumlah individu sebagai suatu
indikator tak baik tentang kebutuhan sumberdaya populasi.

2.3. Model Matriks


Model matriks, adalah suatu model yang mengijinkan penentuan
pertumbuhan populasi dalam tumbuhan dengan perhitungan periode waktu
tegas, dan fase yang dapat ditentukan dari sejarah hidup tumbuhan.
1) Matriks yang terdiri atas kolom tunggal diacu sebagai matriks kolom
Kita dapat membuat matriks kolom yang memperlihatkan
jumlah individu dalam tiap tiga stadia perkembangan. Misalnya,
jumlah biji (Nt) dalam bank biji, jumlah tumbuhan dalam bentuk roset
(Nr) dan jumlah tumbuhan dalam fase berbunga (Nr) yang muncul
dalam bentuk matriks seperti : Matriks kolom tiga stadia pertumbuhan
(Matriks 1).
Ne
N-
Nr
2) Matriks transisi.
Suatu matriks transisi untuk tiga stadia pertumbuhan adalah
bentuk segi-empat dan terdiri atas grup nilai probabilitas yang
menyajikan perubahan di mana tumbuhan dalam stadia perkembangan
berbeda (atau tetap tinggal sama) selama waktu antara tanggal sensus
populasi.
Matriks transisi untuk tiga stadia pertumbuhan akan muncul
sebagai berikut :
Sensus sekarang (Matriks 2)
Biji Roset Bunga
Biji arr arr arr
Sensus berikut Roset arr arr arr
Bunga arr arr arr

Dalam matriks transisi, ar, sebagai misalnya, merupakan


probilitas bahwa biji dari sensus sekarang ini akan berkembang ke
stadia roset oleh sensus berikutnya, dan ar adalah probilitas di mana
suatu tumbuhan dalam stadia roset dalam sensus ini akan menjadi
bentuk bunga pada sensus berikutnya.
Misalnya, dengan mengikuti perkembangan roset selama
periode waktu dibawah pengamatan, nilai untuk jumlah relative roset
yang masih atau bunga menjadi nilai probabilitas.
Anggap saja, untuk tujuan gambaran di mana 60% roset yang
ada pada sensus ini mati sebelum sensus berikut, tinggal 40%, yang
75%, bunga dan 25% tinggal roset. Probabilitas suatu bunga roset
tunggal (ar) kemudian menjadi 0.4 x 0.75 = 0.3, dan probabilitas suatu
roset tunggal yang tinggal roset (arr) menjadi 0.4 x 0.25 = 0.1. nilai
untuk sisa matriks dapat dihitung dari data serupa stadia pertumbuhan
lain.
Dalam modal teoritis Matriks 2, sembarang stadia pertumbuhan
mempunyai kapasitas menjadi sembarang stadia pertumbuhan pada
sensus berikutnya.
Tumbuhan annual, di lain pihak, mempunyai perangkat kendala
biologis, transisi tertentu adalah tidak mungkin. Misalnya, kebanyakan
tumbuhan perennial tetap tinggal vegetative untuk satu tahun atau lebih
setelah berkecambah, sehingga biji hanya menghasilkan roset dalam
generasi stadia pertumbuhan berikut.
Tumbuhan annual, di lain pihak, mempunyai perangkat kendala
biologis berbeda dan akan mempunyai perangkat nilai potensial
berbeda.
Misalnya, tumbuhan annual dalam fase roset pada akhir musim
akan tidak menghasilkan individu pada generasi berikut karena tidak
menghasilkan biji. Jadi, kolom roset dalam matriks untuk tumbuhan
annual akan berisi 0 dalam semua ruang sel.
Akhir musim pertumbuhan (Matriks 3)
Tahun 1
Sensus sekarang (Matriks 2)
Biji Roset Bunga
Biji arr 0 arr
Musim pertumbuhan tahun 1 Roset arr 0 arr
Bunga arr 0 arr

Frkuensi di mana sensus populasi diambil juga merubah


matriks. Jika sensus populasi tumbuhan annual diambil pada
pertengahan musim pertumbuhan dan lagi pada akhir musim
pertumbuhan, kita akan mendapat matriks kedua dan karenanya akan
lebih banyak informasi. Misalnya hanya periode kecambah tunggal,
matriks akhir musim akan muncul sebagai berikut :
Pertengahan musim pertumbuhan, (Matriks 4)
Tahun 1
arr 0 arr
Musim pertumbuhan tahun 1 0 arr 0
0 arr arr

Matriks transisi untuk perennial dalam sensus tahunan akan


mempunyai karakteristik berikut :
Tahun 1 (Matriks 5)
arr 0 arr
tahun 2 0 arr 0
0 arr arr
Probabilitas transisi arr, arr, dan arr adalah probabilitas yang
stadia pertumbuhan individu khusus tidak berubah sepanjang tahun.
Dalam kasus arr, individu dapat tidak berubah atau dapat membentuk
roset baru tanpa reproduksi seksual.
Matriks kolom, yang dibentuk dengan menghitung jumlah
individu dalam tiap stadia pertumbuhan, dan matriks transisi kemudian
dikalikan untuk memperkirakan jumlah individu tiap stadia
pertumbuhan dalam generasi berikutnya.
Misalnya, jumlah biji yang diharapkan dalam generasi berikut
adalah total produksi n (jumlah biji ada ; lihat matriks 1) dan tiap sel
matriks tansisi yang memperlihatkan probabilitas biji yang dihasilkan.
Hasil perkalian matriks akan menjadi sebagai berikut :
Dengan mengandaikan baris, B2 menjadi kolom baru matriks
N, Nr untuk generasi kedua. Perkalian B dengan A akan memberikan
perkiraan populasi bagi generasi ketiga.
Dengan melanjutkan perkalian matriks kolom untuk tiap
generasi dengan matriks transisi (A) memberi perkiraan pertumbuhan
populasi seluruh waktu.
Setelah beberapa generasi (jika nilai dipakai untuk membentuk
matriks transisi tetap konstan dan r>0), jumlah individu relative dalam
tiap stadia pertumbuhana akan tetap konstan; struktur umur kemudian
dalah stabil.
Laju preproduktif bersih (Rr) populasi adalah suatu ukuran
apakah populasi meningkat, menurun, atau stabil.
Untuk menentukan R untuk suatu popoulasi, hitung rasio
jumlah individu dalam suatu stadia pertumbuhan khusus dalam dua
generasi berurutan dalam suatu populasi yang telah mencapai struktur
umur stabil.
Misalnya, jumlah roset dalam generasi (t+1) dibagi dengan
jumlah roset dalam generasi (t) sama dengan laju reproduksi bersih
utnuk populasi jika generasi cukup telah melalui untuk mencapai
distribusi umur stabil.
Jika R =1.0, jumlah populasi adalah constant; jika R < 1.0,
populasi menurun; dan jika > R 1.0, jumlah populasi bertambah.
Model matriks adalah sangat menguntungkan bila unit populasi
bergerak dari satu stadia pertumbuhan yang dapat dibentuk ke lainnya,
dan bila ekologiwan tertarik tentang pengaruh probabilitas transisi
berbeda, seperti yang bakal hadir dalam habitat yang kontras atau
dalam lingkungan berubah.

2.4. Peraturan Populasi Dependen Densitas Versus Dependen Lebat


Kita telah mencatat bahwa daya dukung dapat ditentukan tidak hanya
oleh jumlah individu dalam populasi tetapi juga oleh ukuran dan laju
pertumbuhan individu dalam populasi.
Pengaruh densitas pada total biomas yang berkumpul (yield)
diperlihatkan oleh data pada clover dalam Gambar 4-6a. densitas semai
bervariasi dari 6 sampai 32.500 tumbuhan per m2 dan biomas tumbuhand
ewasa per unit area diukur pada tiap densitas. Tidak ada mortalitas.
Pada bentuk maturitas, yield adalah tidak tergantung densitas semai
diseluruh kisaran densitas sangat luas. Jadi, perbedaan dalam densitas
sebagian besar dikompenser oleh perbedaan ukuran tumbuhan individu.
Di bawah 1500 tumbuhan/m2, jarak antara tanaman cukup besar
sehingga pertumbuhan tidak terpengaruh oleh tetangga. Bila densitas cukup
tinggi untuk itnraspesifik interferensi menjadi penting, yield dapat diramal
tanpa memandng densitas tumbuhan. Hasilyield ini adalah tetap untuk banyak
spesies tumbuhan dan telah diacu sebagai “hokum” yield konstan (kira et al.
1953).
Besaran/magnitude yield tumbuhan pada suatu situs bergantung pada
ketersediaan sumberdaya. Misalnya, yield Bromus uniloides tetap konstan
diseluruh kisaran densitas luas tetapi berbeda dengan ketersediaan nitrogen
(Gambaran 4-6b). lingkungan membuat terbatas/limit pada jumlah biomas
tumbuhan yang dapat didukung pada situs itu.
Jadi, konsep daya dukung, yang berkaitan dengan jumlah individu
yang dapat didukung dalam suatu lingkungan tertentu, harus diperluas untuk
mencakup komponen yield atau biomas.
Semua individu dalam suatu populasi tumbuhan akan memerlukan
kesamaan, sehingga tiap individu dalam populasi menjadi setera untuk
ditempati oleh tetangganya.
Apakah karena perbedaan genetic atau microhabitat, beberapa
individu mendapatkan lebih banyak daripada berbagai sama dalam
sumberdaya, dan mereka tumbuh lebih cepat daripada tumbuhan yang sama
besarnya.
Hasilnya adalah suatu penjarangan diri secara bertingkat pada
populasi sangat lebat, karena tumbuhan individu tertentu mati, sedang yang
lain mendominer tegakan.
Kematian tumbuhan disebabkan karena kompetesis dalam tegakan
berumur sama yang lebat mengikuti pola yang dapat diramal, dan ini
diperikan oleh hokum/aturan penjarangan sendiri.

2.5. Populasi Dependen Lebat (crowding)


Ukuran populasi dalam populasi yang bertambah, seperti yang diramal
oleh kebanyakan modal pertumbuhan populasi, bergantung pada dependen
densitas yang berubah dalam survival atau laju reproduktif, karena jumlah
populasi menjadi lebih besar.
Karena N menjadi dekat kepada K, menurun sampai rata-rata nol.
Pemerian populasi bergantung hanya pada variasi dalam N dan karenanya
bersifat dependen densitas.
Kita tahu dari hokum yield konstan di mana tumbuhan bertanggap
terhadap kelebatan tidak hanya oleh densiftas tetapi juga oleh ukuran
individu.
Hal ini jelas bahwa keadaan populasi tumbuhan tak dapat diberikan
oleh biomas sendiri, juga tidak oleh densitas sendiri. Hal ini lebih akurat
untuk mengatakan bahwa populasi tumbuhan adalah lebih bersifat dependen
lebat daripada dependen densitas.
Aturan/rule penjarangan sendiri diusulkan oleh Yoda et aj. (1963)
sebagai alat pemerian pengaruh itneraksi densitas dan biomas pada dinamika
populasi tumbuhan.
Gambar 4-7 menunjukkan hubungan antara log biomas dan log N
yang telah diuji dan didapatkan cocok lebih daripada 100 spesies tumbuhan
(White 1980; Gorham 1979). Generalisasi mungkin berlaku terhadap
kebanyakan kalau tidak pada semua tumbuhan.
Diagram B-N menunjukkan garis penjarangan sendiri yang
memerikan mortalitas tumbuhan sebagai fungsi laju di mana biomas
terkumpul. Garis itu digambarkan dengan persamaan:
B = CN (Persamaan 4-5)
B adalah biomas per unit area, N adalah jumlah survivor per unit
area, dan C adalah suatu konstan. Lereng/slope garis penjarangan adalah -1/2.
Di mana stand mempunyai nilai biomas dan densitas yang menempatkannya
dibawah garis penjarangan, biomas akan menaik sampai garis didekati.
Individual kemudian akan mati dalam hubungannya terhadap biomas
pada laju yang bergantung pada laju akumulasi biomas, lereng garis adalah
sama untuk herba, semak, dan pohon.
Suatu tegakan berisi lebih banyak biomas bila individu adalah lebih
besar dan jumlahnya lebih kecil.
Hukum penjarangan sendiri menyajikan saran matematik penentuan
keadaan populasi di mana variabel termasuk kedua biomas dan jumlah.
Kita dapat mengacu kepada konsep daya dukung di mana peraturan
populasi bergantung pada kedua densitas dan biomas (seperti dengan
kebanyak tumbuhan vascular).
2.6. Scadia Versus Umur
Teori demografi klasik memakai umur sebagai dasar untuk perkiraan
kesuburan (fecunditas) dan survivorship. Namun, umur dapat tidak berupa
indikator status reproduktif dalam tumbuhan.
Ada dua alasan pokok untuk ini :
Pertama, ukuran tidak perlu berkorelasi dengann umum, dan kedua,
banyak tumbuhan akan berbunga bila mereka mencapai ukuran tertentu, tanpa
memandang umurnya.
Sebaliknya, dalam lingkungan optimal, ukuran yang diperlukan dan
karbohidrat simpanan mungkin dikumpulkan secara cepat, dan pembangun
dapat terjadi dalam tahun pertumbuhan pertama.
Samai pohon dapat tetap kecil untuk beberapa tahun bila tumbuh
dalam naungan hutan lebat. Ini adalah stadia perkembangan yng menentukan
status demografi individu, bukan tentang umurnya.
Dalam keadaan tertentu, suatu tumbuhan bahkan tertarik kembali
kepada stadia perkembangan awal (yakni, tumbuhan dapat berbunga satu
tahun dan tertarik kembali kepada stadia vegetative untuk satu atau beberapa
tahun yang berturutan) (Rabotnov 1978).
Umur juga tidak menjadi syarat (term) berarti dalam demografi
tumbuhan bila domansi memutus daur hidup untuk suatu periode waktu.
Misalnya, biji tetap tinggal dorman untuk bertahun – tahun, dalam
waktu tersebut status populasi tidak berubah. Keadaan sama juga demikian
pada herba umbi perennial guru, yang tetap dorman selama beberapa tahun
kering.
Banyak tumbuhan mempunyai berbagai plastisitas morfologi;
sehingga analisis demografi lengkap memerlukan data pada kedua stadia
perkembangan dan umur.
2.7. Tabel Hidup (Life Table)
Tabel hidup asalnya dibentuk oleh perusahaan asuransi sebagai
sarana penentuan hubungan antara umur dan potensi hidup klien untuk
membayar premi asuransi secara cukup untuk mempertahankan perusahaan
supaya tetap cair.
Tabel hidup asuransi ini menyajikan beberapa informasi dasar pada
survival untuk kajian demografi tetapi melupakan proses kelahiran. Dengan
mengembangkan tabel hidup guna memasukkan informasi tentang
fekeunditas (laju kelahiran) dan umur, ekologiwan mempunyai sarana efektif
untuk mengorganisasi data demografi.
Ada dua macam tabel hidup, tergantung pada lama hidup (life -
sapan) individu dalam populasi.
Satu macam tabel hidup diacu sebagai kohort atau tabel hidup
dinamis. Suatu tabel hidup kohort digunakan bila pengamat dapat mengikuti
semau perkecambahan semai pada waktu tertentu (sebuah kohort) dampai
semua individu mati.
Tabel hidup sedemikian umum dipakai untuk tumbuhan yang hidup
dalam periode waktu pendek jika disbanding terhadap lama hidup atau
toleransi ekologiwan tumbuhan.
Jadi, tumbuhan annual dan perennial yang hidup pendek biasa dikaji
dari tabel hidup kohort.
Pohon dan semak sering hidup lebih lama daripada ekologiwan
tumbuhan, dan karenanya dikaji dengan menggunakan label hidup statis atau
tabel hidup waktu tertentu.
Pada tabel hidup statis, struktur umur suatu populasi terdiri atas
kohort berganda digunakan untuk memperkirakan pola survival berbagai grup
umur.
2.8. Kurve Survivorship
Dengan plotting log jumlah survivor pada tiap interval umur terhadap
waktu akan menghasilkan suatu kurve survivorship (Gambar 4-9).
Deevey membedakan tiga tipe kurve survivorship yang menyajikan
tanggapan populasi ekstrem:
Tipe I kurve survivorship adalah karakteristik organisme dengan
mortolitas rendah dalam stadia muda dan mortalitas cepat dalam klas umur
tua;
Tipe II adalah garis lurus, di mana probabilitas kematian pada pokoknya
sama pada sembarang umur; dan
Tipe III adalah tipikal organisme yang mempunyai laju mortalitas
mudah tinggi diikuti dengan mortalitas biji karena adanya pemakan buah
danpemakan biji, kemudian suatu periode yang kurang lebih mortalitas tetap
sebagai kejaidan penjarangan sendiir, dan akhirnya periode mortalitas rendah
yang diperpanjang seabgai pohon yang hidup yang menempati posisi dalam
kanopi.
Tumbuhan annual tanpa dormansi biji, tumbuh pada situs terbuka, dapat
mempunyai kurve tipe I Deevey, karena kebanyakan semai mampu untuk
reproduksi.
Pada situs kurang terbuka, kompetesi intraspesifik dapat terjadi dalam
mortalitas sebelum reproduksi, sehingga memperlihatkan kurve tipe II
Deevey.
Kurve survivorship tumbuhan annual dapat berbeda dari tahun ke tahun
dan dari situs ke situs tetapi biasanya tipe I atau II.
Perennial herba dan semak mempunyai berbagai bentuk kurve
survivorship yang, bergantung pada sekliling, menempati keseluruhan kisaran
dari tipe : sampai tipe III.
Panjangnya waktu di mana biji hidup dalam bank biji adalah berkaitan
dengan bentuk pertumbuhan dan lingkungan. Tumbuhan annual dalam
lingkungan sangat kasar dan gulma cenderung mempunyai periode ekstrim
panjang sebagai biji yang cenderung mempunyai periode ekstrim panjang
sebagai biji yang masih hidup dan life-span pasca kecambah sangat pendek.
Biji perennial umur panjang dalam lingkungan moderatbiasa hidup
untuk hanya periode pendek dalam bank biji.
Umumnya, kita dapat mengatakan bahwa lamnya biji adalah
proporsional terhadap keganasan lingkungan dan berbanding terbalik
terhadap lama hidup dewasa.
Ini adlah menarik untuk membandingkan kurve survivorship untuk
tumbuhan dan hewan.
Dalam hewan, spesies yang makin besar dan makin lama hidup
mempunyai kurve survivorship tipe I, dan spesies makin kecil, makin cepat
mereproduksi mempunyai kurve tipe III.
Sebaliknya akan terjadi pada tumbuhan.

2.8. Ekunditas
Fekunditas juga disebut umur spesifik ljau kelahiran individu atau
natalitas diukur dengan menghitung jumlah total biji yang dihasilkan oleh
kohort selama tiap interval umur dan dibagi dengan jumlah individu yang
hidup dalam kohort.
Fekunditas, dengan demikian adalah jumlah biji rata – rata yang
dihasilkan oleh individu dalam populasi pada waktu atau interval umur.
Jika tumbuhan berumah dua (bunga jantan dan betina pada tumbuhan
terpisah), hanya tumbuhan betina saja yang diperhatikan dalam tabel hidup.
Kalikan survivorship (1) dengan fekunditas (br) dan jumlahkan lama
hidup kohort memberi estimasi laju reproduktif bersih kohort (R).
Dengan symbol :
R = Sigma L b (persamaan 4-6)
Dalam rata – rata, tiap tumbuhan yang mati diganti oleh bijii baru
dalam bank biji bila Rp = 1 yakni, populasi tidak berubah dalam ukuran. Bila
Rp <1.0, lebih sedikit biji diganti dalam bank biji daripada yang diperlukan
untuk mengganti populasi.
Sukses suatu kolonisasi populasi atau survival suatu populasi yang
terbentuk bergantung pada kemampuan individu yang ada untuk memberi
anakan kepada generasi mendatang.
Nilai reproduktif (V) adalah ukuran kotribusi relative rata – rata umur
individu x yang akan membuat bank biji sebelum dia mati.
Nilai reproduksif adalah jumlah rata – rata biji yang dihasilkan oleh
umur individu x (b) dan total sejumlah biji yang dihasilakn oleh individu
lebih tua daripada x (b) kali probabilitas di mana individu umur x akan
hhidup pada tiap katagori umur lebih tua (1-2/1).
Vn=Bn+sigma (1x+2/1)b x+1 (persamaan 4-7)
Nilai reproduksi umumnya rendah dalam stadia awal pertumbuhan
karena probabilitas kematian relatif tinggi sebelum reproduksi. Namun, bila
tumbuhan survive untuk reproduksi, ini mempertahankan nilai reproduktif
tinggi sampai mencapai ketuaan/senilitas.

2.9. Struktur Umur dan Struktur Stadia


Tanpa memandang lama-hidup, orang dapat mengenal delapan
stadi/stage dalam tumbuhan individu atau suatu populasi (Rabotnov 1969) :
1. Biji yang dapat kecambah,
2. Semai,
3. Muda/juvenile
4. Tidak dewasa/immature, vegetative,
5. Dewasa/mature, vegetative
6. Reproduktif awal.
7. Kesuburan maksimum (reproduktif dan vegetative, dan
8. Tua / senescent.
Jika suatu populasi perennial menunjukkan hanya empat atau lima
stadia pertama, ini secara jelas menunjukkan adanya perkembangan, dan
adalah bagian dari komunitas seral.
Jika suatu populasi memperlihatkan semua delapan stadia dan jika tak
ada perubahan lebih lanjut terjadi dalam struktur umur, ini mungkin
merupakan komunitas stabil dan mengganti diri sendiri pada situs tersebut.
Jika itu hanya memperlihatkan empat stadia terakhir, populasi
mungkin dalam penyusutan atau diganti oleh kohort temoporer yang jarang.
Ini hanya mengambil satu semai survive per bentuk dewasa untuk
mempertahankan populasi; reproduksi yang berhasil sekali dalam waktu
hidup adalah cukup.
Tidak semua populasi stabil, namun demikian, klimaks akan
memperlihatkan keadaan sama tentang kurve umur distribusi. Pohon
perennial hidup lama dan dengan demikian dapat berhasil mempertahankan
hasil sendiri bahkan seandainya semai mereka terbentuk secara sporadis
menurut waktu.

Ringkasan
1. Pengukuran dan pemerisan struktur populasi tumbuhan dan dinamika
adalah titik pusat kajian populasi dan demografi. Faktor yang
mempengaruhi dinamika populasi dan distribusi tumbuhan termasuk
kodnisi lingkungan, ketersediaan sumberdaya, pesaing, dan gangguan.
Kondisi tersebut dinyatakan dalam populasi tumbuhan dengan
perubahan dalam keluaran (output) reproduktif, pertumbuhan, pola
percabangan, dan bbiomas.
Ekologiwan populasi tumbuhan berusaha keras untuk mengerti dan
meramalkan tanggapan populasi tumbuhan terhadap kondisi internal dan
eksternal.
2. Denistas tumbuhan, yang dinyatakan sebagai jumlah individu per unit
area, adalah kuantitas penting yang dipakai untuk memerikan populasi.
Bila densitas digabungkan dengan ukuran distribusi ruang (spatial), kita
dapat lebih mendedeksi tentangpreferensi habitat, dinamika kompetitif,
dan distribusi habitat-mikro daripada hanya dengan densitas sendiri.
Pengelompokan (clumping) adalah pola distribusi paling umum
pada tumbuhan, ini disebabkan karena biji dan anakan vegetative
cenderung untuk memusat dekat induk, dank arena tumbuhan cenderung
untuk menggerombol (cluster) dalam area dengan lingkungan mikro yang
cocok.
3. Demografi tumbuhan adalah kajian perubahan dalam populasi tumbuhan
melalui waktu. Populasi tumbuhan meningkat atau menurun tidak hanya
oleh kelahiran dan kematian individu, tetapi juga oleh pertumbuhan tak
terbatas yang meliiputi kisaran luas ukuran potensial
Pengetahuan lengkap dinamika populasi tumbuhan, oleh
karenanya, memerlukan informasi tentang jumlah individu secara genentik
(genet), jumlah individu yang direproduksi secara vegetative (ramet), dan
jumlah module pertumbuhan yang hadir pada individu.
Module pertumbuhan mungkin daun individu, kuncup terminal
dengan meristem laterannya, atau cabang individu, mengulangi module
pada setiap individu.
Pemahaman dinamika biji dalam tanah (seed poll, bank biji)
menyajikan wawasan penting dalam demografi tumbuhan.
4. Demografi tumbuhan dikaji dengan memakai apakah dengan model waktu
kontinu model matriks untuk mengungkapkan konsekuensi variasi dalam
laju kelahiran dan laju kematian untuk populasi.
Model waktu kontinu dipakai untuk populasi dengan pertumbuhan
kontinu di mana kelahiran, kematian, dan ukuran dikorelasikan dengan
umur. Kajian demografi daun dan dinamika populasi tumbuhan annual
sering berdasarkanpada model waktu kontinu.
Kebanyakan tumbuhan mempunyai laju pertumbuhan yng lebih
sedikit dapat diramal, umur pada kematian, dan umur pada reproduksi
daripada penggunaan model waktu kontinu yang penting.
Model matriks yang lebih berusaha dengan periode waktu jelas dan
pemakaian fase yang dapat ditentukan dari sejarah hidup tumbuhan,
daripada dengan umur, sebagai basis untuk prediksi.
5. Jumlah individu suatu spesies yang dapat didukung oleh suatu unit habitat
(kapasitas dukung carrying capacity) dan umur individu pada stadia
perkembangan tertentu adalah rumit (complicated), seperti parameter
populasi dengan pertumbuhan dan plastisitas perkembangan tumbuhan.
Jumlah total biomas yang ada pada suatu situs bergantung pada
ketersediaan sumberdaya dan suatu ketiak sumberdaya dipakai seluruhnya,
adalah bersifat konstan meliputi seluruh kisaran luas densitas (“hokum”
hasil tetap). Karena populasi densitas-tinggi pada bentuk dewasa, maka
densitas populasi akan menurun dalam suatu cara yang dapat diramal, dan
keadaan ini diberikan dengan hokum penjarangan sendiri.
Reproduksi dalam banyak tumbuhan lebih bergantung pada ukuran
atau akumulasi cadangan yang disimpan daripada pada umur. Karenanya,
stadia adalah parameter populasi lebih dan paling baik daripada umur
dalam kebanyakan tumbuhan.
6. Data untuk kajian demografi diorganiser ke dalam kohort atau label hidup
waktu spesifik, bergantung pada life-span tumbuhan. Tabel hidup
memungkinkan memberi informasi tentang laju mortalitas umur spesifik,
survivorship, fekunditas, laju reproduktif bersih, dan nilai reproduktif
untuk suatu populasi.
Umur statis dan struktur stadia populasi tumbuhan dipakai sebagai
alat prediktif untuk deduksi arah (trend) dalam pergantian populasi dengan
waktu, untuk rekonstruksi periodisitas sukses reproduktif suatu populasi,
dan untuk merekonstruksi tanggapan populasi terhadap gangguan api atau
gangguan lain.
BAB 4. INTERAKSI SPESIES

4.1. Macam Interaksi.


Pada bab-bab yang terdahulu kita telah banyak membicarakan spesies
tumbuhan dan populasi sebagai mereka hadir dalam isolasi. Di alam,
kebanyakan komunitas terdiri atas lebih daripada satu populasi tumbuhan.
Lagi pula, mereka juga memperlihatkan adanya pengaruh populasi
nontumbuhan, seperti golongan decomposer (bacteria dan fungsi) yang
tumbuh dalam tanah, pathogen parasitik, dan tumbuhan herbivore.
Itneraksi antara berbagai populasi tersebut dapat memodifikasi potensi
genetis tiap spesies (optimum fisiologis dan kisarannya) untuk menghasilkan
komunitas berdasarkan pada optimal ekologis dankisaran ekologis. Harper
(1964) telah menulis review yang bagus yang mendemonstrasikan bagaiaman
biologi organisme yang tumbuh dalam isolosi tak dapat dibandingkan atau
berbeda dengan biologi mereka bila tumbuh dalam campuran.
Banyak ekolgiwan percaya bahwa organisme adalah suatu komunitas
adalah bersifat saling bergantung / interdependen, sehingga mereka tidak
terikat sekedar berdasarkan kesempatansaja, dan gangguan satu organisme
akan mempunyai konsekuensi terhadap keseluruhan organisme.
Clements (1916), terutama pengikutnya, mengambil pandangan
tersebut secara ekstrem. Mereka menyamakan komunitas klimaks sama
dengan superorganisme danmemandangnya komponen populasi sebagai
interdependen seperti sel, jaringan, atau organ dari organisme tunggal.
Tujuan dalam bab ini adalah mengadakan survey berbagai macam
itneraksi yang dapat terjadi antara anggota suatu komunitas. Kemudian akan
menuju ke masalah panaskiran padnangan clements, dan pandangan yang
lebih moderat, tentang itnerdepenedensi komunitas dan integritasnya.
Tabel menyusun berbagai kemungkinan asosiasi menurut skema dan
symbol yang dikembangkan oleh Burkholder (1952). Tiap interaksi diperikan
oleh pengaruhnya pada dua populasi atau organisme, A dan B, bila mereka
berhubungan (interaksi “on”) dan bila mereka berpisah (interaksi “off”).
Sebagai missal, pandanglah herbiveri. Bila herbivore dan tumbuhan
makanannya terdapat bersama, herbivore menjadi terangsang (stimulated)
pertumbuhannya, reproduksinya, atau keberhasilan pada umumnya menjadi
makin baik, dan tumbuhan akan menjadi tertekan (pertumbuhannya,
cadangannya, reproduksinya, atau keberhasilannya secara umum menjadi
menurun). Bila keduanya berpisah, herbivore menjadi tertekan, dan tumbuhan
tetap stabil.
Tabel. Daftar kemungkinan tipe itneraksi biologis menurut Burkholder (1952).
Bila organisme A dan B cukup dekat untuk ikut serta dalam interaksi, itneraksi
adalah “on” dan kalau sebaliknya akan menjadi “off” stimulasi disimbolkan
sebagai + , dan ada efek sebagai o, dan depresi sebagai-.
Nama interaksi On Off
A B A B

1. Netralisme O O O O
2. Kompetisi - - O O
3. Mutualisme + + - -
Tanpa nama + + O -
4. Protokooperasi + + O O
5. Komensalisme + O - O
Tanpa nama + O O O
6. Amensalisme O atau + O O O
7. Parasitisme, predasi, + - - O
herbivore

Dalam tabel. Herbivore, parasitisme, dn predasi adalah identik, tetapi


perbedaanya sangat tidak kentara, dan perbedaan penting untuk itneraksi
lainnya adalah cukup nyata.
Secara matematik, terdapat B1 kemungkinan interaksi dengan symbol-
simbol tersebut, tetapi Burkholder berkesimpulan bahwa hanya sepuluh saja
yang secara logis mungkin terjadi seperti terdapat dalam tabel.
Di antara sepuluh tersebut, tiga cukup jarang terjadi atau paling tidak
tak teramati dan mereka tidak bernama. Netralisme dimasukkan dalam tujuan
ini utnuk sekedar perbandingan dan kelengkapan saja, tetapi sesungguhnya
terlalu jarang di alam.
Beberapa interaksi yang disimbolkan dalam tabel adlaah bersifat
negatif (salah satu atau partner lainnya menjadi terhambat, seperti misalnya
pada kompetisi atau amensalisme), dan bentuk lain adalah bersifat positif
(salah komensalisme atau mutualisme).
Kejadian interaksi hanya dapat disimpulkan dan ditunjukkan dengan
percobaan yang rinci. Sedang kalau hanya dengan sampling lapangan, hanya
dapat memberi tanda-tanda atau bukti awal adanya interaksi.
Sampling di lapangan berdasarkan pada premis bahwa itneraksi
posistip akan menghasilkan hubungan ruang (spatial) positif antara
partnernya; kalau satu parther didapatkan dalam sampling, maka kemungkinan
besar akan diketemukan partner alainnya tumbuh dekat.
Dua populasi saling menarik satu sama lain, dan hadir dalam pola
nonrandom, atau mengelompok (clumped). Hal yang sama, pada interaksi
negative, akan menghasilkan hubungan spatial negative; dua populasi
nampaknya saling mengusir satu sama lain, dan hadir dalam pola nonrandom,
atau regular.
Jika tak interaksi antara populasi, kemudian lokasi satu individu
spesies tak berpengaruh pada lokasi individu soesies lain; dan dua populasi
dikatakan sebagai tersebar secara acak/random.
Satu cara menentukan pola dpat ditentukan dengan cara sampling
vegetasi dengan teknik kuadrat acak yang mempunyai ukuran kuadrat sesuai.
Pada tiap kuadrat yang dikerjakan, hadir dan tak hadirnya sembarang
dua (atau semua) spesies dicatat, kemudian disusun dalam tabel “contingency”
(Tabel). Tabel tersebut akan merupakan data pengamatan (observed). Data
yang diharapkan (expected), mengasumsikan bahwa distribusi dua taksa yang
diamati adalah secara acak lengkap, dapat dibandingkan dengan rumus kai-
kuadrat (chi-square).
Contoh dalam tabel membuahkan nilai kai-kuadrat lebih tinggi pada
nilai kai-kuadrat yang diharapkan menurut kesempatan (yakni dengan
membandingkan dengan Tabel kai-kuadrat dengan derajad kebebasan 2, pada
level signifikan tertentu), sehingga dua spesies (A dan B) tidak tersebar secara
anak, dalam kaitannya satu sama lain.
Pengamatan dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat lebih
banyak kuadrat yang hanya berisi A atau B daripada yang diharapkan menurut
kesempatan, dant erdapat kuadrat yang berisi kedua spesies lebih sedikit
daripada yang diharapkan menurut kesempatan.
Kesimpulanny adalah bahwa A dan B berasosiasi negatif. Alasan lebih
lanjut tentang adanya bentuk asosiasi, kemudian harus ditentukan dengan
pengamatan ekologis dengan eksperimetnasi; dan perlakuan statistic tersebut
hanya sekedar merupakan langkah pertama dan tidak atau belum memberi
bukti tentang adanya itneraksi biologi.
Metode lain tentang penentuan pola adalah dengan pengukuran jarak
antara tumbuhan yang disiplin secara acak dengan tumbuhan tetangga yang
terdekat.
Indeks dispersion Clark dan Evan (1954) kemudian dihitung sebagai
ratio jarak rerata sesungguhnya dengan jarak yang diharapkan, berdasarkan
pola spatial acak;
R = Jarak rata – rata yang terukur Persamaan 6-1
0.5 V densitas
Dinama densitas tumbuhan per unit area dapat ditentukan dengan metode
kuadrat.
Departure R dari 1 menunjukkan bentuk regular (R>1, atau bentuk
mengelompok/pactchiness (R<1).
Ini adalah penting dan harus diingat, bahwa dalam semua metode
tersebut, pola dapat berubah karena umur tumbuhan terjadi kenaikan ukuran.
Tumbuhan guru yang kecil cendrung untuk mengelompok, semak ukuran
sedang cenderung secara acak, dn semak besar dapat sering tersebar secara
regular (Phillips dan MacManhon 1983). Jadi nampaknya data yang
menunjukkan kompetisi akan meningkat dalam intensitas karena tumbuhan
tumbuh berkembang. Oleh karennya design sampling harus diperhitungkan
benar.
Tabel. Tabel. Contingency untuk analisis asosiasi antara dua spesies, A dan B.
Dalam contoh ini, terdapat 100 kuadrat sercara cak dan dihitung hadir
takhdirnya tiap spesie.

4.2. Kompetisi
Kompetisi terjadi bila terdapat efek yang saling merugikan pada dua
organisme yang menggunakan sumber daya sama dalam keadaan terbatas.
Kajiaan yang memperlihatkan arti penting kompetisi dilakukan oleh
Haris (1967). Sebelum pertengahan abad 19 suatu daerah padang rumpuyt
didominer oleh Agropyron spicatum, suatu rumput perennial. Kemudian
rumput annual Bromus tectorum secara kebetulan didatangkan dari Eropa.
Kemudian sejak waktu itu sampai sekarang, rancher melihat kenaikan jumlah
yang besar pada rumput Bromus, sedangkan kelimpahan Agropyron menjadi
menurun. Mengapa terjadi pergantian sedemikian.
Kedua spesies mempunyai persamaan daur hidup. Mereka
berkecambah (atau patah dormansinya kalau perennial) pada musin gugur,
tumbuh lambar selama winter, tumbuh cepat selama spring, membentuk bunga
awal summer, dan mati pada bulan juli (atau mulai dormansi dalam
pertengahan juli, kalau perennial).
Haris mengkaji pertumbuhan dan survival kedua tumbuhan tersebut
mulai dari biji. Dia menemukan bahwa kehadiran Bromus sangat mengurangi
pertumbuhan dan survival Agropyron jelas Bromus sebagai pesaing yang
penting, tetapi bagaiaman mekanisme kompetisinya. Ini hanya dapat
diungkapkan dengan penelitian.

4.3. Endimis Serpentin.


Serpentine adalah suatu metamorfik batu silikat magnesium, sering
berwarna hijau, dan saat licin, yang mempunyai sejumlah sifat jahat terhadap
pertumbuhan tumbuhan. Bantuan ini mempunyai kandungan sangat rendah
nutrient esensial seperti N, Ca, K, dan P; pH-nya sangat jauh dari netral
(apakah asam atau basa); dan kaya unsure racun seperti Ni dan Cr. Tanah yang
merupakan derifat dari batu serpentine adalah steril, mendukung flora endimik
yang tak biasa, dan tertutup vegetasi dengan fisiognomi berbeda dari
sekitarnya yang bukan tanah sepentin.
Kruckeberg (1954), mengadakan percobaan ekotipe dan spesies
sepentin dan nonserpentin. Herba endemic sepentin terbentuk dari biji lebih
bagus dan tumbuh cepat pada tanah noserpentin, membuat mereka bebas dari
kompetisi interspesifik.
Kalau disebar bersama dengan spesies nonserpentin pada tanah
nonserpentin, mereka menjadi etiolasi dan tidak survive. Sedang kalau pada
tanah serpentin, hanya endimis serpentin saja survive dan tumbuh lambat.
Trado (1957) menemukan bahwa toksin yang dihasilkan oleh
mikrorganisem dengan densitas tinggi pada tanah nonsaerpentin menghambt
herba endimis serpentin Emmenan the rosea.
McMillan (1956) menunjukkan bahwa beberapa taksa serpentin
tumbuh sama baiknya baik pad atanah seerpentin maupun nonserpentin.
Nampaknya ada banyak cara tumbuhan beradaptasi dengan sepentin,
tetapi toleransi adalah sarana untuk menghindari kompetisi dan mungkin
merupakan strategi utam.

4.4. Halofit
Halofit (harafiah, tumbuhan garam) adalah tumbuh pada tanah dengan
konsentrasi garam lebih daripada 0.2%, (0.25-0.5%).
Giycophyte (harafiah, tumbuhan manis) tidak toleran garan di atas
yang diperlukan untuk mensupply nutrient esensial, kira – kira 0.1%garam.
Kalau salinitas di atas 0.2% pertumbuhannya menjadi sangat tereduksi.
Tidak semua halofit setara dalam toleransi garam, dibedakan intoleran,
fakultatif, dan obligat.
Halofit intoleran, tumbuk maksimum pada salinitas rendah dan
menurun kalau salinitas naik. Halofit fakultaltif, tumbuh maksimum pada
salinitas moderate, dan menurun pada salinitas rendah dan tinggi. Halofit
obligat tumbuh maksimum pada salinitas moderate dan tinggi, dan tak tumbuh
pada salinitas rendah (di bawah 0.1%).
Kebanyakan halofit adalah intoleran, apakah dilihat pada
perkecambahannya, pertumbuhan, atau reproduksinya, dan apakah mereka
merupakan mangrove, herba rawa garaman pantai. Tumbuhan pantai yang
menerima semprotan garam, atau herba dan perdu gurun garam. Beberapa
merupakan halofit fakultatif. Mungkin tak ada halofit abligat, dan kesimpulan
ini dapat dicapai dengan pengamatan lapangan atau dengan percobaan
manipulasi dalam ruang pertumbuhan.

4.5. Kompetisi dan Niche.


Karena kompetisi melibatkan dua organisme yang menggunakan
sumberdaya sama, ini jelas bahwa organisme yang berkompetisi pada tingkat
tertentu harus mempunyai niche tumpang tindih.
Kompetisi interasepifik adalah lebih sering terjadi dari pada kompetisi
interspesifik, karena tumpang tindih niche lebih besar. Menurut teori evolusi
sekarang menganggap bahwa tekanan seleksi membuat spesies dalam
komunitas untuk membagi lingkungan dengan menggunakan bagian lain,
dengan hasil terjadinya kompetisi diperkecil.
Konsep “suatu niche, satu spesies” bebrpangkal dari percobaan
laboratorium yang dilakukan oleh ahli mikrobiologi Rusia Gause (1934).
Kalau dua mikroorganisme tumbuh bersama, skhirnya ada yang menang dan
ada yang kalah. Yang menang mendominer campuran, yang kalah akan punah.
Konsep satu niche, satu spesies sering disebut prinsip kompetitif
ekslusi Gause.
Tetapi percobaan laboratorium berbeda dengan percobaan di lapangan,
di mana lapangan terdapat hewan yang daur hidupnya lebih kompleks dari
pada mikroorganisme, dan lingkungan lebih heterogen daripada dalam botol
kultur, dan perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan kecil pada niche dari
taksa yang masih sejenis, sehingga memungkinkan adanya koeksitensi antara
berbagai individu dan lepas dari kompetisi.
4.6. Amensalisme
Amensalisme adalah interaksi yang menekan satu organisme, sedang
yang lain tetap stabil. Contoh amensalisme adalah interaksi alelokemis,
penghambatan satu organisme oleh yang lain melalkui pelepasan byproduct
metabolic ke lingkungan. By product tersebut bersifat toksik secara selektif,
sehingga mempengaruhi beberapa spesies tertentu tetapi tidak untuk yang lain.
Alelokemik dipandang oleh beberapa biclogiwan sebagai sekedar
mekanisme bentuk agresif dari kompetisi, tetapi sesungguhnya ada perbedaan
antara laelokemik dan kompetisi.
Kompetisi adalah itneraksi yang sama- sama mengambil sumberdaya
dari lingkungan, sedangkan interaksi alelokemis akan dihasilan tambahan
substansi ke lingkungan. Bagian interaksi alelokemis yang melihatkan hanya
tumbuhan saja disebut alelopati (alleophaty).
Namun, artipenting ekologi alelokemis masih belum jelas, Sebelum
interaksi dapat dianggap sebagai ekologis penting, perlu diadakan langkah –
langkah berikut :
1. Korelasi harus ditentukan. Misalnya, asosiasi negative dua spesies
tumbuhan harus terlihat jelas.
2. Percobaan untuk mencoba menentukan sebab dan efek. Jika zat kimia
terlihat, bagaimana identitasnya dan bagaimana pengaruhnya terhadap
spesies yang terlihat. Banyak pekerjaan harus dilakukan di laboratorium,
tetapi kondisi lab harus mencontoh seperti kondisi lapangan.
3. Kembali ke lapangan. Apakah faktor yang diketemukan di laboratorium
juga bekerja di alam. Dpatkah senyawa ditentukan, dan bagaimana
konsentrasinya. Dapatkah mereka tetap baik dalam sistem tanah untuk
periode waktu lama.
4.7. Interaksi alelokemis pada level Produser-Dekomposer
Kebanyakan, decomposer dalam tanah dan serasah di bawah suatu
komunitas dipengaruhi oleh sepesies tumbuhan yang menggugurkan serasah
dan penetrasi akar dalam tanah.
Tanah di bawah hutan conifer umumnya asam, karena serasah conifer
adalah bersifat asam dan dekomposisinya mempengaruhi pH tanah. Sebagai
hasil, fungsi mendominer mikroflora tanah, sedangkan bacteria mendominer
tanah netral di bawah hutan merangas.
Daun jarun spesies pinus jauh lebih asam daripada jarum spruce, dan
kebanyakan tanah di bawah pinus terdapat aktifitas decomposer sedikit dan
hampir tidak ada cacing tanah, jika dibandingkan dengan tahan di bawah
spesies spruce.
Sifat – sifat seperti pH tanah, laju lapuknya searasah, dan status
nutrient tanah bergantung tidak hanya spesies overstory, tetapi juga pada
macamnya spesies understory yang dominan.
Lepas dari pH dan produk pelapukan serasah, tumbuhan berpengaruh
pada kimia tanah dengan pemberian secara pasif berbagai macam senyawa
anorganik dan organic ke tanah. Tampaknya tumbuhan merupakan sitem yang
sangat mudah bocor. Bocornya unsure dan senyawa dapat melalui daun kanopi
karena hujan atau melalui tanaman dalam konsentrasi rendah (1-10 ppm).

4.8. Alelopati
Sejumlah peneliti melaporkan bukti untuk zat kimia mengendalikan
distribusi tumbuhan, asosiasi atnara spesies, dan jalannya suksesi tumbuhan.
Muller (1966) telah meneliti hubungan spatial antara salvia
leucophylla dan rumput annual. Rumpun salvia yang hidup pada padang
rumput ternyata di bawah rumpun dan disekeliling rumpun semak tersebut
terjadi zona gundul (1-2m) tak ada tumbuhan rumput dan herba lain. Bahkan
6-10 m dari kanopi semak tumbuhan lain menjadi kerdil. Bentuk kerdil ini
tidak disebabkan karena kompetisi untuk air, karena akar semak tidak
menyusup jauh ke daerah rumput. Faktor tanah Nampak tidak bertanggung
jawab untuk asosiasi negatif, karena faktor khemis dan fisis tanah tidak
berubah pada zona gundul tersebut. Muller menemukan bahwa salvia
mengeluarkan minyak volatile dari daun dan kandungan cineole dan canphor
bersifat toksik terhadap perkecambahan dan pertumbuhan rumpu annual di
sekliling.

4.9. Alelokemis pada level produser herbivra


Untuk herbivore tertentu, semua spesies tumbuhan rasanya tidak harus
sama. Banyak spesies ditolak total, beberapa dimakan dan sangat disenangi,
dan yang lain dimakan hanya kalau disenangai tidak ada.
Selektivitas cara merumput pada hewan besar sangat mudah diamati.
Tetapi pad aherbivora kecil seperti insek selektifitas agak kurang nyata.
Banyak grup taksonomi serangga makan secara ekslusif satu atau
beberapa familia tumbuhan berbunga. Dan substansia tumbuhan sekonder
(alkaloid, quinine, minyak esensial, glycoside, flavonoid dan kristal)
memegang peranan dalam menentukan pemakaian. Mereka sering merupakan
produk atnara dalam sintesis pigmen, hormone atau senyawa lain yang
diketahui fungsinya.
Jika kemikal penghambat yang bekerja sebagai pertahanan adalah
produk akhir stabil dan bukan produk antara, dan ini merupakan biay energetic
bagi tumbuhan.
Tumbuhan pioneer (seleksi-r) lebih enak dimakan, dan ini mendukung
hipotesis bahwa taksa seleksi- menginvestasikan sedikit energy dalam
petahanan herbivore, dan keadaan sebalinya terdapat pada taksa seleksi-k.
Tipe senyawa yang terbentuk berbeda antara taksa seleksi-r dan –k
tumbuhan annual (seleksi-r) zat alelokemis berupa toksin, sedangkan
tumbuhan kayu (K) berupa tannin 4.10. Komensalisme.
Komensalisme adalah interaksi yang menstimuler satu organisme
tetapi tak berpengaruh pada yang lain. Contoh, epifik yang tumbuh pada
tanaman inang. Efifit tidak perlu makanan dari inang dan hanya memakai
inang sebagai tempat fisik untuk menentap.
Epifitisme dapat mudah digolongkan ke dalam tipe itneraksi lain.
Seperti mutualisme. Karena tumbuhan epifit menghasilkan nutrient yang
tercucci oleh air dan lechcate tersebut turun ke batang dan ke akar tumbuhan
inang.
Parasitisme dapat berasal dari perkembangan epifitisme, jika akar
masuk ke dalam kulit tumbuhan inang, masuk ke fluem dan silem, dan
mengembangkan organ penyerap: haustoria (contoh : kemladean).
Epifit dapat juga menjadi perusak inang jika ukuran menjadi lebih
besar, pencekik (Ficus).
Contoh lain komensalisme adalah nurse plant syndrome. Semai
tumbuhan kaktus pada naungan tumbuhan tertentu, seakan-akan
tumbuhannaungan memelihara semai kaktus untuk melindungi supaya tetap
hidup, lebih sejk lembab, terlindung bebas dari herbivore. Tetapi lama
kelamaan stelah kaktus besar terjadi kompetisi dengan tumbuhan naungan.
Sehingga hubungan bergeser dari bersifat positif kearah negative setelah
tumbuhan kaktus besar, dan akhirnya tumbuhan naungan mati.

4.10. Protokooperasi
Protokooperasi adalah itneraksi yang memacu kedua pasangan, tetapi
tidak bersifat obligat karena tetap tumbuh tanpa adanya interaksi. Contoh
protokoperasi adalah menempelnya akar antara dua anggota spesies yang sama
atau berbeda. Akar beberapa tumbuhan yang tumbuh dalam tanah dan saling
bertemu dan menempel satu sama lain, merupakan graft alami atau union.
Nampaknya keadaan tersebut merupakan peristiwa lebih umum daripada yang
diduga semula. Lebih daripada 160 spesies pohon dikenal membentuk graft
alami, seperlima dari mereka merupakan graft itnerspesifik. Beberapa graft
bahkan intergenerik, antara santalum dengan Eugenia.
Jika kedua pasangan masa – masa berhasil dan mempunyai life form
sama, hubungannya adalah protokoperasi, dengan pertukaran fotosintat
seimbang dan mutualis. Hormaon juga ditransfer, sehingga menghasilkan
fenologi lebih seragam, seperti wkatu berkuncup secara berbarengan pada
waktu spring. Jika satu pasangan lebih kecil dan tertekan, maka hubungan
menjadi p0arasitis, di mana fotosintat lebih banyak ke pohon yang lebih kecil
dari pada vice versa.

4.11. Mutualisme
Mutualisme adalah bentuk interaksi obligat: absennya interaksi
menekan kedua pasangan. Contoh umum mutualisme adalahlumut lichen
(algae + fungsi), mycorrhizae (fungsi + tumbuhan tinggi), fiksasi-nitrogen
simbictis (bacteria atau blue-green algae+tumbuhan tinggi), polinasi (insekta,
burung, atau mamalia + tumbuhan berbunga), zoochory penyebaran propagule
dengan hewan, dan myrmecophyte (semut + tumbuhan berkayu).
a. Mychorrizae
Mychorrizae (tunggal : mychorrhiza) adalah asosiasi fungsi dengan
akar tumbuhan tinggi. Pada beberapa keadaan fungsi menutup akar bagian
luar dekat ujung akar dengan selimut hyphe tebal. Hyphe meluas sejauh 8
cm keluar di semua jurusan dari akar ke dalam tanah, dan hphe lain
menyusup antara sel conrtical pada akr inang membentuk jarring – jarring
penyerap nutrient.
Co 14 radioaktif yang ditambat daun tumbuhan tinggi dengan
fotosintesis, kemunidian dapat di-detect dalam fungsi. Akar secara pasif
mengeluarkan (exude) cairan nutrient seperti asam amino, dan ini masuk
ke dalam fungsi. Isotop radioaktif P, Ca, dan K terlihat diserap lebih
banyak oleh tumbuhan dengan mychorrhize daripada tanpa mychorrhiza.
Kemudian, hubungannya adalah mutualistik.
Mychorrhiza dibedakan ecto- dan endo-mychorrhiza ektomikoriza
hanya menempel bagian luar akar yang berupa mantel, sedangkan
eomikroiza hyphe jamur masuk ke dalam jaringan akar. Ektomikroiza
umumnya terbentuk oleh jamur. Basidiomycetes, dan endomikorisa oleh
phycomycetes atau ascomycetes, atau basidiomycetes.
Ektomikoriza secara khusus nampaknya kemungkina tumbuhan
inang tumbuh bagus dalam tanah dan kalau sebaliknya tidak mungkin
tumbuh baik. Tanah asam, mengalami pelindihan, dan miskin nutrient di
bawah hutan pinus boreal sebagai missal, semua pohon dominan adalah
ektomikorizal.
Selain memperbaiki nutrisi inang, mikorizae juga sangat penting
untuk perkembangan normal pada beberapa spesies. Semai anggrek gagal
hidup kalau tak ada jamur, dan penanaman pinus gagal kalau tidak diberi
jamur mikoriza pada tanah.
b. Fiksasi nitrogen simbiotis
Fiksasi nitrogen adalah konversi gas nitrogen atmosfer ke dalam
ammonium organic. Hanya organisme prakariotis tertentu saja mampu
mengerjakan proses ini. Beberapa prokariot adalah hidup bebas, sedang
lainnya hidup dalam asosiasi erat dengan eukariot, menerima gula dengan
molekul kaya energy lain dari simbiont eukariotik.
Fiksasi nitrogen memerlukan energy dalam bentuk ATP dan lingkungan
local anaerobik:
ATP ADP
4 Nz + 6 Hz0 4 NHz + 30z
Enzim Nitrogenase
Tak ada oksigen
Asosiasi bacteria Rhizobium dengan bintil akar legume adalah
terkenal, tetapi simbiose lain mempunyai artipenting ekologis sama atau
bahkan lebih besar. Spesies alagae biru-hijau Nostoc dan Anabaena dapat
berasosiasi dengan gametofit bryofita, bintil akar cycas, jaringan daun
angiosperm Gunnera, dan jaringan daun paku air Azolla.
Actynomycetes tanah tertentu mampu masuk ke dalam akar
tumbuhan tinggi, menyebabkan adanya bintil memanjang. Dalam bintil ini
proses fiksasi nitrogen terjadi pada laju yang sama dengan bintil legum.
c. Polinasi
Polinasi adalah bentuk nutualisme yang sangat spesial yang telah
berkembang pada tumbuhan berbungan; dan ini merupakan kunci pada
terjadinya banyak variasi dan spesialisasi dalam morfologi angiosperm.
Transfer pollen dari stamen ke stigma adalah aensial untuk
reproduksi dalam spesies tumbuhan yang kawin silang. Spesies tumbuhan
biasa mengadakan adaptasi morfologis terhadap perilaku spesifik
karakteristik polinatornya.

4.12. Herbivorl
Herbivorl adalah konsumsi semua atau sebagian tumbuhan
olehkonsumen. Jika katagoris consumer ditinjau lebih luas, akan meliputi : (a)
mikrobia parasitis atau tumbuhan parasitis, (b) mikrobia saprofitis yang
menguraikan jariangan mati, (c) hewan browsing dan hewan grazing yang
masing – masing makan bagian kayu dan tumbuhan herba, dan (d) hewan
yang memakan seluruh tumbuhan atau propagule. Grazer dan browser kadang
– kadang di pandang parasit. Dan konsumen yang makan seluruh tumbuhan
dapat disebut sebagai predator. Konsumen yang memakan jaringan hidup
dapat disebut biphage, dan konsumen yang makan jaringan mati disebut
saprophage.
a) Dampak herbivore : konsumpsi
Sejumlah kajian telah meneliti dampak herbivore pada komunitas
tumbuhan.
Beberapa definisi dan term perlu diketahui :
Produktifitas primer kasar (GPP) adalah total jumlah energy kimia
yang dibentuk oleh fotosintesis untuk unit permukaan lahan tertentu dan
unit waktu tertentu. GPP dinyatakan seabgai kalori per meter per tahun,
tetapi juga dapat dinyatakan dalam unit biomasa.
Produktifitas primer bersih (NPP) adalah GPP minus energy hilang
melalui respirasi tumbuhan dan setara dengan energy khemis yang
disimpan per unit area per unit waktu. Untuk vegtasi terstrial, NPP = 30 –
70% GPP.
Detritus adalah sinonimnya serasah (litter), ini merupakan material
tumbuhan yang mati.
Kalau kita berkepentingan dengan tumbuhan annual, seluruh
tumbuhan dapat dipandang sebagai litter pada akhir tahun, hanya biji yang
tetap masih hidup.
10% NPP dimakan oleh herbivora biophage bagi vegetasi terstrial
tertentu.
Jika NPP di hitung hanya untuk produksi biji, konsumsi oleh
predator biji tipikal di atas 10% NPP, dan sering mencapai 100%.
Predasi biji yang intensif di daerah tropis merupakan factor penting
tunggal yang mengatur populasi pohon. Hutan hujan tropis mempunyai
diversitas tinggi spesies pohon hidup bersama (koeksis), dan pohon
tetangga biasa lain spesies. Ini di sebabkan karena predator biji hidup
dekat pohon induk, sehingga, sedikit sekali semai yang lolos dari predator
kalau hidup dekat induk. Jadi masalah penyebaran biji merupakan usaha
untuk membebaskan dari predator.

Ringkasan.
Interaksi spesies dapat negative atau positif, dan distribusi spatial
tumbuhan dapat member clue pertama adanya interaksi. Burkholder
mengenal lebih daripada 9 tipe interaksi yang secara biologis dan ekologis
beralasan. Tiga dari 9 tipe tersebut kurang dikenal, satu (netralisme) sangat
jarang.
Pengaruh kompetisi pada interaksi dapat dibuat model matematik
dengan persamaan lotka – voltera, menyatakan dalam arti evolusi dengan
prinsip eksklusif kompetitif Gause, atau mengukur dengan rancangan
percobaan wit, yang memasukkan penggantian seri penanaman dan
perhitugan ratio input/output. Namun tidak ada dari pendekatan tersebut
yang member keterangan kepada kita hal tersebut dekat dengan pengertian
kompetisi dalam dunia nyata. lagi pula, banyak kajian kompetisi tidak
mengungkapkan sumbernya apa yang direbutkan.
Kompetisi mungkin merupakan factor penting dalam habitat
terbatas untuk beberapa tumbuhan, seperti endimik serpentin dan halofit.
Interaksi alelokemis adalah salah satu bentuk amensalisme, dan
review literature menunjukkan bahwa alelokemi ini mungkin merupakan
interaksi penting antara tumbuhan dan biota tanah, dan antara tumbuhan
dan herbivore.
Alelokemis nampaknya memegang peran dalam palabilitas
tumbuhan. Banyak substansi secara pasif tercuci dari daun dan akar oleh
air hujan beberapa dari zat yang tercuci tersebut mungkin alelokemis.
Produk metabolik lain tetap tersimpan dalam jaringan tumbuhan,
termaksud beberapa yang meniru hormone serangga.
Kajian alelokemis sebagai strategi dalam pertahanan terhadap
herbivore, dimana menyangkut masalah cost dan benefit pada waktu
sekarang menerima banyak perhatian, tetapi lebih banyak penelitian adalah
perlu dilaksanakan sebelum kita dapat mengukur arti penting umum
alelokemis.
Jelas, bahwa sembarang interaksi tertentu antara dua organisme
dapat sangat melengkapi interaksi lain. Herbivore, sebagai missal, dapat
melibatkan mutualisme dan amensalisme. Juga sangat jelas, bahwa
interaksi jatuh pada suatu continuum, yang banyak situasi intermediate di
antara tipe Burkhorder. Misalnya, ada stadia intermediate antara
komensalisme (untung bagi satu organism, tidak ada efek pada yang lain,
interaksi tidak obligat) dan parasitisme (untung untuk satu organisme,
berefek negatif pada yang lain, interaksi obligat pada bagian parasit) .
Ini adalah jelas bahwa lingkungan secara kemikal adalah
kompleks, dengan tumbuhan, hewan, dan hasil-samping mikroba serta
eksudat memainkan peran keseluruhan dan mungkin menjembatani
interaksi seperti amensalisme, mutualisme, dan herbovori.
Contoh komensalisme adalah epifit tropis dan persyaratan
tumbuhan pengasuh beberapa tumbuhan gurun. Hanya sedikit informasi
ekologi epifitis yang ada. Epifit lichen yang berisi simbiont algae fiksasi-
nitrogen dapat memberi sejumlah nitrogen yang berarti kepada inang,
sehingga beberapa hubungan epifitis dapat mutualistik. Lainnya (misalnya,
Fius pencekik) dapat menghancurkan inang.
Penempelan (graft) akar antara pohon terjadi dalam protokooperasi
atau parasitisme, bergantung pada kesuburan (vigor, tiap pohon).
Penempelan akar antara anggota spesies dikenal. Mungkin kita harus
memandang system perakaran di bawah komunitas tumbuhan sebagai satu
unit, suatu masyarakat yang paling menguntungkan (mutual benefit)
bahkan di luar distribusi sumber daya tanah dan fotosintat. Sambungan
mikroriza antara akar tumbuhan dapat memberi akhir yang sama ini adalah
mungkin bahwa hubungan mikorizal sebagian bertanggung jawab untuk
ekoton padang rumput – hutan di Amerik Utara.
Herbivora dapat dibagi antara lain kedalam biophage, predator biji,
dan saprophage, dan pengambilan (drain) produktifitas pada tiap tipe
adalah sangat berbeda. Beberapa peneliti berdalih bahwa karena biophage
mengambil hanya 10% NPP (15% GPP), mereka hanya memainkan peran
kecil dalam ekosistem, tetapi kajian sekarang menunjukkann bahwa
mereka dapat berpengaruh pada distribusi dan mamacu produktifitas
tumbuhan. Lagi pula, banyak herbivore mempunyai hubungan mutualistik
yang sudah dikenal dengan tumbuhan (misalnya, polinasi dan dispersal
biji).
BAB V. KONSEP KOMUNITAS DAN SIFAT-SIFATNYA.

Dalam tiap tipe habitat, grup spesies tertentu secara bersama membentuk
suatu komunitas. Rekaman fosil menunjukkan bahwa beberapa grup tersebut telah
hidup bersama Selama ribuan dah bahkan jutaan tahun. Selama waktu itu, adalah
tidak mungkin bahwa keadaan seimbang yang rumit telah merupakan suatu mode.
Anggauta komunitas sama-sama saling berbagi dalam mendapatan radiasi surya,
air tanah, dan nutrient untuk menghasilkan biumas tetap; mereka mendaur ulang
nutrient dari tanah ke jaringan hidup dan kembali lagi; dan mereka satu sama lain
hidup secara bergantian dalam waktu dan ruang.
Sinekologiwan berusaha untuk menentukan masalah apa yang terlibat
dalam keseimbangan antara semua spesies suatu komunitas dalam lingkungan
mereka.
Pertama, bagaimana komunitas harus diukur dan bagaimana ukuran-
ukuran tersebut dapat meringkaskan sifat-sifatnya, dan megihtisarkan dalam
bentuk maksimum, dan apakah hal-hal tersebut merupakan informasi yang
berguna ?
Kedua, mengapa beberapa komunitas berubah lebih cepat dalam waktu
lama dari pada yang lain? Bagaimana kita dapat meramal secara tepat perubahan
mendatang dan merekonstruksi keadaan waktu lalu? Adakah sifat komunitas yang
keluar melampaui batas sifat-sifat spesies individu juga dapat membentuk
komunitas?
Pandangan sinekologikal menanyakan pertanyaan tersebut, dan
jawabannya akan membawa kita ke level kompleksitas yang *Term komunitas.
Term komunitas adalah yang term paling umum yang dapat di pakai pada
tipe vegetasi sembarang ukuran atau sembarang umur. Term ini dapat di terapkan
pada sutu stratum tumbuhan pada area sangat local, seperti sebagai herba, samai
pohon, dan lumut daun pada lantai tepi aliran di hutan; atau sampai bentuk daerah
yang sangat luas. Yakni, suatu tipe vegetasi; atau pada plot vegetasi sementara
yang mengalami perubahan cepat dalam spesies penyusun; atau kepada vegetasi
sangat stabil yang memperlihatkan tak ada perubahan yang berarti selama ratusan
tahun.
Suatu asosiasi adalah tipe komunitas khusus, yang telah diperikan secara
cukup jelas dan terulang pada beberapa lokasi seperti yang kita rumuskan bahwa
asosiasi harus mempunyai syarat: (a) komposisi secara relative konsisten. (b)
fisiognomi uniform dan (c) suatu agihan yang mencirikan habitat khusus.
Dalam kaitannya arti penting dasar terhadap ekologi tumbuhan dan
klasifikasi vegetasi, asosiasi telah disamakan dengan spesies taksonomi.
Tepat seperti spesies, asosiasi adalah suatu bentuk abstrak, yang
sesungguhnya agak merupakan sintesis artificial dari banyak tumbuhan individu,
sehingga asosiasi sesungguhnya adalah suatu sintesis dari banyak sampel vegetasi
local yang disebut tegakan (stand).
Apakah Asosiasi merupakan suatu unit Terpadu?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada dua pandangan yang saling
bertentangan.

V.1. Pandangan Organismik


Satu sifat esosiasi, pertama-tama yang diterima oleh konggres Botani
internasional 1910, adalah harus mempunyai komposisi floristic relatif konsisten,
kelompok taksa yang sama yang berasosiasi ditemukan pada satu tenpat.
Ini tidak berarti bahwa setiap spesies dapat terulang dengan sendirinya,
bahkan mayoritas taks juga tidak terulang. Beberapa spesies tersebar luas secara
ekstrem, dengan kisaran toleransi luas, dan ini dapat ditemukan dalam banyak
habitat dan dalam banyak asosiasi. Sedangkan lain spesies dapat mempunyai batas
kisaran sempit, tetapi walaupun demikian beberapa individu masih dapat
diketemukan di luar batas normal, dan mereka kadang-kadang merupakan anggota
dari banyak komunitas.
Menurut prosedur salah satu metode klasifikasi komunitas, setelah taksa
yang tidak pasti (accidental) ataub taksa umum (ubiquitus) dikeluarkan dari
klasifikasi, spesies tertentu akan tetap memperlihatkan asosiasi yang besar dengan
satu dan lainnya dan dengan habitat khusus.
Asosiasi ditentukan oleh hadirnya semacam spesies karakteristik atau
spesies indicator, dan kemudian suatu stand khusus ditempatkan dalam asosiasi
tersebut jika tempat tersebut mengandung bagian yang berarti dari spesies
tersebut. Metode ini dinamakan metode table Braun-Blanquet.
Jika sekelompok spesies betul bersatu secara terulang, dan ini sekaligus
merupakan bukti secara tak langsung adanya interaksi, apakah positif atau netral
(tidak negatif) di antara mereka.
Bukti sedemikian cocok dengan pandangan bahwa komunitas betul
sebagai unitn terpadu, bahwa keseluruhannya lebih besar daripada jumlah
bagiannya, sangat mirip dengan organism dimana organism adalah lebih besar
daripada keseluruhan sel, jaringan, atau organnya.
Beberapa interaksi, seperti mycorrhizae, juga merupakan sutu bukti
komunitas adalah satu unit.
Clements (1916, 1920) secara berlebihan menyamankan asosiasi seperti
organism. Pola distribusi spesies dan kelimpahan diramalkan oleh pandangan
organistik ini di gambarkan dalam gambar 8-1. Spesies dalam asosiasi mempunyai
batas distribusi serupa sepanjang aksis horizontal, dan banyak dari mereka muncul
sampai melimpah secara maksimum pada titik sama (noda). Ekotone (batas)
antara asosiasi yang berdekatan adalah sempit, dengan sangat sedikti tumpang
tindih pada kisaran spesies, kecuali untuk beberapa taksa umum yang didapatkan
dalam banyak asosiasi.

V.2. Pandangan Kontinuum


Dalam 1926, Henry Gleason menerbitkan makalah yang ditulis secara
cermat yang berjudul, “The individualistic asosiasi of the plant association”
(konsep individualistic asosiasi tumbuhan). Dalam surat yang ditulis 27 tahun
kemudian, dia bercerita panjang lebar tentang kegembiraannya bahwa usul yang
di temukannya dimana dunia tidak pernah menerima untuk beberapa waktu,
kemudian lambat laun, gagasannya betul diterima.
Persatuan Ekologi Amerika mengacu dia sebagai “Ekologiwan yag
terhormat/distinguist” dalam tahun 1953 dan sebagai “Ekologiwan
terhebat/eminent” dalam 1959.
Geleasan (1953) mencuplik vegetasi hutan sepanjang suatu gradient utara-
selatan di Midwest dan berkesimpulan bahwa kelimpahan spesies dan
kehadirannya terdapat dalam bentuk sangat gradual/bertingkat sehingga keadaan
tersebut tidak praktis untuk membagi vegetasi kedalam asosiasi.
Bahkan dalam wilayah yang relative homogeny, mereka (vegetasi) adalah
berubah sangat halus tetapi terdapat perbedaan dalam vegetasi dari satu plot
dengan plot lainnya.
Kesimpulan tunggal yang dapat kita tarik dari semua pertimbangan yang
ada adalah bahwa vegetasi suatu area adalah hanya sekedar resultante dua factor,
yakni, (1) imigrasi tumbuhan yang berfluktuasi dan secara kebetulan, (2) dan
variabel lingkungan yang juga berfluktuasi pula. Sebagai hasil, tak ada alas an
dasar mengapa sembarang dua area permukaan bumi harus mendukung vegetasi
yang persis sama, juga tidak ada alas an untuk memakai pikiran lama tentang
adanya bentuk jelas dan pasti pada asosiasi tumbuhan……… Lagi, pengalaman
telah membuktikan bahwa ini tidak mungkin bsgi ekologiwan untuk setuu tentang
skope asosiasi tumbuhan atau tentang metode klasifikasi tumbuhan. Lebih lanjut,
nampaknya vegetasi suatu wilayah tidak mampu mengadakan pemisahan secara
sempurna kedalam komunitas yang definit, tetapi selalu terdapat perkembangan
perubahan yang bagus dalam percampuran vegetasi…..
Kesimpulan Gleason telah didukung oleh kajian yang luas dan canggih
dalam beberapa tipe vegetasi yang berbeda dan luas. Kajian ini menunjukkan
bahwa tak ada bentuk dominan taksa tunggal, dan juga hadirnya dan kelimpahan
grup spesies tidak berubah secara tajam sepanjang gradient lingkungan; noda
tidak ada.
Maka sekarang menjadi jelas bahwa metode yang dipakai untuk mencuplik
vegetasi akan menentukan apakah asosiasi muncul sebagai unit terpisah atau
sebagai segmen arbitrar sepanjang kontinuum.
Jika sampling bersifat subyektif, yakni, mencari stand yang
memperlihatkan hasil spesies diferensial, kemudian pandangan komunitas/asosiasi
tegas (discrete) akan didukung, karena hanya stand serupa akan dicuplik, dan
stand intermediate diabaikan. Ini akan mungkin kalau hanya stand klimaks yang
dicuplik, sedangkan banyak stand intermediate akan diabaikan.
Sebaliknya, jika sampling dikerjakan tidak subyektif, stand ekotonal akan
dimasukkan, dan semua stand akan terlihat terletak secara kontinu di sepanjang
continuum.
Perkecualian terhadap pandangan kontinuum sudah barang tentu betul ada,
di mana terdapat diskontinuitas secara sekonyong-konyong dalam lingkungan,
seperti perubahan dalam material induk tanah. Perubahan dalam evelasi atau
aspek lereng/slope, pengaruh lanjut api, atau hadirnya tanah bergeser, maka akan
didapatkan komunitas yang berbeda tegas.
Sifat individualitas ditribusi spesies adalah bukti secara tak langsung di
mana komunitas tidak lebih besar daripada total bagiannya. Ini agaknya, level
interaksi dan interdependensi antara spesies penyusu secara relatif adalah rendah,
atau paling tidak spesifik.
Asosiasi dapat dikenal dan dengan beberapa cara dan dapat ditentukan
dilapangan, tetapi kita harus menerima adanya batas subyektif, dan arbitrar,
sifatnya bergantung pada bias peneliti dan metode sampling.
Apakah asosiasi bersifat nyata atau tidak, namun demikian, stand vegetasi
betul-betul ada. Stand ini memperlihatkan sifat kolektif atau sifat yang muncul di
atas memperlihatkan sifat kolektif atau sifat yang muncul di atas populasi individu
yang membentuknya.
V.3. Beberapa Sifat (atribut) Komunitas
Tabel. Beberapa karakteristik komunitas tumbuhan
Fisiognomi : Daur nutrien :
Arsitek Kebutuhan nutrien
Life form Kapasitas penyimpanan
Cover, leaf area index (LAI) Laju kembalinya nutrien ke tanah
Fenologi Efisiensi penahanan nutrien pada daur
nutrien.
Komposisi spesies :
Spesies karakteristik Perubahan atau perkembangan menurut
Spesies umum dan kebetulan waktu :
Arti penting relatif Suksesi
(cover, densitas, dll ). Stabilitas
Tanggapan terhadap perubahan klimatik
Pola spesies : Evolusi?
Spatial/ruang
Luas niche dan tumpang tindih. Pruduktifitas :
Biomas
Diversitas spesies : Produktifitas bersih tahunan
Kekayaan Efisiensi produktifitas bersih
Kemerataan (evenness) Alokasi produksi bersih.
Diversita (dalam stand dan di antara
stand) Kreasi dan pengendalian lingkungan
mikro
A. Fisiognomi, komposisi Spesies, dan pola Ruang/Spatial.
Fisiognomi.
Fisiognomi adalah kombinasi kenampakan eksternal vegetasi,
struktur vertical (arsitektur atau struktur biomas), dan bentuk pertumbuhan
(growth form) taksa dominan. Fisiognomi adalah sifat yang muncul pada
komunitas. Ini tak dapat, misalnya, diperkirakan secara tepat sekedar dari
daftar semua taksa yang hadir dalam komunitas.
Life form termasuk sifat-sifat tumbuhan seperti ukuran, lama-hidup/’life-
span, derajat kayu, derajat kebebasan, morfologi tumbuhan, sifat daun, lokasi
kuncup perennating, dan fenologi. Struktur vertical mengacu kepada tinggi
dan penutupan kanopi tiap lapisan dalam komunitas.
Lingkungan berbeda atau terhadap fenologi spesies yang berbeda.
Sekarang ada beberapa usaha untuk memasukan sifat metabolik dalam
pemerian komunitas gurun dan chaparral (Mooney dan Dunn 197; Johnson
1976).
Pemerian komunitas berdasar pada fisiognomi, life form, tumpang tindih
niche, dan sifat fungsi lain (seperti berlawanan dengan sifat taksonomi seperti
identitas spesies dalam komunitas) adalah berguna karena mereka
memungkinkan perbandingan stand yang terpisah lebar yang mempunyai atau
tidak persamaan floristic. Perbandingan ini sering menunjukkan suatu
konvergensi tipe vegetasi, yang mempunyai lingkungan makro serupa. Stand
chaparral di bagian selatan California dan Chilie, misalnya, mempunyai
sedikit persamaan floristic hanya pada level familia, tetapi mereka sama
berbagi tipe iklim mediteranean dan memperlihatkan beberapa persamaan
tegas dalam vegetasi.

B. Kekayaan spesies, kemerataan/evenness, dan keaneka-


ragaman/Diversitas
Kekayaan spesies adalah sekedar jumlah spesies dalam beberapa area
dalam suatu komunitas. Tiap spesies, namun demikian, nampaknya tidak
mempunyai jumlah individu sama. Satu spesies dapat di wakili oleh 1000
tanaman, lainnya oleh 200, dan yang ketiga oleh hanya tanaman tunggal.
Agihan individu antara spesies disebut kemerataan spesies, atau
ekuibilitas spesies. Kemerataan menjadi maksimum bila semua spesies
mempunyai jumlah individu sama.
Diversitas spesies adalah gabungan kekayaan dan kemerataan; ini
adalah kekayaan spesies yang dibobot oleh kemerataan spesies, dan terdapat
rumus yang mengijinkan diversitas komunitas dinyatakan dalam bilangan
indeks tunggal.
Ini adalah penting untuk menekankan bahwa kekayaan dan diversitas
adalah sangat berbeda. Walaupun kekayaan dan diversitas sering berkorelasi
posisstif, gradient lingkungan yang terdapat di sepanjang wilayah dapat
penurunan kekayaan disertai dengan kenaikan diversitas (Hurlbert 1971).
Komunitas A, dengan lima spesies tetapi tak sama rata jumlah individu
dalam tiap spesies, mempunyai diversitas lebih rendah dari pada komunitas B,
dengan empat spesies yang mempunyai jumlah individu sangat serupa dalam
masing spesies. Namun, komunitas A mempunyai kekayaan jenis tinggi.
Secara biologis, diversitas adalah ukuran heterogenitas populasi suatu
komunitas.
Banyak penyerderhanaan dibuat dalam setiap perhitungan diversitas
spesies (peet 1974). Dalam persamaan, semua individu sembarang spesies
adalah setara. Ini mungkin tidak benar, terutama dalam memandang hewan
yang berbeda seks atau berbeda stadia perkembangan, atau kepada tumbuhan
yang berbeda stadia fenologinya (dorman, daun-daun berbunga, muda, dewasa
tua), berbeda ukuran (semai/seedling, anakan/sapling, dewasa yang tertekan,
dewasa overstory), atau berbeda ekotipe.
Dengan alasan ini, diversitas sering dihitung untuk tiap lapisan/stratum
dalam suatu komunitas daripada untuk seluruh komunitas. Ini juga dianggap
bahwa semua spesies adalah sama-sama berbeda, apakah perbedaannya dalam
morfologi atan dalam luas niche.
Akhirnya, diversitas sering dinyatakan sebagai jumlah individu,
biomas, atau produktifitas (lihat whittaker 1975), sebagai cover kanopi, dan
sering dengan cara lain. Jelas, diversitas tumbuhan dari komunitas ke
komunitas dapat dibandingkan hanya jika dipakai unit sama. Beberapa unit
lebih sesuai terhadap tumbuhan, dan beberapa untuk hewan; mungkin tak ada
unit yang lebih sesuai untuk perhitungan suati indeks diversita ekosistem-luas
(Hurlbert 1971).
Asumsi lebih lanjut, dan satu yang di buat dalam prosedur statistic,
adalah sampel komunitas cukup besar untuk mewakili komunitas secara
cukup. Data dengan jumlah spesies dan kelimpahan relative masing-masing
bergantung pada ukuran sampel. Dengan memakai sampel yang cukup besar,
akan ada beberapa spesies dengan sedikit individu, beberapa spesies dengan
banyak individu, dan banyak spesies dengan jumlah individu sedang. Data
akan membentuk kurve berbentuk bel pada plot long-normal.
Namun, kalau sebuah sampel kecil mungkin akan tidak mencakup
spectrum penuh spesies jarang. Kemudian, kenampakan bentuk rompang
kurve ukuran sampel kecil adalah suatu yang tak alami/artifagt, kemudian.

C. Indeks Diversitas
Beberapa indeks telah diusulkan selama enam decade yang lalu
(Auclair dan Goff 1971, Hill 1974, Peet 1974, Dejong 1975; lihat table 8-2),
tetapi kita akan menekankan hanya dua: indeks Simpson (simpsom 1949) dan
indeks Shannon-wiener (Shannon dan weaver 1949; sering disebut indeks
shannoon-weaver).
Indeks simpson mencerminkan dominasi karena ini member bobot
(lebih sensitive terhadap) spesies paling melimpah lebih berat daripada spesies
jarang. Keuntungan sifat ini adalah nilai indeks pasti berbeda banyak dari
sampel ke sampel. Karena spesies jarang akan berbeda dari tempat ke tempat
lebih banyak daripada spesies lain.
Rumusnya adalah :
C=
(persamaan 8-2)

Dimana C adalah bilangan indeks, s adalah jumlah total spesies dalam


sampel dalam sampel, dan pi adalah proporsi semua individu dalam sampel
yang dimiliki spesies i (jumlah individu suatu spesies per jumlah individu
seluruh spesies).
Variasi umum, yang lebih mengukur diversitas daripada dminasi,
termaksud :
D=1–C (persamaan 8-3)
D=1 (persamaan 8-4)
C
Rumus indeks Shannon-Wienner adalah
(persamaan 8-5)

Dan variasi umum adalah :


H = 2H
Jika proporsi dinyatakan pada dasar 10 dan bukan 2 (singkatan 1n
diatas), orang dapat dengan mudah merubah nilai penjumlahan atas dasar 2
dengan mengkalikannya dengan 3.32.
H dianggap merupakan “uncertainty” atau “information”
komunitas. Makin variabel komposisinya, makin variabel (makin tidak
tentu atau tak teramal) tiap sempel yang ada. H bervarasi dari 0, untuk
komunitas dengan hanya satu spesies, sampai 7 atau lebih dalam hutang
yang kaya seperti hutan pegunungan Siskiyou Oregon dan California
(Dejong 1975). Hutan merangas Amerika Serikat timur mempunyai
diversitas sedang, dengan nilai H untuk spesies pohon hanya berkisar dari
>3.0 untuk hutan mesofitik campuran di pegunungan Cumberland dan
Allegheny sampai nilai <2.0 pada tepi utara dan barat (Monk 1966).
Karena rumus berbeda, nilai absolute indeks simpson dan Shannon
akan berbeda dari komunitas sama.
Table. Beberapa indeks dominansi dan indeks diversitas yang
diusulkan dan dipakai dalam abad 20.
No = jumlah total spesies dalam sampel, Xo = jumlah total
individu dalam sampel, X1 = jumlah individu dalam spesiesi, 1n =
logarithma alami berdasar 2.

Nama indeks atau pemerian Rumus


Spesies per unit are No
Spesies/ (individu/spesies) No (Xo/No)
Spesies/individu No/Xo
Spesies/in individu No/In Xo
In spesies/in individu In No/In Xo
Spesies/akar individu No/VXo
Indeks dominansi simpson Sigma (Xi/Xo)2
Diversitas informasi Shannon -sigma (Xi/No)
Diversitas densitas McIntosch 1-V sigma (Xi/Xo) In (Xi/Xo)2

Table. Indeks diversitas yang dihitung untuk sampel komunitas A dan B.


perhatikan bahwa hanya indeks Simpson (C) memperlihatkan komunitas A
menjadi lebih beraneka/divers, mencerminkan bahwa indeks sangat
sensitive terhadap dominansi oleh satu spesies dan tidak sensitive terhadap
jumlah rendah spesies lain.

Komunitas A Komunitas B
Jenis a: 14 6
b: 5 5
c: 3 5
d: 2 5
e: 1 4

Indeks A B
Simpson (C) 0.38 o.20
D = 1- C 0.62 0.80
D = 1/C 2.66 4.92
Shannon (H) 1.78 2.31
H = 2H 3.43 4.96

Apakah arti diversitas ?


Banyak perhatian tentang diversitas spesies telah dilakukan dalam
literature: pertama, dalam perkembangan dan perbandingan beberapa
rumus; kedua, dalam pencaharian trend umum dalam diversitas sepanjang
gradient lingkungan; dan ketiga, dalam usaha untuk melengkapi
penjelasan fungsional untuk gradient diversitas dan beberapa nilai
ekologis, bahwa diversitas mungkin memberikan sifat komunitas.
Mungkin, ada yang lebih bagus kalau memperlakukan indeks
diversitas hanya sebagai satu sifat deskriptif suatu komunitas, yang sama
nilainya (misalnya) dengan daftar semua spesies yang terdapat dalam
komunitas, atau sebagai perkiraan jumlah ton biomas diatas tanah atau
LAI.
Umumnya, terdapat gradient kenaikan diversitas spesies (dan
kekayaan) dari kutub ke ekuator, dan dari elevasi tinggi ke elevasi rendah.
Gradient ini mengikuti gradient lingkungan kompleks terutama kenaikan
panas, diantara factor lain.
Ini telah di nyatakan bahwa diversitas menaik kalau sembarang
tekanan tertentu berkurang (Krebs 1972), tetapi ini sesungguhnya tidak
benar untuk semua gradient tekanan/stress. Suatu gradient tekanan bahkan
dapat menunjukkan trend sebaliknya, seperti diversitas lebih besar pada
padang rumput dan gurun (mendapat banyak tekanan) daripada si savanna,
hutan belukar, atau hutan (Hurlbert 1971).
Diversitas telah disetarakan dengan produktifitas dan stabilitas,
tetapi pada beberapa padang rumput setengah kering dan gurun yang
sangat beraneka ragam dengan diversitas tinggi adalah rendah dalam
produktifitas dan stabilitas, dan terdapat banyak perkecualian lain (Van
Dobben dan Lowe-McConne11 1975).
Diversitas telah di ambil sebagai refleksi banyak interaksi yang
mungkin mencirikan komunitas kompleks. Namun demikian, satu model
struktur komunitas yang dianggap tak ada interaksi spesies
memperlihatkan bahwa diversitas “dapat dipertahankan walaupun bukan
karena interaksi” (Caswell 1976).
Perawatan untuk mempertahankan diversitas tinggi nampaknya
memerlukan gangguan secara teratur/episodic, acak (stotastic). Komunitas
yang sangat stabil, meluas secara Regional, dan homogeny
memperlihatkan diversitas spesies lebih rendah daripada komunitas yang
terdiri atas bentuk mosaic atau secara setempat diganggu pada waktu yang
berbeda pada waktu lampau oleh hempasan angin, api, penyakit dan lalin
sebagainya. Setelah gangguan, kemudian diikuti kenaikan diversitas sesuai
dengan waktu sampai satu titik di mana dominasi oleh sedikit spesies yang
hidup lama dan berukuran besar oleh membalikkan arah (trend), dan
kemudian diversitas turun.
Ini adalah jujur untuk mengatakan bahwa arti penting diversitas
spesies adalah belum dimengerti secara tuntuas sampai pada waktu ini.
Keadaan ini mungkin karena adanya kekurangan kita tentang model yang
baik tentang komunitas seperti sebagaimana mestinya dalam arti teoritis
Whittaker (1975) telah menunjukkan bahwa sembarang dari
beberapa model teoritis kelimpahan spesies diversitas dapat didukung
dengan data dari komunitas sesungguhnya, dan ternyata belum ada satu
model tunggal yang sesuai dengan seluruh komunitas. Ini juga mungkin
bahwa sesungguhnya rumus yang sesuai untuk menyatakan diversitas
mesin belum dapat diwujudkan.
D. Daur Nutrien dan pola alokasi
Enam belas elemen telah dikenal sebagai persyaratan untuk
pertumbuhan normal dan perkembangan semua tumbuhan tinggi : karbon,
hydrogen, fosfor, oksigen, manganese, tembaga, potassium, nitrogen,
sulfur, magnesium, besi, boron, seng, tembaga, clorine, dan molybdenum.
Beberapa elemen lain diperlukan oleh grup tumbuhan tertentu,
tetapi tidak oleh kebanyakan tumbuhan. Sodium, misalnya, diperlukan
dalam jumlah kecil (trace) oleh tumbuhan yang dengan jalan-tapak C4
fotosintesis; silicon diperlukan oleh Equisentum sp. (Epstein 1972).
Beberapa –logam berat seperti timbale atau emas, dan sering
sodium—diakumulasikan oleh tumbuhan tertentu sampai pada satu titik di
mana daunnya menjadi beracun untuk ternak, tetapi elemen ini tidak
diperlukan untuk metabolism tumbuhan normal.
Komunitas berbedadalam pemakaian nutrient esensial tertentu
(yakni, beberapa banyak tiap elemen diperlukan untuk pertumbuhan
normal, atau paling tidak beberapa banyak yang diserap dari larutan tanah
dan ditranslokasikan ke daun dan titik tumbuh) . mereka juga berbeda
dalam laju/rate di mana nutrien dikembalikan ke tanah dalam bentuk
serasash/litter yang jatuh dan juga berbeda dalam etisiensi daun tumbuh-
tanah-tumbuhan.
Komunitas suksesional awal, misalnya, memerlukan sedikit
nitrogen tanah, mengakumulasikan sangat sedikit sembarang nutrient di
dalam jaringannya, dan mengembalikan nutrient cepat ke tanah, tetapi
erosi menghilangkan sebagian besar nutrient yang dikembalikan karena
penutup/cover rendah atau serasah musiman tak ada.
Komunitas klimaks memerlukan jumlah besar beberapa nutrient,
menyimpan jumlah besar nutrient dalam kayu, dan mengembalikanhanya
sebagian kecil ke tanah dalam serasah daun, tetapi menghalangi
kehilangan erosit dengan melindungi tanah dengan kanopi yang menutup
secara permanen. Jadi, komunitas klimaks terjadi sedikit kebocoran daur
nutrient dan lebih efisien menahan nutrient dalam daur tumbuhan – tanah
– tumbuhan.
Beberapa catatan tentang daur karbon akan menggambarkan
perbedaan komunitas besar. Jika tipe vegatasi dirangking menurut jumlah
standing (di atas tanah) biomass per hektar, mereka berkisar dari
komunitas gurun yang hanya 100 kg per ha sampai hutan hujan tropis
dengan 500,000 kg/ha. Umumnya, biomas yang lebih besar menunjukkan
leaf are yang lebih besar, yang berarti bahwa banyak energy radiant yang
dapat ditangkap tiap tahun dn laju pertumbuhan lebih cepat akan terjadi,
dengan produktifitas bersih lebih besar.
Produktifitas bersih berkisar dari 100kg/ha/tahun untuk komunitas
gurun sampai 40,000 kg/ha/tahun untuk mintakat pasang-surut (tidal),
mangronve, dan komunitas rawa/swamp.
Efisiensi, adalah fraksi energy radian yang dikonversi ke kilogram kalori
jaringan, berkisar dari 0.04% di gurun ke 1.5% dalam hujan tropis.
Efisiensi dan produktifitas bersih rendah pada komunitas gurun
tidak berarti bahwa spesies penyusun adalah tidak efisien atau hanya
mampu dengan laju fotosintesis sangat rendah. Produktifitas bersih adalah
sifat komunitas dan pada tingkat tertentu bersifat klimatik, karena itu
dipengaruhi oleh leaf area index (LAI), suhu selama musim pertumbuhan
distribusi curah-hujan, simpanan kelembaban tanah, dan panjang musim
pertumbuhan.
Jika produktifitas bersih atau efisiensi dinyatakan pada basis 12-
bulan, ini jelas bahwa hutan hujan tropis, dengan leaf area index 10 – 11
dan suhu panas dan cukup lembab sepanjang tahun, betul-betul harus
mempunyai produktifitas bersih dan efisiensi lebih besar daripada suatu
gurun, yang dengan leaf area index 1 atau lebih kecil dan musim
pertumbuhan (berdasar pada persediaan air) yang hanya beberapa bulan
saja. Namun, laju fotosintesis semak gurun individu dan semak hutan
mesic/air sedang adalah serupa (Barbour 1973b).
Alokasi produktifitas bersih ke organ yang berbeda juga berbeda
dari komunitas ke komunitas. Komunitas padang rumput menyalurkan
energinya ke biomas di bawah tanah, komunitas perdu tidak demikian atau
lebih sedikit, dan hutan bahkan juga tidak demikian.
Jika kita membandingkan distribusi karbon dalam hutan conifer
subalpine, hutan berdaun lebar temperate, dan hutan hujan tropis, ada
perbedaan nyata. Kebanyakan karbon dalam hutan subalpine adalah dalam
bentuk humus di atas atau pada permukaan tanah. Ini karena tanah masam
dan dingin tidak menguntungkan bagi pengurai/decomposer. Half-life
serasah adalah 10 tahun atau lebih (Whittaker 1975).
Kebanyakan karbon dalam hutan hujan tropis, sebaliknya, terkunci
dalam kayu dan tetap tinggal diam (inert). Ini berarti bahwa serasah daun
mempunyai fungsi besar dalam hutan hujan tropis, karena itu merupakan
satu-satunya bagian yang bergerak, sehingga dapat berdaur dari bank
nutrient.
Ini adalah satu alas an mengapa tanah tropis bekas tebangan
vegetasi hutan segera menjadi tidak subur. Karena serasah yang jatuh
tahunan menjadi terhenti, dan simpanan yang terbatas dalam tanah segera
menyusut oleh panenan tanaman atau terlindih (leach) dari tanah.
Laju pelapukan serasah sangat cepat dibawah kanopi hutan hujan;
half-life serasah adalah hanya merupakan pecahan/franction dari satu
tahun saja.

E. Perubahan menurut waktu


1) 1-500 tahun: suksesi.
Semua komunitas adalah dinamis, berubah keseluruhan
(entity). Perubahan, namun, adalah term relative, dan kerangka
waktu harus dinyatakan.
Komunitas tumbuhan yang memperlihatkan btak ada
perubahan direksional untuk beberapa abat dipandang menjadi
dalam keadaan seimbang dengan lingkungan, dan disebut
komunitas klimaks.
Komunitas lain dapat memperlihatkan perubahan yang
berarti dalam periode waktu tersebut. Beberapa spesies menyusut
dalam kelimpahan dan dapat hilang dari situs; speies penyerang
(invasive) dapat bnertambah dalam kelimpahan., dan tipe vegetasi
sendiri dapat berubah, misalnya, dari bentuk padang rumput ke
bentuk hutan, atau dari hutan pinus ke hutan kayu keras/hardwood.
Komunitas sementara/transien tersebut disebut komunitas
suksesional atau seral.
Ini menjadi mungkin untuk mengenal dan memberikan
seluruh urutan komunitas suksesional yang saling mengganti pada
satu situs, akhirnya berkulminasi dalam komunikasi klimaks.
Urutan komunitas tersebut disebut suksesi atau sere.
Stabilitas.
Komunitas berbeda dalam tanggapannya terhadap
gangguan atau tekanan/stress. Secara intuisi, orang dapat memakai
term seperti stabil dan ringkih (fragile) untuk memerikan
bagaimana mudahnya komunitas diganggu oleh stress. Lebih
teknis, namun, stabilitas adalah term lebih kompleks yang
mencakup beberapa kualitas berbeda jelas.
1) Suatu komponen stabilitas adalah resistensi, yaitu kemampuan
komunitas untuk tetap tak berubah selama periode stress.
Ketahanan Nampak menjadi karakteristik vegetasi yang
didominer oleh perennial berumur-panjang dengan diversitas
spesies agak tinggi dan banyak tapak-jalan interdependensi
(rantai atau penghubung) antara spesies penyusun.
Komunitas klimaks umumnya cocok dengan definisi tersebut.
Komunitas tersebut mempunyai kelambanan (inertia) regional.
Bukti dari rekaman fosil, misalnya, menunjukkan bahwa
perubahan vegetasi tertinggi 1000-3000 tahun di belakang
panas utama pada jaman Pleistocene-Holocene 13,000-16,000
tahun lalu (Cole 1985).
2) Daya-lenting/Resilience adalah komponen kedua stabilitas; ini
adalah kemampuan komunitas untuk kembali ke normal, atau
laju dimana proses tersebut terjadi, mengikuti periode stress
atau gangguan. Resiliennsi Nampak menjadi karakteristik
vegetasi yang didominer oleh spesies hidup-pendek, cepat
masak, diversitas rendah dan dengan sedikit interdependensi
yang menghubungkan mereka. Komunitas seral awal cocok
dengan definisi ini.
Komunitas klimaks memerlukan waktu lama untuk puliah dari
gangguan kerusakan--sehingga mereka mempunyai resiliensi
rendah--tetapi mereka mempunyai daya tahan terhadap stress
yang merusak.
3) Komponen ketiga adalah tingkat-perbedaan/variance, yakni
kempuan komunitas untuk memperlihatkan bentuk setempat
(patches) variable kelimpahan dalam beberapa spesies
komponen. Banyak komunitas klimaks Nampak homogeny
pada skala besar, tetapi pada yang sangat local mereka
menunjukkan variance cukup.
4) Komponen keempat adalah kegigihan/persistence, adalah
kemampuan untuk tetap relative tak berubah sepanjang waktu.
Beberapa komunitas yang gigih adalah tidak resisten atau tidak
resiliens tetapi memiliki daya eksitensi yang kontinu terhadap
suatu lingkungan terlindung atau lingkungan yang
berpenyangga (buffer).

2) Ribuan Tahun : Perubahan Iklim


Suksesi dianggap digerakan oleh interaksi biologis, seperti
kompetisi, yang terjadi dalam lingkungan-mikro yang dibentuk oleh
tumbuhan sendiri ini tidak digerakan oleh perubahan iklim-mikro. Iklim
dianggap bersifat konstan bila suatu suksesi diteliti atau
diperikan/describe.
Iklim, namun, telah tidak konstan sepanjang waktu dan itu selalu
mengalami fluktuasi yang nyata. Rekaman cuaca, seperti yang diambil
oleh biro cuaca Amerika Serikat, hanya terdapat untuk selama 100 tahun.
Namun, rekaman ini menunjukkan secara statistic adanya perubahan yang
nyata (walaupun kecil). Misalnya, surah hujan telah menurun dan suhu
meningkat di barat daya Amerika Serikat (Hasting dan Turner 1965).
Iklim sebelm abad 19 dapat simpulkan dari beberapa metode. Satu
metode, dapat diterapkan di barat-daya Amerika Serikat, adalah analisis
lingkaran pohon (dendrochronologi). Iklim 8200 tahun yang lalu telah
diperkirakan oleh pengamatan urutan luas lingkaran pertumbuhan dalam
kayu yang hidup dan batang mati Pinus longaeve=P. aristata.
Data menunjukkan bahwa daur panas, periode kering diikuti oleh
dingin, periode basah (LaMarche 1974; Ferguson 1968). Periode waktu
yang ditunjukkan dalam gambar 8-10 mulai dengan periode yang luar
biasa kering disebut periode xerothermic, yang mulai kira-kira 8000 tahun
lalu dan berakhir kira-kira 4000 tahun lalu. Periode ini dianggap yang
bertanggung jawab untuk batas distribusi sekarang dari tipe vegetasi dan
komunitas barat daya (Axelrod 1977).
Secara relatif perubahan kecil dalam suhu global telah membentuk
perubahan terbatas dalam iklim dan vegetasi. Kebanyakan analisis cermat
menganggap suhu permukaan rata-rata global berbeda antara era glacial
penuh dan pada waktu sekarang hanya 4-6oC (Bryson 1974). Perbedaan
suhu ini, namun, telah dikorelasikan dengan perubahan dalam adanya
awan, curah-hujan, panjang musim bebas-beku, dan factor lain yang
mempunyai dampak besar pada vegetasi.
Khuluk perubahan vegetasi semenjak jaman es dapat didokumenter
dalam berbagai cara lain. Pada barat daya Amerika Serikat yang kering,
sisa-sisa tanaman kering tang tertangkap dalam liang bawah tanah oleh
tikus hutan (Neotoma) dalam beberapa keadaan tetap utuh dan dapat
diidentifikasi untuk ribuan tahun. Karena aktifitas mencari makan tikus
terbatas pada radius agak terbatas di sekitar sarang, komposisi material
tumbuhan memberi beberapa indikasi vegetasi yang dekat pada sarang
yang dibentuk. Material tumbuhan dapat diadakan carbon dating.
Metode dokumentasi yang lebih luas dipakai dengan menggunakan
butir pollen, yang berkumpul pada dasar danau atau kolam yang terisi
secara lambat. Karena pollin tersebar dan dibawa angin, beberapa jatuh
kepada permukaan danau, tenggelam ke dasar, dan menjadi bersama
dengan lumpur dan zat organik dalam sedimen. Pollen banyak spesies
tetap bertahan terhadap kehancuran dalam kondisi anaerobic, sedimen
dingin dan tetap tinggal utuh untuk ribuan atau jutaan tahun. Familia,
genus, atau spesies pollen dapat ditentukan di bawah mikroskop. Core
(tanah hasil boring) sedimen kemudian, mengungkapkan urutan kronologis
vagetasi sekitarnya; makin dalam pollen terdapat dalam sedimen, makin
tua umur pollen.
Dalam batas tertentu, ekologiwan menduga bahwa kelimpahan
pollen bahwa core berkaitan dengan kelimpahan spesies dalam vegetasi
sekitar. Asumsi ini, tentu saja, hanya terpakai pada tumbuhan yang
mempunyai penyerbukan angin seperti Cyperaceae dan Gramineae,
kebanyakan pohon, banyak perdu, dan beberapa golongan forb (tumbuhan
herba selain graminaea). Asumsi tersebut di dukung oleh pengukuran
“hujan” pollen modern. Griffin (1975), misalnya, menemukan bahwa
hujan polen modern di komunitas tumbuhan Minnesota berkorelasi sangan
bagus dengan tipe komunitas yang terdekat. Pollen tidak di bawa dalam
jumlah yang berarti lebih dari pada 50 km dalam wilayah hutan
(Livingstone 1968). Jika memandang sebuah kolam dikelilingi oleh
vegetasi dalam radius 50 km, kemudian kolam dapat menerima pollen dari
total area 7850 km2. Kebanyakan vegetassi tidak uniform pada seluruh
area tersebut, tetapi kiranya profil pollen akan memberikan gambaran
umum bagus tentang vegetasi regional.
3) Jutaan tahun: perubahan Evolusionar.
Mikrofosil, adalah fosil sangat kecil, seperti butir pollen,
dapat dipakai untuk mendokumentasikan perubahan vegetasi
selama perjalanan ribuan tahun. Makrofosil, seperti cap/impression
daun, lebih berguna untuk mendokumentasikan perubahan selama
jutaan tahun. Seperti dengan pollen, ini diperkirakan bahwa
kelimpahan fosil merupakan kelimpahan spesies pada vegetasi
yang lalu. Kewaspadaan harus dipegang dalam interpretasi situs
geologi untuk menentukan apakah material tumbuhan didepositkan
berasal di tempat atau dibawa oleh air dari tempat jarak jauh
kemudian didepositkan.
Dengan mengamati bentuk umum daun dan pola
pertulangan daun, paleoekologiwan telah mampu untuk identifikasi
spesies fosil dan mengkaitkannya dengan spesies yang masih hidup
terdekat. Spesies fosil biasa punah, tetapi dalam banyak kasus
mereka begitu dekat dengan spesies hidup sehingga dapat ditulis,
misalnya, sebagai Pseudotsuga (menziesii), yang berarti fosil
sangat dekat berkaitan dengan spesies modern douglas fir, p.
menziesii. Ini nampaknya bahwa spesies fosil secara fisiologis
berbeda dengan taksa modern, banyak seperti ekotipe modern
spesies berbeda satu sama lain (Axelrod 1977). namun, asumsi
menyatakan bahwa bentuk sekarang adalah kunci bentuk lalu, dan
bentuk relative modern tumbuhan fosil hidup dalam iklim serupa
dengan iklim yang ada pada waktu sekarang di mana tempat
material fosil didepositkan. Dalam cara ini, iklim masa lalu
maupun vegetasi masa lalu dapat direkonstruksikan.
Salah satu rekaman lengkap fosil tumbuhan untuk Amerika
Serikat barat selama era Cenozoic (65 juta tahun yang lalu) adalah
di Basin Jhon Day timur Oregon (Chaney 1948). Rekaman
menunjukkan arah dingin dan kering. Kira-kira 60 juta tahun lalu
komunitas umumnya terdapat jenis-jenis cinnamon, paim, fiq,
cycad, avocado, dan pakuan tropis, yang sekarang terdapat di hutan
dingin Amerika Tengah dengan curah hujan tahunan 1500+ mm dan
tidak ada frost. Daun tumbuhan ini besar, dengan tepi rata. Kira-
kira 40 juta tahun yang lalu ada perubahan ke bentuk campuran
hutan conifer-hardwood dengan birch, alder, bak, dawn redwood,
elm, sycamore, beech, maple, chesnut, sweet gum, dan lainnya.
Daun tumbuhan ini lebih kecil, dengan tepi bergigi atau convolute,
menunjukan iklim lebih kering, dan beberapa pohon merangas.
Campuran yang tepat sama tidak Nampak muncul di
manapun sekarang, tetapi yang mendekati ada di sepanjang pantai
basah dingin Kalifornia dan Plateau Cumberland Tennessee. Curah
hujan tahuan masih tinggi, kira-kira 1250 mm, tetapi iklim telah
menjadi lebih dingin.
Kira-kira 25 juta tahun lalu terdapat pergeseran kuat kea rah
pohon merangas-winter, seperti oak, hickory, dan maple. Ini
menunjukkan iklim seperti Indiana modern sekarang, dengan 1000
mm curah hujan tahunan dan suhu freezing yang lebih lama dalam
winter. Sekarang, Basin John Day didominer oleh sangebrush.
Pohon tak ada kecuali sepanjang jalan ai, dan presipatasi kira-kira
250 mm per tahun, termasuk beberapa salju dalam periode winter
dingin.
Kelompok fosil untuk tempat lain di Amerika Utara telah
memungkinkan paleoekologiwan membat rekonstruksi iklim masa
lalu dan zona vegetasi atas dasar continental. Umumnya, zona
vegetasi telah menggeser ke selatan dan mengecil/padat selama 40
juta tahun lalu; yang berarti, gradient lingkungan dan vegetasi dari
kutub ke ekuator telah menjadi lebih curam.
Karena rekaman fosil mengungkapkan bahwa komunitas
serupa dengan yang ada sekarang mempunyai sejarah jauh kembali
jutaan tahun yang lalu, adalah sangat beralasan untuk menanyakan
apakah komunitas juga berevolusi. Pertanyaan inni belum
terselesaikan whittaker dan Woodwell (1972) telah menyarankan
bahwa evolusi betul terjadi pada level komunitas dansia
mengembangkan argument sebagai berikut :
a) Semua spesies berevolusi pada level komunitas dan tidak
dalam isolasi jadi,
b) Evolusi suatu komunitas terjadi sebagai suatu proses
koevolusi spesies associate, membuat seluruh komunitas
suatu kumpulan interaktif ; karenanya,
c) Komunitas harus berubah dalam struktur dan fungsi dari
komunitas purba, lebih sederhana ke komunitas modern,
kompleks karena spesies komponen menjadi lebih
independen ; dan akhirnya,
d) Komunitas mempunyai karakteristik yang muncul
(emergent) sesuai dengan organism tersebut, seperti
pertumbuhann dan maturitas, diferensiasi struktural, aliran
energi, pergeseran jumlah (turnover) material,
homeostatis (tendensi untuk tetap stabil atau mencapai lagi
stabilitas), optimisasi adaptif, dan organisasi.

Pandangan ini didukung oleh data pada konvegens


komunitas yang jauh terpisah yang berbagi lingkungan serupa,
seperti vegetasi chaparral di Kalifornia, Chili, Australia Selatan.
Afrika Selatan, dan wilayah Mediteranean. Iklim lima wilayah
adalah serupa, demikian juga fisiognomi vegetasi. “serupa”, sudah
barang tentu, adalah term yang sangat subyektif. Suatu kajian luas
IBP chaparral Chili dan Kalifornia timur sungguh
menggambarkan paralelisme yang jelas, seperti yang disebut lebih
awal dalam bab ini. Tetapi kajian komparatif semua lima area
chaparral mengungkapkan perbedaan yang jelas dalam fisiognomi,
growth form, biomas, fenologi, kekayaan spesies, tanggapan
terhadap api. Perbedaan lingkungan dalam iklim, sejarah
penggunaan lahan, insiden api, dan level nutrient tanah juga telah
ditentukan, dan beberapa perbedaan chaparral nokonvergen dapat
dikaitkan dengan factor-faktor tersebut.
Contoh konvergensi dalam morfologi dan/atau perilaku
spesies yang tak terkait dan jauh terpisah, seperti kaktus di
Amerika Serikat barat daya dan Nampak serupa dengan Euphorbia
di Afrika, telah di pakai contoh kerja seleksi alam. Dapatkah kita
menerima konvegensi komunitas dengan cara yang sama ? kita
tergoda untuk menjawab “ya”, tetapi Ricklefs (1973) dan lainnya
menjawab ”no”. alasannya bahwa komunitas adalah unit terpadu
dan merupakan suatu produk evolusi, mereka harus merupakan
sistem tertutup seperti organisme, dengan batas yang tajam.
Namun, sesungguhnya, seperti yang terlihat lebih dulu
dalam bab ini, grup spesies tidak parallel satu sama lain dalam
kurve distribusinya, dan bila komunitas dikenal mereka secara
relative merupakan unit arbitrar, berbagai ekoton luas dengan
komunitas yang berdekatan. Walaupun sepasang spesies mungkin
coevolved an menjadi interdepeden (pollinator dan tumbuhan
tertentu, tumbuhan prasitik dan inangnya, persatuan mycorrhiza),
tak ada buki kuat bahwa keseluruhan komunitas adalah terpadu,
unit interdepeden. Namun, ada beberapa usaha akhir untuk
mengembangkan basis teoritis atau model evolusi komunitas luas
(Wilson 1980, Aarssen dan Turkington 1983, Salthe 1985). Kita
dapat yakin bahwa topic ini belum dapat deselesaikan. Ini adalah
ironis bahwa model waktu kini/resent membawa kita kembali
penuh ke lingkaran ide Ciements tentang komunitas tumbuhan
yang seperti superorganisme.

Ringkasan
Konsep komunitas adalah merupakan arti penting umum pada
sinekologi, tepat seperti konsep ekotipe adalah sebagai titik sentral pada
autekologi dan konsep spesies adalah titik pusat pada teksonomi.
Sifat alami komunitas secara persis adalah mendua (ambiguous),
karena sifat biasa ekologiwan individu dan metode sampling. Namun, ini
tidak membuat konsep tidak berguna, dan kita tetap harus menghargai
subyektifitas mereka.
Untuk tujuan klasifikasi, tegakan dapat dikelompokan ke dalam
esosiasi yang mempunyai komposisi floristic pasti, fisiognomi tertentu
dan kisaran habitat.
Pandangan esosiasi tegas/discret menduga bahwa mereka adalah
system tertutup, dimana spesies interdependen berasosiasi bersama di
manapun batas kisarannya dan kesempatan datangnya propagule/bibit
bersifat tumpang tindih; akibatnya, esosiasi adalah merupakan unit paling
arbitrary pada sepanjang continuum.
Apakah asosiasi ada atu tidak dalam arti abstrak, namun,
tegakan/stand nyata (komunitas) betul ada, dan ini berguna untuk
memandang sifat-sifat (atribute) yang diperlihatkan oleh komunitas di luar
sifat spesies penyusun. Sifat yang muncul/emergent ini meliputi
fisiognomi, artipenting/importance spesies, pola ruang dan niche,
kekayaan spesies, laju daur nutrien, pola alokasi nutrien ke bagian di atas
dan di bawah permukaan tanah, dan perubahan komunitas menurut waktu.
Arti penting diversitas spesies terhadap stabilitas komunitas,
produktifitas, interdependensi, dan stress lingkungan masih belum jelas.
Ini mungkin disebabkan karena (a) kita belum mengembangkan metode
yang cukup beralasan/reasonable untuk mengukur diversitas, atau (b)
terdapat lebih daripada satu model dinamika komunitas dan bertanggap
terhadap stress.
Indeks Simpson dapat menyajikan indeks umum diversitas, jika
tidak ada alas an fakta bahwa itu secara relative tidak sensitif terhadap
kesalahan sampling.
Komunitas berbeda dalam tuntutannya untuk elemen nutrien
esensial, berbeda dalam efisiensi dengan mana energy radian
dikonversikan ke dalam produktifitas bersih, berbeda dalam fraksi pool
nutrien yang disimpan, berbeda dalam laju dimana nutrien dikembalikan
ke tanah dalam serasah yang jatuh, dan berbed dalam efisiensi daur
tumbuh- tanah- tumbuhan.
Suksesi adalah perubahan komunitas dalam periode sampai 500
tahun, dengan iklim dan genome tumbuhan dianggap konstan. Namun,
sesungguhnya, iklim tidak pernah konstan. Telah terjadi perubahan dalam
suhu, curah hujan, panjang musim pertumbuhan, dan lamanya sinar-
matahari yang menyertai as/glacial tertarik kembali dalam zona temperate
selama 10000 tahun yang lalu. Hasilnya, perubahan vegetasi dpaat di
tunjukkan oleh profil pollen dalam sedimen danau.
Vegetasi berubah selama jutaan tahun didokumentasikan dalam
deposit fosil-makro. Perubahan jangka panjang ini, termasuk perubahan
genetis dalam flora.
Ada beberapa argument dan bukti secara tak langsung untuk
memperkirakan bahwa komunitas tumbuh berevolusi, ditentukan oleh
seleksi alam kea rah penyelasaian optima persoalan lingkungan. Namun,
pandangan konservatif menganggap bahwa level paling kompleks di mana
seleksi alam telah diperlihatkan beroperasi adalah dengan pasangan
spesies, seperti parasit dan inang.

Anda mungkin juga menyukai