Anda di halaman 1dari 22

FISIOLOGI TUMBUHAN

ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT)

Dosen Pengampu :

Dr. Dasumiati, M. Si

Penyusun :

Tom Ibnu (11170950000032)

Pratama Aji Nugroho (11170950000050)

BIOLOGI 4B

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M / 1440 H
1
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudian sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)” ini tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu
oleh dosen kami, Dr. Dasumiati, M.Si. Selain itu, kami berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat dan mudah dipahami bagi banyak orang, meskipun kami tahu masih terdapat
beberapa kekurangan dari makalah yang kami susun.

Maka dari itu, kami mohon maaf jika ada salah kata ataupun kekeliruan, kami berharap adanya
masukan serta saran kritikan yang membangun dari Anda demi terciptanya makalah yang lebih
baik lagi.

Terimakasih,

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tim Penyusun,

Ciputat, Mei 2019

2
Daftar Isi
Daftar Isi...................................................................................................3
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………...4
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………..5
1.3. Tujuan…………………………………………………………………………5

II. Pembahasan
a. Pengertian Hormon Tumbuhan……………………………..….......................6
b. Pengertian Zat Pengatur Tubuh ……………............................................……6
c. Jenis-Jenis Zat Pengatur Tubuh.........................................................................7
d. Peranan Zat Pengatur Tubuh …………............................................................9
e. Mekanisme Kerja Hormon ………………….................................................12
f. Cara Pembuatan Zat Pengatur Tubuh (Hormon)……………......... ………...16

III. Penutup
1.1. Kesimpulan……………………………………………………………….…20
1.2. Saran…………………………………………………………………...........20

Daftar Isi…………………………………………………………………………….21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertumbuhan dan perkembangan dari suatu tanaman dipengaruhi oleh beberapa
faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal sendiri terdiri atas segala sesuatu yang
berkaitan dengan fisiologi tanaman tersebut baik itu keturunan dan semacamnya, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang mendukung tanaman dari luar tubuh tanaman itu sendiri
untuk tumbuh dan berkembang salah satunya ZPT (Zat Pengatur Tubuh) atau hormon. Zat
pengatur tumbuh (ZPT) merupakan hormon sintetis dari luar tubuh tanaman. Zat pengatur
tumbuh memiliki fungsi untuk merangsang perkecambahan, pertumbuhan akar, dan tunas.
Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri
kimia maka ditemukan banyak senyawa-senyawa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang
serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal
dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth Regulator). Tentang
senyawa hormon tanaman dan zat pengatur tumbuh, dapat mencirikannya sebagai berikut :
1. Fitohormon atau hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam
jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditranslokasikan
kebagian lain tanaman dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu tanggapan secara
biokimia, fisiologis dan morfologis.
2. Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi
rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.
3. Inhibitor adalah senyawa organik yang menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak
ada selang konsentrasi yang dapat mendorong pertumbuhan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari hormon tumbuhan?


2. Apa pengertian dari zat pengatuh tubuh?
3. Ada berapa jenis zat pengatur tubuh (hormon)?

4
4. Apa peranan dari zat pengatur tumbuh?
5. Bagaimana mekanisme kerja hormon?
6. Bagaimana cara pembuatan zat pengatur tubuh (hormon)?

1.3 Tujuan
a) Mengetahui pengertian dari hormon tumbuhan
b) Mengetahui pengertian dari zat pengatuh tubuh
c) Mengetahui jenis-jenis zat pengatur tubuh
d) Mengetahui peranan zat pengatur tumbuh
e) Mengetahui mekanisme kerja hormon
f) Mengetahui cara pembuatan zat pengatur tubuh (hormon)

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hormon Tumbuhan


Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang dihasilkan oleh satu
bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang dipengaruhinya. Hormon pada
tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang
terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah
satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat,
atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan. Hormon
tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Kehadirannya di dalam sel pada kadar yang sangat rendah menjadi prekursor (pemicu) proses
transkripsi RNA. Hormon tumbuhan sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa
aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan yang terjadi di
luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong reaksi pembentukan hormon tertentu. Apabila
konsentrasi suatu hormon di dalam sel telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu
nisbah tertentu dengan hormon lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai
berekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses
adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
jenisnya.

2.2 Pengertian Zat Pengatur Tumbuh


Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah hormon tumbuhan sintetik yang diproduksi di pabrik
dengan meniru karakter hormon tanaman. Oleh karena itu, meskipun ZPT itu sintetik, khasiat
dan fungsinya sama dengan hormon yang diproduksi oleh tanaman. ZPT yang diproduksi sendiri
oleh tanaman disebut phytohormone (hormon tanaman). Phytohormone adalah zat organik yang
di sintesis oleh tanaman, ditraslokasikan ke bagian tanaman lain, dan dalam konsentrasi yang
sangat rendah secara efektif mempengaruhi proses fisilogi tanaman. Ada beberapa kelompok
Phytohormone atau ZPT yaitu: Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen, dan Asam absitat (ABA).

6
2.3 Jenis-Jenis Zat Pengatur Tumbuh
2.3.1 Auksin
Frits Went yang menemukan bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil
ke arah cahaya. Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel pada
sisi yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin. Auksin yang ditemukan Went kini
diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Hal tersebut dapat dikatakan sebagai fototaksis
positif, sedangkan fotokasis adalah gerak menjauhi cahaya. Contoh tanaman yang menjauhi
cahaya adalah alga hijau yang menjauhi intensitas berlebih.
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama
mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasilkan secara
alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloro IAA
(4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan
auksin sintetik, misalnya NAA (napthalene acetic acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid)
dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid) . Istilah auksin juga digunakan untuk zat
kimia yang meningkatkan perpanjangan koleoptil ; walaupun demikian, auksin pada
kenyataannya mempunyai fungsi ganda pada Monocotyledoneae maupun pada Dicotyledoneae.
Auksin alami yang berada di dalam tumbuhan, adalah asam indol asetat (IAA=Indol Asetic
Acid), akan tetapi, beberapa senyawa lainnya, termasuk beberapa sintetisnya, mempunyai
aktivitas seperti auksin. Nama auksin digunakan khususnya terhadap IAA. Walaupun auksin
merupakan hormon tumbuhan pertama yang ditemukan, namun masih banyak yang harus
dipelajari tentang transduksi sinyal auksin dan tentang regulasi biosintesis auksin.
Kenyataan sekarang mengemukakan bahwa auksin diproduksi dari asam amino triptopan di
dalam ujung tajuk tumbuhan. Pengaruh IAA terhadap pertumbuhan batang dan akar tanaman
kacang kapri. Kecambah yang diberi perlakuan IAA menunjukkan pertambahan tinggi yang
lebih besar (kanan) dari tanaman kontrol (kurva hitam). Tempat sintesis utama auksin pada
tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung. IAA yang diproduksi di tunas ujung
tersebut diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong pemanjangan sel batang. IAA
mendorong pemanjangan sel batang hanya pada konsentrasi tertentu yaitu 0,9 g/l. Di atas
konsentrasi tersebut IAA akan menghambat pemanjangan sel batang. Pengaruh menghambat ini
kemungkinan terjadi karena konsentrasi IAA yang tinggi mengakibatkan tanaman mensintesis

7
ZPT lain yaitu etilen yang memberikan pengaruh berlawanan dengan IAA. Berbeda dengan
pertumbuhan batang, pada akar, konsentrasi IAA yang rendah.

2.3.2 Giberelin
Giberelin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh
Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939). Ia
dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar
kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi ini dan
menghasilkan "Gibberelline A" dan "Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya
menghasilkan GA1, GA2, dan GA3. Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di
Laboratory of the Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross,
1954 dalam Weaver 1972).
Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang biasanya
disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya, misalnya GA6.
Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung
akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan
adalah dalam bentuk inaktif, tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada
spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada tumbuhan
ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah dijumpai pada bakteri. GA
ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti auksin pergerakannya bersifat tidak
polar.
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai prekursor pada
sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tanaman lebih kuat
dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auksin apabila diberikan secara tunggal.
Namun demikian auksin dalam jumlah yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat
memberikan efek yang maksimal. Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan
monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan
konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa mencapai
2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah diberi GA. Efek
giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi

8
perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin. Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa
memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji.

2.3.3 Sitokinin
Skoog (1955) melakukan penelitian dengan cara memisahkan jaringan empulur Nikotiana
tabaccum dari unsur-unsur pembuluh dan korteks kemudian menempatkannya dalam suatu
medium pertumbuhan dan hasilnya adalah tidak terjadi pembelahan sel pada jaringan empulur
tersebut. Tetapi jika jaringan pembuluh ditempatkan sedemikian rupa sehingga bersinggungan
dengan jaringan empulur, maka jaringan empulur akan melakukan pembelahan sel lagi.
Sitokinin merupakan ZPT yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa macam
sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan
sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar,
embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-
sel target pada batang. Ahli biologi tumbuhan juga menemukan bahwa sitokinin dapat
meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga
menunda penuaan daun, bunga dan buah dengan cara mengontrol dengan baik proses
kemunduran yang menyebabkan kematian sel-sel tanaman. Penuaan pada daun melibatkan
penguraian klorofil dan protein-protein, kemudian produk tersebut diangkut oleh floem ke
jaringan meristem atau bagian lain dari tanaman yang membutuhkannya.
Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu tunas
lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan ini merupakan hasil
interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi dari
akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal kemudian diangkut
ke bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem lateral yang
letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas
cabang dan fenomena ini disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat di bagian bawah
tajuk (daerah yang berdekatan dengan akar) biasanya akan tumbuh memanjang dibandingkan
dengan tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini menunjukkan ratio
sitokinin terhadap auksin yang lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan. Interaksi antagonis
antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu cara tumbuhan dalam mengatur derajat

9
pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar yang banyak akan menghasilkan sitokinin
dalam jumlah banyak. Peningkatan konsentrasi sitokinin ini akan menyebabkan sistem tunas
membentuk cabang dalam jumlah yang lebih banyak. Interaksi antagonis ini umumnya juga
terjadi di antara ZPT tumbuhan lainnya.

2.3.4 Etilen
Etilen mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut buah tropika
selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang masak lanjut
mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum masak. Sejak saat itu
Etilen (C2H2) dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.
Etilen adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan
(phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai hormon karena telah
memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, besifat mobil dalam
jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Seperti hormon lainnya etilen berpengaruh
pula dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi
umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan
nenas.
Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa etilen dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.
Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat
meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut
akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan. Proses pematangan buah didahului
dengan klimakterik (pada buah klimakterik). Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu
periode mendadak yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan
biologis yang diawali dengan proses sintesis etilen. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh
jumlah etilen yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA. Proses klimakterik pada
Apel diperkirakan karena adanya perubahan permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym dan
susbrat yang dalam keadaan normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya.
Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik, atau
keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ini disebabkan oleh karena perombakan khlorofil
dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena
hilangnya klorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sintesis likopen dan

10
perombakan klorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat. Menjadi lunaknya buah
disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis
zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah
ini diatur oleh enzim-enzim antara lain enzim hidroltik, poligalakturokinase, metil asetat,
selulosa.
Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan
kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada lidah. Pematangan
biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-
asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan
kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas pada buah. Proses pematangan juga diatur
oleh hormon antara lain auksin, sitokinin, giberellin, asam-asam absisat dan ethylene. Auksin
berperanan dalam pembentukan etilen, tetapi auksin juga menghambat pematangan buah.
Sitokinin dapat menghilangkan perombakan protein, giberelin menghambat perombakan klorofil
dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzym
penyusun/pembentuk karotenoid, dan etilen dapat mempercepat pematangan.
Faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek memacu gugurnya daun juga oleh
pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini menyebabkan
perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin. Auksin mencegah absisi dan tetap
mempertahankan proses metabolisme daun, tetapi dengan bertambahnya umur daun jumlah
etilen yang dihasilkan juga akan meningkat. Sementara itu, sel-sel yang mulai menghasilkan
etilen akan mendorong pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen merangsang lapiasan
absisi terpisah dengan memacu sintesis enzim yang merusak dinding-dinding sel pada lapisan
absisi. Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi tumbuhan untuk mencegah
kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada saat itu akar tidak mampu
menyerap air pada tanah yang membeku.

2.3.5 Asam Absisat (ABA).


Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi menjadi
dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup
menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada cambium pembuluh
sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada

11
kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena diketahui bahwa ZPT ini
menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah popular
walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun.
Pada kehidupan suatu tumbuhan merupakan hal yang menguntungkan untuk
menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi
tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semi air, karena proses perkecambahan dengan
suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui
mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai
penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah
sampai air hujan mencuci ABA keluar dari biji.

2.4 Peranan Zat Pengatur Tumbuh


2.4.1 Auksin
a. Auksin Di Dalam Perpanjangan Sel
Meristem tunas apikal adalah tempat utama sintesis auksin. Pada saat auksin bergerak
dari ujung tunas ke bawah ke daerah perpanjangan sel, maka hormon auksin mengstimulasi
pertumbuhan sel, mungkin dengan mengikat reseptor yang dibangun di dalam membran plasma.
Auksin akan menstimulasi pertumbuhan hanya pada kisaran konsentrasi tertentu; yaitu antara :
10-8 M sampai 10-4 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi; auksin akan menghambat
perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi produksi etilen, yaitu suatu hormon yang pada
umumnya berperan sebagai inhibitor pada perpanjangan sel. Berdasarkan suatu hipotesis yang
disebut hipotesis pertumbuhan asam (acid growth hypothesis), pemompaan proton membran
plasma memegang peranan utama dalam respon pertumbuhan sel terhadap auksin. Di daerah
perpanjangan tunas, auksin menstimulasi pemompaan proton membran plasma, dan dalam
beberapa menit; auksin akan meningkatkan potensial membran (tekanan melewati membran) dan
menurunkan pH di dalam dinding sel. Pengasaman dinding sel ini, akan mengaktifkan enzim
yang disebut ekspansin; yang memecahkan ikatan hidrogen antara mikrofibril sellulose, dan
melonggarkan struktur dinding sel. Ekspansin dapat melemahkan integritas kertas saring yang
dibuat dari selulose murni.
b. Auksin dalam Pembentukan Akar Lateral dan Akar Adventif

12
Auksin digunakan secara komersial di dalam perbanyakan vegetatif tumbuhan melalui
stek. Suatu potongan daun, maupun potongan batang, yang diberi serbuk pengakaran yang
mengandung auksin, seringkali menyebabkan terbentuknya akar adventif dekat permukaan
potongan tadi. Auksin juga terlibat di dalam pembentukan percabangan akar. Beberapa peneliti
menemukan bahwa dalam mutan Arabidopsis, yang memperlihatkan perbanyakan akar lateral
yang ekstrim ternyata mengandung auksin dengan konsentrasi 17 kali lipat dari konsentrasi yang
normal.
c. Auksin Sebagai Herbisida
Auksin sintetis seperti halnya 2,4-dinitrofenol (2,4-D), digunakan secara meluas sebagai
herbisida tumbuhan. Pada Monocotyledoneae, misalnya : jagung dan rumput lainnya dapat
dengan cepat menginaktifkan auksin sintetik ini, tetapi pada Dikotiledon tidak terjadi, bahkan
tanamannya mati karena terlalu banyak dosis hormonalnya. Menyemprot beberapa tumbuhan
serialia ataupun padang rumput dengan 2,4-D, akan mengeliminir gulma berdaun lebar seperti
dandelion.

2.4.2 Giberelin
a. Perpanjangan Batang
Akar dan daun muda adalah tempat utama yang memproduksi gibberellin. Gibberellin
menstimulasi pertumbuhan pada daun maupun pada batang; tetapi efeknya dalam pertumbuhan
akar sedikit. Di dalam batang, gibberellin menstimulasi perpanjangan sel dan pembelahan sel.
Seperti halnya auksin, gibberellin menyebabkan pula pengendoran dinding sel, tetapi tidak
mengasamkan dinding sel. Satu hipotesis menyatakan bahwa; gibberellin menstimulasi enzim
yang mengendorkan dinding sel, yang memfasilitasi penetrasi protein ekspansin ke dalam
dinding sel. Di dalam batang yang sedang tumbuh, auksin, mengasamkan dinding sel dan
mengaktifkan ekspansin; sedangkan gibberellin memfasilitasi penetrasi ekspansin ke dalam
dinding sel untuk bekerja sama dalam meningkatkan perpanjangan sel. Efek gibberellin dalam
meningkatkan perpanjangan batang, adalah jelas, ketika mutan tumbuhan tertentu yang kerdil,
diberi gibberellin.
b. Pertumbuhan Buah
Aplikasi gibberellin secara komersial yaitu dengan menyemprot anggur ‘Thompson’
menjadi tanpa biji adalah sangat penting. Hormon menjadikan buah anggur secara individu

13
tumbuh lebih besar, sesuai dengan ukuran yang diinginkan konsumen; dan juga menjadikan ruas
(internodus) lebih panjang, sehingga lebih banyak tempat bagi tiap-tiap buah anggur untuk
berkembang.

2.4.3 Sitokinin
a. Pengaturan Pembelahan Sel dan Diferensiasi Sel
Sitokinin diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada akar,
embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan sampai ke jaringan yang dituju,
dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di dalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan
auksin; sitokinin menstimulasi pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek
sitokinin terhadap pertumbuhan sel di dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang
bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap. Ketika satu potongan
jaringan parenkhim batang dikulturkan tanpa memakai sitokinin, maka selnya itu tumbuh
menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokinin secara mandiri tidak mempunyai efek. Akan
tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan bersama-sama dengan auksin, maka sel itu dapat
membelah.
b. Pengaturan Dominansi Apikal
Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi apikal,
yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan tunas aksilar. Sampai
sekarang, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal pada dominansi apikal, yaitu hipotesis
penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja secara
antagonistis dalam mengatur pertumbuhan tunas aksilari. Berdasarkan atas pandangan ini, auksin
yang ditransportasikan ke bawah tajuk dari tunas terminal, secara langsung menghambat
pertumbuhan tunas aksilari. Hal ini menyebabkan tajuk tersebut menjadi memanjang dengan
mengorbankan percabangan lateral. Sitokinin yang masuk dari akar ke dalam sistem tajuk
tumbuhan, akan melawan kerja auksin, dengan mengisyaratkan tunas aksilar untuk mulai tumbuh.
Jadi rasio auksin dan sitokinin merupakan faktor kritis dalam mengontrol penghambatan tunas
aksilar. Banyak penelitian yang konsisten dengan hipotesis penghambatan langsung ini. Apabila
tunas terminal yang merupakan sumber auksin utama dihilangkan, maka penghambatan tunas
aksilar juga akan hilang dan tanaman menjadi menyemak. Aplikasi auksin pada permukaan
potongan kecambah yang terpenggal, akan menekan kembali pertumbuhan tunas lateral. Mutan

14
yang terlalu banyak memproduksi sitokinin, atau tumbuhan yang diberi sitokinin, juga
bertendensi untuk lebih menyemak dibanding yang normal.
c. Efek Anti Penuaan
Sitokinin dapat menahan penuaan beberapa organ tumbuhan, dengan menghambat
pemecahan protein, dengan menstimulasi RNA dan sintesis protein, dan dengan memobilisasi
nutrien dari jaringan di sekitarnya. Apabila daun yang dibuang dari suatu tumbuhan dicelupkan
ke dalam larutan sitokinin, maka daun itu akan tetap hijau lebih lama daripada biasanya.
Sitokinin juga memperlambat deteorisasi daun pada tumbuhan utuh. Karena efek anti penuaan
ini, para floris melakukan penyemprotan sitokinin untuk menjaga supaya bunga potong tetap
segar.

2.4.4 Etilen
a. Hormon Pematangan
Etilen sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Aplikasi C2H2 (Etilen)
pada buah-buahan klimakterik, makin besar konsentrasi C2H2 sampai tingkat kritis makin cepat
stimulasi respirasinya. Etilen tersebut bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik,
sedangkan penggunaan C2H2 pada tahap post klimakerik tidak merubah laju respirasi. Pada
buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada buah pra panen
maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik hanya sedikit.
Penelitian Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2 meningkatkan
kegiatan enzim-enzim katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisan-irisan mangga sebelum
puncak kemasakannya. Serta selama pemacuan juga diketemukan zat-zat serupa protein yang
menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45 jam. Perlakuan
dengan C2H2 mengakibatkan irisan- irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan warna yang
menarik dari putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan yang
khas.
b. Absisi Daun
Kehilangan daun pada setiap musim gugur merupakan suatu adaptasi untuk menjaga agar
tumbuhan yang berganti daun, selama musim dingin tetap hidup ketika akar tidak bisa
mengabsorpsi air dari tanah yang membeku. Sebelum daun itu mengalami absisi, beberapa
elemen essensial diselamatkan dari daun yang mati, dan disimpan di dalam sel parenkim batang.

15
Nutrisi ini dipakai lagi untuk pertumbuhan daun pada musim semi berikutnya. Warna daun pada
musim gugur, merupakan suatu kombinasi dari warna pigmen merah yang baru dibuat selama
musim gugur, dan warna karotenoid yang berwarna kuning dan orange, yang sudah ada di dalam
daun, tetapi kelihatannya berubah karena terurainya klorofil yang berwarna hijau tua pada musim
gugur.
Ketika daun pada musim gugur rontok, maka titik tempat terlepasnya daun merupakan
suatu lapisan absisi yang berlokasi dekat dengan pangkal tangkai daun. Sel parenkim berukuran
kecil dari lapisan ini mempunyai dinding sel yang sangat tipis, dan tidak mengandung sel serat di
sekeliling jaringan pembuluhnya. Lapisan absisi selanjutnya melemah, ketika enzimnya
menghidrolisis polisakarida di dalam dinding sel. Akhirnya dengan bantuan angin, terjadi suatu
pemisahan di dalam lapisan absisi. Sebelum daun itu jatuh, selapisan gabus membentuk suatu
berkas pelindung di samping lapisan absisi dalam ranting tersebut untuk mencegah patogen yang
akan menyerbu bagian tumbuhan yang ditinggalkannya
c. Etilen dan Permeablitas Membran
Ethylene adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel terdiri
dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke dalam membran
mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian ditambah
ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan permeablitas sel
sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan
permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan
enzym-enzym pematangan.
d. Etilen dan Aktivitas ATP-ase
Etilen mempunai peranan dalam merangsang aktivitas ATP-ase dalam penyediaan energi
yang dibutuhkan dalam metabolisme. ATP-ase adalah suatu enzim yang diperlukan dalam
pembuatan enegi dari ATP yang ada dalam buah. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
ATP --------------------- ADP + P ------------------------ Energi ATP-ase

2.4.5 Asam Absisat


a. Dormansi Biji
Dormansi biji, mempunyai nilai kelangsungan hidup yang besar; karena dia menjamin
bahwa biji akan berkecambah ; hanya apabila ada kondisi yang optimal dari : cahaya, temperatur,

16
dan kelembaban. Level ABA akan bertambah 100 kali lipat selama pematangan biji. Level ABA
yang tinggi dalam pematangan biji ini, akan menghambat perkecambahan, dan menginduksi
produksi protein khusus, yang membantu biji untuk menahan dehidrasi yang ekstrim yang
mengiringi pematangan. Banyak tipe biji yang dorman, akan berkecambah ketika ABA pada biji
tersebut dihilangkan, atau dinonaktifkan, dengan beberapa cara. Biji beberapa tumbuhan gurun,
akan pecah dormansinya, apabila terjadi hujan yang lebat yang akan mencuci ABA dari biji. Biji
lainnya membutuhkan cahaya ataupun membutuhkan keterbukaan yang lebih lama terhadap
temperatur dingin untuk memicu tidak aktifnya ABA.
b. Cekaman Kekeringan
ABA adalah sinyal internal utama, yang memungkinkan tumbuhan, untuk menahan
kekeringan. Apabila suatu tumbuhan memulai layu, maka ABA berakumulasi di dalam daun, dan
menyebabkan stomata menutup dengan cepat, untuk mengurangi transpirasi, dan mencegah
kehilangan air berikutnya. ABA, melalui pengaruhnya terhadap mesenjer ke-2, yaitu terhadap Ca
(kalsium), menyebabkan peningkatan pembukaan saluran K (kalium) sebelah luar secara
langsung di dalam membran plasma sel penutup. Hal ini mendorong kehilangan kalium dalam
bentuk massif darinya, yang jika disertai dengan kehilangan air secara osmotis akan mendorong
pengurangan turgor sel penutup yang mengecilkan celah stomata. Dalam beberapa kasus,
kekurangan air terlebih dahulu akan mencekam sistem perakaran sebelum mencekam sistem
tajuk. ABA akan ditransportasi dari akar ke daun, yang berfungsi sebagai sistem peringatan dini
(early warning system). Mutan ‘Wilty’ yang mengalami kelayuan, yang biasanya mudah untuk
layu, dalam beberapa kasus disebabkan karena kekurangan produksi ABAnya.

2.5 Mekanisme Kerja Hormon


Tanaman secara alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan seperti
Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini diistilahkan dengan hormon endogen.
Kebanyakan hormon endogen di tanaman berada pada jaringan meristem yaitu jaringan yang
aktif tumbuh seperti ujung-ujung tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya yang intensif
yang disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen tersebut
menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Akibatnya
sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan bunga/buah, ukuran umbi/buah
kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan hormon (selain kekurangan zat lainnya seperti

17
unsur hara). Oleh karena itu penambahan hormon dari luar (hormon eksogen) seperti produk
hormonik yang mengandung hormon Auksin, Giberelin dan Sitokinin organik (Non
sintetik/kimia) mutlak diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormonik (auksin, giberelin dan sitokinin)
pada tanaman, berikut diuraikan secara global dan sederhana. Pemberian auksin eksogen
(hormonik) akan meningkatkan permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi penyerapan
unsur , diantaranya unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk klorofil yang sangat diperlukan untuk
mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin meningkat akan dihasilkan hasil
fotosintesis yang meningkat dan bersama dengan auksin akan bergerak ke akar untuk memacu
pembentukan giberelin dan sitokinin di akar yang akan membantu pembentukan dan
perkembangan akar . Penambahan kandungan auksin eksogen di akar akan meningkatkan
tekanan turgor akar sehingga giberelin dan sitokinin endogen di akar akan diangkut ke atas/
bagian tajuk tanaman.
Adanya penambahan sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi peningkatan kandungan
sitokinin dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan meningkatkan jumlah sel (oleh hormon
Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon giberelin) yang bersama-sama dengan hasil fotosintat
yang meningkat di awal penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan vegetatif tanaman
(termasuk pembentukan tunas-tunas baru) selain juga mengatasi kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat terus dan
ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan perbandingan C/N yang
menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif dengan terbentuknya kuncup
bunga/buah atau umbi.
Pada saat terbentuk bunga atau buah, jika kandungan auksin rendah maka sel-sel antara
tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang akan berubah menjadi jaringan mati yaitu jaringan
gabus sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan Auksin Eksogen akan
menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan gabus sehingga kerontokkan dapat
dicegah/dikurangi. Pada fase generatif ini penambahan hormon sitokinin dan giberelin eksogen
akan meningkatkan kapasitas jaringan penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah
dll) yaitu sitokinin akan memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan
memperbesar sel jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih

18
banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar (semangka, kentang, dll)
atau bernas (padi, jagung dll).

2.6 Cara Pembuatan Zat Pengatur Tumbuh


Pembuatan hormon khusunya yang alami atau terbuat dari tumbuhan dapat dilakukan
dengan mudah, tetapi apabila prosedur pembuatan hormon salah maka hormonpun akan gagal.
Inilah beberapa contoh pembuatan hormon alami.
2.6.1 Auksin
Berikut ini cara pembuatan / mendapatkan hormon auksn
Alat Bahan
Blender Rebung Bambu 1 Kg
Jerigen 5 Liter Gula Kelapa 1 Kg
Pisau Air panas 1 Liter
Cara Pembuatan:
- Blender Rebung Bambu sampai halus.(Usahakan Rebung dari jenis Bambu Tali)
- Iris Gula kelapa, kemudian masukan ke dalam Jerigen.
- Seduh dengan air panas, kocok – kocok sampai larut.
- Masukan Rebung Bambu.
- Aduk kembali selama 10 – 15 menit.
- Tutup rapat Jerigen selama 12 – 15 hari.
Cara pemakaian : Dosis 10 ml per 1 liter air.

2.6.2 Sitokinin
Berikut ini cara pembuatan / mendapatkan hormon sitokinin
Alat Bahan
Blender Keong mas 1 Kg
Jerigen 5 liter Gula kelapa 1 Kg
Pisau Air panas 1 Liter
Cara Pembuatan:
- Rebus Keong mas lalu ambil dagingnya saja.
- Blender daging Keong Mas sampai halus.

19
- Iris Gula Kelapa lalu masukan ke dalam Jerigen.
- Seduh dengan air panas 1 liter, kemudian diamkan sampai benar – benar dingin.
- Jika telah dingin, masukan daging Keong Mas.
- Campurkan semua bahan sambil di aduk – aduk selama 5 – 10 menit.
- Tutup rapat Jerigen.
- Fermentasikan selama 12 – 15 hari.
- Jika keluar buih/busa dan ada sejenis kapang / fungi / jamur putih di permukaannya itu tandanya
proses berhasil.
Cara pemakaian : Dosis 10 ml per 1 liter air

2.8.3 Giberelin
Berikut ini cara pembuatan / mendapatkan hormon giberelin
Alat Bahan
Blender Bonggol pisang 1 kg
Jerigen 5 liter Gula kelapa 1 kg
Pisau Air panas 1 liter
Cara Pembuatan:
- Blender Bonggol pisang sampai halus.
- Iris Gula kelapa, kemudian masukan ke dalam Jerigen.
- Seduh dengan air panas, kocok – kocok sampai larut.
- Masukan Bonggol pisang.
- Aduk kembali selama 10 – 15 menit.
- Tutup rapat Jerigen selama 12 – 15 hari.
Cara pemakaian : Dosis 10 ml per 1 liter air.

20
BAB III

PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya Zat Pengatur Tumbuh atau Hormon. Zat pengatur tumbuh (ZPT) terdiri dari
hormon tumbuhan dan senyawa sintetik yang dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Ada
beberapa jenis hormon seperti Auksin, Sitokinin, Giberelin, Etilen, Asam Absitat, semua jenis
hormon tersebut memiliki peran dan fungsinya masing-masing dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan pada tanaman. Namun, yang harus diperhatikan adalah pada saat
pemberian ZPT atau Hormon terhadap tanaman, karena apabila pemberian ZPT berlebihan
ataupun kurang maka respon tanaman ada yang pertumbuhannya terhambat, batang dan daun
menguning, atau hormon satu dengan yang lainnya tidak berfungsi sampai menyebabkan
kematian pada tanaman.
Saat ini hormon dipasaran dijual bersamaan dengan pupuk untuk tanaman dan
kebanyakan menggunakan bahan kimia sintetik. Tetapi hormon bisa dengan mudah
diekstraksi dari tumbuhan. Proses ekstraksi hormon harus benar-benar bersih dan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan serta diperhatikan pada saat penyimpanan untuk
mendapatkan ZPT atau Hormon yang bagus.

3.2.Saran
Penggunaan ZPT sebaiknya hanya untuk kebutuhan berskala besar, karena beberapa jenis
hormon sudah terdapat dalam tanaman itu sendiri. Selain itu, dianjurkan untuk menggunakan
ZPT yang alami dan bukan sintetik karena ZPT sintetik dapat mencemari lingkungan sekitar.

21
DAFTAR PUSTAKA

Fried, George H., et al. .2005. BIOLOGI Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Gardner, Franklin P., et al. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Press

Hadi, S. 2012 . Fisiologi Tumbuhan. Malang: UMM Press

Haruna, E. T., Isa, I., & Suleman, N. 2012. Fitoremediasi Pada Media Tanah yang Mengandung
Cu dengan Tanaman Kangkung Darat. Sainstek, 6 (06)

Haryati, M., Purnomo, T., & Kuntjoro, S. 2012. Kemampuan tanaman genjer (Limnocharis
Flava (L.) Buch.) menyerap logam berat timbal (Pb) limbah cair kertas pada biomassa dan
waktu pemaparan yang berbeda. Lateral Bio, 1(3)

Heriyanto, N. M., & Subiandono, E. 2016. Penyerapan Polutan Logam Berat (Hg, Pb dan Cu)
oleh Jenis-Jenis Mangrove. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 8(2), 177-188.

Lakitan, Benyamin. 2010. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Mawarni, L. 2010. Absorbsi dan Translokasi Unsur Hara Kuliah Fisiologi


Tumbuhan. Medan: Fakultas Pertanian USU

Salisbury, Frank B, dan Cleon, W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB

22

Anda mungkin juga menyukai