Anda di halaman 1dari 21

Rangkuman Bahan kuliah Silvikultur Hutan Tropika

Dr. Eny Faridah

Hutan
Kumpulan tegakan sebagai suatu unit yang diurus secara terintegrasi, biasanya oleh
satu pemilik/kepemilikan
Tegakan
Suatu komunitas, terutama berupa sekelompok pohon yang berdekatan, yang
memiliki cukup kesamaan dalam komposisi jenis, susunan kelas umur, dan kondisi
sehingga membentuk suatu unit yang dapat dibedakan dengan yang lain
Komunitas
Kumpulan dari organisme yang hidup bersama/berdampingan, tanpa arti tertentu
terkait dengan status ekologinya

Sejarah pengelolaan hutan singkat


Tujuan pengelolaan lahan hutan secara cepat menjadi komplek dan intensif
memerlukan output yang sangat kuantitatif dan mudah diprediksi
40-50
Masyarakat menuntut agar tidak tergantung pada kayu impor
Pengelolaan berarti timber management
60-70
Masyarakat mengakui fungsi lain hutan: keindahan, rekreasi, satwa liar,
pemburuan, kualitas dan produksi air, pakan ternak
periode multiple use mulai muncul
80-90 & setelahnya
Penekanan beralih pada pengelolaan ekosistem dan pengaturan lanskap
sebagai sebuah kesatuan.
Silvikultur tetap diaplikasikan pada tegakan, tetapi efeknya dikembangkan
sampai pada ekosistem dan lanskap (ecologically based with landscape
approach)

Sekilas sejarah pengelolaan hutan Indonesia


1. 1968 Ekstraksi kayu dimulai
2. 1978 40% log diekspor ke Jepang, Taiwan, Sing & Cina
3. 1980 Pemapanan industri plywood dan sawmill
4. 1985 Ekspor dilarang
1) Indonesia mendominasi pasar plywood
2) impak ke negara lain
Japan: 1972 punya 272 industri kayu 1982 tersisa 170.
Korea: 1980 dominasi 7,5% 1986 turun jadi 1,9%.
Degradasi dan deforestasi hutan
1. 1976 1980 : 550 ribu ha/th
2. 1980 1990 : 600 ribu-1.2 M ha/th
3. 1996 : 2 juta ha/tahun (FWI, 2001)
4. 1997-2000 : 2,84 juta ha/th (MoF, 2005)
5. 2008 : 1,08 juta ha/th (MoF, 2008)

Tiga fungsi utama hutan


1. Perlindungan
Mengendalikan erosi, longsor, melindungi sumber air,menyediakan habitat
untuk tanaman dan hewan
2. Produksi
Produk kayu merupakan sumber penghasilan paling dominan
Jamur, paku-pakuan, satwa liar
3. Sosial
Lapangan pekerjaan, olahraga ruang terbuka, rekreasi, keindahan
Perlu mengatur hutan?
1. Hutan alam murni diurus tanpa tujuan tertentu, kecuali bahwa terjadi
perjuangan tanpa henti bagi semua komponen tumbuhan dan hewan untuk
melanggengkan keberadaannya
2. Tujuan manusia (masyarakat) mengenalkan prioritas untuk jenis tumbuhan dan
hewan, struktur tegakan, dan proses pengembangan tertentu yang memiliki
karakter yang diinginkan
3. Ketika ketiga fungsi hutan: perlindungan, produksi, dan sosial ada dalam
keseimbangan, maka kelestarian akan tercapai

Pilar faktor dalam ekosistem (Trilogi faktor ekosistem)

Vegetasi

Tanah Iklim
Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan
mengubah proses dan kondisi internalnya

Pertumbuhan tanaman
Faktor lingkungan dianggap penting, bila
1. Adanya faktor itu universal (umum)
spasial dan temporal
Faktor iklim berpengaruh besar pada setiap waktu dan tempat, sedang
faktor kebakaran berlaku setempat dan pada waktu tertentu.
Di antara faktor-faktor iklim juga ada perbedaan faktor cahaya relatif lebih
penting daripada faktor angin.
2. Faktor-faktor itu dapat diatur
Faktor cahaya dipandang sangat penting sekali, karena dengan mudah dan
cepat dapat diatur.
Sebaliknya, faktor suhu sangat penting bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan,
namun silvikulturis tidak/belum berdaya untuk mengaturnya
3. Faktor itu dalam keadaan kritis
Setiap faktor dapat menjadi penting apabila berada dalam keadaan kritis
faktor kelembaban menjadi faktor penting untuk kehidupan tumbuhan
pada musim kering.

Faktor lingkungan penting dalam Ekosistem hutan tropis


Hujan
Suhu
Evaporasi
Kelembaban
Cahaya
Angin
Fasilitasi untuk proses fisiologi
Fotosintesis
Fotosintesis (dari bahasa Yunani - [fto-], "cahaya," dan [snthesis],
"menggabungkan", "penggabungan") adalah suatu proses biokimia pembentukan zat
makanan seperti karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan
yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berkalori tinggi,
makhluk hidup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis
bakteri. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon
dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya matahari.
Organisme fotosintesis disebut fotoautotrof karena mereka dapat membuat
makanannya sendiri. Pada tanaman, alga, dan cyanobacteria, fotosintesis dilakukan
dengan memanfaatkan karbondioksida dan air serta menghasilkan produk buangan
oksigen. Fotosintesis sangat penting bagi semua kehidupan aerobik di Bumi karena
selain untuk menjaga tingkat normal oksigen di atmosfer, fotosintesis juga
merupakan sumber energi bagi hampir semua kehidupan di Bumi, baik secara
langsung (melalui produksi primer) maupun tidak
langsung (sebagai sumber utama energi dalam
makanan mereka), kecuali pada organisme
kemoautotrof yang hidup di bebatuan atau di lubang
angin hidrotermal di laut yang dalam. Tingkat
penyerapan energi oleh fotosintesis sangat tinggi, yaitu
sekitar 100 terawatt, atau kira-kira enam kali lebih
besar daripada konsumsi energi peradaban manusia.
Selain energi, fotosintesis juga menjadi sumber karbon
bagi semua senyawa organik dalam tubuh organisme.
Fotosintesis mengubah sekitar 100115 petagram
karbon menjadi biomassa setiap tahunnya.
Fotosintesis terdiri dari dua tahap yang disebut reaksi terang, yang membutuhkan
cahaya dan melibatkan pemecahan air serta pelepasan oksigen, dan reaksi gelap
atau siklus Calvin, yang mengubah karbon dioksida menjadi gula.

Reaksi terang fotosintesis pada membran tilakoid


Respirasi

Respirasi adalah proses penguraian bahan makanan yang menghasilkan energi.


Terjadi di stomata atau mulut daun
Melalui stomata tumbuhan menyerap oksigen atau O2.
Respirasi bertujuan untuk memperoleh energi
REAKSI RESPIRASI merupakan reaksi katabolisme yang memecah molekul-molekul
gula menjadi molekul anorganik berupa CO2 dan H2O (Salisbury, 1995).
RESPIRASI adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa
organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada hakikatnya
adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang
diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H 2O.
RESPIRASi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber
energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan
dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme),
gerak, pertumbuhan.
Gambaran Umum Respirasi pada tumbuhan

Gambaran tahapan respirasi tumbuhan dan energi yang dihasilkan


TRANSPIRASI
Transpirasi (transpiration) adalah
hilangnya uap air dari permukaan
tumbuhan.
Air diserap ke dalam akar secara
osmosis melalui rambut akar, sebagian
besar bergerak menurut gradien
potensial air melalui xilem. Air dalam
pembuluh xilem mengalami tekanan
besar karena molekul air polar menyatu
dalam kolom berlanjut akibat dari
penguapan yang berlangsung di bagian
atas. Sebagian besar ion bergerak
melalui simplas dari epidermis akar ke
xilem, dan kemudian ke atas melalui
arus transportasi.
Laju transpirasi dipengaruhi oleh
ukuran tumbuhan, kadar CO2,
cahaya, suhu, aliran udara,
kelembaban, dan tersedianya air
tanah. Faktor-faktor ini
memengaruhi perilaku stoma yang
membuka dan menutupnya
dikontrol oleh perubahan tekanan
turgor sel penjaga yang berkorelasi
dengan kadar ion kalium (K+) di
dalamnya. Selama stoma terbuka,
terjadi pertukaran gas antara daun
dengan atmosfer dan air akan
hilang ke dalam atmosfer. Untuk
mengukur laju transpirasi tersebut
dapat digunakan potometer.
Transpirasi pada tumbuhan yang
sehat sekalipun tidak dapat
dihindarkan dan jika berlebihan
akan sangat merugikan karena tumbuhan akan menjadi layu bahkan mati.

Sebagian besar transpirasi berlangsung melalui stomata sedang melalui kutikula


daun dalam jumlah yang lebih sedikit. Transpirasi terjadi pada saat tumbuhan
membuka stomatanya untuk mengambil karbon dioksida dari udara untuk
berfotosintesis.
Lebih dari 20 % air yang diambil oleh akar dikeluarkan ke udara sebagai uap air.
Sebagian besar uap air yang ditranspirasi oleh tumbuhan tingkat tinggi berasal dari
daun selain dari batang, bunga dan buah.
Transpirasi menimbulkan arus transpirasi yaitu translokasi air dan ion organik
terlarut dari akar ke daun melalui xilem.

TOLERANSI

Toleransi berarti kemampuan dari suatu tumbuhan untuk hidup bertahan dibawah
naungan. Pohon yang mempunyai kapasitas ini dinamakan toleran, atau tahan
terhadap naungan. Pohon-pohon yang tidak mempunyai sifat2 ini disebut intoleran,
atau untuk hidup membutuhkan atau menunut adanya cahaya.

Perbedaan pohon toleran dan intoleran :


1. Pohon toleran dapat memproduksi dan membentuk tegakan bawah dibawah
atap tajuk dari pohon intoleran atau bahkan dibawah naungannya sendiri;
pohon intoleran hanya mereproduksi dengan sukses ditempat terbuka atau
dimana atap tajuk terbuka.
2. apabila pohon toleran membentuk suatu tegakan bawah mereka amat ulet, dan
dapat tumbuh selama bertahun2 meskipun riapnya amat kecil. Kalau diakhirnya
mereka dibebaskan dari pengaruh naungan, meraka akan tumbuh dengan
sangat baik. Pohon intoleran cepat mati dibawah naungan, dan bila dibebasakan
sebelum mati, seringkali tidak menunjukan reaksi terhadap pembebasan ini.
3. Pohon toleran mempunyai tajuk yang tebal yang terdiri dari beberapa lapisan
daun, dimana lapisan daun yang paling dalam (daun daun yang dekat pada
batang) dapat berfungsi pada cahaya yang amat rendah intensitasnya. Pohon
pohon intoleran mempunyai tajuk yang tipis dan terbuka.
4. pohon pohon toleran membersihkan batangnya dari ranting ranting secara
perlahan lahan, oleh karena daun daunya dapat berfungsi pada cahaya yang
amat rendah intensitasnya. Sedangkan jenis jenis intoleran cepat
membersihkan batangnya, oleh karanya itu dapt menghasilkan batang bebas
cabang yang lebih tinggi propersinya.
5. batang dari pohon pohon jenis intoleran adalah lebih silindris dari pada batang
pohn pohon jenis toleran dalam kondisi kerapatan tagakan yang sama,
sedangkan bentuk batang pohon toleran lebih banyak menyerupai kerucut.
6. pertumbuhan tinggi diwaktu kecil adalah lebih cepat pada pohon intoleran dari
pada pada pohon pohon jenis toleran.

SAVANA
McNaughton & Wolf (1990)
menggunakan pendekatan panen
biomassa mengemukakan pendapat
bahwa savana adalah komunitas
tumbuhan yang bersekala regional
dan merupakan suatu komunitas
antara. Struktur ekosistemnya
tersusun atas pohon-pohon yang
menyebar dengan kanopi yang
terbuka sehingga memungkinkan
rumput untuk tumbuh di lantai komunitas. Jika populasi pohon mendominasi maka
savana demikian disebut sebagai hutan savana.
Sebaliknya jika kehadiran pohon tidak signifikan maka savana demikian adalah
savana padang rumput (treeless savana).
Pakar silvikultur, Daniel et al. (1995), mengkategorikan savana sebagai hutan. Penulis
ini memberi penjelasan yang sangat komprehensif tentang bentuk dan proses
terjadinya savana sebagai berikut. Musim kemarau yang panjang dan kering
memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya hutan musim atau hutan
monsoon. Ciri hutan ini, antara lain, hampir semua jenis pohon menggugurkan daun
pada musim kemarau, pohonnya tidak begitu tinggi dan banyak cahaya yang
menembus ke lantai. Bila mana curah hujan benar-benar sangat musiman dengan
musim kemarau sangat berangin, dan barangkali faktor-faktor lain juga berpengaruh
(masalah yang sangat kontroversial), maka hutan musim akan berkembang menjadi
savana karena bertambahnya kekeringan.

STEPA
Stepa (steppe) adalah suatu dataran tanpa pohon (kecuali yang berada di dekat
sungai atau danau); mirip dengan prairie, walaupun suatu prairie umumnya
dianggap didominasi oleh rumput tinggi, sedangkan stepa umumnya ditumbuhi
rumput pendek. Stepa dapat berupa semi-gurun, atau ditutupi oleh rumput atau
semak, atau keduanya, tergantung dari musim dan garis lintang. Istilah ini juga
digunakan untuk menunjukkan iklim pada suatu daerah yang terlalu kering untuk
menunjang suatu hutan, tetapi tidak cukup kering untuk menjadi gurun.
Iklim pada garis lintang tengah dapat digambarkan dengan musim panas yang panas
dan musim dingin yang dingin, dengan curah hujan atau ekivalen salju rata-rata 250
500 mm/tahun. Pada daerah tropis, curah hujan yang dibutuhkan untuk
membedakan stepa dan gurun dapat berjumlah setengahnya karena besarnya
evapotranspirasi yang terjadi. Di Indonesia, wilayah yang dikenal banyak memiliki
stepa adalah Nusa Tenggara Timur.

EKOSISTEM TROPIS
1. Wet tropical forest
2. Tropical moist (deciduous) forest
3. Tropical dry forest

Physical & Silvical Features Of The Major Climatic Forest Formations


Pembentukan Hutan
1. Moist evergreen forest (lowland tropical forest) 50-60m/160 Spc
2. Moist deciduous forest 40m/60 sp
3. Dry deciduous forest up to 20 m/20-30 sp

PEMBAGIAN EKOSISTEM HUTAN


1. Berdasarkan suhu dan curah hujan (iklim)
2. Berdasarkan tipe tanah (azonal formation)
Mangrove
Rawa/gambut
Pantai
Pine (syarat: tanah asam, status nutrien miskin, tanah podsolik, mudah
mengalami kebakaran)
Kerangas (heath forest)
Hutan kerangas adalah hutan yang memiliki lahan ekstrem dan rawan atau
sangat peka terhadap gangguan misalnya kebakaran. Kata kerangas berasal
dari bahasa Dayak Iban yang memiliki arti "tanah yang tidak dapat ditanami
padi". Sebutan tersebut diberikan karena kandungan tanah yang
membentuk hutan kerangas sangat miskin unsur hara. Vegetasi yang
mampu bertahan di hutan kerangas umumnya telah beradaptasi secara luar
biasa karena kondisi tanah hutan kerangas memang sangat ekstrem. Salah
satu contoh vegetasi hutan kerangas adalah genus Nephentes atau biasa
disebut kantong semar, menyerap nutrisi dari hewan dan serangga yang
masuk terjebak ke dalam kantung yang dimilikinya. Serangan dan hewan
itulah yang kemudian diserap oleh kantong semar sebagai nutrisi supaya
tetap bisa bertahan hidup di atas lahan ekstrem hutan kerangas. Jenis
tumbuhan lain yang mampu bertahan hidup di hutan kerangas adalah
geronggang (Cratoxylum arborescens). Geronggang merupakan jenis pohon
pionir di hutan sekunder. Pohon tersebut mampu bertahan dari panas,
cepat tumbuh dan dapat hidup dalam sebuah hutan yang pernah terbakar
serta didukung oleh batang yang keras sehingga mampu bertahan dari
kekeringan
Ulin
Riverine (kaya sedimentasi, ada periode penggenangan)
Formasi Hutan Di Daerah Tropis (Steenis, 1950)
HUTAN HUJAN TANAH KERING
1. Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah
Merupakan tipe klimaks vegetasi hutan dataran rendah serta bukit sampai
ketinggian 600m dpl
Famili terpenting di hutan-hutan Sumatra adalah jenis Dipterocarpaceae,
dengan 5 genera utama: Shorea, Hopea, Dipterocarpus, Vatica dan
Dryobalanops
Contoh: Hutan darat di Irian Jaya dengan biodiversity sangat tinggi, antara
lain Intsia bijuga, Pometia pinnata, Pterocarpus indicus, Palaquium spp.
Contoh: Pada tanah-tanah miskin hara di bukit-bukit dicirikan dengan
terdapatnya Anisoptera polyandra dan Hopea parviflora

2. Hutan Hujan Tropis (dengan) Penguapan Rendah


Tipe hutan ini di Papua merupakan sumber kayu softwood
Di hutan ini famili dipterokarp masih banyak terdapat terutama
Dipterocarpus retusa dan D. timorensis.
Famili yang mendominasi: Annonaceae, Burseraceae, Bambusaceae,
Meliaceae, Sapindaceae & Sapotaceae
Genera yang mendominasi Ficus, Alstonia, Intsia, Quercus, Vatica, Toona
Tipe ini memiliki jenis pionir di tempat terbuka yaitu Castanopsis
acuminatassima, diikuti dengan Podocarpus dan Araucaria

3. Hutan Pegunungan Tinggi (1400 3000 m dpl)


Jenis penciri sampai ketinggian 3000m adalah Podocarpus, Araucaria dan
Eugenia
Di Papua, ketiga genera ini membentuk jalur-jalur sempit disertai lumut-
lumut
Jenis konifer mendominasi: Dacrydium dan Phyllocladus
Jenis tumbuhan bunga Casuarina nodiflora

MOIST EVERGREEN FOREST (LOWLAND TROPICAL FOREST)


Limitasi Typical
Naungan (kompetisi cahaya Cauli-flower plants
dan ruang tumbuh tajuk) Drip-tip species
Kelembaban tinggi Liana
Ketersediaan hara rendah Epifit
Kompetisi organisme tinggi Buttresses root
Species in Indonesia (dipterocarpaceae), South America (Lauraceae), Africa
(Meliaceae, ex mahagony)
Deciduous (teak, melina, eucalypt uro, deglupta, alba, mahagony (microphylla
better)
PENGERTIAN,TEKNIK, DAN SISTEM SILVIKULTUR
Silvikultur adalah ilmu dan seni membangun dan memelihara hutan lewat
pengetahuan dasar silvika. Silvika adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari sifat-
sifat ekologi individu pohon. Silvika menjadi landasan bagi tindakan silvikultur
terhadap hutan. Tindakan silvikultur tersebut dengan harapan agar hutan yang
bersangkutan dapat memenuhi tujuan khusus yang telah dirancang dan disepakati
untuk dilaksanakan. Dalam merancang tindakan silvikultur, ahli silvikultur
mempertimbangkan atribut ekologi, ekonomi, sosial dan administrasi serta manfaat
yang ingin dicapai agar hutan berfungsi secara lestari dan optimal (Soekotjo, 2009) .
Silvikultur juga sering dinamakan ekologi terapan. Penamaan tersebut atas dasar
bahwa tindakan silvikultur merupakan perwujudan pengelolaan ekosistem. Dalam
kaitan ini mudah dimengerti bila tindakan silvikultur berkaitan dengan upaya
mengendalian struktur, komposisi, pertumbuhan species target untuk meningkatkan
manfaat hutan. Tindakan silvikultur bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
hutan, sehingga hutan yang produktivitasnya rendah menjadi hutan yang lebih
produktif.

Secara garis besar batasan silvikultur menurut Asosiasi Ahli Kehutanan Amerika
(Nyland, 2002) adalah:
1. Seni untuk membangun dan memelihara tegakan hutan dengan landasan
ilmiah untuk mengendalikan pemapanan tegakan, komposisi dan
pertumbuhan
2. Menggunakan berbagai perlakuan agar hutan menjadi lebih produktif, lebih
bermanfaat bagi pengusahaan hutan. Bermanfaat tidak hanya bagi
pengusaha hutan tetapi juga bagi masyarakat sekitar hutan dan masyarakat
keseluruhan serta negara, baik generasi masa kini maupun generasi
mendatang, secara lestari.
3. Mengintegrasikan konsep ekologi dan ekonomi pada perlakuan yang sangat
tepat untuk memenuhi tujuan pengelolaan hutan.

Oldeman (1990) mendeskripsikan silvikultur adalah ilmu pengetahuan kehutanan


yang dirancang untuk mengendalikan proses yang terjadi di dalam ekosistem hutan,
sedemikian rupa sehingga urutan perkembangan ekosistem hutan mencapai peluang
tertinggi untuk kelangsungan hidup dari ekosistem hutan yang bersangkutan.

Troup (1928) mendefinisikan sistem silvikultur adalah suatu proses yang mencakup
tiga tema utama, yaitu
1. metode permudaan,
2. metoda pemanenan hasil hutan
3. metoda mengatur tegakan hutan secara keseluruhan, dengan mengacu
pada silvikultur, pertimbangan proteksi dan pemanfaatan hasil secara
ekonomis.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 11/Menhut-II/2009, sistem silvikultur
adalah sistem pemanenan sesuai tapak/tempat tumbuh berdasarkan formasi
terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan edafis dan tipe-tipe hutan yang
terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari atau sistem teknik bercocok
tanaman dan memanen.
Sistem/regim silvikultur untuk hutan Indonesia menurut Soekotjo (2009) dapat
dibedakan menjadi:
1. Hutan berasal dari biji atau buah
1) Polisiklik, target akhir, tegakan beragam umur
a. Seleksi Individu
TPTI
TPTJ dan TPTII
b. Seleksi Kelompok
Tebang Rumpang
2) Monosiklik, target akhir, tegakan berumur seragam
a. Tebang habis
THPB
THPA
b. Seed Tree method (untuk hutan mangrove)

2. Hutan berasal dari perbanyakan vegetatif


hutan seluruhnya berasal dari perbanyakan vegetatif
hutan berasal dari trubusan

Menurut PP 6 Tahun 2007 dasar-dasar pemilihan silvikultur didasarkan pada


pendekatan :
1. Keanekaragaman hayati, berdasarkan tipe hutan sesuai formasi klimatis
(hutan hujan tropis, hutan monsoon, hutan gambut) dan formasi edafis
(hutan rawa, hutan payau, hutan payau).
2. Topografi, geografi, geologi, dan tanah
3. Konservasi tanah dan air
4. Teknologi

TEKNIK SILVIKULTUR adalah penggunaan teknik-teknik atau perlakuan tehadap


hutan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas hutan. Perlakuan
tersebut dapat dilakukan pada tahap permudaan, pemeliharaan dan penjarangan,
serta pemanenan.
Teknik silvikultur menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 11/Menhut-II/2009,
antara lain berupa: pemilihan jenis, pemuliaan pohon, penyediaan bibit, manipulasi
lingkungan, penanaman dan pemeliharaan.

Teknik silvikultur yang dikembangkan oleh Soekotjo (2009) adalah :


1. Teknik silvikultur tentang pengendalian struktur
2. Teknik silvikultur tentang pengendalian komposisi
3. Teknik silvikultur tentang pengendalian kerapatan tegakan
4. Teknik silvikultur tentang pengendalian pertumbuhan
5. Teknik silvikultur intensif
6. Teknik silvikultur tentang proteksi agar kelestarian produktivitas ekosistem
terjamin
7. Teknik silvikultur tentang proteksi terhadap hama dan penyakit
8. Fasilitas pembalakan

MULTISISTEM SILVIKULTUR adalah sistem pengelolaan hutan produksi yang terdiri


dari dua atau lebih sistem silvikultur yang diterapkan pada suatu areal pengusahaan
hutan dan merupakan multi usaha dengan tujuan mempertahankan dan
meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan lainnya serta dapat mempertahankan
kepastian kawasan hutan produksi.

Multisistem silvikultur diterapkan dalam pengusahaan hutan di Indonesia mengingat


keadaan mosaik areal hutan dan kondisi hutan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat besar, yakni menjadi sangat beragam dan pada umumnya
mengalami perubahan perubahan potensi dan ekologinya.

Contoh multisistem silvikultur dalam suatu unit pengusahaan hutan adalah terdapat
lebih dari satu system silvikultur yang diterapkan, misalnya TPTI dan TPTII; TPTJ dan
THPB; THPA dan THPB Pola Agroforestry.

BEBERAPA PERATURAN DAN PETUNJUK TEKNIS MENGENAI SILVIKULTUR


1. SK Dirjen Kehutanan no. 35/Kpts/DD/1/1972 ttg Pedoman Tebang Pilih
Indonesia, Tebang Habis dengan Permudaan Alam, Tebang Habis dengan
Penanaman Buatan, dan Pedoman-pedoman Pengawasannya
2. SK Menhut no. 485/Kpts-II/1989 tentang sistem silvikultur pengelolaan hutan
alam produksi di Indonesia
3. SK Dirjen PH no. 564/Kpts/IV-BPHH/1989 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam
Indonesia
4. SK Menhut no. 252/Kpts-II/1993 tentang Kriteria dan Indikator pengelolaan
Hutan Produksi Alam Indonesia secara lestari
5. SK Dirjen PH no. 151/Kpts/IV-BPHH/1993 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam
Indonesiadicabut dg Peraturan DirJend Bina Produksi Kehutanan no
P.9/VI/BPHA/2009.
6. SK Menhutbun No. 625/Kpts-II/1998 tentang Sistem TPTJdicabut dengan
Permenhutbun No. 309/Kpts-II/1999; Permenhut No. P.30/Menhut-II/2005
7. SK Dirjen Bina Produksi Kehutanan No. 226/VI-BPHA/2005 tentang penerapan
sistem TPTIIdicabut dengan Peraturan DirJend Bina Produksi Kehutanan no
P.9/VI/BPHA/2009
8. Permenhut No. P.30/Menhut-II/2005 tentang Standar sistem silvikultur pada
hutan alam tanah kering atau hutan alam tanah basah/rawadicabut dengan
Permenhut No. P.11/Menhut-II/2009
9. Permenhut No. P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem silvikultur dalam areal izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan produksi
10. Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan No. P.9/VI/BPHA/2009 tentang
pedoman pelaksanaan sistem silvikultur dalam areal izin usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu pada hutan produksi

Berdasarkan Permenhut No. P.11/Menhut-II/2009, Sistem silvikultur dibedakan


berdasarkan :
Umur tegakan
1. Tegakan seumur:
Tebang Habis Permudaan Buatan
Tebang Habis Permudaan Alam
Pemanenan dapat dengan Tebang Pilih Tanam Indonesia
2. Tegakan tidak seumur:
Individu Tebang Pilih Tanam Indonesia
Kelompok Tebang Rumpang
Jalur Tebang Pilih Tanam Jalur
3. Sistem pemanenan:
Tebang pilih
Tebang habis

Berdasarkan lokasi pelaksanaan, dibedakan menjadi:


1. Tebang Habis Permudaan Buatan:
Logged Over Area
Hutan tanaman pada hutan produksi biasa atau hutan produksi yang dapat
dikonversi di areal IUPHHK pada hutan produksi berdasarkan RKUPHHK

2. Tebang Habis Permudaan Alam:


Logged Over Area,
hutan tanaman melalui terubusan/coppice system dan atau generatif pada
HP biasa atau HP yang dapat dikonversi di areal IUPHHK pada hutan
produksi berdasarkan RKUPHHK

3. Tebang Pilih Tanam Indonesia dan Tebang Rumpang:


Virgin forest
LOA di areal IUPHHK berdasarkan RKUPHHK

4. Tebang Pilih Tanam Jalur: LOA


Sistem silvikultur yang dilaksanakan di lapangan ada 4 sistem, yaitu:
1. Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
2. Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur
3. Sistem silvikultur Tebang Rumpang
4. Sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan

SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA


Prinsip-prinsip yang harus dipahami:
1. Sistem silvikultur untuk tegakan tidak seumur
2. Teknik pemanenan dengan tebang pilih
3. Meningkatkan riap sebagai aset
4. Mempertahankan keanekaragaman hayati
Tujuan dan sasarannya:
1. Tujuan TPTI adalah meningkatkan produktivitas hutan alam tegakan tidak
seumur melalui tebang pilih dan pembinaan tegakan tinggal dalam rangka
memperoleh panenan yang lestari.
2. Sasaran TPTI adalah pada hutan alam produksi di areal IUPHHK atau KPHP
Beberapa pengertian yang harus dipahami:
Pemanenan tebang pilih adalah tebangan berdasarkan limit diameter
tertentu pada jenis-jenis niagawi dengan tetap memperhatikan
keanekaragaman hayati setempat.
Pembinaan tegakan tinggal adalah kegiatan yang dikerjakan setelah
kegiatan tebang pilih meliputi perapihan, pembebasan, pengayaan,
pemeliharaan.

SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR


Prinsip-prinsip yang harus dipahami:
1. Sistem silvikultur untuk tegakan tidak seumur.
2. Teknik pemanenan dengan tebang pilih.
3. Meningkatkan riap.
4. Mempertahankan keanekaragaman hayati.
5. Menciptakan ruang tumbuh optimal bagi tanaman.
6. Penanaman jenis unggulan lokal dalam jalur.
Tujuan dan sasarannya:
1. Tujuan TPTJ adalah meningkatkan produktivitas hutan alam tegakan tidak
seumur melalui tebang pilih dan memanfaatkan ruang tumbuh dalam jalur
untuk meningkatkan riap dalam rangka memperoleh panenan yang lestari.
2. Sasaran TPTJ adalah pada hutan alam produksi bekas tebangan di areal
IUPHHK atau KPHP.
Beberapa pengertian yang harus dipahami:
Pemanenan tebang pilih adalah tebangan berdasarkan limit diameter
tertentu pada jenis-jenis niagawi dengan tetap memperhatikan
keanekaragaman hayati setempat.
Penanaman dalam jalur adalah kegiatan menanam dalam rangka
pemanfaatan ruang tumbuh dengan jenis-jenis tanaman unggulan
setempat.
Jalur antara adalah jalur tegakan tinggal yang dibina dan dimanfaatkan
untuk meningkatkan produktivitas dan mempertahankan keanekaragaman
hayati.

Anda mungkin juga menyukai