Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN

DOSEN PENGAMPU :

SAJURI, S.P, M.P.

DISUSUN OLEH:

1. Muh. Bachtiar Amri ().


2. Anindita Alfera Ariyani ().
3. Adhitya Erfangga ().
4. Anggana Mareta ().
5. Bayu Dwi Arfiyanto.
6. Prawita Sari ().
7. Afidah Zahro ().
8. Erlin Amelinda ().

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya
Laporan Praktikum Genetika Tumbuhan dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan praktikum ini
disusun untuk memenuhi indikator mata kuliah Genetika Tumbuhan Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Pekalongan.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum Genetika Tumbhan ini perlu adanya evaluasi
lebih lanjut. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
konstruktif demi kesempurnaan laporan praktikum Genetika Tumbuhan ini. Kami berharap
semoga hasil penelitian dan gagasan pada laporan praktikum Genetika Tumbuhan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca sebagai sumber rujukan.

Pekalongan, 25 Mei 2018


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sel merupakan penyusun tubuh makhluk hidup yang dapat memberi bentuk tubuh
pada makhluk hidup. Tanpa adanya sel makhluk hidup tidak akan pernah ada. Sel
berfungsi sebagai pusat penggerak dari seluruh aktifitas makhluk hidup. Sel juga
mengandung informasi genetika berupa DNA sebagai pembawa sifat induk kepada
keturunannya. Oleh karena itu sel biasa di sebut unit terkecil hereditas bagi makhluk
hidup atau sebagai pembawa sifat.
Teori sel menyatakan bahwa setiap sel penyusun makhluk hidup berasal dari sel
sebelumnya. Proses terjadinya sel baru dari sel induknya disebut dengan pembelahan sel.
Pembelahan sel dikelompokkan menjadi mitosis dan meiosis. Mitosis adalah peristiwa
pembelahan sel yang terjadi pada sel-sel somatis (sangat aktif pada jaringan meristem)
yang menghasilkan dua sel anak dengan komponen yang sama dan identik dengan
komponen induknya. Mitosis merupakan dasar dalam pembiakan vegetatif tanaman,
sedangkan meiosis merupakan dasar munculnya keragaman.
Kromosom memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu
makhluk hidup, karena kromosom merupakan alat pengangkutan bagi gen – gen yang
akan dipindahkan dari suatu sel induk ke sel anakannya, dari generasi yang satu ke
generasi yang lainnya. Pengamatan tentang perilaku kromosom sama pentingnya dengan
mempelajari struktur kromosom. Perilaku atau aktivitas kromosom dapat dilihat dalam
siklus sel, termasuk didalamnya adalah pembelahan sel (mitosis atau meiosis). Adapun
mitosis maupun meiosis merupakan langkah awal yang dapat dilaksanakan
untuk mempelajari kromosom.
Inti sel dari kebanyakan mahkluk hidup terdapat kromosom, yaitu benda-benda
halus yang berbentuk batang panjang atau pendek dan berbentuk lurus bengkok.
Kromosom merupakan pemegang semua instruksi hereditas. Struktur kromosom dapat
dilihat sangat jelas pada fase-fase tertentu waktu pembelahan nukleus pada saat mereka
bergulung. Untuk melihat struktur kromosom, dapat kita lakukan di atas mikroskop. Tapi,
kebanyakan yang dapat kita lihat hanya sekelompok kromosom yang kecil menyerupai
cacing. Oleh karena itu, praktikum pengamatan kromosom ini menggunakan preparat
bawang merah (Allium ascallonicum), karena bawang merah bisa dibelah setipis
mungkin.

B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perilaku kromosom pada pembelahan
mitosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Unit terkecil dari makhluk hidup dinamakan sel. Semua benda hidup tersusun dari unit
dasar ini, dari struktur uniselular yang sederhana seperti bakteri dan protozoa hingga struktur-
struktur kompleks seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Di dalam sel terdapat berbagai macam
materi kimia yang membentuk suatu organel-organel, inti sel dan lainnya. Di dalam inti sel dari
kebanyakan makhluk terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk batang panjang
atau pendek dan berbentuk lurus atau bengkok (Suryo,1986).
Fase-fase dari pembelahan mitosis ini terdiri dari 4 fase yaitu profase, metafase, anafase,
dan telofase.Fase profase ditandai dengan kromatin berubah menjadi kromosom, sementara itu
tiap kromosom mengganda menjadi dua yang disebut kromatid. Tiap kromatid masih melekat.
Fase metafase meliputi tiap kromosom yang terdiri dari sepasang kromatid yang masih melekat
pergi ke bidang ekuator. Kromatid akan menggantung pada serat gelendong lewat sentromernya.
Fase anafase ditandai dengan membelahnya sentromer, kromatid dalam satu kromosom induk
berpisah menjadi kromosom anak, lalu pergi ke kutub bersebrangan. Fase telofase adalah fase
yang ditandai dengan kromosom berubah menjadi kromatin. Serat gelendong hilang, terbentuk
kariotheca. Nucleus muncul, bintang kutub kembali menjadi sentriol. Gentingan pada bidang
ekuator, sampai ke tengah, putus, terbentuk dua sel anak, masing-masing mengandung kromosom
2n (Yatim, 1980).
Setiap sel somatik pada organisme tingkat tinggi mempunyai jumlah kromosom dasar, yaitu
suatu set diwariskan dari induk dan satu set diwariskan dari ayah. Masing-masing kromosom
mempunyai pasangan yang identik yaitu kromosom homolog. Dua set kromosom ini disebut
diploid (2n). Sel kelamin atau gamet mempunyai separuh jumlah kromosom pada sel somatik.
Kromosom ini disebut haploid (1n). Satu genom sama dengan satu set kromosom haploid.
Jumlah kromosom somatik sama untuk suatu spesies tertentu (Crowder, 1986).
Sel dari spesies dan individu tumbuhan yang berbeda mempunyai komponen yang berbeda.
Keadaan ini menuntut perlakuan yang berbeda terhadap sel-sel tersebut agar kromosom dapat
diamati. Bahan standar yang bisa digunakan dalam pengamaatn mitosis adalah sel-sel ujung
bawang merah karena komposisi dinding selnya tersusun atas lapisan senyawa-senyawa yang
mudah ditembus oleh larutan fiksatif dan pewarna. Pada saat sel aktif membelah, kromosom
relatif mudah diamati hanya dengan memperlakukan sel-sel tersebut dengan metode fiksasi dan
pewarnaan yang sederhana (Andersoon, 2006).
Tumbuhan pada masa awal perkembangan mengalami pertumbuhan sangat banyak,
tumbuhan mengalami pembelahan sel secara tidak langsung yang disebut juga dengan mitosis
(setjo,2004). Mitosis adalah pembelahan duplikasi dimana sel memproduksi dirinya sendiri
dengan jumlah kromosom sel induk. Mitosis mempertahankan pasangan kromosom yang sama
melalui pembelahan inti dari sel somatis secara berturut turut. Peristiwa ini terjadi bersama-sama
dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel dan memiliki peran penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan hampir semua organisme. mitosis memiliki beberapa
tahapan meliputi profase metafase, anafase, dan telofase. Terjadi pada ujung akar, yang
mengalami pembelahan awal, mitosis terjadi dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu
sel-sel yang hidup terutama yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang), mitosis pada
tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari
suatu proses yang berputar dan terus menerus (Margono, 1973).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat :
 Mikroskop.
 Pembakar bunsen.
 Pemanas air.
 Beker glass.
 Kaca preparat.
 Alat tulis.
Bahan :
 Bawang merah.
 Larutan 0,002 M Hidroxchinolin.
 Larutan 45% CH3COOH.
 Larutan HCl.
 Larutan aceto arcein/ carmin.
B. Langkah Kerja
1. Umbi bawang merah yang bagus dan sehat dipilih dan dikecambahkan di air sampai
muncul air.
2. Akar bawang merah dicuci dengan air sampai bersih.
3. Ujung akar bawang merah dipotong sepanjang ± 1 cm dan dimasukkan ke dalam
larutan 0,002 M hydroxychinolin, di simpan di ruang gelap dengan suhu 200 C selama
1 jam.
4. Ujung akar bawang merah difiksasi dengan menggunakan larutan 45% CH3COOH
selama ± 10 menit.
5. Bahan dengan campuran larutan HCl dan CH3COOH di maserasi dengan
perbandingan 3 : 1 pada suhu 600C selama ± 3 menit.
6. Ujung akar bawang merah diambil 1 mm dan diletakkan di atas gelas preparat.
7. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan aceto orcein atau aceto carmin (larutan
staining).
8. Tutup dengan gelas penutup (cover glass) dan ujung akar bawang merah dihancurkan
dengan cara ditekan.
9. Preparat di lewatkan di atas nyala api bunsen.
10. Preparat di amati dibawah mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penampakan preparat akar bawang.

Tabel pengamatan pembelahan mitosis.


No Fase Foto Gambar Keterangan
1. Profase Tidak ditemukan. 1. Sentriole.
2. Sentromer
3. Kromatid

2. Metafase. Tidak ditemukan. 1. Sentriole.


2. Sentromer.
3. Kromatid.
4. Benang
spindel.

3. Anafase. Tidak ditemukan. 1. Sentriole.


2. Sentromer.
3. Kromatid.
4. Benang
spindel.
4.. Telofase. 1. Sentriole
2. Sentromer
3. Kromatid

B. Pembahasan
Menurut Sastrosumarjo (2006), Kromosom adalah suatu struktur makromolekul
yang berisi DNA di mana informasi genetik dalam sel disimpan. Kata kromosom berasal
dari kata khroma yang berarti warna dan soma yang berarti badan. Kromosom terdiri atas
dua bagian, yaitu sentromer / kinekthor yang merupakan pusat kromosom berbentuk bulat
dan lengan kromosom yang mengandung kromonema & gen berjumlah dua buah
(sepasang). Kromosom merupakan alat transportasi materi genetik (gen atau DNA) yang
sebagian besar bersegregasi menurut hukum Mendel, kromosom ialah susunan beraturan
yang mengandung DNA yang berbentuk seperti rantai panjang. Setiap kromosom dalam
genom biasanya dapat dibedakan satu dengan yang lainnya oleh beberapa kriteria,
termasuk panjang relatif kromosom, posisi suatu struktur yang disebut sentromer yang
memberi kromosom dalam dua tangan yang panjangnya berbeda-beda, kehadiran dan
posisi bidang (area) yang membesar yang disebut knot (tombol) atau kromomer. Selain
itu, adanya perpanjangan arus pada terminal dan material kromatin yang disebut satelit,
dan sebagainya (Masitah, 2008).
Pembelahan sel adalah peristiwa dimana sebuah sel membelah menjadi dua atau
lebih sel baru. Pembelahan Sel merupakan cara sel untuk memperbanyak diri atau yang
disebut juga sebagai proses reproduksi sel. Sel adalah bagian terkecil yang menyusun
tubuh makhluk hidup. Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup perhubungan erat
dengan proses pembelahan sel ini. Namun fungsi pembelahan sel pada makhluk hidup
multiseluler dan uniseluler sangatlah berbeda namup pada dasarnya sama yaitu
perbayakan sel (Suryo, 1984).
Pembelahan mitosis merupakan proses yang menghasilkan dua sel anak yang
identik. Pembelahan mitosis terjadi pada sel-sel somatis tumbuhan yang menentukan
tingkat pertumbuhan jaringan. Siklus pembelahan mitosis terjadi pada tumbuhan tingkat
tinggi dan satu siklus sel memerlukan waktu antara 18-24 jam. Siklus sel pembelahan
mitosis terdiri dari periode pra-sintesis, periode sintesis DNA, periode pasca-sintesis
DNA, periode mitosis. Pembelahan mitosis terdiri atas dua stadia yaitu stadia tidak
membelah (fase interfase) dan stadia membelah (mitosis). Pada sel akar bawang,
pembelahan mitosis terdapat 4 tahap fase pembelahan, yaitu profase, anafase, metafase,
dan telofase.
1. Fase profase
Fase profase merupakan tahapan pembelahan sel yang paling lama dan
membutuhkan energi yang cukup besar, setrta merupakan permulaan dari mitosis
yang ditandai dengan beberapa perubahan. Nukleolus mulai menghilang sedangkan
kromosomnya mulai timbul. Untaian kromosom yang semula meluas menjadi pilinan
(heliks). Dengan demikian untaian itu lebih pendek dan menebal sehingga tampak
lebih nyata.
Menurut Crowder (1993), bahwa Pada tahapan ini membrane nukleus mulai
menghilang. Pembelahan kromosom membentuk kromatid. Selain itu sentriol juga
ikut membelah. Hampir semua sel yang Nampak pada preparat menunjukan tahapan
profase. Ciri-ciri fase profase yaitu:
a. Kromosom mengerut dan menebal. Pemendekan ini akibat dari berpilinnya
kromosom.
b. Terlihat dua sister chromatid dan kromosom tampak rangkap dua.
c. Kromatid-kromatid dihubungkan oleh sentromer dan lukleolus menjadi kabur dan
hilang oleh sentromer.
d. Selaput inti mulai menghilang dan benang gelendong mulai terbentuk
e. Kromosom mulai bergerak ke tengah atau equator dari sel.
2. Fase metafase
Tahapan metafase membutuhkan waktu sekitar 2-6 menit. Pada fase ini
kromosom menyusun diri secara acak pada satu bidang ekuator pada tengah-tengah
sel. Awal fase ini membran nukleus dan nukleolus lenyap. Sentromer suatu daerah
vital bagi pergerakan kromosom melekat pada serabut gelendong yang bertanggung
jawab terhadap arah pembelahan kromosom selama pembelahan. Metafase dicirikan
oleh barisan kromosom yang amat rapi sepanjang bidang equatorial (Fried,
2006).Pada tahapan ini sedikit terlihat adanya gambaran benang spindelnya.
Pada tahap ini kromosom atau kromatid mudah diamati atau dipelajari.
Ciri-ciri fase ini adalah:
a. Benang-benang gelendong menjadi jelas pada permulaan metafase dan teratus
seperti kumparan.
b. Masing-masing kromosom terletak berbaris pada bidang equator.
c. Sentromer melekat pada benang gelendong. Beberapa benang gelendong mencapai
kutub tanpa melekat pada sentromer.
d. Sentromer membelah dan masing-masing kromatid menjadi kromosom tunggal
(Welsh dan Mogen 1991).
3. Fase anafase
Tahapan anafase membutuhkan waktu sekitar 3-15 menit. Pada fase
anafase kromosom yang mengumpul di tengah sel terpisah dan mengumpul pada
masing-masing kutub, sehingga telihat adal dua kumpulan kromosom. Awal anafase
sentromer masing-masing kromosom berpisah, sehingga kromatid kini berupa
kromosom yang terpisah dan dipandung seolah serat gelendong yang melekat
padanya. Satu kromatid dari setiap pasang digerakkan ke salah satu kutub, sementara
kromatid yang satunya digerakkan ke kutub yang berlawanan. Pembelahan sentromer
menurut Suryo (1997) dapat pula berlangsung pada permulaan anafase. Benang
gelendong ini memendek sehingga belahan sentromer masing-masing bergerak ke
kutub sel yang berlawanan dengan membawa kromatid. Fase anafase adalah fase
terpendek dari fase-fase mitosis. Akhir anafase sekat sel mulai terbentuk dekat bidang
equator. Ciri-ciri fase ini:
a. Dua sister chromatid bergerak ke arah kutub yang berlawanan. Sentromernya
tertarik karena kontraksi dari benang gelendong.
b. Selain itu mungkin ada gaya tolak menolak dari belahan sentromer itu.
c. Terjadi penyebaran kromosom dan ADN yang seragam di dalam sel.
4. Fase telofase
Pada telofase terjadi peristiwa kariokinesis (pembagian inti menjadi dua
bagian) dan sitokinesis (pembagian sitoplasma menjadi dua bagian). Tahapan telofase
membutuhkan waktu sekitar 30-60 menit. Ciri-ciri fase telofase adalah:
a. Benang-benang gelendong hilang
b. Selaput inti dan nukleolus terbentuk kembali
c. Sekat sel terbentuk kembali dan sel membelah menjadi dua sel anakan.
Tubuhan melakukan pembelahan mitosis karena untuk dapat membelah
diri dalam jumlah yang banyak, sel melakukan pembelahan sel. Kaitannya dengan
genetika tumbuhan adalah pembelahan sel baik itu mitosis maupun meiosis
sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu mewariskan sifat (genetik) yang ada
pada sel yang sedang membelah tersebut kepada sel-sel turunannya. Di dalam sel
terdapat kromosom yang mengandung gen. Ketika sel melakukan pembelahan,
kromosom di dalam inti akan menduplikat yang akan diwariskan kepada sel anak.
Sehingga sel anak akan menerima (mewarisi) kromosom-kromosom dan gen-gen
dengan tipe dan ukuran yang sama dengan induknya. Dengan demikian setiap
individu mempunyai jumlah kromosom yang sama dengan induknya dan masing-
masing kromosom tersebut merupakan sumbangan dari kedua induknya.
Praktikum mengenai pengamatan perilaku kromosm menggunakan akar bawang
merah. Pada praktikum ini terdapat beberapa perlakuan dengan larutan yang
digunakan untuk mengamati pembelahan sel. Perlakuan diantaranya adalah
memfiksasi ujung akar bawang merah, fungsinya yaitu untuk menghentikan proses
metabolisme dengan cepat dan mengawetkan komponen-komponen sitologis dan
histologis. Perlakuan selanjutnya adalah memaserasi bahan, maserisasi berfungs
sebagai melunakkan jaringan dalam ujung akar bawang merah. Selanjutnya adalah
pewarnaan, pewarnaan dimaksudkan agar sel-sel yang akan diamati terlihat jelas
karena jika tidak diwarnai maka akan transparan sehingga sulit diamati dibawah
mikroskop. Perlakuan selanjutnya adalah preparat dilewatkan pada nyala api bunsen
sebanyak tiga kali, hal ini berfungi untuk memantapkan warna pada objek preparat
agar bisa terlihat lebih jelas. Sedangkan larutan yang digunakan untuk mengamati
pembelahan sel diantaranya adalah larutan 0,002 M Hydroxychinolin yang berfungsi
untuk menghentikan/ menonaktifkan kegiatan sel akar bawang merah. Larutan 45%
CH3COOH berfungsi untuk meluruhkan organel dalam sel akar bawang merah.
Kemudian larutan HCl, larutan tersebut berfungsi untuk menghidrolisis dinding sel
agar menjadi lunak dan mudah dipencet pada saat pembuatan preparat squash dan
juga berfungsi untuk menghilangkan RNA dari sel. Selanjutnya adalah larutan aseeto
carmin atau aseto orcein, aseto carmin berfungsi untuk pewarna pada sel dan
memberi warna pada benang-benang kromatin agar jika diamati kromosom dan inti
sel dapat terlihat jelas.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Pembelahan mitosis adalah pembelahan yang menghasilkan dua anak yang identik
dan terjadi pada sel-sel somatis tumbuhan yang menentukkan tingkat pertumbuhan
jaringan.
Pembelahan mitosis secara utuh terdiri dari 4 fase yaitu profase, metafase, anafase,
dan telofase. Pada pengamatan ini, terlihat 1 fase yaitu fase telofase menggunakan
mikroskop perbesaran 15 kali, sedangkan fase yang tidak terlihat pada pengamatan adalah
fase profase, metafase, dan anafase karena waktu pengamatan yang kurang tepat dan
perbesaran mikroskop yang kurang,
B. Saran
Pada praktikum pengamatan kromosom, sebaiknya menggunakan mikroskop
dengan perbesaran besar dan sebaiknya melakukan pengamatan di pagi hari agar semua
fase terlihat.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori kemungkinan merupakan dasar untuk menentukan nisbah yang diharapkan dari
tipe-tipe persilangan genotipe yang berbeda. Penggunaan teori ini memungkinkan kita untuk
menduga kemungkinan diperolehnya suatu hasil tertentu dari persilangan tersebut. Metode
chi-kuadrat adalah cara yang dapat kita pakai untuk membandingkan data percobaan yang
diperoleh dari persilangan-persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis
secara teoritis. Dengan cara ini seorang ahli genetika dapat menentukan suatu nilai
kemungkinan untuk menguji hipotesis itu.
Teori peluang dalam ilmu genetika teori kemungkinan ikut berperan penting, dalam
pemindahan gen-gen dari induk/orang tua/parental ke gamet-gamet, pembuahan sel telur oleh
spermatozoon, berkumpulnya kembali gen-gen di dalam zigot sehingga dapat terjadi
berbagai macam kombinasi. Untuk mengevaluasi suatu hipotesis genetik diperlukan suatu uji
yang dapat mengubah deviasi-deviasi dari nilai-nilai yang diharapkan menjadi probabilitas
dan ketidaksaman demikian yang terjadi oleh peluang. Uji ini harus memperhatikan besarnya
sampel dan jumlah peubah (derajat bebas). Uji ini dikenal sebagai uji X2 (Chi Square Test).
Uji chi-kuadrat atau chi-square digunakan untuk menguji homogenitas varians beberapa
populasi atau merupakan uji yang dapat mengubah deviasi dari nilai-nilai yang diharapkan
menjadi probabilitas dari ketidaksamaan demikian yang terjadi oleh peluang dan harus
memperhatikan besarnya sampel dan besarnya peubah (derajat bebas).
Evaluasi hipotesis genetik memerlukan suatu uji yang dapat mengubah devisiasi-
devisiasi dari nilai-nilai yang diharapkan menjadi probabililitas dari ketidaksamaan demikian
yang terjadi oleh peluang. Uji ini harus pula memperhatikan besarnya sampel dan jumlah
peubah (derajat bebas). Uji ini dikenal dengan uji X2 (Chi Square Test). Penggunaan teori
kemungkinandan uji X2 dengan tingkat kepercayaan tertentu akan diperagakan secara
sederhana dengan melihat hasil pelemparan uang logam dengan harapan praktikan dapat
berlatih menggunakan uji X2 dan dapat menggunakannya lagi untuk hasil persilangan yang
sesungguhnya.

B. Tujuan
Mengetahui dan berlatih menggunakan uji X² dan dapat menggunakannya kembali
untuk persilangan yang sesungguhnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Probabilitas adalah kemungkinan peristiwa yang diharapkan, artinya antara yang
diharapkan itu dengan peristiwa yang mungkin terjadi terhadap suatu objek. Sebagai contoh kita
dapat melemparkan mata uang, maka kemungkinan yang akan terjadi yaitu uang dengan
permukaan huruf (H) atau dengan permukaaan gambar uang (G). bila mata uang dilempar
beberapa kali diharapkan hasil lemparan tersebut ½ nya H dan ½ G. Aplikasi dari probailitas ini
dapat dihubungkan dengan sifat tanda beda. Bila XY menghasilkan sel kelamin, setengahnya
akan membentuk gamet yang mengandung X dan Y saja (Ruyani, 2011).
Hukum pewarisan Mendel merupakan hukum yan mengatur pewarisan sifat secara
genetik dari suatu individu terhadap keturunannya. Hukum ini diperoleh dari hasil percobaan
Mendel dan hasil kuantitatifnya. Perhitungan kuantiatif pada persilangan bermanfaat untuk
menentukan banyaknya gamet pada individu dan jumlah genotipe pada hasil peersilangan serta
peluang munculnya genotipe dan memperkirakannya (Cahyono, 2010).
Analisis genetika menggunakan dua hukum probabilitas, salah satunya yaitu hukum hasil
perkalian (aturan perkalian) dan hukum penjumlahan (aturan penjumlahan). Hukum perkalian
digunakan untuk memprediksi dua atau lebih kejadian saling bebas yang terjadi secara bersamaan
(independent). Jika terjadi salah satu kejadian tersebut tidak mempengaruhi probabilitas kejadian
lain. Aturan ini berkata bahwa probabilitas gabungan adalah hasil perkalian probabilitas
probabilitas kejadian-kejadian yang saling bebas. Sedangkan aturan penjumlahan digunakan
untuk memprediksi probabilitas dua kejadian yang saling lepas dan akan terjadi. Probabilitas
gabungan ini adalah jumlah dari probabilitas masing-masing kejadian. Kata “atau” biasanya
menandakan probabilitas ini (Elrod & Stansfield, 2006 ).
Percobaan-percobaan prsilangan secara teori akan menghasilkan keturunana dengan
nisbah tertentu yang pada hakekatnya merupakan suatu peluang diperolehnya hasil fenotipe
maupun genotipe. Peluang sama dengan nisbah semua kejadian. Saat hasil nisbah teoritis tidak
terpenuhi maka akan terjadi penyimpangan (deviasi) yang ada kalanya tidak dapat diterangkan
secara teori. Untuk menentukan bahwa hasil persilangan masih memenuhi nisbah teoritis atau
menyimpang dar nisbah, perlu dilakukan pengujian secara statistik. Pembuktian ini, sering kali
dilakukan uji X2 (chi squer tets) (Elrod & Stansfield, 2006 ).
Probabilitas atau peluang adalah suatu nilai diantara 0 dan 1 yang menggambarkan
besarnya kesempatan akan muncul suatu hal atau kejadian pada kondisi tertentu. Nilai peluang 0
berarti kejadian tak pernah atau mustahil terjadi, bila nilai peluang 1 maka kejadian tersebut dapat
dikatakan selalu atau pasti terjadi (Suryati, 2011).
Teori kemungkinan merupakan dasar untuk menentukan nisbah yang diharapkan dari
tiap-tiap persilangan genotip yang berbeda. Penggunaan teori 9n memungkinkan kita untuk
menduga kemungkinan diperolehnya suatu hasil tertentu dari persilangan tersebut (Crowder,
1988).
Untuk mengevaluasi suatu hipotesis genetik diperlukan suatu uji yang dapat mengubah
deviasi-deviasi dari nilai-nilai yang diharapkan menjadi probabilitas dan ketidaksamaan demikian
yang terjadi oleh peluang. Uji ini harus pula memperhatikan besarnya sampel dan jumlah peubah
(derajat bebas). Uji ini dikenal sebagai uji X2 (Chi Square Test).Metode X2 adalah cara yang
dapat dipakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari persilangan-persilangan
dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis.(Crowder, 1988).
Persilangan atau hibridisasi merupakan perkawinan diantara dua individu tanaman atau
hewan yang berasal dari spesies yang sama, tetapi berbeda sifat genetiknya. Hibrid merupakan
heterozigot dan bukan merupakan galur murni, untuk mendapatkan hibrid F1 yang sama perlu
dilakukan persilangan terus-menerus dengan menggunakan parental yang sama. Jika ingin
memperoleh galur murni maka hibrid F1 disilangkan kembali dengan sesamanya (Diah Aryulina
dkk, 2004)
Dugaan saat melemparkan sebuah uang logam saat mendarat dengan gambar di atas pada
separuh dari total lemparan yang dilakukan dan dengan angka di atas pada separuhnya lagi.
Probabilitas yang dihipotesiskan didasarkan pada jumlah jumlah lemparan uang logam yang tak
terbatas. Semua percobaan yang sesungguhnya melibatkan pengamatan dalam jumlah yang
terbatas, dan karenanya akan diduga bisa terjadi sejumlah penyimpangan dari jumlah yang
diharapkan (Susan dan William, 2002).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat :
 Kalkulator.
 Alat tulis.
Bahan :
 Mata uang logam.
 Lembar pengamatan.
B. Langkah Kerja
1. Satu keping mata uang logam dilempar ke atas, dicatat hasilnya (angka atau gambar).
Pelemparan dilakukan 50x. Hasilnya dianalisis dengan uji X².
2. Hal yang sama dilakukan pada kasus 2 keping uang logam yang dilempar sekaligus
serta kasus 3 keping uang logam yang dilempar sekaligus.
3. Data dicatat pada lembar pengamatan yang akan disediakan pada saat pelaksanaan
praktikum dan hasil analisis ditulis pada lembar yang tersedia di diktat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengamatan 1.
Karakter yang diamati.
Jumlah
A G
Observasi (O) 26 24 50
Harapan (E) 25 25 50
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 [(26 − 25) − 0,5]2 = 0,25 [(24 − 25) − 0,5]2 = 2,25 2,5
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 0,25 0,25
= 0,01 = 0,09 0,1
2 25 25
X2 tabel 3,841

Hasil Pengamatan 2
Karakter yang diamati
Jumlah
AA GG AG
Observasi (O) 15 13 22 50
Harapan (E) 16,67 16,67 16,67 50
(𝑂 − 𝐸)2 (15 − 16,67)2 (13 − 16,67)2 (22 − 16,67)2
44,667
= 2,789 = 13,469 = 28,409
(𝑂 − 𝐸)2 13,469 28,049
2,789
2 = 0,167 16,67 16,67 2,679
16,67
= 0,809 = 1,704
X2 tabel 5,991

B. Pembahasan
Percobaan 1 dilakukan dengan melemparkan sebuah koin, sebuah koin memiliki 2
kemungkinan, yaitu kemungkinan muncul angka dan kemungkinan muncul gambar. Jadi,
peluang untuk masing-masing kemungkinan adalah 1⁄2. Pada percobaan 1 dilakukan dengan
melemparkan sebuah koin sebanyak 50 kali, dihasilkan muncul angka sebanyak 26 kali dan
gambar sebanyak 24 kali. Berdasarkan teori kemungkinan dalam genetika, maka dapat
dihitung harapan peluang yang akan muncul dari masing-masing kejadian, yaitu 25 kali
muncul angka dan 25 kali muncul gambar.
Berdasarkan hasil perhitungan uji x2 maka pada percobaan 1 didapatkan nilai x2
hitung yaitu 0,1. Artinya nilai x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel yaitu 3,841. Hal ini
menandakan pada hasil percobaan signifikan bahwa sebaran percobaan tidak berbeda nyata
dengan sebaran harapan atau pengujian sesuai dengan perbandingannya.
Percobaan 2 dilakukan dengan melemparkan dua buah koin secara bersamaan. Dua
buah koin memiliki 3 kemungkinan, yaitu kemungkinan munculnya angka dan angka (AA),
gambar dan gambar (GG), serta angka dan gambar (AG). Jadi, peluang untuk masing-masing
kemungkinan adalah 1⁄3. Pada percobaan 2 dilakukan dengan melemparkan 2 buah uang
logam secara bersamaan sebanyak 50 kali, dihasilkan munculnya AA sebanyak 15 kali, GG
sebanyak 13 kali, dan AG sebanyak 22 kali. Berdasarkan teori kemungkinan dalam genetika,
maka dapat dihitung harapan peluang yang akan muncul dari masing-masing kejadian yaitu
AA sebanyak 16,67 kali, GG sebanyak 16,67 kali, dan AG sebanyak 16,67 kali.
Berdasarkan hasil perhitungan uji x2 maka pada percobaan 2 didapat nilai x2 hitung
yaitu 2,679. Artinya nilai x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel yaitu 5,991. Hal ini menandakan
bahwa percobaan 2 yang telah dilakukan sesuai dengan teori kemungkinan.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah melakukan praktikum ini, pada percobaan pertama dihasilkan x2 hitung
sebesar 0,1 yang artinya x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel yaitu 3,841 (x2 hitung < x2 tabel).
Sementara itu, pada praktikum kedua dihasilkan x2 hitung sebesar 2,679 yang artinya x2
hitung kurang dari x2 tabel yaitu 5,991(x2 hitung < x2 tabel). Hal tersebut menandakan bahwa
percobaan pertama dan kedua sesuai dengan teori.
B. Saran
Saat melakukan praktikum teori kemungkinan, sebaiknya teliti dalam melakukan
perhitungan pelemparan dan membaca hasil pelemparan.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persilangan monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang sama dengan satu
sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan dengan hukum Mendel I atau yang
disebut dengan hukum segresi. Pada peristiwa persilangan monohibrid, akan dihasilkan
keturunan yang tidak mirip dengan salah satu sifat induknya, tetapi sifat keturunannya berada
di antara sifat kedua induknya yang disebut sifat antara atau intermediet. Hukum ini
berbunyi, “Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan akan disegresikan
kedalam dua anakan.
Pewarisan atau yang lebih dikenal dengan hereditas merupakan suatu pewarisan dari
induk pada keturunannya. Ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat disebut dengan
Genetika. Pewarisan itu dapat ditentukan oleh Kromosom dan Gen. Kromosom adalah
struktur benang dalam inti sel yang bertanggung jawab dalam hal sifat keturunan
(Hereditas). Gen adalah unit terkecil yang terletak pada bagian kromosom yang disebut
dengan Lokus. Gen berfungsi menyampaikan informasi genetik kepada keturunannya dan
mengendalikan perkembangan dan metablisme. Aspek penting pada organisme hidup adalah
kemampuannya untuk melakukan reproduksi dan dengan demikian dapat melestarikan
jenisnya. Pada organisme yang berbiak secara seksual, individu baru adalah hasil kombinasi
informasi genetis yang disumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda yang berasal dari kedua
parentalnya.
Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu dengan hanya fokus
pada sebuah sifat yang berbeda dari sebuah karakter pada tanaman sejenis. Persilangan ini
sering dikenal dengan persilangan satu sifat beda. Konsep Kenampakan karakter sebuah
individu dipengaruhi oleh susunan basa nitogen di dalam kromosom. Di dalam kromosom
terdapat segmen-segmen DNA yang berisi informasi yang akan diwariskan kepada
keturunannya, segmen DNA dalam kromosom ini disebut dengan gen. Jadi gen adalah
sesuatu yang mempengaruhi kenampakan sebuah karakter. Konsep mengenai Kromosom
selalu berpasangan, kromosom pasangannya disebut dengan kromosom homolog. oleh
karena itu keberadaan gen yang mempengaruhi karakter yang sama dapat dijumpai pada di
kromosom homolognya. Hanya saja pengaruhnya bisa sama ataupun berbeda.

B. Tujuan
Membuktikan Hukum Mendel I pada persilangan monohibrid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum Mendel pertama disebut hukum segregasi (the low of segregation). Dimana
hukum tersebut menyatakan bahwa keberadaan sepasang faktor partikulat (gen) mengendalikan
setiap sifat dan harus bersegregasi saat pembentukan gamet dan akan menyatu secara acak saat
fertilisasi. Jadi, dua alel pengatur sifat tertentu akan terpisah pada gamet yang berbeda. Selain itu,
salah satu faktor tersebut cenderung diekspresikan dengan menutupi faktor lain apabila keduanya
muncul secara bersamaan (George H. Fried & Goerge J. Hademenos, 2006).
Hukum Mendel I dibuktikan dengan melakukan persilangan monohibrid. Persilangan
monohibrid merupakan suatu persilangan dengan menggunakan varietas-varietas induk dengan
hanya memiliki satu beda sifat. Sepasang alel yang berbeda, salah satunya akan bersifat dominan
dan yang lain bersifat resesif. Percobaan persilangan tersebut dilakukan bertujuan untuk
mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua terhadap keturunannya (Campbell, 2004).Persilangan
monohibrid ini, perkawinan pada induk disebut parental (P) dan hasil perbandingan keturunannya
disebut filial (F) (Abdurrahman, 2008).
Persilangan monohibrid adalah perkawinan yang menghasilkan pewarisan satu karakter
dari dua sifat beda. Misalnya warna bunga adalah karakter tanaman yang diamati.Mendel melihat
ada dua sifat dari karakter warna bunga tanaman kacang kapri, yaitu warna ungu dan warna
putih.Bila tanaman kacang kapri berbunga ungu disilangan dengan tanaman kacang kapri
berbunga putih, maka generasi anakan mereka adalah 100% tanaman berbunga ungu. Namun bila
tanaman berbunga ungu hasil persilangan itu dikawinkan sesamanya, keturunannya menunjukan
75% tanaman berbunga ungu dan 25% tanaman berbunga putih (Fried, 2006).
Persilanan monohibrid merupakan persilangan dengan satu sifat beda. Persilangan
monoibrid akan memiliki rasio genotip dominan dan resesif 1:2:1 dan rasio fenotp 3:1 pada
keturunan keduanya. Sedangkan pada keturunan pertamanya akan mengasilkan keturunan yang
mirip dengan induk domonannya. Persilangan monohibrid sangat penting dalam penelitian
terutama dalam bidang genetilka tumbuhan, pengujiannya akan menggunakan dasar Hukum
Mendel I atau sering disebut dengan hukum segregasi (Dwidjoseputro, 1981).
Mendel pertama kali mengetahui sifat monohybrid pada saat melakukan percobaan
penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum).Sehingga sampai saat ini di dalam persilangan
monohybrid selalu berlaku hukum Mendel I. Sesungguhnya di masa hidup Mendel belum
diketahui sifat keturunan modern, belum diketahui adanya sifat kromosom dan gen, apalagi asam
nukleat yang membina bahan genetic itu.Mendel menyebut bahan genetic itu hanya factor
penentu (determinant) atau disingkat dengan factor.Hukum Mendel I berlaku pada gametogenesis
F1 x F1 itu memiliki genotif heterozigot. Gen yang terletak dalam lokus yang sama pada
kromosom, pada waktu gametogenesis gen sealel akan terpisah, masing-masing pergi ke satu
gamet (Yatim, 1986).
Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu dengan satu sifat tanda
beda. Persilangan monohibrid akan dihasilkan keturunan yang semuannya seragam. Jika
dominasi nampak sepenunya maka F1 memiliki fenotip seperti induknya yang dominan. Saat
individu F1 heterozigot membentuk gamet maka akan terjadi pemisahan alel, sehinga gamet
hanya mempunyai sala satu alel saja. Jika domonasi nampak penu maka monoibrid akan
mengasilkan perbandingan genotip 1:2:1 dan fenotip 3:1 (Suryo, 1984).
Mekanisme persilangan monohibrid tentang kenyataan faktor-faktor gen meliputi :
1. Gen berada dalam keadaan berpasangan ( alel ).
2. Gen memisah (segregasi) dalam sel kelamin .
3. Gen tersusun secara rampang (satu alae menuju satu sel kelamin).
4. Sifat gen tetap dari generasi ke generasi berikutnya (Crowder,1990).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat :
 Alat tulis.
 Kantong.
 Kalkulator.
Bahan :
 Kancing warna merah dan putih.
 Lembar pengamatan.
B. Langkah Kerja.
Perobaan 1 :
1. Pengambilan kancing merah dan kancing putih sebanyak 100 biji kancing, dengan
pembagian kancing yaitu 50 biji kancing merah dan 50 biji kancing putih.
2. 100 biji kancing tersebut dimasukkan ke dalam kantong kemudian dikocok-kocok lalu
di ambil 2 kancing sekaligus secara acak sebanyak 50 kali.
3. Data dicatat pada lembar pengamatan yang akan disediakan pada saat pelaksanaan
praktikum dan hasil analisis ditulis pada lembar yang tersedia di diktat.
Percobaan 2 :
1. Pengambilan kancing merah dan kancing putih sebanyak 50 biji dari 60 biji
kancing.

2. Kancing tersebut diambil 1 kancing secara acak sebanyak 50 kali pengambilan.

3. Data dicatat pada lembar pengamatan yang akan disediakan pada saat pelaksanaan
praktikum dan hasil analisis ditulis pada lembar yang tersedia di diktat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
No. Varietas Kedelai Keterangan
1. 1. Epikotil (warna
ungu).
2. Kotiledon.
3. Hipokotil (warna
ungu).

2. 1. Epikotil (warna
hijau)
2. Kotiledon.
3. Hipokotil (warna
hijau).

Hasil pengamatan 1.
Karakter yang diamati
Jumlah
MM Mm mm
Observasi (O) 14 24 12 50
Harapan (E) 1 2 1
× 50 = 12,5 × 50 = 25 × 50 = 12,5 50
4 4 4
(𝑂 − 𝐸)2 (14 − 12,25)2 (24 − 25)2 (12 − 12,5)2
3,5
= 2,25 =1 = 0,25
(𝑂 − 𝐸)2 2,25 1 0,25
= 0,18 = 0,04 = 0,02 0,24
𝐸 12,5 25 12,5
X2 tabel 5,991

Hasil Pengamatan 2
Karakter yang diamati.
Jumlah
M M
Observasi (O) 32 18 50
Harapan (E) 3 1
× 50 = 37,5 × 50 = 12,5 50
4 4
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 [(26 − 25) − 0,5]2 = 0,25 [(24 − 25) − 0,5]2 = 2,25 61
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 36 25
= 0,96 =2 2,96
𝐸 37,5 12,5
X2 tabel 3,841

B. Pembahasan
Persilangan monohbrid adalah persilangan antar dua spesies yang sama dengan satu
sifat beda , persilangan ini sangat beraitan dengan Hukum Mendel l atau yang biasa disebut
dengan hukum segregasi. Pada pengamatan varietas kedelai grobogan dan muria kedelai
muria terdapat desripsi sebagai berikut.
Varietas Grobogan :

1. Dilepas tahun : 2008


2. SK Menteri : 238/kpts/sr.20/3/2018
3. Asal : Pemurnian Populasi Lokal Malabar
4. Tipe Pertumbuhan : Determinan
5. Warna Hipokotil : Ungu
6. Warna Daun : Hijau Agak tua
7. Warna Bulu Batang : Coklat
8. Epikotil : Ungu
9. Warna Bunga : Ungu
10. Warna Kulit biji : Kuning muda
11. Warna polong tua : Coklat
12. Warna Hilum biji : Coklat
13. Bentuk Daun : lanceolat.
14. Percabangan :-
15. Uumr Berbunga : 30-32 haro
16. Umur polong Masak : ±76 hari
17. Tinggi tanaman : 50-60 cm
18. Bobot Biji : ±189 / 100 biji
19. Rata-rata hasil : 2,77 ton / ha
20. Potensi hasil : 3,00 ton / ha
21. Kandungan Protein : 43,9 %
22. Kandungan Lemak : 18,4 %
23. Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan
tumbuh yang berbeda cukup besar , pada musim hujan
dan di daerah beririgasi baik
24. Sifat lain : Polong masak tidak mudah pecah, dan pada saat
panen daun luruh 95–100% saat panen >95% daunnya
telah luruh
25. Pemulia : Suharna,M. Muclish Adie
26. Peneliti : T. Adisarwanto, Sumarsono, Sunardi, Tjandramukti, Ali
Muchtar, Sihono, SB. Purwanto, Siti Khawariyah,
Murbantoro, Alrodi, Tino Vihara, Farid Mufhti, dan
Suharno.
27. Pengusul : Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan, BPSB Jawa
Tengah, Pemerintah Daerah Prov Jawa Tengah.
Varietas Muria :
1. Status : Sudah dilepas berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 18
Kpts/TP.240/1/1987 pada tanggal 14 Januari 1987.
2. Asal usul : Seleksi pedigree dari varietas Orba
yang diradiasi dengan sinar gamma dosis 0,4 kGy.
3. Nomor induk : PsJ/69.
4. Nomor Galur : PsJ/69.
5. Warna hipokotil : Hijau.
6. Warna Epikotil : Hijau.
7. Warna Daun : Hijau muda.
8. Warna Bunga : Putih
9. Warna hilum biji : Kuning
10. Warna kulit polong masak : Coklat.
11. Warna bulu : Coklat.
12. Tipe tumbuh : Determinit.
13. Tinggi tanaman : 40-50 cm.
14. Umur mulai berbunga : 33-35 hari.
15. Umur polong masak : 83-88 hari.
16. Bentuk biji : Bulat agak lonjong.
17. Kerebahan : Tahan rebah.
18. Bobot 100 biji : 12,5 gram.
19. Kandungan protein : 35-36%
20. Kandungan lemak : 21,5%
21. Hasil rata-rata : 1,8 ton/hektar
22. Ketahanan terhadap penyakit : cukup tahan terhadap karat daun
23. Keterangan : Polong tidak mudah pecah.
24. Pemulia : Hendratno dan Rivaie Ratma.

Pada tabel pengamatan 1 dilakukan percobaan pengambilan kancing merah dan putih
sebanyak 100 biji kancing dengan pembagian kancing yaitu biji kancing merah dan 50 biji
kancing putih. Kancing berwarna merah melambangkan gen warna merah (dominan) dan
kancing berwarna putih melambangkan gen warna putih (resesif), sedangkan 25 kancing
merah dan 25 kancing putih melambangkan gamet jantan dan gamet betina. 100 kancing
dimasukkan ke dalam kantong kemudian dikocok-kocok lalu diambil 2 kancing sekaligus
secara acak sebanyak 50 kali pengambilan. Kemungkinan terambilnya kancing yaitu Merah
dan Merah (MM), Merah dan Putih (Mm), dan Putih dan Putih (mm) dengan perbandingan
1
1:2:1 menurut Hukum Mendel 1 dengan presentase MM sebanyak 4 × 50 = 12,5 , Mm
2 1
sebanyak 4 × 50 = 25, dan mm sebanyak 4 × 50 = 12,5.

Berdasarkan hasil perhitungan uji x2 didapat nilai x2 hitung yaitu 0.24 dengan
kemunculan MM sebanyak 14 kali, Mm sebanyak 12 kali, dan mm sebanyak 12 kali. Artinya
nilai x2 hitung lebih kecil daripada x2 tabel yaitu 5,991. Hal ini menandakkan bahwa
percobaan sesuai dengan teori Hukum Mendel 1 (hukum segregasi) dengan perbandingan
fenotipe 1:2:1
Pada tabel pengamatan 2 dilakukan percobaan pengambilan kancing merah dan putih
sebanyak 50 kancing dari 60 biji kancing. Kancing merah melambangkan gen warna merah
(dominan) dan kancing putih melambangkan warna putih (resesif), Kancing tersebut diambil
1 biji secara acak sebanyak 50 kali pengambilan, Kemungkinan terambilnya kancing
3
menurut Hukum Mendel yaitu M (merah) sebanyak 4 × 32 = 37,5 kali (75%) dan m (putih)
1
sebanyak 4 × 50 = 12,5 (25%).

Berdasarkan hasil perhitungan uji x2 didapatkan nilai x2 hitung sebesar 2,96 yang
artina nilai x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel yaitu 3,841 dengan kemunculan M sebanyak 32
kali dam putih sebanyak 18 kali. Hal ini menandakan bahwa percobaan tersebut sesuai
dengan teori Hukum Mendel 1.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari percobaan 1 dihasilkan x2 hitung sebesar 0,24 dan x2 tabel yaitu 5,99. Hal
tersebut dapat disimpulkam bahwa x2 hitung < x2 tabel yang berarti percobaan 1 sesuai
dengan teori Hukum Mendel 1. Sementara itu, pada percobaan 2 dihasilkan x2 hitung sebesar
2,96 dan x2 tabel yaitu 3,841. Hal tersebut menandakan bahwa percobaan 2 sesuai dengan
teori Hukum Mendel 1.
B. Saran
Sebaiknya pada saat menghitung rumus, memasukkan data hasil pengamatan, dan
menghitung hasil ambilan dilakukan dengan teliti.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek penting pada organisme hidup adalah kemampuannya untuk melakukan
reproduksi dan dengan demikian dapat melestarikan jenisnya. Pada organisme yang
berkembangbiak secara seksual, individu baru adalah hasil kombinasi informasi genetis yang
disumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda yang berasal dari kedua parentalnya. Hukum
mendel II atau dikenal dengan The Law of Independent assortmen of genes atau Hukum
Pengelompokan Gen Secara bebas dinyatakan bahwa selama pembentukan gamet, gen-gen
sealel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang bukan alelnya.
Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari 2
individu yang memiliki satu atau lebih karakter yang berbeda. Monohibrid adalah hibrid
dengan 1 sifat beda, dan Dihibrid adalah hibrid dengan 2 sifat beda.
Persilangan dihibrida merupakan perkawinan dua individu dengan dua tanda beda.
Persilangan ini dapat membuktikan kebenaran Hukum Mendel II yaitu bahwa gen-gen yang
terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan dihasilkan empat
macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 kenyataannya, seringkali terjadi
penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan. Masalah penurunan sifat/hereitas mendapat
perhatian banyak peneliti. Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar
hereditas. Dari penelitiannya, menghasilkan hukum Mendel I dan hukum Mendel II.
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang
atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada
pasangan sifat yang lain sehingga alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling
memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan tinggi tanaman dengan
warna bunga suatu tanaman tidak saling mempengauhi. Induk jantan (tingkat 1) mempunyai
genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR
(secara fenotipe berwarna merah).
Mendel melakukan persilangan dengan menyilangkan tanaman dengan dua sifat beda,
misalnya warna bunga dan ukuran tanaman. Persilangan dihibrid juga merupakan bukti
berlakunya hukum Mendel II berupa pengelompokkan gen secara bebas saat pembentukkan
gamet. Persilangan dengan dua sifat beda yang lain juga memiliki perbandingan fenotip
F2 sama, yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Berdasarkan penjelasan pada persilangan monohibrid dan dihibrid
tampak adanya hubungan antara jumlah sifat beda, macam gamet, genotip, dan fenotip
beserta perbandingannya. Persilangan dihibrid yang menghasilkan keturunan dengan
perbandingan F2, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 merupakan bukti berlakunya Hukum Mendel II yang
disebut Hukum Pengelompokkan Gen secara Bebas. Dengan percobaan Mendel, maka secara
sederhana dapat kita simpulkan bahwa gen itu diwariskan dari induk atau orang tua kepada
keturunannya melalui gamet.
B. Tujuan
Membuktikan Hukum Mendel II pada persilangan Dihibrid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum mendel II : pengelompokkan gen secara bebas. Dalam bahasa inggris : “
Independent Assortment of ganes.” Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen
sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meosis. Pembuktian hukum ini dipakai
pada Dihibrid atau Polihibrid, yakni persilangan dari individu yang memiliki 2 atau lebih
karakter berbeda. Disebut juga Hukum Asortasi. (Yatim:2003).
Hukum mendel II disebut hukum pengelompokkan gen secara bebas (dalam bahasa
inggris: “ the law of independent Assortment of ganes”). Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen
dari sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi(meiosis) pada
waktu pembentukkan gamet. (Suryo:1994)
Disamping melakukan percobaan dengan pewarisan satu sifat beda. Mendel juga
melakukan persilangan dengan dua sifat beda. Prinsip segregasi mendel berlaku pada segregasi
kromosom homolog. Mendel menyilangkan tanaman yang mempunyai dua macam alel yang
berbeda. Ia menyilangkan tanaman ercis yang berwarna kuning dan berbiji bulat dengan tanaman
tanaman yang berwarna hijau dan berbiji keriput. F1 penyilangan 2 parental homolog adalah
dihibrid (heterozigot) untuk dua gen yang terkait individu F1 ini disebut individu dihibrid dan
persilangannya disebut persilangan dihibrid. (Sisunandar:2011)
Kalau disilangkan kacang ercis kuning-bulat dengan kacang ercis hijau-keriput ternyata
F1 terdiri atas kacang ercis yang bijinya kuning-bulat semua. Ini menunukkan karakter kuning
dan bulat sama dominan terhadap hijau dan keriput. Lalu kalau F1 melakukan penyerbukan
sendiri, terdapat F2 yang bukan terdiri atas 2 kelas saja fenotipenya tapi ada 4 kelas. Keempat
kelas fenotipe F2 yaitu: kuning-bulat, kuning-keriput, hijau-bulat, hijau keriput. (Yatim:2003)
Ratio perbandingan F2 kalau dijumlahkan semua yang memiliki karakter sama dari keempat
macam itu, akan didapat : 9 kuning-bulat : 3 kuning-keriput : 3 hijau-bulat : 1 hijau-keriput. Bila
disingkat : Ratio Fenotipe dihibrid F2 : 9 : 3 : 3 : 1 (Yatim : 2003)
Berlakunya hukum mendel II yaitu ketika terjadinya meiosis pada gametogonium
individu yang memiliki genotipe double-heterozigot, triple-heterozigot, atau poli-hiterozigot, dan
seterusnya sesuai dengan jenis hibridnya, apakah di, tri atau poli-hibrid. Sesuai anafase I saat
pemisaahan dan pengelompokkan gen-gen secara bebas, ke kutub atas atau ke kutub bawah
(Yatim:2003)
BAB III
METODE PRATIKUM
A. Alat dan Bahan.
Alat :
 Botol bening
 Cawan petridis
 Alat tulis.
Bahan :
 Lalat Drosophila melanogaster
 Media lalat
 Plastik bening
 Chloroform
 Kapas
 Lembar pengamatan.

B. Prosedur Kerja
1. Lalat Drosophila jenis ebony, mata merah, dan putih dipilih untuk dikawinkan.
2. Setelah nampak berbentuk pupa (6-7 hari setelah dikawinkan), semua induk persilangan
harus dibuang sebelum pupa-pupa menjadi imago.
3. Pengamatan dilakukan pada keturunan pertamanya (Fi). Apabila terdapat lebih dari satu
macam fenotip, persilangan ini tidak dapat diteruskan hingga F1, karena hasil seperti ini
menunjukkan bahwa betina yang digunakan ada yang tidak virgin.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Bagian – Bagian Jantan Betina Keterangan


Tubuh Jantan : Tubuh lebih
kecil
Betina : Tubuh Lebih
Besar
Sayap Jaantan: Sayap lebih
kecil
Betina : Sayap lebih
besar
Abdomen Jantan : Abdomen
tumpul
Betina : Abdomen
lancip
Sisir Kelamin Jantan : Sisir kelamin
(Sex Camb) berbulu
Betina : Sisir kelamin
tidak berbulu

Persilangan Drosophila Melanogaster

Botol Jantan Betina Media


1 2 ebony 1 ebony pisang
2 1 ebony 4 mata merah pisang
3 2 mata merah 1 ebony Nasi
4 campur campur pisang

B. Pembahasan
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara dua individu dengan 2 gen yang
berbeda. Persilangan dihibrid sangat berkaitan dengan hukum mendel 2 yang berbunyi
“Independent assortment of gens” atau pengelompokkan gen secara bebas. Genotipe bersifat
heterozigot pada 2 lokus. Dihibrid membentuk 2 gamet yang berbeda secara genetis dengan
frekuensi yang sebanding akibat pasang-pasang kromosom non-homolog berorientasi secara
acak pada lempeng metafase meiosis pertama.
Praktikum persilangan dihibrid menggunakan lalat buah ( Drosophila melanongaster)
sebagai bahan percobaan untuk membuktikan Hukum mendel 2 pada persilangan dihibrid.
Ada perbedaan antara lalat buah jantan dan betina pada jjenis ebony. Pertama, pada tubuh
yaitu berukuran lebih kecil daripada lalat buah betina. Kedua, sayap lalat buah jantan lebih
panjang dan ramping dengan ujung meruncing daripada sayap betina yang lebih lebar dengan
ujung membulat. Ketiga, pada abdomen lalat buah jantan ujungnya tumpul dan berwarna
hitam sedangkan pada lalat betina abdomen berbentuk runcing dengan warna putih.
Keempat, pada sisir kelamin lalat jantan terdapat bulu sedangkan lalat betina tidak.
Pada percobaan ini menggunakan lalat buah mata merah dan lalat buah ebony.
Persilangan dilakukan dengan beberapa perlakuan. Lalat-lalat yang akan disilangkan
dimasukkan kedalam botol bening dengan media. Botol 1 dengan media pisang, disilangkan
antara 2 jantan ebony dan 1 betina ebony. Botol kedua dengan media pisang, disilangkan
antara 1 jantan ebony dengan 4 betina mata merah. Botol 3 dengan media nasi, disilangkan
antara 2 jantan mata merah dan 1 betina ebony. Botol 4 dengan media pisang, disilangkan
antara lalat ebony dan lalat mata merah. Selanjutnya, didiamkan selama 3 hari agar dapat
melakukan persilangan.
Pada percobaan ini tidak menghasilkan keturunan karena indukan lalat mati sehingga
tidak terjadi persilangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kematian lalat antara lain
karena media yang dipakai kontanuitan, suhu lingkungan, ketersediaan media makanan,
intensitas cahaya, dan tingkat kepadatan tempat perkembangbiakan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara dua individu sejenis yang melibatkan
dua sifat yang berbeda. Lalat drosophila merupakan famili droshopilidae yang memiliki 8
kromosom. Lalat buah ini sering kali dijadikan sebagai objek perjobaan persilangan
ddihirbid karena mimiliki siklus hidup yang pendek, serta mudah sekali dikembang biakkan.

B. Saran
1. Sebaiknya dengan mengamati jenis lalat dan kelaminnya harus cermat.
2. Sebaiknya dalam melakukan praktikum saat mengamati lalat dalam plastik bening
harus hati-hati agar tidak mati.
3. Sebaiknya praktikum dilakukan sesaat lalat datang, agar lalat tidak cepat mati karena
lalat didatangkan dari daerah yang jauh.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persilangan dua DNA melalui perkawinan dua organisme akan menghasilkan individu
yang bervariasi. Beberapa ciri tampak menyatu, tetapi seringkali hilang, dan muncul pada
generasi berikutnya. Ada individu yang tampak sama dengan individu asal, tetapi terdapat
kemungkinan individu yang sama sekali berbeda dengan individu asal. Misteri Ilmu
Genetika tersebut berhasil diungkap oleh Mendel.
Hukum Mendel pertama kali ditemukan oleh Gregor Johan Mendel, dia menggunakan
tanaman kacang ercis (Pisum Sativum) untuk penelitiannya. Dia menggunakan kacang ercis
karena tanaman tersebut hidupnya tidak lama, memiliki bunga sempurna, dan memiliki tujuh
sifat yang jelas perbedaannya. Prinsip-prinsip yang ditemukan Mendel di terima secara
umum namun peneliti-peneliti berikutnya sering menemukan perbandingan fenotipe yang
aneh, seakan-akan tidak mengikuti hukum Mendel. Beberapa peneliti genetika menunjukkan
adanya penyimpangan terhadap kedua hukum Mendel tersebut. Ternyata penyimpangan ini
hanya merupakan penyimpangan semu karena pola dasarnya sebenarnya sama dengan
Hukum Mendel.
Persilangan dihibrid (perkawinan dua individu dengan dua tanda beda) dapat
membuktikan kebenaran hukum Mendel II yaitu bahwa gen-gen yang terletak pada
kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan dihasilkan empat macam
fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1. Umumnya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil
yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi
gen yang bersifat homozigot letal, dan sebagainya.
Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah peristiwa munculnya perbandingan yang
tidak sesuai dengan Hukum Mendel. Penyimpangan semu karena sebenarnya prinsip
segregasi bebas tetap berlaku, tetapi karena gen-gen yang membawakan sifat memiliki ciri
tertentu maka perbandingan yang dihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel.
Penyimpangan semu Hukum Mendel disebut juga dengan Hukum non-Mendel.
Penyimpangan terjadi karena ada beberapa gen saling mempengaruhi dalam
menunjukkan fenotipe. Perbandingan fenotipe dapat berubah, tetapi prinsip dasar dari cara
pewarisan, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Mendel. Beberapa cara penurunan sifat tidak
mengikuti Hukum Mendel II dengan rasio klasik Filial 2 yaitu 9:3:3:1. Kedua pasang gen
tersebut akan mengadakan interaksi yang menghasilkan fenotipe baru, atau ada juga terjadi
penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut Epistasis.

B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui penyimpangan hukum Mendel.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Orang yang pertama mengadakan percobaan perkawinan silang ialah Gregor Mendel,

seorang rahib Australia yang hidup pada tahun 1822-1884, dan dia dikenal sebagai pencipta atau

Bapak Genetika. Beliau melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum

sativum). Percobaan yang dilakukannya selama bertahun-tahun tersebut, Mendel berhasil

menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat yang kemudian menjadi landasan utama bagi

perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan (Suryo, 2008).

Keturunan yang dihasilkan oleh induknya banyak yang tidak dapat dianalisis dengan cara

Mendel sederhana, seperti dihibrid dan monohibrid. Oleh karena itu, terjadi penyimpanagan semu

pada hukum mendel. Penyimpangan semu hukum mendel adalah penyimpangan yang tidak

keluar dari hukum Mendel walaupun terjadi perubahan pada rasio F2-nya karena genmemiliki

sifat yang berbeda-beda sehingga rasio fenotipe tidak sama dengan yang diuraikan oleh hukum

Mendel (Abdurrahman, 2008).

Penyimpangan semu hukum Mendel disebabkan oleh genetik dan interaksi alel dimana

alel-elel yang berasal dari gen yang berbada terkadang berinteraksi dengan memunculkan

perbandingan fenotipe yang tidak umum. Hal tersebut menyebabkan dominasi suatu alel terhadap

alel lain tidak selalu terjadi. Contohnya interaksi bentuk pial pada ayam yang berbentuk rose dan

walnut (Yunus, dkk., 2006).

Penyimpangan semu hukum mendel memiliki lima bentuk, yaitu: komplementer, polimer,

epistatis, hipostatis dan kriptomeri.

1. Komplementer, merupakan bentuk gen yang saling melengkapi. Jika salah satu gen tidak

muncul, maka sifat yang dimaksud oleh gen tersebutjuga tidak muncul atau muncul tidak

sempurna. Berdasarkan hasil persilangan, perbandingan penyimpangan semu ini adalah 9 : 7.

2. Polimer, adalah dua gen atau lebih yang menempati lokus yang berbeda tetapi memiliki sifat

yang sama. Berdasarkan hasil persilangan, penyimpangan semu ini menghasilkan

perbandingan 15 : 1.

3. Epistatis

Epistatis dan hipostatis saling berinteraksi. Epistatis merupakan sifat yang menutupi,

sedangkan hipostatis adalah sifat yang tertutupi.


a. Epistatis dominan, adalah adanya gen dminan yang menutupi (bersifat epistatis).

Perbandingannya 12 : 3 : 1.

b. Epistatis resesif, yaitu terdapat satu gen resesif yang bersifat epistatis. Perbandingannya 9

: 3 : 4.

Kriptomeri, adalah suatu sifat tersembunyi pada induk dan akan muncul pada keturunannya

karena adanya dua gen dominan yang bertemu membentuk sifat lain dan adanya satu gen yang

bersifat epistatis. Perbandingan persilangan ini 9 : 3 : 4 (Abdurrahman, 2008).

Hasil persilangan dari Mendel diantaranya setelah kering ada yang berbiji keriput dan bulat,

polong ada yang berwarna hijau dan kuning.Hasil tersebut selama penyerbukan Mendel

memperhatikan bahwa varietas-varietas tersebut terus menerus menghasilkan keturunan yang

identik dengan induknya (Kimball, 1983).


BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat :
 Lembar pengamatan.
 Alat tulis.
Bahan :
 Kantong
 Kancing warna.
B. Prosedur Kerja.
1. Kantong plastik diambil satu yang berisi kancing warna, kemudian dikocok hingga
homogen.
2. Satu butir kancing diambil, dan dicatat hasilnya.
3. Pengambilan kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian dicatat pada lembar
pengamatan yang akan disediakan pada saat praktikum.
4. Data dianalisa dengan menggunakan uji X².
5. Kode kantong dicantumkan pada bagian atas.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Epistasis dominan resesif (13:3).
Karakter yang diamati.
Jumlah
Merah (13) Putih (3)
Observasi (O) 54 36 90
Harapan (E) 13 3
× 90 = 73 × 90 = 17 90
16 16
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 [(54 − 73) − 0,5]2 [(36 − 17) − 0,5]2
722,5
= 380,25 = 342,25
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 380,25 342,25
= 5,2 = 20,13 25,33
𝐸 73 17
X2 tabel 3,841

2. Gen duplikat dengan efek kumulatif (9:6:1)


Karakter yang diamati Jumlah
MM Mm mm
Observasi (O) 43 39 8 90
Harapan (E) 9
× 90 6 1
16 × 90 = 33,75 × 90 = 5,625 90
16 16
= 50,625
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 [(14 − 50,625) [(39 − 33,75) [(8 − 5,625)
92,09
− 0,5]2 = 66,02 − 0,5]2 = 22,56 − 0,5]2 = 3,51
[(𝑂 − 𝐸) − 0,5]2 66,02 22,56 3,51
= 1,304 = 0,668 = 0,624 2,596
𝐸 50,625 33,75 5,625
X2 tabel 5,991

B. Pembahasan
Penyimpangan hukum mendel adalah penyimpangan yang tidak keluar dari hukum
mendel tetapi terjadi perubahan pada rasio F2-nya karena gen memiliki sifat yang berbeda-
beda sehingga rasio fenotipe tidak sama dengan yang diuraikan oleh hukum mendel, yaitu
3:1 ataupun pola 9:3:3:1 . Namun, perbandingan fenotipe tersebut masih mengikuti prinsip-
prinsip hukum mendel.
Beberapa peristiwa yang menunjukkan penyimpangan hukum mendel sebagai berikut
dengan perbandingannya:
1. Epistasis dominan (12:3:1)
2. Epistasis resesif (9:3:4)
3. Epistasis dominan resesif (13:1)
4. Epistasis dominan duplikat (15:1)
5. Epistasis resesif dominan (9:7)
6. Epistasis duplikat dengan efek kumulatif (9:6:1)
Dalam praktikum kali ini, dilakukan percobaan penyimpangan hukum mendel
peristiwa epistasis dominan resesif dan epistasis duplikat dengan efek kumulatif.
Epistasis dominan resesif (inhibiting gen) merupakan penyimpangan semu yang terjadi
karena terdapat dua gen dominan yang jika dalam keadaan bersama akan menghambat
pengaruhh salah satu gen dominan tersebut. Pertistiwa ini akan mengakibatkan perbandingan
fenotipe F2 menjadi 13:3.
Hasil percobaan pada epistasis dominan resesif pada pengambilan 90 kali biji kancing
warna merah dan putih di dalam kantong kain adalah x2 hitung sebesar 25,33 dengan x2 tabel
sebesar 3,841. Artinya, percobaan tersebut tidak sesuai dengan teori.
Perobaan yang kedua adalah peristiwa gen duplikat dengan efek kumulatif, Gen
duplikat dengan efek kumulatif yaitu penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua
gen dominan yang mempengaruhi bagian tubuh makhluk hidup yang sama. Jika berada
bersama-sama, fenotipenya merupakan gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut.
Perbandingan fenotipe F2 nya yaitu 9:6:1.
Pada percobaan kali ini dilakukan pengambilan kancing di dalam kantong yang berisi
kancing merah, putih, dan hitam sebanyak 90 kali dihasilkan x2 hitung sebesar 2,596 dengan
x2 tabel sebesar 5,991. Artinya, percobaab tersebut sesuai dengan teori.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil x2 hitung pada percobaan epistesis dominan resesif adalah 2,596 dengan x2 tabel
3,841. Percobaan tersebut sesuai teori penyimpangan hukum mendel karena x2 hitung lebih
besar dari pada x2 tabel .
Hasil x2 hitung pada percobaan gen duplikat dengan efek kumulatif adalah 2,596
dengan x2 tabel 5,991. Percobaan tersebut sesuai teori penyimpangan hukum mendel karena
x2 hitung lebih kecil dari pada x2 tabel.

B. Saran
Sebaiknya saat melakukan perhitungan kancing setelah pengambilan 90 kali dan saat
melakukan perhitungan x2 hitung dilakukan dengan teliti.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu genetika menarik perhatian terhadap nisbah fenotipe dan genotipe dari keturunan
yang dihasilkan dari keturunan tertentu. Hal ini meliputi persilangan antara dua tetua murni
untuk mendapatkan F1 heterosigot. F1 heterosigot kemudian dibuahi sendiri atau saling
disilangkan (intercross) dengan F1 yang lain untuk memdapatkan keturunan F2 atau F1
disilang balik dengan tetua homosigot resesif dalam suatu uji silang (testcross). Analisis
nisbah F1, F2 dan uji silang dapat digunakan untuk menentukan dominasi, jumlah gen yang
mengatur suatu sifat, jarak peta dan urutan letak gen.
Analisis genetik penting bagi pemulia tanaman dalam pengembangan varietas baru.
Suatu varietas tanaman baru yang dikembangkan merupakan modifikasi dari suatu populasi.
Pemulia tanaman tertarik untuk mengarahkan evolusi dari suatu populasi dengan tujuan
memperbaiki sifat dari tanaman tersebut. Yang menarik bagi pemulia tanaman yaitu
frekuensi gen yang mengatur ketahanan penyakit dalam populasi itu. Pengertian tentang
susunan genetik populasi dan kekuatan yang mengubah frekuensi gen berguna dalam
mempertahankan konsentrasi gen yang diinginkan.

B. Tujuan
Menghitung frekuensi alele dan frekuensi genotipe; membuktikan hukum Hardy-
Weinberg, serta mengukur sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Suatu populasi terdiri atas individu-individu sejenis yang saling berinteraksi, dalam suatu
poulasi menurut hukum Hardy-Weinberg adalah tetap. Menurut hukum Hardy-Weinberg jika
individu-individu dalam populasi melakukan atau mengadakan persilangan secara acak dan
beberapa asumsi terpenuhi, maka frekuensi alel dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan
yang stabil, yaitu tidak berubah dari generasi ke generasi berikutnya. Tiap gamet yang terbentuk
akan sebanding dengan frekuensi masing-masing alelnya dan frekuensi tiap tipe zigot akan sama
dengan hasil kali dari frekuensi gamet-gametnya (Stanfield, 1991).
Beberapa asumsi yang mendasari perolehan kesimbangan genetik seperti diekspresikan
dalam persamaan Hardy-Weinberg adalah:
1. Populasi itu tidak terbatas besarnya dan melakukan secara acak(panmiktis).
2. Tidak terdapat seleksi, yaitu setiap genotype yang dipersoalkan dapat bertahan hidup sama
seperti yang lain (tidak ada kematian diferensial).
3. Populasi itu tertutup yaitu tidak terjadi perpindahan (migrasi).
4. Tidak ada mutasi dari satu alelik kepada yang lain. Mutasi diperbolehkan jika laju mutasi
maju dan kembali adalah sama atau ekuivalen.
5. Terjadi meiosis normal, sehingga hanya peluang yang menjadi faktor operatif dalam
gametogenesis.
Jika dalam suatu populasi terjadi perubahan dalam keseimbangan populasi tersebut maka
akan terjadi pelanggaran batasan hukum Hardy-Weinberg akan menyebabkan poulasi tersebut
bergerak menjauhi frekuensi keseimbangan gametik dan zigotik (Stanfield, 1991).
Frekuensi merupakan perbandingan antara banyaknya individu dalam suatu kelas dengan
jumlah seluruh individu.Setiap individu memiliki sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif.Timbulnya
berbagai variasi dalam sifat keturunan tertentu merupakan pengaruh dari gen-gen ganda (multiple
gen atau poligen). Poligen merupakan salah satu dari seri gen ganda yang menentukan pewarisan
secara kuantitatif (Suryo, 1984).
Tahun 1908 G.H. Hardy ( seorang ahli matematika bangsa inggris ) dan W. Weinberg (
seorang dokter bangsa Jerman ) secara terarah menemukan dasar-dasar yang ada hubungannya
dengan frekuensi di dalam populasi. Prinsip yang terbentuk pernyataan teoritis itu terkenal
sebagai prinsip Ekuilibriun Hardy-Weinberg. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa di dalam
populasi yang ekuilibrium ( dalam keseimbangan ), maka baik frekuensi gen maupun frekuensi
genotipe akan tetap dari satu generasi ke generasi seterusnya. Hal ini dijumpai dalam populasi
yang besar, dimana perkawinan berlangsung secara acak ( random ) dan tidak ada pilihan /
pengaturan atau faktor lain yang dapat merubah frekuensi gen (Suryo, 1986 ).
Apabila perkawinan terjadi secara rambang dan bila beberapa asumsi terpenuhi maka
frekuensi alel dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu tidak berubah
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tipe gamet yang bebeda ( gamet dengan alel berbeda )
akan terbentuk sebanding dengan frekuensi masing-masing alelnya dan frekuensi tiap tipe zigote
akan sama dengan hasik kali dari frekuensi gamet-gametnya ( Crowder, L.V. 1986 ).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat :
 Neraca (timbangan elektrik),
 Kalkulator.
 Alat tulis.
Bahan :
 Kantong plastik yang berisi kancing warna
 Kantong plastik yang berisi kacang tanah
 Lembar pengamatan.

B. Prosedur Kerja.
Percobaan 1.
Misal suatu populasi yang sudah dalam keadaan seimbang, tersusun dari individu-individu
dengan warna merah (GG), putih (gg), dan merah (Gg).
1. Dua ratus individu diambil secara acak
2. Warna individu yang diambil di catat
3. Frekuensi genotip dan frekuensi alel G dan alel g dihitung

Percobaan 2.
Dua kantong yang sama ukurannya disiapkan.
1. Kantong di isi dengan 2 macam warna kancing baju dengan perbandingan seperti hasil
perhitungan point 1. Kedua kantong isinya sama banyak.
2. Kancing diambil secara acak dari kantong dan warna keduanya dicatat.
3. Pengambilan kancing diulang sebanyak 100×.
4. Frekuensi genotip dan frekuensi alelnya dihitung.
5. Data dimasukkan dalam tabel yang tersedia.
6. Data dianalisis dengan X².

Percobaan 3
Pengamatan karakter kuantitatif dan kualitatif menggunakan kacang tanah.
1. Individu diambil secara acak dari populasi kacang tanah yang tersedia dan ditimbang.
2. Pekerjaan diulangi sebanyak 100×.
3. Warna dan bobotnya diamati dan dibuat grafik.
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel bobot dan jumlah kacang tanah.

Jumlah
No. Bobot (gr) Kacang
Tanah
1 2,5 7
2 3 10
3 3,5 12
4 4 15

Grafik bobot dan jumlah kacang tanah.

16

14

12
Jumlah Kacang Tanah

10

0
2,5 3 3,5 4
Bobot Kacang Tanah (gr)

Tabel percobaan pengambilan kancing.

Karakter yang diamati


Jumlah
M (GG) P (Gg) H (gg)
Observasi (O) 28 45 27 100
Harapan (E) 1 2 1
× 100 = 25 × 100 = 25 × 100 = 25 100
4 4 4
(𝑂 − 𝐸) 28 − 25 = 3 45 − 50 = −5 27 − 25 = 2 0
(𝑂 − 𝐸)2 32 (−5)2 22
= 0,36 = 0,5 = 0,16 1,02
𝐸 25 25 25
X2 tabel 5,991

Keterangan :
Merah = GG =p2

Putih = Gg = 2pq

HItam = gg = q2

1. Perhitungan Frekuensi Genotipe

∑M
P² = GG = 100 × 100%

= 28 × 100%

= 28%

∑P
2pq : Gg = 100 × 100%

= 45 × 100%

= 45 %

∑H
q² : gg = 100 × 100%

= 27 × 100%

= 27%

2. Frekuensi Fenotipe

∑M
P² = GG = 𝑁

∑M
P² = 𝑁

28
p = 100

p = √0,28

p = 0,52

∑M
2pq = 𝑁

45
= 100

= 0,45

p+q=1

q= 1 – p
= 1 – 0,52

= 0,48

B. Pembahasan
Hukum Hardy-Weinberg adalah Hukum ini menyatakan bahwa dalam suatukondisi
tertentu yang stabil, frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap
konstan generasi ke generasi dalam suatu populasi yang berbiak seksual, yakni berada dalam
kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-
pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut
meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik,
dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih
pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah
tidak mungkin terjadi di alam (Kimball, 1983) .
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan genotip suatu
populasi selalu konstan dari generasi ke generasindengan kondisi tertentu. Kondisi tersebut
adalah :
1. Ukuran populasi besar. Jika ukuran populasi besar maka mudah untuk dipertemukan
jodohnya antara alel A dengan a sehingga perkawinan secara acak dapat terkendali.
2. Populasi terisolasi. Jika antar populasi yang satu dnegan yang lainnya tidak berpindah
(migrasi) maka keragaman akan tetap terjaga sehingga tidak ada nantinya suatu alel
dominan terhadap alel tertentu.
3. Jumlah mutasi gen dalama alel seimbang. Dengan kata lain, mutasi yang seimbang tidak
akan mengganggu anggung gen (gene pool).
4. Perkawinan acak. Dengan adanya perkawinan acak maka keseimbangan gen akan tetap
terkendali sehingga tidak ada suatu gen yang dominan terhadap gen tertentu.
5. Kemampuan reproduksi antar individu sama. Dengan kemampuan reproduksi antar
individu yang sama maka keseimbangan gen juga akan terkendali (Kimball, 1992)
Frekuensi alel adalah proporsi ataupun perbandingan keseluruhan kopi gen yang
terdiri dari suatu varian gen tertentu (alel). Dengan kata lain, ia merupakan jumlah kopi suatu
alel tertentu dibagi dengan jumlah kopi keseluruhan alel pada suatu lokusdalam suatu
populasi. Ia dapat diekspresikan dalam bentuk persentase. Ilmugenetika populasi mempelajari
bahwa frekuensi alel digunakan untuk menggambarkan tingkat keanekaragamangenetikpada
suatu individu, populasi, dan spesies (Stansfield, 1991)
Frekuensi genotipe didefinisikan sebagai proporsi atau persentasegenotipe tertentu di
dalam suatu populasi. Dapatpula diartikan sebagai proporsi/persentase individu di dalam
suatupopulasi yang tergolong ke dalam genotipe tertentu. Frekuensigenetik menggambarkan
susunan genetik populasi tempat merekaberada. Susunan genetik suatu populasi ditinjau dari
gen-gen yang adadinyatakan sebagai frekuensi gen, atau disebut juga frekuensi alel,yaitu
proporsi atau persentase alel tertentu pada suatu lokus (Stansfield, 1991) .
Sifat kuantitatif adalah sifat yang tidak tampak dari luar dan tidak dapat diamati
dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan satuan terntentu. Sifat kuantitatif sangat
berhubungan dengan produksi.Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh sejumlah besar pasang gen
yang berperan secara aditif, dimonans dan epistatik dan bersama-sam di pengaruhi oleh
lingkungan (non genetik), menghasilkan ekpresi fenotip sebagai sifat kunatitatif. Keragaman
sifat kuantitatif bersifat kontinyu berkisar antara nilai minimum dan maksimum dan
menggambarkan suatu distribusi normal. Karena jumlah yang besar dan saham masing-
masing alel yang kecil maka peranan gen secara sepasang demi sepasang tidak
penting(Campbell, 2000).
Hasil yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah dalam percobaan satu yaitu
percobaan kacang tanah ditimbang dengan timbangan analitik dan didapatkan hasil bahwa
dalam bobot 2,5 gram kacang tanah berjumlah 7 kacang, 3 gram sebanyak 10 kacang tanah,
3,5 gram sebanyak 12 kacang tanah, dan 4 gram sebanyak 15 kacang tanah.
Percobaan kedua yaitu pengambilan kancing berwarna merah (GG), putih (Gg), dan
hitam (gg). Hasil observasi didapatkan GG sebanyak 28 kancing, gg sebanyak 27 kancing,
dan Gg sebanyak 45 kancing. Setelah dilakukan perhitungan, dihasilkan x2 hitung sebesar
1,02, artinya x2 hitung lebih kecil daripada x2 tabel yaitu 5,991. Lalu, hasil perhitungan
frekuensi genotipe yaitu GG sebesar 28%, Gg sebesar 45%, dan gg sebesar 27%. Sementara
itu, hasil perhitungan frekuensi fenotipe yaitu GG sebesar 0,52, Gg sebesar 0,45, dan gg
sebsar 0,48.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada percobaan penimbangan kacang dengan jumlah kacang yang ditimbang yaitu
menunjukkan bahwa jika jumlah biji kacang semakin banyak maka bobot (massa) kacang
semakin besar dan kualitasnya semakin bagus.
Pada percobaan pengambilan kancing dihasilkan x2 hitung sebesar 1,02 dan x2 tabel
yaitu 5,99. Hal tersebut dapat disimpulkam bahwa x2 hitung < x2 tabel yang berarti
percobaan tersebut sesuai dengan teori. Sementara itu, hasil perhitungan frekuensi genotipe
yaitu GG sebesar 28%, Gg sebesar 45%, dan gg sebesar 27%. Sementara itu, hasil
perhitungan frekuensi fenotipe yaitu GG sebesar 0,52, Gg sebesar 0,45, dan gg sebsar 0,48.
B. Saran
Sebaiknya saat melakukan perhitungan frekuensi alele, frekuensi genotipe, dan
pengukuran kualitatif dan kuantitatif harus cermat dan teliti

Anda mungkin juga menyukai