Hutan
Kumpulan tegakan sebagai suatu unit yang diurus secara terintegrasi, biasanya oleh
satu pemilik/kepemilikan
Tegakan
Suatu komunitas, terutama berupa sekelompok pohon yang berdekatan, yang
memiliki cukup kesamaan dalam komposisi jenis, susunan kelas umur, dan kondisi
sehingga membentuk suatu unit yang dapat dibedakan dengan yang lain
Komunitas
Kumpulan dari organisme yang hidup bersama/berdampingan, tanpa arti tertentu
terkait dengan status ekologinya
Vegetasi
Tanah Iklim
Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan
mengubah proses dan kondisi internalnya
Pertumbuhan tanaman
Faktor lingkungan dianggap penting, bila
1. Adanya faktor itu universal (umum)
spasial dan temporal
Faktor iklim berpengaruh besar pada setiap waktu dan tempat, sedang
faktor kebakaran berlaku setempat dan pada waktu tertentu.
Di antara faktor-faktor iklim juga ada perbedaan faktor cahaya relatif lebih
penting daripada faktor angin.
2. Faktor-faktor itu dapat diatur
Faktor cahaya dipandang sangat penting sekali, karena dengan mudah dan
cepat dapat diatur.
Sebaliknya, faktor suhu sangat penting bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan,
namun silvikulturis tidak/belum berdaya untuk mengaturnya
3. Faktor itu dalam keadaan kritis
Setiap faktor dapat menjadi penting apabila berada dalam keadaan kritis
faktor kelembaban menjadi faktor penting untuk kehidupan tumbuhan
pada musim kering.
TOLERANSI
Toleransi berarti kemampuan dari suatu tumbuhan untuk hidup bertahan dibawah
naungan. Pohon yang mempunyai kapasitas ini dinamakan toleran, atau tahan
terhadap naungan. Pohon-pohon yang tidak mempunyai sifat2 ini disebut intoleran,
atau untuk hidup membutuhkan atau menunut adanya cahaya.
SAVANA
McNaughton & Wolf (1990)
menggunakan pendekatan panen
biomassa mengemukakan pendapat
bahwa savana adalah komunitas
tumbuhan yang bersekala regional
dan merupakan suatu komunitas
antara. Struktur ekosistemnya
tersusun atas pohon-pohon yang
menyebar dengan kanopi yang
terbuka sehingga memungkinkan
rumput untuk tumbuh di lantai komunitas. Jika populasi pohon mendominasi maka
savana demikian disebut sebagai hutan savana.
Sebaliknya jika kehadiran pohon tidak signifikan maka savana demikian adalah
savana padang rumput (treeless savana).
Pakar silvikultur, Daniel et al. (1995), mengkategorikan savana sebagai hutan. Penulis
ini memberi penjelasan yang sangat komprehensif tentang bentuk dan proses
terjadinya savana sebagai berikut. Musim kemarau yang panjang dan kering
memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya hutan musim atau hutan
monsoon. Ciri hutan ini, antara lain, hampir semua jenis pohon menggugurkan daun
pada musim kemarau, pohonnya tidak begitu tinggi dan banyak cahaya yang
menembus ke lantai. Bila mana curah hujan benar-benar sangat musiman dengan
musim kemarau sangat berangin, dan barangkali faktor-faktor lain juga berpengaruh
(masalah yang sangat kontroversial), maka hutan musim akan berkembang menjadi
savana karena bertambahnya kekeringan.
STEPA
Stepa (steppe) adalah suatu dataran tanpa pohon (kecuali yang berada di dekat
sungai atau danau); mirip dengan prairie, walaupun suatu prairie umumnya
dianggap didominasi oleh rumput tinggi, sedangkan stepa umumnya ditumbuhi
rumput pendek. Stepa dapat berupa semi-gurun, atau ditutupi oleh rumput atau
semak, atau keduanya, tergantung dari musim dan garis lintang. Istilah ini juga
digunakan untuk menunjukkan iklim pada suatu daerah yang terlalu kering untuk
menunjang suatu hutan, tetapi tidak cukup kering untuk menjadi gurun.
Iklim pada garis lintang tengah dapat digambarkan dengan musim panas yang panas
dan musim dingin yang dingin, dengan curah hujan atau ekivalen salju rata-rata 250
500 mm/tahun. Pada daerah tropis, curah hujan yang dibutuhkan untuk
membedakan stepa dan gurun dapat berjumlah setengahnya karena besarnya
evapotranspirasi yang terjadi. Di Indonesia, wilayah yang dikenal banyak memiliki
stepa adalah Nusa Tenggara Timur.
EKOSISTEM TROPIS
1. Wet tropical forest
2. Tropical moist (deciduous) forest
3. Tropical dry forest
Secara garis besar batasan silvikultur menurut Asosiasi Ahli Kehutanan Amerika
(Nyland, 2002) adalah:
1. Seni untuk membangun dan memelihara tegakan hutan dengan landasan
ilmiah untuk mengendalikan pemapanan tegakan, komposisi dan
pertumbuhan
2. Menggunakan berbagai perlakuan agar hutan menjadi lebih produktif, lebih
bermanfaat bagi pengusahaan hutan. Bermanfaat tidak hanya bagi
pengusaha hutan tetapi juga bagi masyarakat sekitar hutan dan masyarakat
keseluruhan serta negara, baik generasi masa kini maupun generasi
mendatang, secara lestari.
3. Mengintegrasikan konsep ekologi dan ekonomi pada perlakuan yang sangat
tepat untuk memenuhi tujuan pengelolaan hutan.
Troup (1928) mendefinisikan sistem silvikultur adalah suatu proses yang mencakup
tiga tema utama, yaitu
1. metode permudaan,
2. metoda pemanenan hasil hutan
3. metoda mengatur tegakan hutan secara keseluruhan, dengan mengacu
pada silvikultur, pertimbangan proteksi dan pemanfaatan hasil secara
ekonomis.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 11/Menhut-II/2009, sistem silvikultur
adalah sistem pemanenan sesuai tapak/tempat tumbuh berdasarkan formasi
terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan edafis dan tipe-tipe hutan yang
terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari atau sistem teknik bercocok
tanaman dan memanen.
Sistem/regim silvikultur untuk hutan Indonesia menurut Soekotjo (2009) dapat
dibedakan menjadi:
1. Hutan berasal dari biji atau buah
1) Polisiklik, target akhir, tegakan beragam umur
a. Seleksi Individu
TPTI
TPTJ dan TPTII
b. Seleksi Kelompok
Tebang Rumpang
2) Monosiklik, target akhir, tegakan berumur seragam
a. Tebang habis
THPB
THPA
b. Seed Tree method (untuk hutan mangrove)
Contoh multisistem silvikultur dalam suatu unit pengusahaan hutan adalah terdapat
lebih dari satu system silvikultur yang diterapkan, misalnya TPTI dan TPTII; TPTJ dan
THPB; THPA dan THPB Pola Agroforestry.