Dosen pengampu :
Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc.
Disusun oleh :
Riska Kurniawati
140410190039 / Kelas A
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Xenotransplantasi dan Etika dalam Aplikasi Xenotranplantasi” ini dengan
baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini saya susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Bioetika
dengan dosen pengampu Prof. Dr. Johan Iskandar M.Sc. Tak lupa saya juga
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak maupun dosen pengampu yang
telah senantiasa membimbing dan memberikan pengajaran sehingga saya dapat
menyusun makalah ini dengan konsep dan arahan yang jelas dan diharapkan sesuai
target pembelajaran. Adapun topik yang ada pada makalah ini membahas berbagai
informasi seputar definisi xenotransplantasi, bagaimana praktiknya, hingga etika
penerapan xenotransplantasi.
Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna
karena terdapat adanya kekurangan, baik penulisan secara teknis maupun materi yang
disampaikan. Oleh karena itu, segala kritik maupun saran yang membangun sangat
saya harapkan demi penyempurnaan makalah di waktu yang akan datang.
Demikian makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat sebagai pembuka
wawasan baru, sumber pembelajaran, maupun referensi bagi pembaca. Terimakasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Mengetahui pengertian transplantasi secara umum
1.2.2 Mengetahui pengertian dan sejarah singkat xenotransplantasi
1.2.3 Mengetahui jenis hewan apa saja yang digunakan dalam xenotransplantasi
1.2.4 Mengetahui contoh aplikasi xenotranplantasi yang telah dilakukan
1.2.5 Mengetahi risiko xenotransplantasi bagi manusia
1.2.6 Mengetahui etika xenotransplantasi
BAB II
ISI
2.1. Transplantasi
3.2 Saran
Jika masih memungkinkan adanya alternatif transplantasi lain yang lebih
aman dibandingkan xenotransplantasi, saya lebih menyarankan untuk menghindari
metode ini karena secara garis besar memiliki dampak negatif yang lebih dominan
dibandingkan positifnya bagi kehidupan manusia sebagai penerima, masyarakat, dan
hewan donor itu sendiri. Selain itu, adanya bahaya dari segi kesehatan seperti
munculnya penyakit PERV dan bakteri resisten sangat perlu dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asa, R. S., & Azmi, I. M. A. G. (2018). The concept of halal and halal food
certification process in Malaysia: Issues and concerns. Malaysian Journal of
Consumer and Family Economics. 20: 38-50.
Ekser, B., Ezzelarab, M., Hara, H., van der Windt, D. J., Wijkstrom, M., Bottino,
R.,& Cooper, D. K. (2012). Clinical xenotransplantation: the next
medical revolution?. The lancet. 379(9816): 672-683.
Hasim, N. A., Amin, L., Mahadi, Z., Yusof, N. A. M., Ngah, A. C., Yaacob, M., &
Aziz, A. A. (2020). The integration and harmonisation of secular and Islamic
ethical principles in formulating acceptable ethical guidelines for modern
biotechnology in Malaysia. Science and engineering ethics. 26(3): 1797-1825.
Hawthorne, W. J., Cowan, P. J., Buehler, L. H., Yi, S., Bottino, R., Pierson, R. N., &
Wang, W. (2019). Third WHO global consultation on regulatory requirements
for xenotransplantation clinical trials, Changsha, hunan, China december 12-
14, 2018:" the 2018 Changsha communique" the 10-year anniversary of the
international consultation on xenotransplantation. Xenotransplantation. 26(2):
125-130.
Dosen pengampu :
Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc.
Disusun oleh :
Riska Kurniawati
140410190039 / Kelas A
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Kloning Hewan dan Etika Produksi Daging Hewan Kloning Konsumsi” ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini saya susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Bioetika
dengan dosen pengampu Prof. Dr. Johan Iskandar M.Sc. Tak lupa saya juga
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak maupun dosen pengampu yang
telah senantiasa membimbing dan memberikan pengajaran sehingga saya dapat
menyusun makalah ini dengan konsep dan arahan yang jelas dan diharapkan sesuai
target pembelajaran. Adapun topik yang ada pada makalah ini membahas berbagai
informasi seputar definisi kloning, bagaimana praktiknya, hingga etika kloning.
Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna
karena terdapat adanya kekurangan, baik penulisan secara teknis maupun materi yang
disampaikan. Oleh karena itu, segala kritik maupun saran yang membangun sangat
saya harapkan demi penyempurnaan makalah di waktu yang akan datang.
Demikian makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat sebagai pembuka
wawasan baru, sumber pembelajaran, maupun referensi bagi pembaca. Terimakasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Mengetahui pengertian kloning secara umum
1.2.2 Mengetahui tingkat keberhasilan kloning
1.2.3 Mengetahui prosedur kloning
1.2.4 Mengetahui alasan kloning hewan untuk diproduksi dan dikonsumsi
1.2.5 Mengetahi kelebihan dan kekurangan kloning hewan
1.2.6 Mengetahui praktik kloning hewan di dunia hingga saat ini
1.2.7 Mengetahui etika produksi daging dan produk lain dari hewan hasil kloning
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kloning
Kloning dari segi bahasa diturunkan dari kata clone atau clon dalam Bahasa
Inggris yang artinya “potongan”, kata ini juga dibentuk dari kata Bahasa
Yunani, "klonos". Dalam bioteknologi, kloning merupakan suatu usaha yang
dilakukan manusia untuk menghasilkan salinan berkas DNA atau gen, sel, atau
organisme. Kloning merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan turunan
yang sama sifat baik dari segi hereditas maupun fisik dengan induknya ketika gen itu
diekpresikan menjadi sebuah protein fungsional (Mawardi dkk., 2017). Selama 20
tahun terakhir, transfer nukleus sel somatik (SCNT) telah menjadi sangat diperlukan
dalam penelitian sel induk dengan potensi dalam memproduksi hewan kloning.
Teknik ini adalah banyak digunakan untuk menghasilkan sel dan jaringan yang imun
sesuai dengan donor sel somatik. SCNT muncul sebagai bioteknologi baru di mana
kemungkinan yang berasal dari kemajuan dalam genetika molekuler dan analisis
genom dalam pemuliaan hewan. Sejauh ini, lebih dari 20 spesies mamalia telah
dikloning sejak keberhasilan yang pertama mamalia kloning, Dolly the Sheep
(Matoba & Zhang, 2018).
2.7. Etika Produksi Daging dan Produk Lain dari Hewan Hasil Kloning
Kloning hewan untuk suplai makanan melibatkan sejumlah masalah etika.
Tingkat keberhasilan kloning hewan yang dilakukan oleh para ilmuwan sebagian
besar masih tidak konsisten di mana hasilnya sangat tergantung pada spesies dan jenis
sel yang digunakan dalam proses kloning. Kinerja kloning relatif rendah dengan
tingkat keberhasilan 0,3–1,7% per oosit yang direkonstruksi dan 3,4–13 persen per
kloning dalam lingkup SCNT. Produksi daging maupun produk lain yang berasal dari
hewan hasil kloning menimbulkan berbagai kekhawatiran dalam etika karena
berkaitan dengan spektrum faktor yang luas seperti :
Kesehatan dan kesejahteraan hewan kloning dan keturunannya yang
mengacu pada penggunaan hewan untuk tujuan manusia terutama sebagai
bahan pangan yang dikonsumsi secara luas
Kesehatan dan kesejahteraan manusia, misalnya yang berkaitan dengan
keamanan pangan, keamanan hayati, kemungkinan penyalahgunaan pada
manusia
Dampak bagi lingkungan, misalnya isu yang berkaitan dengan
keanekaragaman hayati, pencemaran dan degradasi lingkungan, serta
ketahanan lingkungan
Aspek masyarakat, misalnya keinginan sosial, penerimaan sosial, hak-hak
konsumen, masalah keadilan dalam lingkup lokal, regional, global, serta hak
kekayaan intelektual
Pertimbangan ekonomi, biaya kloning terbilang cukup mahal.
Etika hewan kloning untuk makanan tidak dapat dibatasi hanya pada beberapa
pertimbangan. Beberapa faktor yang berhubungan bagi peternakan berkelanjutan,
misalnya tanggung jawab manusia terhadap lingkungan, masa depan generasi,
keadilan, dan ekologi antargenerasi juga penting. Grup Eropa tentang Etika dalam
Sains dan Teknologi Baru menyatakan keraguan terkait kesejahteraan dan kesehatan
klon hewan secara etika apakah dibenarkan oleh argumen yang ada dalam
mendukung hewan hasil kloning sebagai makanan yang layak konsumsi. Dalam
kondisi ini, EGE tidak melihat alasan yang sangat kuat untuk mendukung produksi
makanan dari klon dan keturunannya saat ini (EGE, 2008). Mungkin saja argument
ini mendukung untuk penggunaan lain dari kloning hewan dalam penelitian biomedis
atau kloning hewan yang dimodifikasi secara genetik untuk bio-farming atau tujuan
nutraceutical lainnya (Banati, 2009).
Menurut database Administrasi Makanan dan Obat AS (FDA) pada tahun
2008, hingga saat data tersebut terkumpul tidak ada penelitian yang mengidentifikasi
perbedaan di luar variabilitas normal dalam komposisi daging dan susu hewan ternak
seperti sapi atau babi hasil kloning, keturunannya, dan non-kloning. Selain itu, tidak
ada konstituen baru yang terdeteksi dalam produk dari klon atau keturunan hewan
ternak hasil kloning. Selain itu, survei literatur yang menganalisis komposisi, kualitas
parameter, genotoksisitas, dan reaksi alergi yang diamati tidak ada perbedaan dalam
parameter ini antara daging atau susu yang berasal dari hewan kloning dan
keturunannya dari daging dan susu dari hewan non-kloning (Hur, 2017). Tidak ada
bukti lebih lanjut yang ditunjukkan bahwa daging dan susu dari hewan kloning
menimbulkan risiko keamanan pangan. Kebanyakan hewan penelitian yang telah
diuji untuk mengonsumsi daging dan susu dari hewan kloning tidak menunjukkan
adanya masalah kesehatan dan tidak menghasilkan efek toksik. Daging dan susu
makanan yang berasal dari hewan kloning juga tidak menyebabkan efek kesehatan
yang merugikan seperti gangguan reproduksi dan alergi reaksi pada model hewan.
Oleh karena itu, kloning daging hewan dan susu seaman makanan dari hewan yang
bukan kloning dan dapat dikonsumsi sebagai makanan baru.
Sebelum dikonsumsi manusia, sebenarnya daging dan susu yang berasal dari
hewan kloning telah diuji terlebih dahulu ke hewan coba seperti tikus. Setelah diuji
pada hewan uji, maka daging dan susu dari hewan kloning yang lulus dapat dilakukan
percobaan konsumsi terhadap manusia. Terdapat lima tingkatan dalam prosedur
penilaian risiko daging dan susu yang berasal dari hewan kloning untuk dijadikan
pedoman dan persetujuan apakah hewan hasil kloning aman dikonsumsi manusia atau
tidak, dengan mengambil beberapa data seperti survei pengalaman konsumsi manusia
(atau sejarah) untuk waktu yang lama, analisis kesamaan komposisi kimia, efek
samping reproduksi, genotoksisitas, dan reaksi alergi. Objek untuk survei manusia
pengalaman konsumsi adalah wilayah atau negara, periode konsumsi, jenis konsumsi,
jumlah konsumsi, izin, kesadaran konsumen, atau data penyakit terkait (Hur, 2017).
Sebuah studi makan oral subkronis 14 minggu dilakukan pada tikus untuk
menentukan efek dari makanan yang mengandung daging dan susu yang berasal dari
klon embrionik dan somatik. Tikus tidak terpengaruh oleh konsumsi daging dan susu
dari klon sapi. Hasil serupa diperoleh dalam uji makan 21 hari pakan yang
mengandung susu dan daging dari klon sapi (F0). Sebuah studi toksisitas juga,
melakukan uji oral 12 bulan pada tikus dengan pemberian daging dan susu dari
keturunan sapi kloning (F1) dilakukan di Jepang dan sebagai hasilnya tidak ada
perbedaan yang signifikan secara biologis dalam komposisi antara klon,
keturunannya, dan dibiakkan secara konvensional ternak. Penelitian lain dilakukan
dengan menguji ekstrak daging sapi kloning pada lima strain bakteri termasuk
Salmonella typhimurium, Escherichia coli untuk mutasi bakteri dan sel paru-paru
hamster Cina untuk aberasi kromosom.
Uji terkait mikronukleus sumsum tulang dilakukan pada tikus Institute of
Cancer Research (ICR) yang diberi makan masing-masing 5% dan 10% daging sapi
kloning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging sapi kloning tidak menginduksi
efek genotoksik berbahaya in vitro dan in vivo (Lee et al., 2012). Hasil yang sama
juga keluar dalam uji mikronukleus tikus terhadap potensi alergi dari beberapa
sampel daging yang dicerna secara in vitro dan susu dari klon sapi (F0) dinilai dengan
injeksi intraperitoneal ke tikus. Hasilnya membuktikan tidak ada perbedaan yang
signifikan
secara statistik dalam potensi alergi yang diamati antara sampel dari klon dan sapi
pembanding control. Juga Heyman dkk. tidak mendeteksi perbedaan dalam
alergenisitas susu dan daging yang diperoleh dari klon,pada tikus dibandingkan
dengan produk makanan yang sama dari hewan nonkloning, usia dan jenis kelamin
yang cocok, dipelihara dalam kondisi yang sama (Heyman et al., 2007).
Beberapa penelitian tentang efek pada fisiologi reproduksi juga telah
dilakukan. Tikus jantan dan betina diberi makan dengan 5% dan 10% daging sapi
kloning dan kemudian dianalisis parameter reproduksi seperti kelainan bentuk
sperma, konsentrasi testosteron pada tikus jantan, dan pemeriksaan neonatus dari
kehamilan pada tikus betina. Hasil yang ditunjukkan berupa tidak adanya efek negatif
pada fisiologi reproduksi pada tikus yang diberi pakan ternak kloning. Hasil serupa
diperoleh pada hewan non-tikus, kelinci melalui sebuah studi tentang efek perilaku
dan reproduksi yang diberi makan daging sapi kloning. Berdasarkan studi toksisitas
perilaku dan reproduksi, tidak ada efek negatif yang jelas pada daging sapi kloning
sebagai makanan (Yang et al., 2011).
FDA dan beberapa hasil penelitian intensif telah menyimpulkan bahwa klon
sapi, babi, dan kambing, dan keturunan dari klon hewan apa pun yang secara
tradisional dikonsumsi sebagai makanan, aman untuk dikonsumsi hewan maupun
manusia. Kegunaan utama kloning adalah untuk menghasilkan bibit, bukan makanan.
Kloning hewan ini merupakan salinan hewan terbaik dalam populasi hewan tersebut
yang kemudian digunakan untuk pembiakan konvensional, dan keturunan klon hewan
yang direproduksi secara seksual menjadi hewan penghasil makanan. Jika daging
hasil kloning ini dapat berupa daging sapi, ayam ataupun babi memasuki pasar
Indonesia ditakutkan akan berdampak besar pada pergerakan ekonomi bagi para
peternak dan juga pengusaha yang bergerak dibidang olahan daging, tetapi apakah
daging hasil kloning ini halal atau tidak itu masih menjadi kajian lebih lanjut.
Berdasarkan hasil analisis di atas, saya berpendapat bahwa penggunaan
kloning hewan untuk produksi daging, susu, maupun produk lain yang berasal dari
hewan kloning diperbolehkan selama kualitasnya terjamin dan tidak menimbulkan
efek yang
berbahaya bagi kesehatan manusia. Alasan ini karena hingga saat ini belum ada
penelitian yang menyatakan bahwa konsumsi produk yang berasal dari hewan ternak
hasil kloning menimbulkan penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya sehingga
aman untuk dikonsumsi atau dikomersialisasikan secara luas. Meskipun begitu,
sebelum dilakukannya produksi dan komersialisasi secara luas, perlu adanya kajian
dan penelitian mendalam untuk menilai pengaruh hewan kloning ketika dikonsumsi
manusia. Selain itu, hal yang sangat penting adalah perlu adanya sosialisasi tentang
tingkat keamanan dan layak konsumsi hewan hasil kloning berdasarkan fakta-fakta
ilmiah kepada masyarakat luas sehingga masyarakat tidak ragu atau bahkan
memberikan reaksi penolakan karena adanya produk dari hewan hasil kloning yang
beredar di pasaran. Setelah itu, pemberian label pangan yang berasal dari sumber
hewan hasil kloning juga perlu diperhatikan karena masyarakat sebagai konsumen
berhak tau apa yang dikonsumsi dan kualitas yang terkandung dalam produk pangan
tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Jika daging, susu, maupun produk lain yang berasal dari hewan kloning telah
teruji keamanan dan kelayakan konsumsi oleh konsumen, maka perlu adanya
tindakan lanjutan berupa sosialisasi kepada masyarakat luas dan pemberian label
makanan yang menandakan produk hasil kloning sebagai bentuk kejujuran dari
produsen maupun penjual produk hasil kloning tersebut. Selain itu, produsen hewan
kloning tidak boleh melepaskan setiap hewan kloning dan keturunannya, atau
makanan turunannya ke dalam rantai makanan manusia kecuali mereka memiliki
telah menjadi sasaran penilaian keamanan pra-pasar. Hewan apa pun termasuk klon
harus melakukan inspeksi rutin dan kontrol kualitas secara berkala dan ketat.
DAFTAR PUSTAKA
Akagi, S., Matsukawa, K., & Takahashi, S. (2014). Factors affecting the development
of somatic cell nuclear transfer embryos in cattle. Journal of Reproduction
and Development. 60(5): 329-335.
Bánáti, D. (2009). Animal cloning for food supply: A review. Acta Alimentaria,
38(1), 117-132.
European Food Safety Authority (EFSA) (2009) Animal Health and Welfare and
Environmental Impact of Animals derived from Cloning by Somatic Cell
Nucleus Transfer (SCNT) and their Offspring and Products Obtained from
those Animals, DRAFT Scientific Opinion of the Scientific Committee.
[Online] http://www.efsa.europa.eu/EFSA/. Diakses pada 12 Desember 2021.
Heyman, Y., Chavatte-Palmer, P., Fromentin, G., Berthelot, V., Jurie, C., Bas, P., &
Renard, J. P. (2007). Quality and safety of bovine clones and their
products. Animal. 1(7): 963-972.
Hur, S. J. (2017). A study on current risk assessments and guidelines on the use of
food animal products derived from cloned animals. Food and Chemical
Toxicology. 108: 85-92.
Kashim, M. I. A. M., Hasim, N. A., Zin, D. M. M., Amin, L., Mokhtar, M. H.,
Shahimi, S., & Mutalib, S. A. (2021). Animal cloning and consumption of its
by- products: A scientific and Islamic perspectives. Saudi Journal of
Biological Sciences. 28(2021): 2995-3000.
Lee, S. J., Jang, Y. H., Kim, H. B., Lee, M. H., So, B. J., Yang, B. C., & Choe, N. H.
(2012). Foods Derived from Cloned Animals and Management Policies in
Worldwide. Food Science of Animal Resources. 32(4): 389-395.
Loi, P., Iuso, D., Czernik, M., & Ogura, A. (2016). A new dynamic Era for somatic
cell nuclear transfer?. Trends Biotechnol. 34: 791–797.
Matoba, S., & Zhang, Y., (2018). Somatic Cell Nuclear Transfer Reprogramming:
Mechanisms and Applications. Cell Stem Cell. 23(4) :471-485.
Mawardi, A. R. S. Y. A. M., Aisoi, L. E., & Lefaan, P. N. (2017). Kloning dan
Analisis Bioinformatika Gen MSP1 Plasmodium falciparum Isolat Kota
Jayapura. Jurnal Biologi Papua. 10(1): 1-10.
Schaefer, G. O., & Savulescu, J. (2014). The ethics of producing in vitro meat.
Journal of Applied Philosophy. 31(2): 188-202.
Sutiyono, B., Johari, S., Kurnianto, E., Ondho, Y. S., Sutopo, S., Ardian, Y., &
Darmawan, D. (2010). Hubungan penampilan induk anak domba dari
berbagai tipe kelahiran. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of
Animal Science). 20(2): 24-30.
US Food and Drug Administration (FDA). (2008). Center for Veterinary Medicine.
Animal cloning: A risk assessment. http://www.fda.gov/. Diakses 12 Desember
2021.
Yang, B. C., Lee, N. J., Im, G. S., Seong, H. H., Park, J. K., Kang, J. K., & Hwang, S.
(2011). A diet of somatic cell nuclear transfer cloned‐cattle meat produced no
toxic effects on behavioral or reproductive characteristics of F1 rats derived
from dams fed on cloned‐cattle meat. Birth Defects Research Part B:
Developmental and Reproductive Toxicology. 92(3): 224-230.