Risya Raisyah*, Anggi Lelia Maulidya1, Amna El Sayida Ahmadi1, Havina Bela Oktesia1,
Kamila1, Arina Muniroh 1.2 , Syafia Fadilla1.2, Mardiansyah A. 1.3
1
Program Studi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Asisten Laboratorium Mata Kuliah Praktikum Kimia Lingkungan
3
Dosen Mata Kuliah Praktikum Kimia Lingkungan
*Corresponding author : risyaraisyah25@gmail.com
Abstrak
Pertumbuhan pesat penduduk dan perekonomian serta pembangunan infrastruktur yang terus berkembang
merupakan salah satu sumber pencemaran kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas
tingkat pencemaran perairan Situ Gintung berdasarkan parameter uji kimia fisik, uji fosfat menggunakan
metode askorbat, uji ammonia menggunakan metode phenat, uji nitrit menggunakan metode sulfanilamid
dan uji logam berat menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Pengambilan Sampel
dilakukan di Situ Gintung Tangerang Selatan pada Senin, 30 September 2019 pukul 11.00 WIB dan
Senin, 28 Oktober 2019 pukul 12.00 WIB. Sampel diambil dari 5 titik dengan 3 kategori yaitu daerah, dua
titik inlet , satu titik pemanfaatan, dan dua titik outlet. Hasil analisa air Situ gintung sudah tidak layak
untuk dikonsumsi karena sudah mengandung partikel logam yang tinggi. Kadar ammonia pada 5 stasiun
melebihi dari syarat baku mutu karena banyaknya kandungan urea dan proses amonifikasi yang berasal
dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kandungan nitrit berada di stasiun 2 dan 3 sehingga air
tidak layak digunakan, akan tetapi pada stasiun 1, 4 dan 5 masih layak digunakan untuk pertanian dan
budidaya ikan. Kadar logam dan fosfat pada perairan Situ Gintung juga melebihi kadar yang telah
ditetapkan.
Kata kunci : air, ammonia, fosfat, logam, kimia fisik, nitrit.
Abstract
Rapid growth of population and economy as well as infrastructure development that continues to grow is
one source of water quality pollution. This study aims to determine the quality of Situ Gintung waters
pollution level based on physical chemical test parameters, phosphate test using ascorbate method,
ammonia test using phenate method, nitrite test using sulfanilamide method and heavy metal test using
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Sampling was conducted at Situ Gintung, South Tangerang
on Monday, 30 September 2019 at 11:00 West Indonesia Time and Monday, 28 October 2019 at 12.00
West Indonesia Time. Samples were taken from 5 points with 3 categories, namely area, two inlet points,
one utilization point, and two outlet points. The results of the Situ Gintung water analysis are no longer
suitable for consumption because they already contain high metal particles. Ammonia levels at 5 stations
exceed the quality standard requirements because of the large urea content and ammonification process
that comes from the decomposition of organic matter by microbes. The nitrite content is at stations 2 and
3 so that water is not suitable for use, but at stations 1, 4 and 5 are still suitable for use in agriculture
and fish farming. Metal and phosphate content in Situ Gintung waters also exceeds a predetermined
level.
pH Meter
1 pH 9,20 9,04 9,40 9,36 8,66
Keterangan : Sampel 1 dan 2 (Inlet), Sampel 3 dan 4 (Outlet), Sampel 5 (Daerah pemanfaatan)
Menurut PP no. 82 tahun 2001 pasal 8 atau pH dipengaruhi oleh limbah organik
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maupun anorganik yang di buang ke sungai.
mutu air dikelompokkan menjadi 4 kelas: Air dengan nilai pH sekitar 6,5-7,5
Kelas I, merupakan air baku untuk minum merupakan air normal yang memenuhi
dan keperluan sehari-hari; Kelas II, air untuk syarat untuk suatu kehidupan (Wardhana,
prasarana/sarana rekreasi, budidaya ikan, 2004).
peternakan, serta irigasi; Kelas III, Kekeruhan air disebabkan oleh zat
peruntukannya lebih dikhususkan untuk budi padat yang tersuspensi, baik yang bersifat
daya ikan, peternakan, irigasi, pertanian; organik maupun anorganik. Zat organik
sementara Kelas IV untuk irigasi dan biasanya berasal dari lapukan tanaman atau
pertanian (PPTPKA & DPPA, 2002). hewan, dan buangan industri juga
Dengan demikian, Perairan situ Gintung berdampak terhadap kekeruhan air,
termasuk ke dalam Kelas I, II, dan III, sedangkan zat organik dapat menjadi
karenanya yang digunakan sebagai makanan bakteri, sehingga mendukung
pembanding dengan parameter kimia dan pembiakkannya dan dapat tersuspensi serta
fisika situ gintung yaitu nilai kelas I hingga menambah kekeruhan air. Air yang keruh
III. Parameter kimia dan fisika seringkali sulit didisinfeksi karena mikroba terlindung
digunakan dalam menentukan kualitas oleh zat tersuspensi tersebut, sehingga
perairan ataupun tingkat pencemaran dari berdampak terhadap kesehatan, bila mikroba
suatu perairan. Parameter fisika seperti suhu, terlindung menjadi patogen (Soemirat,
dan kekeruhan berkaitan erat dengan 2009). Berdasarkan hasil pengukuran (Tabel
penetrasi sinar matahari yang masuk ke 1) kekeruhan diperairan situ Gintung
dalam badan air sebuah perairan. Hasil melebihi ambang batas karena berkisar
menunjukkan bahwa perairan situ Gintung antara 150-196 NTU. Berdasarkan
merupakan perairan yang cenderung hangat keputusan Peraturan Menteri Kesehatan
(28-29 °C). Republik Indonesia Nomor
Derajat keasaman atau pH di situ 416/MENKES/PER/IX/1990 kekeruhan
Gintung berkisar 8-9. Menurut Yuliastuti memiliki kadar batas maksimum sebesar 25
(2011), peningkatan nilai derajat keasaman NTU.
DO (Disssolved Oxygen) merupakan dari semua stasiun berkisar antara 0,01- 0,02
oksigen terlarut yang ada pada suatu % masih dalam tingkat wajar, karena
perairan dan berfungsi sebagai sumber salinitas wajar dalam perairan air tawar yaitu
oksigen bagi organisme serta berperan kurang dari 0,05% (Anati, 1999). Kadar
dalam proses penguraian bahan organik di salinitas pada perairan laut bervariasi
perairan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap geografis dan waktu, peningkatan
(Tabel 1) kadar DO berkisar antara 8,30- salinitas disebabkan adanya evaporasi dan
9,25 mg/L. Kandungan oksigen terlarut hasil dari pembekuan es laut sedangkan
mempengaruhi jumlah jenis organisme penurunan salinitas disebabkan oleh adanya
perairan, semakin tinggi kadar oksigen maka presipitasi dan masukan air tawar dari
semakin besar jumlah organisme dalam sungai (Talley, 2002).
ekosistemnya. Menurut baku mutu air laut Jumlah Konduktivitas terlarut terkait
Kepmeneg LH No. 51 Tahun 2004 dengan konsentrasi total padatan terlarut dan
Lampiran II Nilai kadar DO yaitu >5 mg/L ion utama (Tessema et al, 2014).
dan masih mampu mendukung kehidupan Berdasarkan hasil (Tabel 1) nilai
biota akuatik. konduktivitas semua stastiun berkisar antara
TDS (Total Dissolved Oxygen) 0,222-0,335 ms/cm. Konduktivitas pada air
merupakan tingkat padatan atau partikel merupakan ekspresi numerik yang
yang terlarut dalam suatu perairan. menunjukkan kemampuan suatu larutan
Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik untuk menghantarkan arus listrik. Menurut
kimia perairan kawasan Situ Gintung Behar (1997), nilai elektro-konduktivitas
diketahui bahwa tingkat kekeruhan dari suatu aliran air tawar dipengaruhi oleh ion-
kelima stasiun yaitu 0,140-0,272 g/L. Hal ini ion senyawa kimia yang dikandung di badan
disebabkan Situ Gintung banyak menerima air, tingginya nilai konduktivitas berarti
limbah yang berasal dari berbagai buangan adanya buangan limbah kimia ke dalam
limbah rumah tangga dan industri. perairan.
Meningkatnya nilai TDS air maka akan Aktivitas manusia sangat
semakin banyak logam yang terlarut di berpengaruh dalam meningkatnya suhu, pH,
dalamnya sehingga menjadikan air tersebut residu terlarut, kadar oksigen serta
tidak layak untuk dikonsumsi (Alianto & kekeruhan. Pertumbuhan penduduk paralel
Damar, 2008). Nilai TDS yang tinggi (1001- dengan meningkatnya populasi alga serta
10000 mg/l) dapat menyebabkan perairan keasaman dan kekeruhan air (Verschuren et
memiliki salinitas dan mempengaruhi al., 2002). Daerah outlet, yang merupakan
fisiologis organisme di dalam perairan air tempat dimana arus air bermuara, biasa
tawar (Kazi et al., 2009). terjadi penumpukan sampah, eutrofikasi,
Salinitas adalah jumlah garam-garam serta penambakan dan perkebunan warga
terlarut yang terdapat dalam satu kilogram yang biasanya terletak tidak jauh dari outlet.
air laut yang dinyatakan dalam satuan Nilai pH yang tinggi di sekitar outlet dapat
perseribu (ppt) (Nybakken, 1992). Salinitas disebabkan oleh tingginya kadar nutrient
salahsatu yang penting bagi biota perairan. yang ada serta laju fotosintesis oleh alga dan
Berdasarkan pengukuran (Tabel 1) salinitas tumbuhan makrofit di sekitar outlet.
Menurut Khan dan Ansari (2005) meningkatnya kadar oksigen pada badan air.
menyebutkan bahwa perairan dengan pH Tingginya kadar oksigen terlarut
tinggi juga menghasilkan tingginya laju menunjukkan tingginya laju fotosintesis.
pertumbuhan fitoplankton dan menyebabkan Sementara laju fotosintesis yang melampau
blooming. Hal itu disebabkan oleh karbon respirasi merupakan ciri dari perairan
dioksida yang tersedia untuk membentuk produktif (Omar, 2010).
asam karbonat jauh lebih sedikit karena
proses fotosintesis yang juga mengakibatkan
Axis Title
1 Linear ()
0.5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Axis Title
Konsentrasi Hasil
N Absorbansi Sampe Kadar Nitrit
Standar Pengukura
o Standar l ID (mg/L)
mg /L n (mg/L) C
Mangan -
-0,431 -0,669 -0,674 -0,642
(Mn) 0,563
Larutan standar Fe dan Mn yang akan yang terbakar (burner). Hasil pembakaran
diukur diserap atau disedot melalui pipa ini kemudian teruapkan dan manjadi
kapiler. Selanjutnya sampel masuk ke partikel-partikel halus berukuran atomic
bagian system pengkabut melewati bagian bermuatan netral. Atom-atom netral pada
nebulizer untuk memecah sampel menjadi AAS ini dapat menyerap cahaya yang
aerosol. Aerosol tersebut kemudian dipaparkan oleh lampu hallow katoda.
disemprotkan kea rah spray chamber dimana Lampu katoda pada setiap unsur yang
sebagian besar aerosolnya akan jatuh ke akan diuji berbeda-beda tergantung
pembakar dan menjadi nyala. Proses unsur yang akan diuji. cahaya yang
selanjutnya adalah atomisasi akibat aerosol dipancarkan olehlampu katoda
sebelumnya telah melewati Peraturan Pemerintah Republik Indinesia
monokromator untuk diubah menjadi cahaya Nomor. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
yang lebih monokromatis, sehingga hanya Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
ada satu cahaya pada satu panjang Air, maka kadar maksimum yang
gelombang saja. Ini diperbolehkan untuk Fe adalah 0,3 mg/L dan
terjadi karena monokromator untuk Mn adalh 0,1 mg/L. Dari hasil analisis
dalam alat AAS tersebut akan memisah kadar besi menunjukkan bahwa kadar besi
kan, mengisolasi dan mengontrol intensitas pada kelima titik sampling di situ Gintung
energi yang dihasilkan melalui celah sempit menunjukkan nilai yang melebihi kadar Fe
menggunakan cermin. Selanjutnya yang ditetapkan. Kandungan Fe dalam air
cahaya yang diserap oleh atom- atom dapat bersumber dari dalam tanah dan dari
netral ini diteruskan ke detektor dan diubah sumber lain. Logam Fe merupakan logam
menjadi sinyal-sinyal listrikyang diperkuat esensial yang keberadaannya dalam jumlah
dengan amplifer dan ditampilkan sebagai tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme
spektrum Panjang gelombang pada rekorder. hidup, namun dalam jumlah yang berlebih
Kemudian sisa pembakaran atau asap yang dapat menimbulkan efek racun bagi
tidak digunakan akan disedot oleh organisme (Supriyantini. et al, 2015). Sama
ducting, yaitu suatu bagian cerobong halnya dengan kadar Mn pada kelima titik
asap yang berhubungan langsung sampling di situ Gintung menunjukkan nilai
dengan cerobong asap bagian luar pada yang melebihi kadar Mn yang ditetapkan.
setiap bangunan. Hal ini berfungsi agar asap Sumber logam yang masuk ke dalam badan
yang dihasilkan oleh AAS tidak berbahaya perairan bisa karena pengikisan batu mineral
bagi lingkungan sekitar. di pinggir perairan atau partikel logam di
udara yang terbawa hujan yang jatuh ke
Kadar logam dalam air menentukan
kualitas air di suatu lokasi. Menurut
dalam perairan (Kiamah. et al, 2018).
KESIMPULAN banyaknya kandungan urea dan proses
amonifikasi yang berasal dari dekomposisi
Berdasarkan penelitian yang telah
bahan organik oleh mikroba. Kandungan
dilakukan dapat disimpulkan, air Situ
nitrit berada di stasiun 2 dan 3 sehingga air
gintung menurut persyaratan kualitas air
tidak layak digunakan, akan tetapi air pada
minum sudah tidak layak untuk dikonsumsi
stasiun 1, 4 dan 5 masih layak digunakan
karena sudah mengandung partikel logam
untuk pertanian dan budidaya ikan. Kadar
yang tinggi. Kadar ammonia pada 5 stasiun
logam dan fosfat pada perairan Situ Gintung
melebihi dari syarat baku mutu karena
juga melebihi kadar yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiyani, D., Imamuddin, H., Faridah, E.N., Oedjijono, .(2004). Pengaruh pH dan substrat
organik terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi amonia. LIPI-Bogor.
Biodiversitas 5 (2), 43–47.
Amanati, Lutfi. (2016). Uji Nitrit Pada Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Yang
Beredar Dipasaran. Jurnal Teknologi Proses dan Inovasi Industri. 2(1): 59 – 64.
Aswadi, M. (2006). Pemodelan Fluktuasi Nitrogen (Nitrit) Pada Aliran Sungai Palu. Jurnal
SMARTek, 4(2).
Badan Standardisasi Nasional. (2005). SNI 6989.30:2005 Air dan Air Limbah- Bagian 30 : Cara
Uji Amonia (NH3) dengan Spektrofotometer UV-Visible secara Fenat. Serpong.
Chapman, D. and Kimstach, V. (1996). Water Quality Assessment: A Guide to the Use of Biota,
Sediments and Water in Environmental Monitoring. 2nd Edition. University Press,
cambridge.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan
Perairan.. Yogyakarta. Penerbit Kanisnus.
Ismail Z. (2011). Monitoring Trends of Nitrate, Chloride and Phosphate Levels in an Urban
River. International Journal of Water Resources and Environmental Engineering. vol 3
no 7, 132-138.
Kiamah, A. F., Kamarati, Marlon, I. A.,Sumaryono, M. (2018). Kandungan Kadar Logam Berat
Besi (Fe), Timbal (Pb), dan Mangan (Mn) pada Air Sungai Santan. Samarinda.
Universitas Mulawarman Samarinda
Murti, R. Setiya dan C. Maria H.P. (2014).Optimasi Waktu Reaksi Pembentukan Kompleks
Indofenol Biru Stabil Pada Uji N-Amonia Air Limbah Industri Penyamakan Kulit
Dengan Metode Fenat. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol.30 No.1 Juni 2014: 29-34.
Mustofa, Arif. (2015). Kandungan Nitrat dan Pospat Sebagai Faktor Tingkat Kesuburan Perairan
Pantai. Jurnal DISPROTEK. vol 6 no 1, 13-19.
Onwugbuta-Enyi, J.; Zabbey, N.; dan Erondu, E. S. (2008). Water Quality of Bodo Creek in the
Lower Niger Delta Basin. Advances in Environmental Niology. vol 2 no 3. 132-136.
Peraturan Pemerintah. (2001) . Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan
Pemerintah. Jakarta.
PPTPKA & DPPA. (2002). Peraturan Pe-merintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik
Indonesia.[dpmptsp.pemkomedan.go.id]
Prihartanto dan Budiman, E. Bayu. (2007). Sistem Informasi Pemantauan Dinamika Sungai Siak.
Jurnal Alami 12(1):52-60.
Salam, A. (2010). Analisis kualitas air Situ Bungur Ciputat berdasarkan indeks
keanekaragaman fitoplankton. skripsi.
SNI (Standar Nasional Indonesia).(2004). Air dan air limbah-bagian 9 : Cara uji nitrit secara
spektrofotometri. SNI 06-6989.9-2004
Supriyantini, E., dan Endrawati, H. (2015). Kandungan Logam Berat Besi (Fe) pada Air,
Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Tanjung Emas Semarang. Jurnal
Kelautan Tropis. VI.18.
Tungka, Anggita W.; Haeruddin, dan Ain Churun. (2016). Konsentrasi Nitrat dan Ortofosfat di
Muara Sungai Banjir Kanal Barat dan Kaitannya dengan Kelimpahan Fitoplanton
Harmful Alga Blooms (HABs). Journal of Fisheries Science and Technology. vol 12 no.
1.
Yuliastuti, Etik. (2011). Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.