Anda di halaman 1dari 20

Makalah Fisiologi Tanaman

HORMON

Disusun Oleh :
Nama

: Firdaus

NIM

: G111 143 19

Kelas

:A

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak alasan pentingnya membicarakan masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan.Selain belum ada kesempatan umum tentang keberadaan
masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku,juga kalau dikaitkan dengan
pembangunan yang orientasinya banyak dicurahkan kepedesaan,maka pedesaan
memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur,sosial atau kehidupanya.Dalam
keadaan desa yang sebenarnya,desa masih dianggap sebagai standard an
pemelihara system kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong
menolong,keguyuban,persaudaraan,gotong-royong,kesenian,kepribadian

dalam

berpakaian,adat-istiadat,kehidupan moral-susila,dan lain-lain.


Orang kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang bergaul
dengan

rukun,tenang,selaras,dan

akur.Akan

tetapi

justru

dengan

berdekatan,mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa


kehidupan sehari-hari,hal tanah,gengsi,perkawinan,perbedaan antara kaum muda
dan tua serta antara pria dan wanita.Bayangan bahwa desa tempat ketentraman
pada konstelasi tertentu ada benarnya,akan tetapi yang nampak justru bekerja
keraslah yang merupakan syarat pokok agar dapat hidup di desa.
Demikian pula dalam konteks pembangunan desa (pertanian),semula orang
beranggapan bahwa masyarakat pertanian mangalami involusi (kemunduran)
pertanian yang berjalan dalam proses pemiskinan dan apapun teknologi dan
kelembagaan modern yang masuk ke pedesaan akan sia-sia.Pernyataanpernyataan sumbang inilah yang ingin kami bahas dalam makalah yang ringkas
dan singkat ini,yang mana adanya kontroversi kesan atau pendapat ini mungkin
lebih tepat apabila dihubungkan dengan berbagai gejala sosial seperti konsepkonsep perubahan sosial atau kebudayaan.

1.2 Tujuan
Makalah Hormon Tumbuhan bertujuan untuk

menambah ilmu

pengetahuan serta memahami dan mengerti materi salah satu subbagian


matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang dibahas agar para pembaca dapat lebih
memahami lebih luas lagi.

BAB II
ISI
2.1 Sejarah Penemuan Hormon
Terdapatnya atau peran zat pengatur tumbuh di tumbuhan pertama kali
dikemukan oleh Charles Darwin dalam bukunya The Power of movement in
plants. Beliau melakukan percobaan dengan rumput Canari (Phalaris canariensis)
dengan memberinya sinar dari samping dan ternyata terjadi pembengkokan ke
arah datangnya sinar . Bagian yang tidak mendapat sinar terjadi pertumbuhan
yang lebih cepat daripada yang mendapat sinar sehingga terjadi pembengkokkan.
Tetapi jika ujung kecambah dari rumput Canari dipotong akan tidak terjadi
pembengkokan. Sehingga dianalisa bahwa jika ujung kecambah mendapat cahaya
dari samping akan menyebabkan terjadi pemindahan pengaruh atau sesuatu zat
dari

atas

ke

bawah

yang

menyebabkan

terjadinya

pembengkokkan.

Boysen-jemsen (1913) melakukan penelitian dengan koleoptil Avena (kecambah


dari

biji

rumput-rumputan)

menyatakan

pemindahan

pengaruh

adalah

pemindahan zat alami yang dihasilkan dalam koleoptil Avena. Paal (1919)
menguatkan pendapat dengan menyatakan bahwa ujung batang adalah
merupakan pusat pertumbuhan
2.2 Pengertian Hormon Tumbuhan (Fitohormon)
Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang
dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang
dipengaruhinya. Hormon pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan
senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun
dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per
liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau
mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada kadar yang sangat
rendah menjadi prekursor (pemicu) proses transkripsi RNA. Hormon tumbuhan
sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa aktivitas senyawasenyawa reseptor sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan yang terjadi di

luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong reaksi pembentukan hormon


tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam sel telah mencapai tingkat
tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormon lainnya, sejumlah
gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang evolusi,
hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri
tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang
evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan
diri

tumbuh-tumbuhan

untuk

mempertahankankelangsungan

hidup

jenisnya.Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu


peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis
yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat
pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti
penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan
yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas
produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan
waktu

berbunga

(misalnya

dalam

aplikasi

etilena

untuk

penyeragamanpembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa


contohnya. Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana
pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu
pada tumbuhan, terutama titik tumbuh di bagian pucuk tunas maupun ujung akar.
Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di sekitarnya atau, lebih umum,
ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja di sana.
Pergerakan hormon dapat terjadi melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu,
maupun ruang-ruang antarsel. Hormon dalam menjalankan perannya, dapat
berperan secara tunggal maupun dalam koordinasi dengan kelompok hormon
lainnya.

Penggunaan istilah hormon sendiri menggunakan analogi fungsi hormon


pada hewan. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons fisiologis.
Terdapat 2 kelompok hormon yaitu :
a. Hormon pemicu pertumbuhan (auksin, Giberelin dan sitokinin)
b. Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen, hormon kalin dan
asam traumalin.
2.3 Mekanisme Kerja Hormon
Tanaman secara alamiah

tanaman

sudah

mengandung

hormon

pertumbuhan seperti Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini
diistilahkan dengan hormon endogen. Kebanyakan hormon endogen di tanaman
berada pada jaringan meristem yaitu jaringan yang aktif tumbuh seperti ujungujung tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya yang intensif yang
disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen
tersebut menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman. Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan
bunga/ buah, ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan
hormon (selain kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu
penambahan hormon dari luar (hormon eksogen) seperti produk hormonik yang
mengandung

hormon

Auksin,

Giberelin

dan

Sitokinin

organik

(Non

sintetik/kimia) mutlak diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan


generatif tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormonik (Auksin,
giberelin dan Sitokinin) pada tanaman, berikut diuraikan secara global dan
sederhana.

Pemberian

Auksin

eksogen

(hormonik)

akan

meningkatkan

permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi penyerapan unsur , diantaranya


unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk chlorofil yang sangat diperlukan untuk
mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin meningkat akan
dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat dan bersama dengan auxin akan
bergerak ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan Sitokinin di akar yang
akan membantu pembentukan dan perkembangan akar . Penambahan kandungan
Auksin eksogen di akar akan meningkatkan tekanan turgor akar sehingga

giberelin dan Sitokinin endogen di akar akan diangkut ke atas/ bagian tajuk
tanaman.
Adanya penambahan Sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi
peningkatan kandungan Sitokinin dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan
meningkatkan jumlah sel (oleh hormon Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon
giberelin) yang bersama-sama dengan hasil fotosintat yang meningkat di awal
penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan vegetatif tanaman (termasuk
pembentukan tunas-tunas baru) selain juga mengatasi kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat
terus dan ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan
meningkatkan perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan dari masa
vegetatif ke generatif dengan terbentuknya kuncup bunga/buah atau umbi. Pada
saat terbentuk bunga atau buah, jika kandungan auksin rendah maka sel-sel antara
tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang akan berubah menjadi jaringan mati
yaitu jaringan gabus sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan
Auxin Eksogen akan menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan
gabus sehingga kerontokkan dapat dicegah/dikurangi. Pada fase generatif ini
penambahan hormon sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan
kapasitas jaringan penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll)
yaitu sitokinin akan memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan
memperbesar sel jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil
fotosintesa lebih banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah)
lebih besar (semangka, kentang, dll) atau bernas (padi, jagung dll).
2.4 Macam-macam Hormon pada Tumbuhan
Macam hormon yang terdapat pada tumbuhan, antara lain auksin,
giberelin, sitokinin, etilen, asam traumalin, asam absisat, kalin.
a)

Auksin
Aukin merupakan senyawa asetat (gugus indol) yang terdapat pada indol,

contohnya pada tanaman bawang merah (Allium cepa).Konsentrasi auksin lebih


banyak terdapat pada daerah yang tidak terkena cahaya. Bagi tanaman (batang)
yang tidak terkena cahaya akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat

dibandingkan bagian lain yang terkena cahaya matahari akibat adanya auksin ini.
Pada tumbuhan, auksin dapat ditemukan di embrio biji, meristem tunas apical, dan
daun-daun muda.
Selain berpengaruh menigkatkan laju pemanjangan sel pada pertumbuhan
seperti di uraikan di atas, auksin juga merupakan hormone pengatur fisiologi yang
dapat digunakan untuk memacu pembentukan buah tanpa penyerbukan (disebut
partenokarpi).
b)

Giberelin
Giberelin merupakan hormon yang mirip dengan auksin. Hormone ini

ditemukan Oleh P. kurosawa (tahun 1926, di Jepang) pada jamur Giberella


fujikuroi. Giberelin di produksi oleh tumbuhan di meristem tunas apical, akar,
daun muda, dan embrio.
Fungsi giberelin :
1)

Memacu pertumbuhan buah tanpa biji (partenokarpi)

2)

Menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan raksasa

3)

Meyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya (tidak pada musimnya)

4)

Memacu pembentukan cambium pada tanaman dikotil

5)

Mematahkan dormansi buah dan biji

c)

Sitokinin
Sitokinin

ditemukan

pada

batang

tembakau

Oleh

Skoog

dan

Miller.Struktur kimia sitokinin mirip dengan adenine (basa nitrogen yang terdapat
pada DNA dan ATP). Selain dapat ditemukan di batang, sitokinin juga dapat di
hasilkan di dalam akar dan akan diangkut ke organ yang lain.
Fungsi Sitokinin, antara lain :
1)

Memacau pembelahan sel

2)

Mempercepat pelebaran daun

3)

Mempercepat tumbuhnya akar

4)

Memacu pertunasan lateral pada pucuk batang

5)

Menunda pengguguran daun, Bungan, dan buah.

d)

Etilen
Etilen merupakan satu-satunya hormone tumbuhan yang berbentuk
gas.Gas etilen mempercepat pemasakan buah, contohnya pada buah tomat, pisang,
apel, dan jeruk.Buah-buah tersebut dipetik dalam keadaan masih mentah dan
berwarna hijau.Selanjutnya, buah-buah tersebut dikemas dalam bentuk kotak
berventilasi dan diberi gas etilen untuk mempercepat pemasakan buah sehingga
buah sampai ditempat tujuan dalam keadaan masak.Selain itu, gas etilen juga
menyebabkan penebalan batang dan memacu pembungaan.Oleh karena itu, etilen
dapat ditemukan pada jaringan buah yang sedang matang, buku batang, daun, dan
bunga yang menua.

e)

Asam Traumalin
Seperti florigen, asam traumalin sebenarnya merupakan hormon hipotetik
yaitu merupakan gabungan beberapa aktivitas hormone yang ada (auksin,
giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat). Apabila tumbuhan mengalami luka
atau perlukaan karena gangguan fisik maka akan segera terbentuk cambium
gabus. Pembentukan cambium gabus itu terjadi karena adanya pengaruh hormone
luka (asam traumalin). Sebenarnya, peristiwa ini merupakan hasil kerja sama antar
hormone pada tumbuhan yang di sebut restitusi (regenerasi). Awalnya luka pada
tumbuhan akan memacu pengeluaran hormone luka yang kemudian merangsang
pembentukan cambium gabus. Pembentukan cambium gabus dilakukan oleh
hormone giberelin, selanjutnya, karena pengaruh hormone sitokinin, terbentuklah
sel-sel baru yang akan membentuk jaringan penutup luka yang disebut kalus.
Asam traumalin ini dapat ditemukan pada dinding sel tumbuhan.

f)

Asam Absisat
Salah satu fungsi asam absisat adalah menghambat pertumbuhan
tumbuhan. Pada musim tertentu pertumbuhan akan terhambat. Hal itu merupakan
adaptasi pertumbuhan terhadap perubahan linkungan yang tidak memungkinkan
bagi tumbuhan untuk tumbuh. Asam absisat dapat ditemukan pada daun, batang,
akar , dan buah biji.
Fungsi lain asam absisat adalah membantu tumbuhan mengatasi dan
bertahan pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (masa dormansi).

Dalam keadaan dorman, tumbuhan terlihat seperti mati, tetapi setelah kondisi
lingkungan menguntungkan, ia akan tumbuh lagi dan mucul tunas-tunas baru.
Contohnya adalah pohon jati yang meranggas pada musim kemarau.
6. Asam jasmonat
7. Steroid (brasinosteroid)
8. Salisilat
9. Poliamina.
10. Asam traumalin
11. Kalin
2.5 Pengaruh Hormon pada Tumbuhan
Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan.
Konsentrasi yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh
tanaman dapat memacu atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada
berbagai macam sel-sel tumbuhan dan dapat mengendalikan perkembangan
bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan.Dengan menganalogikan senyawa
kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke aliran darah yang
dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tubuh,
sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa
ilmuwan memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu
senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat
mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang
diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi selsel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya,
sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk
membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak
jauh.
a. Hormon Sitokinin
Hormon Sitokinin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi
akar, mendorong pembelahan sel dan pertumbuh-an secara umum, mendorong
perkecambahan, dan menunda penuaan. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat
meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman.

Sitokinin juga dapat menunda penuaan daun, bungan, dan buah dgn cara
mengontrol dgn baik proses kemunduran yg menyebabkan kematian sel-sel
tanaman. Hormon Sitokinin diproduksi pada akar. Sitokinin sering juga dengan
kinin, merupakan nama generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang pembelahan sel (sitokinesis) (Gardner, dkk., 1991). Selanjutnya
dijelaskan kinin disintesis dalam akar muda, biji dan buah yang belum masak dan
jaringan pemberi makan (misalnya endosperm cair). Buah jagung, pisang, apel,
air kelapa muda dan santan kelapa yang belum tua merupakan sumber kinin yang
kaya.
Kinin terbentuk dengan cara fiksasi suatu rantai beratom C 5, ke suatu
molekul adenin. Rantai beratom C 5 dianggap berasal dari isoprena. Basa purin
merupakan penyusun kimia yang umum pada kinin alami maupun kinin sintetik
(Millers, 1955 dalam Wilkins, 1989). Biosintesis sitokinin dengan bahan dasar
mevalonic acid. Sebenarnya sudah sejak tahun 1892 ahli fisologi I. Wiesner,
menyatakan bahwa aktivitas pembelahan sel membutuhkan zat yang spesifik dan
adanya keseimbangan antara faktor-faktor endogenous. Secara pasti baru tahun
1955 sitokinin ditemukan oleh C.O. Miller, Falke Skoog, M.H. Von Slastea dan
F.M. Strong dinyatakan sebagai isolasi zat yang disebut kinetin dari DNA yang
diautoklap, sangat aktif sebagai promotor

mitosis dan pembelahan sel kalus

(Moree, 1979).
Selanjutnya dijelaskan bahwa kata sitokinin berasal dari pengertian
cytokinesis yang berarti pembelahan sel. Sitokinin alami ditemukan oleh D.S.
Lethan dan C.O. Miller tahun 1963 diisolasi dalam bentuk kristal dari biji jagung
yang belum matang disebut zeatin. Sitokini alami terjadi dari derivat isopentenyl
adenine. Sitokinin sintetik yang paling umum dimanfaatkan di bidang pertanian
seperti BA, kinetin dan PBA. Kinin menimbulkan kisaran respons yang luas,
tetapi kinin bertindak secara sinergis dengan auxin dan juga hormon lain.
Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks
yaitu tunas lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola
pertumbuhan ini merupakan hasil interaksi antara auksin dan sitokinin dengan

perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi dari akar dan diangkut ke tajuk,


sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal kemudian diangkut ke bagian
bawah tumbuhan. Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem lateral yang
letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan
tunas-tunas cabang dan fenomena ini disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar
yang terdapat di bagian bawah tajuk (daerah yang berdekatan dengan akar)
biasanya akan tumbuh memanjang dibandingkan dengan tunas aksilar yang
terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini menunjukkan ratio sitokinin
terhadap auksin yang lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan.
Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu
cara tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya
jumlah akar yang banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak.
Peningkatan konsentrasi sitokinin ini akan menyebabkan sistem tunas membentuk
cabang dalam jumlah yang lebih banyak. Interaksi antagonis ini umumnya juga
terjadi di antara ZPT tumbuhan lainnya.
b. Hormon Auksin
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan
bunga yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu
pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah
hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah
IAA atau asam indol asetat. Letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung
batang dan ujung akar.
Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses
mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan
batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel,
mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. kerja hormon
auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang
pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat
karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak
disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin

tidak dihambat.sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut


cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme.
Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau
sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga
kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang
diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya untuk tanaman yang
diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu
tekstur

dari

batangnya

sangat

lemah

dan cenderung

warnanya

pucat

kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh
sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang
tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang
diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya
segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh
sinar matahari.
Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga
memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yg masuk secara
osmosis.
Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi
banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel
serta sintesa protein. Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif
(yaitu tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin
menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari
atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom)
atau jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).
Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai
auxin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan,
dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog)
tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto

nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis


auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung
sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA
= Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin,
maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2,
4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam
(asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 amino 2, 5 diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 amino 3, 5, 6
trikloro pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang
pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan
respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada
konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh
dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu
peman-jangan sel, hormon Auksin yg di kombinasikan dengan Giberelin dapat
memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada
kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.
c. Asam absisat (ABA)
Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman
beradaptasi menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang
dihasilkan oleh kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem
apikal dan pada kambium pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer
maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik
yang

akan

melindungi

kuncup

dari

kondisi

lingkungan

yang

tidak

menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena diketahui bahwa ZPT ini
menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut
telah popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA
terlibat dalam gugurnya daun.

Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan


untuk menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat
penting terutama bagi tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid,
karena proses perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan
kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji,
tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai penghambat
utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah
sampai air hujan mencuci ABA keluar dari biji. Sebagai contoh, tanaman dune
primroses (bunga putih) dan tanaman matahari (bunga kuning) di gurun Anza
Borrego (California), biji-bijinya akan berkecambah setelah hujan deras .
Sebagamana telah dibahas di atas bahwa giberelin juga berperan dalam
perkecambahan biji. Pada banyak tumbuhan, rasio ABA terhadap giberelin
menentukan apakah biji akan tetap dorman atau berkecambah. Hal yang sama
juga terdapat pada kasus dormansi kuncup yang pertumbuhannya dikontrol oleh
keseimbangan konsentrasi antar ZPT. Sebagai contoh pada pertumbuhan kuncup
dorman tanaman apel, walaupun konsentrasi ABA pada kenyataannya lebih tinggi,
tetapi gibberellin dengan konsentrasi yang tinggi pada kuncup yang sedang
tumbuh menunjukkan pengaruh yang sangat kuat pada penghambatan
pertumbuhan tunas dorman.
Selain perannya pada dormansi, ABA berperan juga sebagai stress plant growth
hormon yang membantu tanaman tersebut menghadapi kondisi yang tidak
menguntungkan, misalnya pada saat tumbuhan mengalami dehidrasi, ABA
diakumulasikan di daun dan menyebabkan stomata menutup. Hal ini walaupun
mengurangi laju fotosintesis, tumbuhan akan terselamatkan dari kehilangan air
lebih banyak melalui proses transpirasi.
d. Giberelin
Gambar 5 menunjukkan 2 kelompok tanaman padi yang sedang tumbuh.
Kelompok di sebelah kiri adalah tanaman padi dengan pertumbuhan normal;
sedangkan tanaman di sebelah kiri adalah tanaman padi dengan tinggi tanaman
yang lebih besar tetapi memiliki daun yang berwarna kuning. Tanaman padi ini
telah terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi. Bibit padi yang telah

terinfeksi akan rebah dan mati sebelum sempat menjadi dewasa dan berbunga.
Selama berabad-abad petani padi di Asia mengalami kerugian akibat kerusakan
yang ditimbulkan oleh cendawan ini. Di Jepang, pola pertumbuhan yang
menyimpang ini disebut juga dengan bakanae atau foolish seedling disease
atau penyakit rebah anakan/kecambah .
Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa
cendawan Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi
penyebab penyakit tersebut. Senyawa kimia tersebut dinamakan Giberelin.
Belakangan ini, para peneliti menemukan bahwa giberelin dihasilkan secara alami
oleh tanaman yang memiliki fungsi sebagai ZPT. Penyakit rebah kecambah ini
akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi oleh cendawan Gibberella
fujikuroi yang menghasilkan senyawa giberelin dalam jumlah berlebihan.
Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin
yang biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang
terdapat padanya, misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum
dewasa (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan
cendawan. Sebagian besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam
bentuk inaktif, tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif.
Pada spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat
pada tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah
dijumpai pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak
seperti auksin pergerakannya bersifat tidak polar.
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai
prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan
pada tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh
auksin apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah
yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang
maksimal. Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan
monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada
tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi

tanamannya bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan
tumbuh normal setelah diberi GA.
Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga
terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin
(Gambar 4). Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan
dan mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji. Disintesis pada ujung batang dan
akar, giberelin menghasilkan pengaruh yang cukup luas. Salah satu efek utamanya
adalah mendorong pemanjangan batang dan daun. Pengaruh GA umumnya
meningkatkan kerja auksin, walaupun mekanisme interaksi kedua ZPT tersebut
belum diketahui secara pasti. Demikian juga jika dikombinasikan dengan auksin,
giberelin akan mempengaruhi perkembangan buah misalnya menyebabkan
tanaman apel, anggur, dan terong menghasilkan buah walaupun tanpa fertilisasi.
Diketahui giberelin digunakan secara luas untuk menghasilkan buah anggur tanpa
biji pada varietas Thompson. Giberelin juga menyebabkan ukuran buah anggur
lebih besar dengan jarak antar buah yang lebih renggang di dalam satu gerombol
Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak
tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk
berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot
dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan
penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan
pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan
menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang
mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang
terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi
antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan
dormansi biji.
2.6 Faktor - Faktor Hormon pada Tumbuhan
a. Faktor Regulasi
Faktor regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah
hormon yang memiliki fungsi penting bagi tubuh.Senyawa tersebut dikirim ke

lobus anterior kelenjar pituitari oleh hipotalamus.Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu


faktor

pelepas

(releasing

factor)

yang

menyebabkan

kelenjar

pituitari

mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat (inhibiting factor) yang


dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. Sebagai contoh adalah FSHRF
(faktor pelepas FSH) dan LHRF (faktor pelepas LH) yang menyebabkan
dilepaskannya hormon FSH dan LH.
b. Hormon Antagonistik
Hormon antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang
berlawanan, contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat turun,
pankreas akan memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar
glukosa yang tinggi menyebabkan pankreas memproduksi insulin untuk
menurunkan kadar glukosa tersebut.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, hormone pada tumbuhan terdiri
dari beberapa hormon dan fungsi yang berbeda-beda. Hormon dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman.
4.2. Saran
Beberapa saran yang dapat penulis berikan, antara lain agar makalah ini
dapat menjadi sumber referensi dan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Jika terdapat kesalahan dalam penulisannya diharapkan dapat memperbaikinya
untuk lebih baik kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.


Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarata. Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi
Tanaman Budidaya Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarata.
Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Grapindo Persada. Jakarta.
Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Persen Jadi Stek
Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura. Ambon.
Kartikawati, N. K. dan H. A. Adinugraha. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih
Sukun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan. Yogyakarta. Koswara, dan Sutrisno. 2006. Sukun Sebagai Cadangan
Pangan Alternatif. http://www.ebookpangan.com [14 Agustus 2009].
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Siregar, A. S. 2009. Inventarisasi Tanaman Sukun (Arthocarpus communis) pada Berbagai
Ketinggian di Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Kehutanan Universitas
Sumatera Utara. Medan. Sitompul, S. M., dan B. Guritno. 1995. Analisis
Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai