Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dekomposisi merupakan proses yang sangat komplek dan penting dalam

fungsi ekologi yang melibatkan beberapa factor. Sampah daun dan kayu yang
mencapai tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam
horizon mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah. Material organik
diuraikan oleh mikroorganisme karena berperan sebagai sumber energi dan
makanan bagi mikroorganisme tersebut. Hasil penguraian oleh mikroorganisme
akan berguna sebagai penyediaan hara tanaman. Pelepasan hara dari pembusukan
bahan organic di dalam tanah merupakan langkah penting dalam fungsi ekosistem.
Dekomposisi berlangsung melalui transformasi energi di dalam dan di antara
organisme-organisme. Proses dekomposisi merupakan fungsi yang sangat penting,
sebab jika proses ini tidak terjadi, semua makanan akan terikat pada tubuh-tubuh
mati, dan dunia ini akan penuh oleh sisa-sisa dan bangkai-bangkai. Penghancuran
untuk setiap tumbuhan dan binatang mati tidak sama. Lemak, gula, dan protein
dapat segera dibusukkan akan tetapi selulosa, lignin, kayu lama sekali
dihancurkannya. Demikian juga chitin, rambut, dan tulang-tulang binatang sangat
sukar dihancurkan.
Dalam proses dekomposisi dihasilkan pula berbagai zat kimia yang
mempunyai dampak positif sebagai perangsang pertumbuhan dan mempunyai
dampak negative sebagai penghambat pertumbuhan. Zat yang dihasilkan tersebut
disebut dengan hormon lingkungan. Sebagai mikroorganisme mempunyai fungsi
di dalam ekosistem selain untuk mengatur keperluan guna kelangsungan
kehidupan sendiri adalah juga sebagai :
1. Mineralisasi bahan-bahan organik yang telah mati.
2. Menghasilkan makanan untuk organisme lain.
3. Menghasilkan zat kimia yang disebut dengan hormon lingkungan (Irwan,
2012 :48-49).

Dekomposisi serasah adalah salah satu dari tingkatan proses terpenting daur
biogeokimia dalam ekosistem hutan (Hardiwinoto dkk., 1994). Serasah yang telah
membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah) dan
akhirnya menjadi tanah

Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna,

sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap
lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat
lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi
yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas
serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh
serasah. Kualitas serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah
(dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan serasah di permukaan
tanah menjadi lebih lama (Yustian, 2010). Laju dekomposisi paling cepat teradi
pada minggu pertama. Hal ini dikarenakan pada serasah yang masih baru masih
banyak persediaan unsur-unsur yang merupakan makanan bagi mikroba tanah atau
bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur.
Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap proses dekomposisi serasah, yaitu:
1) Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang
terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air.
2) Penghawaan (weathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktorfaktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air.
3) Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahanpecahan organik oleh
makhluk hidup yang melakukan dekomposisi (Fiqa, 2011).
Stevenson (1982) dalam Rahmawaty (2000), menyatakan bahwa proses
dekomposisi mempunyai tiga tahapan, yaitu:
1) fase perombakan bahan organik segar. Proses ini merubah ukuran bahan
menjadi lebih kecil.
2) fase perombakan lanjutan, pada proses ini melibatkan kegiatan enzim
mikroorganisme tanah.
Fase perombakan terdiri menjadi beberapa tahapan yaitu:
a) Tahapan awal, mempunyai ciri-ciri kehilangan secara cepat bahan-bahan
yang mudah terdekomposisi sebagai akibat pemanfaatan bahan organik
sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme tanah, terutama

bakteri. Proses ini menghasilkan sejumlah senyawa sampingan seperti


NH3, H2S, CO2, asam organik dan lain-lain.
b) Tahapan tengah: terbentuk senyawa organik tengahan atau antara
(intermediate products dan biomassa baru sel organisme).
c) Tahapan akhir: dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur
bagian jaringan tanaman atau hewan yang lebih resisten (misal:lignin).
Peran fungi dan Actomycetes pada tahapan ini sangat dominan.
3) fase perombakan dan sintesis ulang senyawa senyawa organik
(humifikasi) yang akan membentuk humus.
Barges dan Raw (1976) dalam Rahmawaty (2000), menyatakan bahwa proses
perombakan berawal dari perombakan yang besar oleh makrofauna dengan
meremah-remah substansi habitat yang telah mati, sehingga menghasilkan
butiran-butiran feases. Butiran tersebut akan dimakan oleh mesofauna sperti
cacing tanah dan sama dengan hasil akhir butiran-butiran feases. Materi terakhir
akan dirombak oleh mikroorganisme khususnya bakteri dan jamur. Mekanisme
dekomposisi serasah daun oleh organisme dan mikroorganisme yaitu jamur dan
bakteri yang memiliki peranan penting dalam proses dekomposisi. Dekomposer
seperti jamur dan bakteri akan memanfaatkan bahan organik dalam bentuk
terlarut. Kelembaban rendah peran jamur dalam mendekomposisi lebih dominan
daripada bakteri, sehingga serasah yang mengalami dekomposisi akan berubah
menjadi humus dan akhirnya menjadi tanah.
Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat
fisika dan kimia) serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan
kelembaban tempat dekomposisi berlangsung. Faktor penting yang berpengaruh
terhadap proses dekomposisi suatu bahan atau serasah adalah kualitas (sifat fisika
dan kimia). Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan
awal (initial content) lignin, selulosa, dan karbohidrat berpengaruh terhadap
tingkat dekomposisi serasah daun (Hardiwinoto, 1994).
1.2.

Tujuan dan Kegunaan


Percobaan bertujan untuk mengetahui proses dekomposisi dan tingkat
dekomposisi daun dari beberapa vegetasi pohon.

Percobaan

diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang proses

terjadinya dekomposisi oleh mikroorganisme serta faktor-faktor yang


mempengaruhi laju dekomposisi tanaman.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dekomposisi

Dekomposisi adalah penguraian bahan organik menjadi bahan-bahan


sederhana, misalnya dalam proses pembentukn kompos, karena kegiatan jasad
renik atau hewan tanah dan karena pengaruh factor fisik, seperti suhu dan
kelembapan (Mien A RifaI, 2004). Dekomposisi terbentuk melalui suatu proses
fisika dan kimia yang mereduksi secara kimia bahan organik yang telah mati pada
vegetasi dan binatang. Dekomposisi bahan organik hutan mempunyai dua tahap
proses. Yang pertama, ukuran partikel dari bagian bunga ke batang dari pohon
yang besar, dipecah ke dalam spesies yang lebih kecil yang dapat direduksi secara
kimia. Yang kedua, biasanya sampai aktifitas organisme spesies kecil ini dari
bahan organik direduksi dan dimineralisasi untuk melepaskan unsur dasar dari
protein, karbohidrat, lipid dan mineral yang dapat dikonsumsi, diserap oleh
organisme atau dihanyutkan dari sistem (Edward, 1977 dalam Golley, 1983).
Dekomposisi merupakan proses yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh
keberadaan

dekomposer baik

jumlah

maupun

diversitasnya.

Sedangkan

keberadaan dekomposer sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan


baik kondisi kimia, fisika maupun biologi. Faktor-faktor utama yang sangat
berpengaruh terhadap dekomposisi antara lain oksigen, bahan organik dan bakteri
sebagai agen utama dekomposisi (Sunarto, 2004).
Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang
sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fiungi, dan hewan tanah lainnya)
atau sering di sebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organic
yag berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organic sederhana
(Sutedjo et al. 1991).

2.2. Serasah
Serasah merupakan biomassa tumbuhan yang ditemukan di atas
permukaan tanah .Serasah adalah lapisan tanah bagian atas yang terdiri dari
bagian tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun, ranting dan cabang, bunga
dan buah, kulit kayu serta bagian lainnya, yang menyebar di permukaan tanah di

bawah hutan sebelum bahan tersebut mengalami dekomposisi. Serasah berfungsi


sebagai penyimpanan air sementara secara berangsur akan melepaskan ke tanah
bersama dengan bahan organic berbentuk zarah yang larut, memperbaiki struktur
tanah, dan menaikkan kapasitas penyerapan (Kurniasari, 2009).
Menurut Nasoetion (1990), serasah adalah lapisan teratas dari permukaan
tanah yang mungkin terdiri atas lapisan tipis sisa tumbuhan. Tanaman
memberikan masukan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan rantingnya
yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Serasah yang jatuh di
permukaan tanah dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan
mengurangi penguapan. Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh
kualitas bahan oraganik tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama
bahan tersebut dilapuk, sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada
permukaan tanah hutan (Hairiah, dkk, 2005).
2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi
Laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh faktor lingkungan , contoh, pH,
iklim

(temperature,

kelembapan),

komposisi

kimia

dari

serasah,

dan

mikroorganisme tanah. Laju dekomposisi lebih lambat pada pH rendah dibanding


pH netral. Lebih lanjut serasah yang berada pada daerah yang mempunyai jumlah
mikro organisme yang lebih banyak cenderung lebih cepat terdekomposisi
dibanding pada daerah yang mempunyai jumlah mikroorganisme sedikit. Laju
dekomposisi serasah lebih cepat pada kondisi aerobik dibanding kondisi
anaerobik (Sulistiyanto dkk, 2005).
Osono dan takeda (2006), menambahkan bahwa kecepatan dekomposisi
serasah daun dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1). Tipe serasah
Kandungan senyawa yang terkandung di dalam serasah seperti kandungan
lignin, selulosa, dan karbohidratnya. Tipe serasah mempengaruhi kemampuan
suatu mikroba untuk mendekomposisi senyawa-senyawa kompleks yang
terkandung di dalam serasah, dimana lignin akan lebih susah untuk

didekomposisi, selanjutnya selulosa dan gula sederhana adalah senyawa


berikutnya yang relatif cepat didekomposisi.
2). Temperatur
Donelly et al. (1990), kecepatan dekomposisi tertinggi ditunjukan pada
suhu 24 C. Suhu merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sifat
fisiologi mikroorganisme yang hidup lingkungan tersebut. Setiap peningkatan
suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju metabolisme organisme menjadi
dua kali lipat (Nontji et al., 1980). Akan tetapi penambahan suhu maksimal
dapat mematikan mikroorganisme pendegradasi serasah.
3). Pengaruh pH
Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh pH, dimana aktivitas selulase
yang tinggi menurut Kulp (1975), bahwa pH optimum untuk aktivitas selulase
kapang berkisar antara 4,5-6,5. Enzim pada umumnya hanya aktif pada
kisaran pH yang terbatas. Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan
menurunnya aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh
turunnya afinitas atau stabilitas enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim
disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat
sebagai akibat perubahan pH (Irawadi, 1991).
Proses dekomposisi dikendalikan oleh tiga tipe faktor, yaitu: kondisi
lingkungan fisik, kualitas dan kuantitas dari substrat yang tersedia untuk
dekomposer, serta karakteristik dari komunitas mikroba.
1. Kondisi Lingkungan Fisik
a. Temperatur
Temperatur mempengaruhi proses dekomposisi secara langsung dengan
meningkatkan aktivitas mikroba dan secara tidak langsung dengan
mengubah kelembaban tanah serta kuantitas dan kualitas masukan bahan
organik ke dalam tanah.. Keadaan temperatur yang tinggi secara terus
menerus menyebabkan proses dekomposisi berlangsung dengan lebih
cepat. Temperatur yang tinggi juga meningkatkan tingkat pelapukan kimia,
yang dalam jangka pendek menyebabkan peningkatan pasokan nutrisi.
Sebagian besar efek tidak langsung dari temperatur menyebabkan

terjadinya peningkatan respirasi tanah pada suhu yang hangat dan


memberikan kontribusi pada proses dekomposisi yang lebih cepat (diamati
pada kondisi iklim hangat).
b. Kelembaban
Dekomposer mengalami kondisi paling produktif dalam kondisi lembab
yang hangat (pasokan oksigen yang cukup tersedia) kondisi yang
menyebabkan tingkat dekomposisi yang tinggi pada hutan tropis.
c. Properti Tanah
Proses dekomposisi terjadi lebih cepat pada kondisi netral daripada
kondisi asam. Terlepas dari penyebab perubahan keasaman dan komposisi
jenis tanaman yang terkait, pH rendah cenderung dikaitkan dengan tingkat
dekomposisi yang rendah.
d. Gangguan pada Tanah
Gangguan pada tanah berpengaruh pada peningkatan dekomposisi dengan
mempromosikan proses aerasi serta mengekspos permukaan baru untuk
proses penyerangan oleh mikroba. Peristiwa proses ini pada hakikatnya
mengganggu agregat tanah sehingga bahan organik yang terkandung di
dalamnya menjadi lebih terbuka terhadap oksigen dan kolonisasi oleh
mikroba. Dampak gangguan pada tanah ini yang paling menonjol terlihat
pada keadaan tanah basah yang hangat dimana proses aerasi yang telah
meningkat ini besar pengaruhnya terhadap proses dekomposisi.
2. Kualitas dan Kuantitas Substrat
a. Sampah
Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada tingkat dekomposisi pada dasarnya
merupakan konsekuensi yang logis dari jenis senyawa kimia yang hadir
dalam serasah atau sampah tersebut. Senyawa-senyawa ini dapat
dikategorikan diantaranya sebagai senyawa metabolik labil (seperti gula
dan asam amino), senyawa struktural agak labil (seperti selulosa dan
hemiselulosa), dan senyawa struktural solid (seperti lignin dan cutin).
Sampah yang cepat membusuk (terdekomposisi) umumnya memiliki
kuantitas konsentrasi yang lebih tinggi pada substrat labil dan konsentrasi
yang lebih rendah pada senyawa solid.
b. Materi Organik Tanah

Materi organik tanah dihasilkan dari sampah melalui proses fragmentasi


oleh invertebrata tanah serta perubahan kimia oleh mikroba. Setelah
mikroba ini mati, komponen chitin serta komponen solid lain pada dinding
sel mikroba tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan proporsi massa
dari sampah (massa sampah sebelum yang ditambah massa mikroba) dan
reaksi-reaksi non-enzimatik yang menghasilkan senyawa humic.
3. Komposisi Komunitas Mikroba dan Kapasitas Enzimatis

Aktivitas enzim dalam tanah bergantung pada komposisi komunitas


mikroba dan sifat dari matriks tanah. Komposisi dari komunitas mikroba
berperan sangat penting karena komposisi tersebut sangat berpengaruh
terhadap jenis dan tingkat produksi enzim.
2.4. Keuntungan atau pentingnya proses dekomposisi
Pada proses deomposisi, material organik yang diuraikan oleh mikroorganisme
dan organisme kecil lain berperan sebagai sumber energy dan makanan bagi
mikroorganisme tersebut , juga sebagai sumber hara bagi tanaman.
Selain itu, pentingnya proses dekomposisi juga dapat antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Meningkatkan kesuburan tanah


Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

BAB III
METODOLOGI
3.2.

Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan selama 2 hari yaitu hari Rabu, 7 September 2016 dan

Kamis, 8 September 2016. Di laksanakan di Teaching Farm Universitas


Hasanuddin Makassar.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cangkul,
cutter, oven, timbangan dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah 3 jenis daun vegetasi pohon yaitu daun kihujan, kupu-kupu, dan bungur,
kantong plastik gula 12 buah, polybag ukuran 30 x 40 cm 6 buah, label, lakban
bening, dan tanah.
3.3. Perlakuan
Perlakuan yang dicobakan adalah proses dekomposisi daun dari 3 jenis
tanaman (kihujan, kupu-kupu, dan bungur) masing-masing terdiri dari: daun segar

yang dicacah (1) dan daun kering yang dicacah(2) sehingga terdapat 6 perlakuan.
Setiap perlakuan, diambil masing-masing seberat 10 g lalu dimasukkan kedalam
kantong plastik untuk kemudian disimpan dalam polybag.
3.3.

Metode Pelaksanaan

Adapun metode pelaksanaan praktikum yaitu:


1.
2.
3.
4.

Mnyiapakan alat dan bahan


Memasukkan tanah ke masing-masing polybag bagian
Mengamati dan mencatat sifat fisik serta kimia daun sebelum dicacah.
Mencacah dan menimbang daun, kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik, setiap kantong plastik terisi 10 g, dan setiap perlakuan terdiri masing-

masing dua kantong yang telah dilubangi.


5. Memasukkan masing-masing 2 kantong ke dalam setiap polybag sesuai
perlakuan. Lalu meniimbun dengan tanah hingga penuh.
6. Memberi label nama pada polybag sebagai penanda
7. Kemudian menyimpannya di tempat yang aman. Setelah 1 bulan, mengambil
kantong pertama pada setiap polybag, memperhatikan kembali sifat fisik dan
kimia daun tersebut, mengeringkan dalam oven kemudian menimbang
beratnya. Menutup kembali polybag dengan tanah.
8. Setelah 2 bulan, mengambil kantong plastic kedua pada setiap polybag,
memperhatikan kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, mengeringkan
dalam oven kemudian menimbang beratnya.
9. Komponen yang diamati yaitu laju dekomposisi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Dekomposisi Serasah. [ diakses pada tanggal 12 September 2016
pada

situs

http://chanlightz.blogspot.co.id/2010/07/dekomposisi-

serasah.html.
Utami, Aldha Rizky, 2010. Laporan Praktikum Ekologi Terestrial Tanah dan
Dekomposisi. [diakses 12 September 2016 pada situs http://uniquelybiology.blogspot.co.id/2013/06/laporan-praktikum-ekologiterestrial_7.html.
Sulistiyanto, dkk, 2005. Laju Dekomposisi Dan Pelepasan Hara Dari Serasah
Pada Dua Sub-Tipe Hutan Rawa Gambut Di Kalimantan Tengah. Jurnal
Manajemen Hutan Tropika. [diakses 9 September 2016 pada situs
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/31060.
Saputra, Muh. Rizky, 2014. Makalah Ekologi Tumbuhan Produksi Serasah Dan
Dekomposisi.

[diakses

18

September

2016

pada

situs

http://muhammad03putra.blogspot.co.id/2014/11/makalah-ekologitumbuhan-produksi.html.
Raharjo, Ristanto. 2006. Studi Terhadap Produktivitas Serasah, Dekomposisi
Serasah, Air Tembus Tajuk dan Aliran Batang, serta Leaching pada

Beberapa Kerapatan Tegakan Pinus (Pinus merkusii)di Blok Cimenyan,


Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. [diakses 18 September 2016
pada

situs

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789

46116/E06rra.pdf;j
sessionid=6F050951766CEAE8DF3FB5444D35CE72 ?sequence=1.
Anonim, 2010. Dekomposisi: Heterogenitas Temporal dan Spasial, serta Faktor
Pengendali. [ diakses 18 September 2016 pada situs https://dbabipress.
wordpress.com/2010/09/22/dekomposisi-heterogenitas-temporal-danspasial-serta-faktor-pengendali/.

Anda mungkin juga menyukai