Catatan Kuliah :
Ekologi Tumbuhan :
(konsep dasar)
Seri A
Oleh :
Sunarto Hardjosuwarno
Fakultas Biologi
UGM
1990
Catatan Kuliah: Ekologi Tumbuhan.
Acuan Barbour et al (1987). Terrestrial Plant Ecology.
Oleh : Sunarto Hardjosuwarno
BAB I. PENDAHULUAN
Tipe vegatasi
Jika suatu wilayah berukuran besar/luas, vegetasinya terdiri atas
beberapa bagian vegetasi atau komunitas tumbuhan yang menonjol.
Sehingga terdapat berbagai tipe vegetasi.
Tiap tipe vegetasi dicirikan oleh bentuk pertumbuhan (growth form
atau life form) tumbuhan dominan (terbesar, paling melimpah, dan
tumbuhan karakteristik).
Contoh bentuk pertumbuhan (growth form): termasuk herba
tahunan (annual), pohon selalu hijau berdaun lebar, semak yang merangas
pada waktu kering, tumbuhan dengan umbi atau rhizome, tumbuhan selalu
hijau berdaun jarum, rumput menahun (perennial), dan semak kerdil.
Bentuk pertumbuuhan (growth form)
Bentuk pertumbuhan dapat termasuk suatu atau semua dari hal
berikut, tergantung pada konteksnya:
a) Ukuran, lama hidup (life-span), dan kerasnya kayu takson. Misalnya,
herba, annual, perennial, herba perennial, perennial berkayu, pohon,
atau pohon merambat:
b) Derajad kebebasan suatu takson. Misalnya, tumbuhan hijau yang
berakar kedalam tanah, parasitis, saprofitis, atau epifitis;
c) Morfologi takson. Misalnya, batang “succulent” (jaringan lunak dan
tebal), daun “ succulent”, bentuk roset, berduri, atau berambut
(pubescent);
d) Sifat daun takson. Misalnya, besar, kecil, kaku (sclerophyllous), selalu
hijau, merngas pada wkatu winter, merangas waktu kering, daun
jarum, atau daun lebar;
e) Lokasi kuncup kala buruk (perennating), seperti yang ditetapkan oleh
Raunkiaer (1934) (fanerofit, kamaefit, hemikriptofit, kriotofit juga
disebut geofit; dan berbunga).
Fisiognomi vegetasi
Vegetasi juga dicirikan oleh bentuk arsitek lapisan kanopi/tajuk
daun. Tipe hutan yang berbeda mempunyai satu sampai empat lapisan
kanopi. Arsitektur dan life form (bentuk kehidupan) keduanya
memberikan andil/kontribusi kepada fisiognomi (kenampakan luar)
vegetasi, dan tiap tipe vegetasi mempunyai karakteristik fisiognomi
tersendiri.
Formasi
Tipe vegetasi yang meluas meliputi suatu wilayah besar disebut
formasi. Misalnya, hutan hujan tropis adalah suatu farmasi yang didominer
oleh pohon selalu hijau berdaun lebar dan merupakan karakteristik ribuan
kilometer persegi pada wilayah tropis lembab pada beberapa kontinem.
Asosiasi
Formasi dapat dibagi ke dalam asosiasi. Suatu asosiasi adalah
kumpulan semua populasi tumbuhan yang hidup bersama dalam suatu
habitat tertentu.
Menurut definisi formal dalam konggres botani intenasional pada
awal abad ini, suatu asosiasi harus mempunyai sifat-sifat.
(a) Harus mempunyai komposisi floristic relatif tetap,
(b) Harus memperlihatkan fisognomi relatif seragam, dan
(c) Harus terdapat pada tipe habitat relatif konsisten.
Spesies sama cenderung untuk muncul bersama manakala suatu
habitat tertentu terulang kembali. Asosiasi biasa diberi nama oleh taksa
dominan atau yang paling karakteristik.
Tipikal, beberapa sampai banyak asosiasi dapat merupakan milik
formasi sama, semua berbagi suatu fisiognomi serupa, tetapi masing –
masing berbeda secara kualitatif atau kuantitatif dalam komposisi spesies.
Suatu fenomena ekologis yang menarik adalah kesamaan tipe
vegetasi dalam lingkungan makro serupa yang tersebar di sekliling dunia.
Ini dianggap suatu fisiognomi khusus yang telah diseleksi untuk habitat
serupa tetapi masing-masing terisoler. Jelas keadaan tersebut adalah suatu
bentuk evoluasi konvergen di antara tipe vegetasi.
Populasi
Populasi adalah kelompok individu spesies yang sama dan
menempati suatu habitat yang cukup kecil, sehingga memungkinkan
terjadinya “interbreeding” di antara semua anggota grub tersebut.
Beberapa populasi tidak berinterbreeding, tetapi mereka
mengadakan penyerbukan sendiri (self-pollinated) atau dalam habitat
cukup kecil sehingga memungkinkan potensi untuk pertukaran gene.
1.3. Spesialisasi Dalam Ekologi Tumbuhan
3.1. Sinokologi (Ekologi kominitas)
Satu bagian besar ekologi tumbuhan yang mengikuti perkembangan
secara langsung dari geografi tumbuhan, adalah sinekologi.
Sinekologi mempunyai banyak sinonim, termasuk : ekologi
komunitas, fitososiologi, geobotani, ilmu vegetasi, dan ekologi vegetasi.
Fase – Fase Sinekologi
1) Satu fase sinekologi adalah sosiologi tumbuhan, yaitu deskripsi dan
pemetaan tipe vegetasi dan komunitas, (komunitas adalah term umum
yang dapat diterapkan terhadap sembarang satuan/unti vegetasi, dari
bentuk regional sampai ke sangat lokal).
Dalam 50 tahun yang lalu telah ada proliferasi metode baku
untuk sampling vegetasi dan perlakuan, dan analisis data sampling.
Dengan metode baku tersebut, kesimpulan sahih (valid) dapat ditarik
dan vegetasi dari semua pelosok dunia dapat dibandingkan pada basis
yang setara.
Dekripsi tipe vegetasi masa lamapu dan asosiasinya, seperti
mereka hadir melalui waktu geologi, adalah bagian bidang ilmu yang
disebut paleoekologi.
2) Fase kedua sinekolgi adalah pengamatan dinamika komunitas, yang
mencakup proses seperti transfer nutrient dan energy antar anggota,
hubungan atagonistis atau simbiotis antara anggota, dan proses dan
sebab suksesi (perubahan komunitas menurut waktu).
Kajian dinamika komunitas dapat diabstraksikan ke level
matematik, di mana rumus kompleks dan program computer dapat
meringkaskan, masimulasikan, atau model sistem dinamika khusus
dapat diamati. Tipe riset ini kemudian disebut ekologi sistem.
3) Fase ketiga sinekolgi mencoba untuk mendeduksi tema evolusioner
yang menentukan khuluk komunitas secara fundamental.
Apakah yang menentukan jumlah spesies yang dapat koeksis
dalam suatu habitat? Bagaimana tumbuhan dan hewan terlibat bersama
(coevolved) dalam formasi komunitas kompleks, gradual, yang hadir
pada wkatu sekarang? Fase ini disebut ekologi evolusioner, dan ini
tumpang tindih dengan autekologi dan ekologi populasi.
Tabel 1. Bagian skema klasifikasi formasi yang disetujui oleh UNESCO (1973)
Formasi Deskripsi
Klas formasi hutan tertutup Dominant tinggi 5+ m, tajuk saling
interlocking
Hutan musiman selalu hijau tropis dan Sejumlah merangas kering terletak
subtropis diantara di atas dan di bawah
Hutan scierophyll berdaun lebar selalu Didominer oleh pohon selalu hijau
hijau hujan winter sclrophyll dengan sedikit understory
tetapi dengan beberapa –beberapa liana.
Hutan berdaun jarum selalu hijau tropis Didominer oleh pohon selalu hijau
dan subtropis berdaun jarum atau sisik; epifit –epifit
vascular dan liana tidak ada
Hutan berdaun jarum selalu hijau Seperti di atas tetapi ke arah utara
temperate dan subpolar
Hutan merngas kering tropis dan Daun gugur selama musim kering
subtropics (biasanya winter)
Hutan merangas dingin dengan pohon Daun gugur selama musim beku; pohon
selalu hijau merangas dominan tetapi pohon selalu
hijau hadir seperti pada hutn hemlock-
hardwood
Hutan merangas dingin tanpa pohon Pohon merangas mutlak dominan, epifit
selalu hijau vascular absen
Interaksi
Bagian lingkungan organisme tersusun oleh tumbuhan dan hewan yang
berdekatan, dan tumbuhan tersebut dapat merupakan anggota spesies sama,
atau bukan anggota spesies sama. Oleh karenanya, interaksi sepasang
organisme dapat terjadi di setiap bagian kontinuum vegetasi.
Mereka mungkin secara kebetulan dalam bentuk obligat, atau dalam
bentuk mutualis yang menguntungkan dan mutualis yang merugikan.
Interaksi dapat dihubungkan oleh faktor kemis, atau faktor fisik, dan
akhirnya akan mempengaruhi dan menentukan distribusi ruang (spatisi)
individu.
Pola distribusi suatu spesies yang hanya terbatas pada suatu tempat
dapat merupakan perlambang (“clue”) pertama bagi ekolgiwan tentang adanya
suatu bentuk interaksi.
3.2. Biosistematiwan
Biosistematiwan, tertarik dalam penentuan unit biotic alami; yaitu,
populasi tumbuhan yang mempertahankan perbedaannya karena adanya
barier biologis yang secara genetis memisahkan mereka dari populasi lain.
Barier isolasi ini dapat disebabkan karena perilaku breeding, isolasi
habitat dan geografis, atau tak mampu untuk membentuk hybrid fertile
dengan grup sejenis yang erat.
Konflik timbul antara biosistematiwan dan taksonomiwann tradisional
karena unit biotic alami tidak selalu sesuai dengan grup yang sangat tegas.
Sebagai missal, dua populasi spesies tradisional yang sama dapat
dibuktikan, dengan penyilangan di rumah kaca, akan menghasilkan buah
tanpa biji atau keturunan infertile; sehingga menurut ahli biosistematik,
mereka bukan du spesies sama, tetapi merupakan dua spesies biosistematik
berbeda.
Kaum taksonomi tradisional berdalih bahwa sifat yang tak terlihat
sedemikian sebagai kemampuan persilangan, secara teoritis tidak penting dan
tidak mempunyai nilai praktis. Juga, silangan rumah kaca dapat merupakan
tiruan penyilangan yang tidak valid di alam.
Satu kesulitan lebih lanjut pada pendekatan biosistematik adalah bahwa
kemampuan persilangan adalah sangat jarang atau tak ada, sehingga
keputusan subyektif masih tetap ada. Misalnya jika populasi A dan B adalah
78% “interfertile”, apakah A dan B dalam spesies sama?
3.3. Kesimpulan tentang persoalan spesies
(1) Pertama, proses penentuan dan pembatasan spesies berbeda dari
taksonomiwan ke taksonomiwan lain, tetapi ada satu faset di mana
semua pendekatan yang berbeda sama-sama berbagai pada tingkat
tertentu. Sehingga hasilnya bersifat arbitrary / sekehendak hati. Jadi,
spesies yang ditentukan dengan berbagai pendekatan tersebut sebagian
bersifat alami, dan sebagian bersifat artifact.
(2) Kedua, karakteristik habital belum atau jarang dianggap penting
sebagai kriteria taksonomis. Akibatnya, beberapa spesies yang
mempunyai kisaran luas, dan ini diragukan bahwa mereka secara
genetis merupakan satuan homogeny.
Dapatkah secara umum, walaupun agak arbitrary, spesies taksonomis
diberi batasan kembali atau dibagi lagi untuk membuat mereka sebagai
alat ekologi yang lebih baik? Jawabnya adalah ya menurut teori, dan
sering dapat dijawab tidak dalam praktek.
11.5. Ekotipe
Spesies taksonomis sesungguhnya tidak homogen : Tumbuhan yang
termasuk dalam anggotanya bervariasi dalam tinggi, ukuran daun, waktu
berbunga, atau sifat lain, karena adanya perubahan dalam intensitas cahaya,
garis lintang/ltitude, elevasi, atau karakteristik situs lain.
11.7. Genoecoclinodeme
Semenjak karya Turesson dan Clausen, Keck, dan Hiesey, ekotipe dan
ekoklin telah banyak diterapkan dalam banyak spesies, tetapi ketegaran
definisi ekotipe telah hilang.
a) Term Gilmour tentang Ekotipe
Gilmour memikirkan keseluruhan system nomenklatur yang
menghilangkan perlunya memakai term ekotipe dan yang member
presisi hasil riset autekologi dan biosistematik.
Semua term adalah merupakan awalan terhadap akhiran netral,
demo, yang tidak pernah berdiri sendiri tetapi dapat ditentukan sebagai
grup individu yang dekat.
Misalnya :
Tooodeme adalah grup individu kc-eksis dalam local tertentu;
Gamodeme adalah grup individu yang ber-inte-breeding tertentu;
(setara terhadap term populasi;)
Ecodeme adalah grup dalam suatu habitat spesifik dan unik;
Genodeme adalah suatu grup yang secara genetis yang berbeda satu
sama lain;
Phenodeme adalah grup yang perbedaannya belum diketahui berupa
genetik;
Plastodeme adalah gurup yang perbedaannya diketahui bukan genetik.
Genoecodeme adalah grup yang perbedaannya adalah secara genetis
tetap dan yang hadir dalam habitat unik, dn yang merupakan bagian
suatu cline gradasi kontinu.
11.9. Aklimasi
Aklimasi (juga disebut aklimatisasi) adalah perubahan plastis,
temporer dalam organisme disebabkan oleh suatu lingkungan di mana
lingkungan tersebut sudah ada pada masa lampau.
Matthaei (1905) mungkin adalah orang pertama mendokumentasikan
fenomena tersebut dalam tumbuhan, dan pengaruh susu pada masa lalu pada
laju fotosintesis dan respirasi.
Billings ed al. (1971) mengadakan percobaan yang menyajikan
contoh bagus aklimasi, dan sekali lagi sorrel aipin membuktikan sebagai
kajian bagus. Biji soreel alpin (Dxyria dignya) dikumpulkan dari kisaran
habitat, dikecambahkan dan ditumbuhkan dalam rumah kaca yang seragam
selama 4 bulan, kemudian dibagi kedalam tiga lingkungan ruang
pertumbuhan:bangat (32/21oc siang/malam), medium (21/10oc) dan dingin
(12/4oc).
Setelah 5 sampai 6 bulan dalam ruang, ulangan tiap koleksi diukur
untuk fotosintesis bersih pada kisaran suhu, dari 10 sampai 430c, dan suhu
optimum untuk fotosintesis dicatat.
Hasil menunjukkan bahwa wakil ekotipe arktik dan alpin yang
memiliki kapasitas aklimasi berbeda. Suhu optimum untuk tumbuhan alpin
bergeser sebanyak 110c, tergantung pada suhu yang diterima pada waktu
pertumbuhan sebelum pengukuran fotosintesis, tetapi suhu optimum untuk
tumbuh arktis hanya bergeser 10c.
Pengaruh “preconditioning” serupa, atau aklimasi, telah
diperlihatkan bagi tumbuhan dalam sejumlah perbedaan pohon pinus dan
semak gurun.
Hubungan antara tumbuhan dan lingkungan kemudian dapat ditulis :
fenotipe = genotype + lingkungan dominan + lingkungan lampau
Seberapa jauh lingkungan lampau dapat mempengaruhi fenotipe?
Pengaruh lingkungan lampau tak dapat diukur pada masa lalu, karena hal ini
harus kembali pada generasi tertua mereka.
Biji groundsel (senesio vulgaris) ditumbuhkan pada beberapa suhu.
Semai segera dipindah ke lingkungan umum dan dibiarkan tumbuh selama
80 hari, kemudian tunas yang tumbuh ditimbang. Hasil percobaan adalah
sukar untuk dijelaskan kecuali sebagai hasil perbedaan suhu pada waktu
kecambah, 80 hari sebelumnya.
Tumbuhan annual Lactuca scariola, mendapat perlakuan dengan
dikenal panjang hari yang berbeda atau aplikasi pengatur tumbuh,
menghasilkan anakan yang berbeda dalam berkekembh, pertumbuhan
semai, dan waktu berbunga (Gutterman et al. 1975).
Tabel. Pengaruh suhu perkecambahan pada pertumbuhan yang berturutan
pada groundsel (Senecio vulgaris).
Suhu perkecambahan (oc) Kondisi pertumbuhan Berat tumbuhan
80 hari (mg)
10 Semuanya tumbuh 147
14 Bersama pada 170c 775
23 Foto-period 16 hari 1078
30 390
Beberapa Pengertian
Tumbuhan tersebar di alam biasanya tidak mempunyai jarak sama. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan dalam: kondisi lingkungan, sumberdaya,
tetangga, dan gangguan, yang kesemuanya hanya merupakan sejumlah kecil
faktor yang mempengaruhi pola dinamika dan populasi tumbuhan.
Perbedaan perangkat kondisi lingkungan tidak hanya memodifikasi
distribusi dan kelimpahan individu, tetapi nampaknya juga merubah laju
pertumbuhan, produksi biji, pola percabangan, area daun, area akar, dan
ukuran individu.
Distirbusi, survival, dan pola pertumbuhan serta reproduksi
mencerminkan adaptasi tumbuhan terdapat regim lingkungan tertentu, dan
dengan demikian keadaan tersebut adalah suatu bagian penting dalam ekologi
tumbuhan.
2.8. Ekunditas
Fekunditas juga disebut umur spesifik ljau kelahiran individu atau
natalitas diukur dengan menghitung jumlah total biji yang dihasilkan oleh
kohort selama tiap interval umur dan dibagi dengan jumlah individu yang
hidup dalam kohort.
Fekunditas, dengan demikian adalah jumlah biji rata – rata yang
dihasilkan oleh individu dalam populasi pada waktu atau interval umur.
Jika tumbuhan berumah dua (bunga jantan dan betina pada tumbuhan
terpisah), hanya tumbuhan betina saja yang diperhatikan dalam tabel hidup.
Kalikan survivorship (1) dengan fekunditas (br) dan jumlahkan lama
hidup kohort memberi estimasi laju reproduktif bersih kohort (R).
Dengan symbol :
R = Sigma L b (persamaan 4-6)
Dalam rata – rata, tiap tumbuhan yang mati diganti oleh bijii baru
dalam bank biji bila Rp = 1 yakni, populasi tidak berubah dalam ukuran. Bila
Rp <1.0, lebih sedikit biji diganti dalam bank biji daripada yang diperlukan
untuk mengganti populasi.
Sukses suatu kolonisasi populasi atau survival suatu populasi yang
terbentuk bergantung pada kemampuan individu yang ada untuk memberi
anakan kepada generasi mendatang.
Nilai reproduktif (V) adalah ukuran kotribusi relative rata – rata umur
individu x yang akan membuat bank biji sebelum dia mati.
Nilai reproduksif adalah jumlah rata – rata biji yang dihasilkan oleh
umur individu x (b) dan total sejumlah biji yang dihasilakn oleh individu
lebih tua daripada x (b) kali probabilitas di mana individu umur x akan
hhidup pada tiap katagori umur lebih tua (1-2/1).
Vn=Bn+sigma (1x+2/1)b x+1 (persamaan 4-7)
Nilai reproduksi umumnya rendah dalam stadia awal pertumbuhan
karena probabilitas kematian relatif tinggi sebelum reproduksi. Namun, bila
tumbuhan survive untuk reproduksi, ini mempertahankan nilai reproduktif
tinggi sampai mencapai ketuaan/senilitas.
Ringkasan
1. Pengukuran dan pemerisan struktur populasi tumbuhan dan dinamika
adalah titik pusat kajian populasi dan demografi. Faktor yang
mempengaruhi dinamika populasi dan distribusi tumbuhan termasuk
kodnisi lingkungan, ketersediaan sumberdaya, pesaing, dan gangguan.
Kondisi tersebut dinyatakan dalam populasi tumbuhan dengan
perubahan dalam keluaran (output) reproduktif, pertumbuhan, pola
percabangan, dan bbiomas.
Ekologiwan populasi tumbuhan berusaha keras untuk mengerti dan
meramalkan tanggapan populasi tumbuhan terhadap kondisi internal dan
eksternal.
2. Denistas tumbuhan, yang dinyatakan sebagai jumlah individu per unit
area, adalah kuantitas penting yang dipakai untuk memerikan populasi.
Bila densitas digabungkan dengan ukuran distribusi ruang (spatial), kita
dapat lebih mendedeksi tentangpreferensi habitat, dinamika kompetitif,
dan distribusi habitat-mikro daripada hanya dengan densitas sendiri.
Pengelompokan (clumping) adalah pola distribusi paling umum
pada tumbuhan, ini disebabkan karena biji dan anakan vegetative
cenderung untuk memusat dekat induk, dank arena tumbuhan cenderung
untuk menggerombol (cluster) dalam area dengan lingkungan mikro yang
cocok.
3. Demografi tumbuhan adalah kajian perubahan dalam populasi tumbuhan
melalui waktu. Populasi tumbuhan meningkat atau menurun tidak hanya
oleh kelahiran dan kematian individu, tetapi juga oleh pertumbuhan tak
terbatas yang meliiputi kisaran luas ukuran potensial
Pengetahuan lengkap dinamika populasi tumbuhan, oleh
karenanya, memerlukan informasi tentang jumlah individu secara genentik
(genet), jumlah individu yang direproduksi secara vegetative (ramet), dan
jumlah module pertumbuhan yang hadir pada individu.
Module pertumbuhan mungkin daun individu, kuncup terminal
dengan meristem laterannya, atau cabang individu, mengulangi module
pada setiap individu.
Pemahaman dinamika biji dalam tanah (seed poll, bank biji)
menyajikan wawasan penting dalam demografi tumbuhan.
4. Demografi tumbuhan dikaji dengan memakai apakah dengan model waktu
kontinu model matriks untuk mengungkapkan konsekuensi variasi dalam
laju kelahiran dan laju kematian untuk populasi.
Model waktu kontinu dipakai untuk populasi dengan pertumbuhan
kontinu di mana kelahiran, kematian, dan ukuran dikorelasikan dengan
umur. Kajian demografi daun dan dinamika populasi tumbuhan annual
sering berdasarkanpada model waktu kontinu.
Kebanyakan tumbuhan mempunyai laju pertumbuhan yng lebih
sedikit dapat diramal, umur pada kematian, dan umur pada reproduksi
daripada penggunaan model waktu kontinu yang penting.
Model matriks yang lebih berusaha dengan periode waktu jelas dan
pemakaian fase yang dapat ditentukan dari sejarah hidup tumbuhan,
daripada dengan umur, sebagai basis untuk prediksi.
5. Jumlah individu suatu spesies yang dapat didukung oleh suatu unit habitat
(kapasitas dukung carrying capacity) dan umur individu pada stadia
perkembangan tertentu adalah rumit (complicated), seperti parameter
populasi dengan pertumbuhan dan plastisitas perkembangan tumbuhan.
Jumlah total biomas yang ada pada suatu situs bergantung pada
ketersediaan sumberdaya dan suatu ketiak sumberdaya dipakai seluruhnya,
adalah bersifat konstan meliputi seluruh kisaran luas densitas (“hokum”
hasil tetap). Karena populasi densitas-tinggi pada bentuk dewasa, maka
densitas populasi akan menurun dalam suatu cara yang dapat diramal, dan
keadaan ini diberikan dengan hokum penjarangan sendiri.
Reproduksi dalam banyak tumbuhan lebih bergantung pada ukuran
atau akumulasi cadangan yang disimpan daripada pada umur. Karenanya,
stadia adalah parameter populasi lebih dan paling baik daripada umur
dalam kebanyakan tumbuhan.
6. Data untuk kajian demografi diorganiser ke dalam kohort atau label hidup
waktu spesifik, bergantung pada life-span tumbuhan. Tabel hidup
memungkinkan memberi informasi tentang laju mortalitas umur spesifik,
survivorship, fekunditas, laju reproduktif bersih, dan nilai reproduktif
untuk suatu populasi.
Umur statis dan struktur stadia populasi tumbuhan dipakai sebagai
alat prediktif untuk deduksi arah (trend) dalam pergantian populasi dengan
waktu, untuk rekonstruksi periodisitas sukses reproduktif suatu populasi,
dan untuk merekonstruksi tanggapan populasi terhadap gangguan api atau
gangguan lain.
BAB 4. INTERAKSI SPESIES
1. Netralisme O O O O
2. Kompetisi - - O O
3. Mutualisme + + - -
Tanpa nama + + O -
4. Protokooperasi + + O O
5. Komensalisme + O - O
Tanpa nama + O O O
6. Amensalisme O atau + O O O
7. Parasitisme, predasi, + - - O
herbivore
4.2. Kompetisi
Kompetisi terjadi bila terdapat efek yang saling merugikan pada dua
organisme yang menggunakan sumber daya sama dalam keadaan terbatas.
Kajiaan yang memperlihatkan arti penting kompetisi dilakukan oleh
Haris (1967). Sebelum pertengahan abad 19 suatu daerah padang rumpuyt
didominer oleh Agropyron spicatum, suatu rumput perennial. Kemudian
rumput annual Bromus tectorum secara kebetulan didatangkan dari Eropa.
Kemudian sejak waktu itu sampai sekarang, rancher melihat kenaikan jumlah
yang besar pada rumput Bromus, sedangkan kelimpahan Agropyron menjadi
menurun. Mengapa terjadi pergantian sedemikian.
Kedua spesies mempunyai persamaan daur hidup. Mereka
berkecambah (atau patah dormansinya kalau perennial) pada musin gugur,
tumbuh lambar selama winter, tumbuh cepat selama spring, membentuk bunga
awal summer, dan mati pada bulan juli (atau mulai dormansi dalam
pertengahan juli, kalau perennial).
Haris mengkaji pertumbuhan dan survival kedua tumbuhan tersebut
mulai dari biji. Dia menemukan bahwa kehadiran Bromus sangat mengurangi
pertumbuhan dan survival Agropyron jelas Bromus sebagai pesaing yang
penting, tetapi bagaiaman mekanisme kompetisinya. Ini hanya dapat
diungkapkan dengan penelitian.
4.4. Halofit
Halofit (harafiah, tumbuhan garam) adalah tumbuh pada tanah dengan
konsentrasi garam lebih daripada 0.2%, (0.25-0.5%).
Giycophyte (harafiah, tumbuhan manis) tidak toleran garan di atas
yang diperlukan untuk mensupply nutrient esensial, kira – kira 0.1%garam.
Kalau salinitas di atas 0.2% pertumbuhannya menjadi sangat tereduksi.
Tidak semua halofit setara dalam toleransi garam, dibedakan intoleran,
fakultatif, dan obligat.
Halofit intoleran, tumbuk maksimum pada salinitas rendah dan
menurun kalau salinitas naik. Halofit fakultaltif, tumbuh maksimum pada
salinitas moderate, dan menurun pada salinitas rendah dan tinggi. Halofit
obligat tumbuh maksimum pada salinitas moderate dan tinggi, dan tak tumbuh
pada salinitas rendah (di bawah 0.1%).
Kebanyakan halofit adalah intoleran, apakah dilihat pada
perkecambahannya, pertumbuhan, atau reproduksinya, dan apakah mereka
merupakan mangrove, herba rawa garaman pantai. Tumbuhan pantai yang
menerima semprotan garam, atau herba dan perdu gurun garam. Beberapa
merupakan halofit fakultatif. Mungkin tak ada halofit abligat, dan kesimpulan
ini dapat dicapai dengan pengamatan lapangan atau dengan percobaan
manipulasi dalam ruang pertumbuhan.
4.8. Alelopati
Sejumlah peneliti melaporkan bukti untuk zat kimia mengendalikan
distribusi tumbuhan, asosiasi atnara spesies, dan jalannya suksesi tumbuhan.
Muller (1966) telah meneliti hubungan spatial antara salvia
leucophylla dan rumput annual. Rumpun salvia yang hidup pada padang
rumput ternyata di bawah rumpun dan disekeliling rumpun semak tersebut
terjadi zona gundul (1-2m) tak ada tumbuhan rumput dan herba lain. Bahkan
6-10 m dari kanopi semak tumbuhan lain menjadi kerdil. Bentuk kerdil ini
tidak disebabkan karena kompetisi untuk air, karena akar semak tidak
menyusup jauh ke daerah rumput. Faktor tanah Nampak tidak bertanggung
jawab untuk asosiasi negatif, karena faktor khemis dan fisis tanah tidak
berubah pada zona gundul tersebut. Muller menemukan bahwa salvia
mengeluarkan minyak volatile dari daun dan kandungan cineole dan canphor
bersifat toksik terhadap perkecambahan dan pertumbuhan rumpu annual di
sekliling.
4.10. Protokooperasi
Protokooperasi adalah itneraksi yang memacu kedua pasangan, tetapi
tidak bersifat obligat karena tetap tumbuh tanpa adanya interaksi. Contoh
protokoperasi adalah menempelnya akar antara dua anggota spesies yang sama
atau berbeda. Akar beberapa tumbuhan yang tumbuh dalam tanah dan saling
bertemu dan menempel satu sama lain, merupakan graft alami atau union.
Nampaknya keadaan tersebut merupakan peristiwa lebih umum daripada yang
diduga semula. Lebih daripada 160 spesies pohon dikenal membentuk graft
alami, seperlima dari mereka merupakan graft itnerspesifik. Beberapa graft
bahkan intergenerik, antara santalum dengan Eugenia.
Jika kedua pasangan masa – masa berhasil dan mempunyai life form
sama, hubungannya adalah protokoperasi, dengan pertukaran fotosintat
seimbang dan mutualis. Hormaon juga ditransfer, sehingga menghasilkan
fenologi lebih seragam, seperti wkatu berkuncup secara berbarengan pada
waktu spring. Jika satu pasangan lebih kecil dan tertekan, maka hubungan
menjadi p0arasitis, di mana fotosintat lebih banyak ke pohon yang lebih kecil
dari pada vice versa.
4.11. Mutualisme
Mutualisme adalah bentuk interaksi obligat: absennya interaksi
menekan kedua pasangan. Contoh umum mutualisme adalahlumut lichen
(algae + fungsi), mycorrhizae (fungsi + tumbuhan tinggi), fiksasi-nitrogen
simbictis (bacteria atau blue-green algae+tumbuhan tinggi), polinasi (insekta,
burung, atau mamalia + tumbuhan berbunga), zoochory penyebaran propagule
dengan hewan, dan myrmecophyte (semut + tumbuhan berkayu).
a. Mychorrizae
Mychorrizae (tunggal : mychorrhiza) adalah asosiasi fungsi dengan
akar tumbuhan tinggi. Pada beberapa keadaan fungsi menutup akar bagian
luar dekat ujung akar dengan selimut hyphe tebal. Hyphe meluas sejauh 8
cm keluar di semua jurusan dari akar ke dalam tanah, dan hphe lain
menyusup antara sel conrtical pada akr inang membentuk jarring – jarring
penyerap nutrient.
Co 14 radioaktif yang ditambat daun tumbuhan tinggi dengan
fotosintesis, kemunidian dapat di-detect dalam fungsi. Akar secara pasif
mengeluarkan (exude) cairan nutrient seperti asam amino, dan ini masuk
ke dalam fungsi. Isotop radioaktif P, Ca, dan K terlihat diserap lebih
banyak oleh tumbuhan dengan mychorrhize daripada tanpa mychorrhiza.
Kemudian, hubungannya adalah mutualistik.
Mychorrhiza dibedakan ecto- dan endo-mychorrhiza ektomikoriza
hanya menempel bagian luar akar yang berupa mantel, sedangkan
eomikroiza hyphe jamur masuk ke dalam jaringan akar. Ektomikroiza
umumnya terbentuk oleh jamur. Basidiomycetes, dan endomikorisa oleh
phycomycetes atau ascomycetes, atau basidiomycetes.
Ektomikoriza secara khusus nampaknya kemungkina tumbuhan
inang tumbuh bagus dalam tanah dan kalau sebaliknya tidak mungkin
tumbuh baik. Tanah asam, mengalami pelindihan, dan miskin nutrient di
bawah hutan pinus boreal sebagai missal, semua pohon dominan adalah
ektomikorizal.
Selain memperbaiki nutrisi inang, mikorizae juga sangat penting
untuk perkembangan normal pada beberapa spesies. Semai anggrek gagal
hidup kalau tak ada jamur, dan penanaman pinus gagal kalau tidak diberi
jamur mikoriza pada tanah.
b. Fiksasi nitrogen simbiotis
Fiksasi nitrogen adalah konversi gas nitrogen atmosfer ke dalam
ammonium organic. Hanya organisme prakariotis tertentu saja mampu
mengerjakan proses ini. Beberapa prokariot adalah hidup bebas, sedang
lainnya hidup dalam asosiasi erat dengan eukariot, menerima gula dengan
molekul kaya energy lain dari simbiont eukariotik.
Fiksasi nitrogen memerlukan energy dalam bentuk ATP dan lingkungan
local anaerobik:
ATP ADP
4 Nz + 6 Hz0 4 NHz + 30z
Enzim Nitrogenase
Tak ada oksigen
Asosiasi bacteria Rhizobium dengan bintil akar legume adalah
terkenal, tetapi simbiose lain mempunyai artipenting ekologis sama atau
bahkan lebih besar. Spesies alagae biru-hijau Nostoc dan Anabaena dapat
berasosiasi dengan gametofit bryofita, bintil akar cycas, jaringan daun
angiosperm Gunnera, dan jaringan daun paku air Azolla.
Actynomycetes tanah tertentu mampu masuk ke dalam akar
tumbuhan tinggi, menyebabkan adanya bintil memanjang. Dalam bintil ini
proses fiksasi nitrogen terjadi pada laju yang sama dengan bintil legum.
c. Polinasi
Polinasi adalah bentuk nutualisme yang sangat spesial yang telah
berkembang pada tumbuhan berbungan; dan ini merupakan kunci pada
terjadinya banyak variasi dan spesialisasi dalam morfologi angiosperm.
Transfer pollen dari stamen ke stigma adalah aensial untuk
reproduksi dalam spesies tumbuhan yang kawin silang. Spesies tumbuhan
biasa mengadakan adaptasi morfologis terhadap perilaku spesifik
karakteristik polinatornya.
4.12. Herbivorl
Herbivorl adalah konsumsi semua atau sebagian tumbuhan
olehkonsumen. Jika katagoris consumer ditinjau lebih luas, akan meliputi : (a)
mikrobia parasitis atau tumbuhan parasitis, (b) mikrobia saprofitis yang
menguraikan jariangan mati, (c) hewan browsing dan hewan grazing yang
masing – masing makan bagian kayu dan tumbuhan herba, dan (d) hewan
yang memakan seluruh tumbuhan atau propagule. Grazer dan browser kadang
– kadang di pandang parasit. Dan konsumen yang makan seluruh tumbuhan
dapat disebut sebagai predator. Konsumen yang memakan jaringan hidup
dapat disebut biphage, dan konsumen yang makan jaringan mati disebut
saprophage.
a) Dampak herbivore : konsumpsi
Sejumlah kajian telah meneliti dampak herbivore pada komunitas
tumbuhan.
Beberapa definisi dan term perlu diketahui :
Produktifitas primer kasar (GPP) adalah total jumlah energy kimia
yang dibentuk oleh fotosintesis untuk unit permukaan lahan tertentu dan
unit waktu tertentu. GPP dinyatakan seabgai kalori per meter per tahun,
tetapi juga dapat dinyatakan dalam unit biomasa.
Produktifitas primer bersih (NPP) adalah GPP minus energy hilang
melalui respirasi tumbuhan dan setara dengan energy khemis yang
disimpan per unit area per unit waktu. Untuk vegtasi terstrial, NPP = 30 –
70% GPP.
Detritus adalah sinonimnya serasah (litter), ini merupakan material
tumbuhan yang mati.
Kalau kita berkepentingan dengan tumbuhan annual, seluruh
tumbuhan dapat dipandang sebagai litter pada akhir tahun, hanya biji yang
tetap masih hidup.
10% NPP dimakan oleh herbivora biophage bagi vegetasi terstrial
tertentu.
Jika NPP di hitung hanya untuk produksi biji, konsumsi oleh
predator biji tipikal di atas 10% NPP, dan sering mencapai 100%.
Predasi biji yang intensif di daerah tropis merupakan factor penting
tunggal yang mengatur populasi pohon. Hutan hujan tropis mempunyai
diversitas tinggi spesies pohon hidup bersama (koeksis), dan pohon
tetangga biasa lain spesies. Ini di sebabkan karena predator biji hidup
dekat pohon induk, sehingga, sedikit sekali semai yang lolos dari predator
kalau hidup dekat induk. Jadi masalah penyebaran biji merupakan usaha
untuk membebaskan dari predator.
Ringkasan.
Interaksi spesies dapat negative atau positif, dan distribusi spatial
tumbuhan dapat member clue pertama adanya interaksi. Burkholder
mengenal lebih daripada 9 tipe interaksi yang secara biologis dan ekologis
beralasan. Tiga dari 9 tipe tersebut kurang dikenal, satu (netralisme) sangat
jarang.
Pengaruh kompetisi pada interaksi dapat dibuat model matematik
dengan persamaan lotka – voltera, menyatakan dalam arti evolusi dengan
prinsip eksklusif kompetitif Gause, atau mengukur dengan rancangan
percobaan wit, yang memasukkan penggantian seri penanaman dan
perhitugan ratio input/output. Namun tidak ada dari pendekatan tersebut
yang member keterangan kepada kita hal tersebut dekat dengan pengertian
kompetisi dalam dunia nyata. lagi pula, banyak kajian kompetisi tidak
mengungkapkan sumbernya apa yang direbutkan.
Kompetisi mungkin merupakan factor penting dalam habitat
terbatas untuk beberapa tumbuhan, seperti endimik serpentin dan halofit.
Interaksi alelokemis adalah salah satu bentuk amensalisme, dan
review literature menunjukkan bahwa alelokemi ini mungkin merupakan
interaksi penting antara tumbuhan dan biota tanah, dan antara tumbuhan
dan herbivore.
Alelokemis nampaknya memegang peran dalam palabilitas
tumbuhan. Banyak substansi secara pasif tercuci dari daun dan akar oleh
air hujan beberapa dari zat yang tercuci tersebut mungkin alelokemis.
Produk metabolik lain tetap tersimpan dalam jaringan tumbuhan,
termaksud beberapa yang meniru hormone serangga.
Kajian alelokemis sebagai strategi dalam pertahanan terhadap
herbivore, dimana menyangkut masalah cost dan benefit pada waktu
sekarang menerima banyak perhatian, tetapi lebih banyak penelitian adalah
perlu dilaksanakan sebelum kita dapat mengukur arti penting umum
alelokemis.
Jelas, bahwa sembarang interaksi tertentu antara dua organisme
dapat sangat melengkapi interaksi lain. Herbivore, sebagai missal, dapat
melibatkan mutualisme dan amensalisme. Juga sangat jelas, bahwa
interaksi jatuh pada suatu continuum, yang banyak situasi intermediate di
antara tipe Burkhorder. Misalnya, ada stadia intermediate antara
komensalisme (untung bagi satu organism, tidak ada efek pada yang lain,
interaksi tidak obligat) dan parasitisme (untung untuk satu organisme,
berefek negatif pada yang lain, interaksi obligat pada bagian parasit) .
Ini adalah jelas bahwa lingkungan secara kemikal adalah
kompleks, dengan tumbuhan, hewan, dan hasil-samping mikroba serta
eksudat memainkan peran keseluruhan dan mungkin menjembatani
interaksi seperti amensalisme, mutualisme, dan herbovori.
Contoh komensalisme adalah epifit tropis dan persyaratan
tumbuhan pengasuh beberapa tumbuhan gurun. Hanya sedikit informasi
ekologi epifitis yang ada. Epifit lichen yang berisi simbiont algae fiksasi-
nitrogen dapat memberi sejumlah nitrogen yang berarti kepada inang,
sehingga beberapa hubungan epifitis dapat mutualistik. Lainnya (misalnya,
Fius pencekik) dapat menghancurkan inang.
Penempelan (graft) akar antara pohon terjadi dalam protokooperasi
atau parasitisme, bergantung pada kesuburan (vigor, tiap pohon).
Penempelan akar antara anggota spesies dikenal. Mungkin kita harus
memandang system perakaran di bawah komunitas tumbuhan sebagai satu
unit, suatu masyarakat yang paling menguntungkan (mutual benefit)
bahkan di luar distribusi sumber daya tanah dan fotosintat. Sambungan
mikroriza antara akar tumbuhan dapat memberi akhir yang sama ini adalah
mungkin bahwa hubungan mikorizal sebagian bertanggung jawab untuk
ekoton padang rumput – hutan di Amerik Utara.
Herbivora dapat dibagi antara lain kedalam biophage, predator biji,
dan saprophage, dan pengambilan (drain) produktifitas pada tiap tipe
adalah sangat berbeda. Beberapa peneliti berdalih bahwa karena biophage
mengambil hanya 10% NPP (15% GPP), mereka hanya memainkan peran
kecil dalam ekosistem, tetapi kajian sekarang menunjukkann bahwa
mereka dapat berpengaruh pada distribusi dan mamacu produktifitas
tumbuhan. Lagi pula, banyak herbivore mempunyai hubungan mutualistik
yang sudah dikenal dengan tumbuhan (misalnya, polinasi dan dispersal
biji).
BAB V. KONSEP KOMUNITAS DAN SIFAT-SIFATNYA.
Dalam tiap tipe habitat, grup spesies tertentu secara bersama membentuk
suatu komunitas. Rekaman fosil menunjukkan bahwa beberapa grup tersebut telah
hidup bersama Selama ribuan dah bahkan jutaan tahun. Selama waktu itu, adalah
tidak mungkin bahwa keadaan seimbang yang rumit telah merupakan suatu mode.
Anggauta komunitas sama-sama saling berbagi dalam mendapatan radiasi surya,
air tanah, dan nutrient untuk menghasilkan biumas tetap; mereka mendaur ulang
nutrient dari tanah ke jaringan hidup dan kembali lagi; dan mereka satu sama lain
hidup secara bergantian dalam waktu dan ruang.
Sinekologiwan berusaha untuk menentukan masalah apa yang terlibat
dalam keseimbangan antara semua spesies suatu komunitas dalam lingkungan
mereka.
Pertama, bagaimana komunitas harus diukur dan bagaimana ukuran-
ukuran tersebut dapat meringkaskan sifat-sifatnya, dan megihtisarkan dalam
bentuk maksimum, dan apakah hal-hal tersebut merupakan informasi yang
berguna ?
Kedua, mengapa beberapa komunitas berubah lebih cepat dalam waktu
lama dari pada yang lain? Bagaimana kita dapat meramal secara tepat perubahan
mendatang dan merekonstruksi keadaan waktu lalu? Adakah sifat komunitas yang
keluar melampaui batas sifat-sifat spesies individu juga dapat membentuk
komunitas?
Pandangan sinekologikal menanyakan pertanyaan tersebut, dan
jawabannya akan membawa kita ke level kompleksitas yang *Term komunitas.
Term komunitas adalah yang term paling umum yang dapat di pakai pada
tipe vegetasi sembarang ukuran atau sembarang umur. Term ini dapat di terapkan
pada sutu stratum tumbuhan pada area sangat local, seperti sebagai herba, samai
pohon, dan lumut daun pada lantai tepi aliran di hutan; atau sampai bentuk daerah
yang sangat luas. Yakni, suatu tipe vegetasi; atau pada plot vegetasi sementara
yang mengalami perubahan cepat dalam spesies penyusun; atau kepada vegetasi
sangat stabil yang memperlihatkan tak ada perubahan yang berarti selama ratusan
tahun.
Suatu asosiasi adalah tipe komunitas khusus, yang telah diperikan secara
cukup jelas dan terulang pada beberapa lokasi seperti yang kita rumuskan bahwa
asosiasi harus mempunyai syarat: (a) komposisi secara relative konsisten. (b)
fisiognomi uniform dan (c) suatu agihan yang mencirikan habitat khusus.
Dalam kaitannya arti penting dasar terhadap ekologi tumbuhan dan
klasifikasi vegetasi, asosiasi telah disamakan dengan spesies taksonomi.
Tepat seperti spesies, asosiasi adalah suatu bentuk abstrak, yang
sesungguhnya agak merupakan sintesis artificial dari banyak tumbuhan individu,
sehingga asosiasi sesungguhnya adalah suatu sintesis dari banyak sampel vegetasi
local yang disebut tegakan (stand).
Apakah Asosiasi merupakan suatu unit Terpadu?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada dua pandangan yang saling
bertentangan.
C. Indeks Diversitas
Beberapa indeks telah diusulkan selama enam decade yang lalu
(Auclair dan Goff 1971, Hill 1974, Peet 1974, Dejong 1975; lihat table 8-2),
tetapi kita akan menekankan hanya dua: indeks Simpson (simpsom 1949) dan
indeks Shannon-wiener (Shannon dan weaver 1949; sering disebut indeks
shannoon-weaver).
Indeks simpson mencerminkan dominasi karena ini member bobot
(lebih sensitive terhadap) spesies paling melimpah lebih berat daripada spesies
jarang. Keuntungan sifat ini adalah nilai indeks pasti berbeda banyak dari
sampel ke sampel. Karena spesies jarang akan berbeda dari tempat ke tempat
lebih banyak daripada spesies lain.
Rumusnya adalah :
C=
(persamaan 8-2)
Komunitas A Komunitas B
Jenis a: 14 6
b: 5 5
c: 3 5
d: 2 5
e: 1 4
Indeks A B
Simpson (C) 0.38 o.20
D = 1- C 0.62 0.80
D = 1/C 2.66 4.92
Shannon (H) 1.78 2.31
H = 2H 3.43 4.96
Ringkasan
Konsep komunitas adalah merupakan arti penting umum pada
sinekologi, tepat seperti konsep ekotipe adalah sebagai titik sentral pada
autekologi dan konsep spesies adalah titik pusat pada teksonomi.
Sifat alami komunitas secara persis adalah mendua (ambiguous),
karena sifat biasa ekologiwan individu dan metode sampling. Namun, ini
tidak membuat konsep tidak berguna, dan kita tetap harus menghargai
subyektifitas mereka.
Untuk tujuan klasifikasi, tegakan dapat dikelompokan ke dalam
esosiasi yang mempunyai komposisi floristic pasti, fisiognomi tertentu
dan kisaran habitat.
Pandangan esosiasi tegas/discret menduga bahwa mereka adalah
system tertutup, dimana spesies interdependen berasosiasi bersama di
manapun batas kisarannya dan kesempatan datangnya propagule/bibit
bersifat tumpang tindih; akibatnya, esosiasi adalah merupakan unit paling
arbitrary pada sepanjang continuum.
Apakah asosiasi ada atu tidak dalam arti abstrak, namun,
tegakan/stand nyata (komunitas) betul ada, dan ini berguna untuk
memandang sifat-sifat (atribute) yang diperlihatkan oleh komunitas di luar
sifat spesies penyusun. Sifat yang muncul/emergent ini meliputi
fisiognomi, artipenting/importance spesies, pola ruang dan niche,
kekayaan spesies, laju daur nutrien, pola alokasi nutrien ke bagian di atas
dan di bawah permukaan tanah, dan perubahan komunitas menurut waktu.
Arti penting diversitas spesies terhadap stabilitas komunitas,
produktifitas, interdependensi, dan stress lingkungan masih belum jelas.
Ini mungkin disebabkan karena (a) kita belum mengembangkan metode
yang cukup beralasan/reasonable untuk mengukur diversitas, atau (b)
terdapat lebih daripada satu model dinamika komunitas dan bertanggap
terhadap stress.
Indeks Simpson dapat menyajikan indeks umum diversitas, jika
tidak ada alas an fakta bahwa itu secara relative tidak sensitif terhadap
kesalahan sampling.
Komunitas berbeda dalam tuntutannya untuk elemen nutrien
esensial, berbeda dalam efisiensi dengan mana energy radian
dikonversikan ke dalam produktifitas bersih, berbeda dalam fraksi pool
nutrien yang disimpan, berbeda dalam laju dimana nutrien dikembalikan
ke tanah dalam serasah yang jatuh, dan berbed dalam efisiensi daur
tumbuh- tanah- tumbuhan.
Suksesi adalah perubahan komunitas dalam periode sampai 500
tahun, dengan iklim dan genome tumbuhan dianggap konstan. Namun,
sesungguhnya, iklim tidak pernah konstan. Telah terjadi perubahan dalam
suhu, curah hujan, panjang musim pertumbuhan, dan lamanya sinar-
matahari yang menyertai as/glacial tertarik kembali dalam zona temperate
selama 10000 tahun yang lalu. Hasilnya, perubahan vegetasi dpaat di
tunjukkan oleh profil pollen dalam sedimen danau.
Vegetasi berubah selama jutaan tahun didokumentasikan dalam
deposit fosil-makro. Perubahan jangka panjang ini, termasuk perubahan
genetis dalam flora.
Ada beberapa argument dan bukti secara tak langsung untuk
memperkirakan bahwa komunitas tumbuh berevolusi, ditentukan oleh
seleksi alam kea rah penyelasaian optima persoalan lingkungan. Namun,
pandangan konservatif menganggap bahwa level paling kompleks di mana
seleksi alam telah diperlihatkan beroperasi adalah dengan pasangan
spesies, seperti parasit dan inang.