Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Salah satu dampak peningkatan ekspor komoditi pertanian adalah kebutuhan bibit
yang semakin meningkat. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan dalam
pemuliaan tanaman jumlahnya sangat terbatas. penyediaan bibit tanaman lokal yang
berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam
pengembangan pertanian dimasa mendatang. Salah satu teknik yang dapat memperbanyak
tanaman dalam waktu cepat adalah kultur jaringan tanaman.
Kultur jaringan tanaman adalah suatu metode atau teknik mengisolasi bagian tanaman
(protoplasma, sel, jaringan, dan organ) dan menumbuhkannya pada media buatan dalam
kondisi yang aseptis di dalam ruang yang terkontrol, sehingga bagian- bagian tanaman
tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap. Dalam melaksanakan
kultur jaringan tanaman dibutuhkan pemahaman dan ketrampilan dalam bidang tersebut.
Beberapa tahapan dan teknik penting yang harus dipahami agar dapat menghasilkan
kultur yang baik adalah teknik isolasi eksplan dan teknik mikropropagasi. Mikropropagasi
adalah suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan yang bertujuan untuk perbanyakan
tanaman (Zulkarnaik, 2009). Teknik ini telah digunakan dalam skala industri di berbagai
negara untuk memproduksi secara komersial berbagai jenis tanaman seperti anggrek,
bunga potong, pisang, dll.Dengan memahami teknik- teknik kultur jaringan ini diharapkan
mampu menghasilkan kultur tanaman yang sesuai dengan yang diharapkan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan tanaman?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan eksplan tanaman?
1.2.3 Bagaimana jenis- jenis dari eksplan tanaman?
1.2.4 Apa saja yang harus diperhatikan ketika mengisolasi eksplan?
1.2.5 Apa yang dimaksud dengan mikropropagasi dan faktor apa saja yang
mempengaruhi mikropropagasi?
1.2.6 Bagaimana tahapan mikropropagasi pada kultur jaringan tanaman?
1.2.7 Apa manfaat mikropropagasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan mengenai definisi kultur jaringan tanaman.
1.3.2 Menjelaskan mengenai eksplan tanaman.
1.3.3 Menjelaskan mengenai jenis- jenis eksplan tanaman.
1.3.4 Menjelaskan mengenai teknik isolasi eksplan tanaman.
1.3.5 Menjelaskan mengenai definisi mikropropagasi dan faktor yang mempengaruhi
mikropropagasi.
1.3.6 Menjelaskan mengenai tahapan mikropropagasi pada kultur jaringan tanaman.
1.3.7 Memaparkan manfaat mikropropagasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Isolasi Eksplan dan Mikropropagansi

2.1. Definisi Kultur Jaringan


Kultur jaringan bila diartikan ke dalam Bahasa Jerman disebut Gewebe Kultur,
dalam Bahasa Inggris disebut Tissue Culture, sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut
weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur jaringan atau budi daya in vitro adalah
suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan
atau organ yang serba steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman yang lengkap.
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut tissue
culture. Kata kultur jaringan terdiri dari dua kata. Kultur yang berarti budidaya dan
jaringan memilik arti sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama.
Jadi, kultur jaringan dapat diartikan membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang memiliki sifat seperti induknya. Metode kultur jaringan
dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman
yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.
Kultur jaringan termasuk jenis perkembangbiakan vegetatif yang prinsip
dasarnya sama dengan menyetek. Bagian tanaman yang akan dikultur (eksplan) dapat
diambil dari akar, pucuk, bunga, meristem, serbuk sari.

2.2. Definisi Eksplan


Eksplan yaitu bagian tanaman yang dijadikan bahan inokulum awal yang
ditanam dalam media, akan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tertentu.
Arah pertumbuhan dan perkembangan ditentukan oleh komposisi media dan zat
pengatur tumbuh yang digunakan (dalam hal jenis zat pengatur tumbuh dan
konsentrasinya), bagian tanaman yang dijadikan eksplan, lingkungan tumbuhnya
(Gunawan, 1995).
Bahan tanaman yang dikulturkan lazim disebut eksplan. Dalam hal perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan factor penting penentu
keberhasilan. Umur fisiologis, umur otogenetik, ukuran eksplan, serta bagian tanaman
yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan
yang akan digunakan sebagai bahan awal kultur(Yusnita, 2003).
Sumber asal eksplan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan potensial
morfogenetiknya. Eksplan yang berasal dari satu jenis organ misalnya, juga
diketemukan adanya keragaman dalam regenerasinya. Ukuran eksplan untuk
dikulturkan juga mempengaruhi keberhasilannya. Ukuran yang terlampau kecil akan
kurang daya tahannya bila dikulturkan, sementara bila terlampau besar akan sulit
mendapatkan eksplan yang steril. Setiap jenis tanaman maupun organ memiliki ukuran
eksplan yang optimum untuk dikulturkan (Armini,dkk, 1992).

2.3.Jenis Eksplan
`Bagian tanaman yang dapat dijadikan bahan eksplan adalah ujung akar
(kaliptra), pucuk, daun, bunga, buah muda dan tepung sari. Selain itu faktor yang
dimiliki bahan eksplan itu sendiri yaitu ukuran eksplan, umur fisiologis, sumber genotif
dan sterilitas eksplan menentukan berhasil atau tidaknya kulturisasi eksplan. Ukuran
eksplan yang kecil umumnya mempunyai daya tahan yang kurang baik dibandingkan
dengan eksplan yang ukurannya lebih besar. Ukuran eksplan yang baik adalah antara
0,5 hingga 1 cm, kendatipun demikian, hal ini tidaklah mutlak pada semua eksplan,
melainkan tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanamannya.
Bahan eksplan dapat diambil dari tanaman dewasa yaitu pada bagian pucuk
tanaman, daun atau umbi bahkan bijinya. Bahan eksplan dari daun dipilih daun yang
tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua. Pemotongan eksplan dilakukan dengan
mengikutkan ibu tulang daun karena pada bagian ini lebih cepat tumbuh menjadi kalus.
Apabila bahan eskplan berasal dari umbi biasanya umbi ditumbuhkan terlebih dahulu
tunasnya. Bagian tunas yang tumbuh dari umbi tersebut kemudian dijadikan sebagai
bahan eksplan, contohnya umbi batang tanaman kentang, umbi batang tanaman talas
dan umbi lapis bawang merah. Jenis eksplan yang digunakan dalam kultur organ ini
adalah tanaman krisan. Eksplan yang dipakai pada bagian tunas di ketiak daun.
Kemudian eksplan diambil dan dipotong menjadi 4 bagian kecil.

2.4. Hal-hal yang Harus Diperhatikan ketika Mengisolasi Eksplan


Isolasi eksplan adalah pemisahan sel yang akan dieksplan terhadap bahan yang
akan ditanam pada media kultur. Isolasi eksplan adalah perlindungan atau penyekatan
yang dilakukan pada bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan tanam pada sebuah
media tanam (plantlet)(Zulkifli,2003).
Hal yang perlu diperhatikan ketika mengisolasi eksplan yaitu seleksi bahan
eksplan dan sterilisasi eksplan. Seleksi bahan eksplan yang cocok merupakan faktor
penting yang menentukan keberhasilan program kultur jaringan. Oleh karena itu, Pierik
(1997), mengemukakan tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam seleksi bahan
eksplan, yaitu genotip, umur, dan kondisi fisiologis bahan tersebut. Pada umumnya
tanaman dikotil lebih mudah berproliferasi pada kultur in vitro daaripada tanaman
monokotil.selain itu tanaman gymnospermae memiliki kapaitass regeneratif lebih
terbatas dibandingkan dengan tanaman angiospermae (Harman et al, 1990).
Perbanyakan tanaman secara vegetatif konvensional, jaringan-jaringa
juvenilnya sering menunjukan peluang keberhasilan yang lebih besar.peluang
keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro meningkat pula dengan
digunakannya jarigan-jaringan muda sebagai bahan eksplan.jaringan-jaringan yang
sedang aktif tumbuh pada awal masa pertumbuhan biasanya merupakan bahan eksplan
yang paling baik. Fase juvenil dicirikan oleh ketidakmampuan tanaman untuk tumbuh
dari fase vegetatif ke fase reproduktif, seperti tidak adanya kemampuan untuk
membentuk bunga, sifat-sifat morfologi dan fisiologi, seperti bentuk daun, kekerasan,
vigor, dan resisten terhadap penyakit. Menurut Salisbury dan Ross (1992), menyatakan
bahwa secara fisiologis, juvenilitas dicirikan dengan fase vegetatif yang cepat,
sedangkan pembungaan biasanya terhambat.
Kondisi fisologis eksplan memiliki peran penting dalam keberhasilan teknik
kultur jaringan. Menurut Pierik (1997), umumnya bagian-bagian vegetatif lebih siap
beregenerasi daripada bagian-bagian generatif. Kondisi fiiologis dari satu tanaman
bervariasi secara alami, sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang melewati fase-fase
yang berbeda dan perubahan kondisi lingkungan.
Kultur jaringan merupakan proses perbanyakan tanaman dalam keadaan
aseptik. Umtuk itu, semua harus terhindar dari sumber kontaminasi. Dari semua
sumberkontaminasi, yang paling sulit diatasi adalah yang beraal dari eksplan. Oleh
karena itu, dalam memilih suatu metode sterilisasi haruslah selektif. Pada prinsipnya,
sukar untuk menentukan prosedur baku yang berlaku untuk semua jeniss tanaman dan
semua jenis bagian tanaman. Secara garis besar ada ketentuan umum, namun secara
spesifik metode sterilisasi yang paling tepat akan diperoleh dari trial amd eror. Cara
penanganan bagian tanaman yang lunak akan sangat berbeda dengan bagian tanaman
yang keras, ataupun biji biji yang memiliki kullit keras.

2.5. Definisi Mikropropagasi dan Faktor yangMempengaruhi Mikropopagasi


Mikropropagasi merupakan suatu cara pengembangbiakan tanaman secara in
vitro dengan metode kultur jaringan. Kultur jaringan sendiri didefinisikan sebagai cara
untuk menanam bagian jaringan tanaman dari tempat asalnya ke dalam suatu medium
artificial steril sehingga bagian jaringan tanaman tersebut dapat melakukan
pembelahan. Oleh karena itu mikropropagasi diartikan sebagai perbanyakan tanaman
melalui bagian-bagian tanaman seperti organ, jaringan atau sel yang ditumbuhkan
secara aseptik dalam suatu tabung rekasi atau kontainer lain dengan nutrisi dan faktor
klimatik yang dapat dikontrol.
Mikropropagasi dapat digunakan dalam membantu produksi tanaman dalam
skala besar dengan teknik kultur jaringan. Mikropropagasi sendiri dilakukan dengan
tujuan utamanya memproduksi tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang singkat
sehingga mikropropagasi banyak dilakukan dalam industri bibit (Dixon dan Gonzales,
1994).
Menurut Gunawan (1995), mikropropagasi dapat dilakukan dengan beberapa
metode antara lain:
1) Produksi tanaman dari tunas-tunas aksilar
Teknik ini merupakan teknik mikropropagasi yang paling umum.
Teknin ini menggunakan prinsip yaitu perangsangan untuk memunculkan
tunas-tunas samping dengan cara mematahkan dominasi apikal dari
meristem apikal. Terdapat dua metode yang dapat dilakukan dalam produksi
tunas aksilar, yaitu:
a) Kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture)
Kultur pucuk ini dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan
yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral). Tujuan dari
metode ini yaitu untuk merangsang dan memperbanyak tunas-tunas atau
cabang-cabang aksilar. Shoot-tip culture dilakukan menggunakan ujung
pucuk-pucuk apikal dengan panjang ±20 mm, sedangkan shoot culture
dilakukan menggunakan ujung pucuk apikal besertabagian tunas lain
dibawahnya.
b) Kultur mata tunas (single-node atau Multiple-node culture)
Kultur mata tunas ini menggunakan mata tunasMikropropagasi
dengan metode ini dilakukan untuk memperbanyak tanaman dengan
cara merangsang pembenrukan tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang
di kulturkan. Metode kultur mata tunas sendiri memiliki dua macam
teknik yaitu eksplan yang mengandung mata tunas lebih dari satu akan
ditanam secara horisontal diatas medium padat, dan tiap buku yang
mengandung satu mata tunas terpisah dalam tiap botol kultur.
2) Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga
Metode mikropropagasi ini menggunakan eksplan bunga yang
belum matang (belum membentuk organ-organ kelamin jantan dan betina)
seperti brokoli, krisan dan bunga kol.
3) Inisiasi langsung tunas adventif
Tunas adventif merupakan tunas yang terbentuk dari eksplan pada
bagian yang bukan merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata
tunas atau buku). Tunas adventif ini dapat terbentuk langsung dari eksplan
tanpa melalui terbentuknya kalus terlebih dahlu.
4) Somatik embriogenensis langsung
Embrio somatik merupakan embrio yang terbentuk bukan dari
penyatuan gamet jantan dan betina atau embrio yang terbentuk dari jaringan
vegetatif/somatik. Dalam metode ini proses terbentuknya langsung dari
eksplan tanpa melalui pembentukan kalus sehingga disebut sebagai simatik
emriogenesis langsung.
Menurut Widianti (2003), ada beberapa faktor-faktor yang berpengaruh pada
mikropropagasi secara in vitro, antara lain:
a. Genotip tanaman
Genotip tanaman akan berpengaruh terhadap respon masing-masing
eksplan tanaman yang bervariasi sehingga mempengaruhi kebutuhan
nutrisi, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang
menyebabkan kebutuhan setiap tanaman akan berbeda.
b. Media kultur
Media kultur dengan komposisi media, komposisi zat pengatur
tumbuh dan jenis media yang berbeda akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
a) Komposisi media.
Komposisi media yang berbeda umumya mempengaruhi
arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Perbedaan komposisi
media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik,
senyawa organik, zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi respon
eksplan saat dikulturkan.Media yang dibutuhkan untuk
perkecambahan biji, dan perangsangan tunas-tunas aksilar
umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk
regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun
embryogenesis.
b) Komposisi hormon pertumbuhan.
Jenis eksplan yang dikulturkan, tujuan pengkulturan dan
kandungna hormon endogen pada eksplan akan mempengaruhi
penggunaan komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang
ditambahkan ke dalam media. Beberapa hormon pertumbuhan yang
umum digunakan yaitu golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan
growth retardant. Auksin yang umum digunakanyaituIAA (Indole
Acetic Acid), IBA (IndoleButyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic
Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid).
Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl
Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2
i-P (2-isopentenyl Adenin), zeatin, thidiazuron dan PBA
(6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon
pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan
adalah GA3, GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang
sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA,
AbA dan CCC.
c) Keadaan fisik media.
Keadaan fisik media dapat berpengaruh pada pertumbuhan
kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Pengaruh
keadaan fisik terhadap pertumbuhan efeknya terhadap osmolaritas
larutan dalam media dan ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan
eksplan yang dikulturkan. Media yang umum digunakan dalam
mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat) karena:
- Eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat
- Selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama
- Eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak
diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur
- Orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap
- Kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair.
c. Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh kultur dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
suhu, kelembaban relatif, dan cahaya. Suhu untuk pertumbuhan kultur pada
malam dan siang hari umumnya berbeda dengan perbedaan 4-80C. Suhu
yang umumnya digunakan yaitu 25oC siang, 20°C malam, atau 28°C siang
dan 24°C malam. Namun sebagian besar laboratorium banyak
menggunakan suhu yang konstan antara siang dan malam hari yaitu 25°C.
Kelembaban relatif dalam botol kultur yang terlalu tinggi akan
menyebabkan daun lemah, mudah patah, tanaman kecil yang disebut
sebagai kondisi vitrifikasi atau hiperhidrocity. Keadaan tersebut dapat
ditanggulangi dengan melakukan sub kultur ke media lain, tutup botol kultur
longgar atau menempatkan silica gel dalam botol kultur.
Pertumbuhan kultur dalam kondisi invitro juga membutuhkan
cahaya untuk pertumbuhan. Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang
kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang
dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang
kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000
lux.Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang
dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang
dikulturkan.
d. Kondisi Eksplan
Kondisi eksplan yang berpengaruh terhadap keberhasilan teknik
mikropropagasi yaitu jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis
jaringan yang digunakan sebagai eksplan.Umur eksplan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan
beregenerasi.Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman muda
(juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan
jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut.
Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah
dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah
dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu,
inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk
muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, dan inflorescence yang belum
dewasa. Ukuran eksplan yang kecil juga akan mempermudah saat proses
sterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, tetapi
membutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan
regenerasi.

2.6. Tahapan Mikropropagasi pada Kultur Jaringan Tanaman


Menurut Harianto (2009), mikropropagasi dapat dilakukan dengan beberapa
tahapan sebagai berikut:
1) Seleksi dan persiapan tanaman induk
Tanaman induk yang akan digunakan dalam mikropropagasi
haruslah diseleksi tipe dan varietas agar dapat bebas dari penyakit.
Penyeleksian tanaman induk dilakukan juga agar tingkat kontaminasi
ekplan berkurang.
2) Inisiasi kultur
Tahap ini dilakukan penanaman eksplan ke dalam medium
pertumbuhan yang steril untuk memproduksi kulturaxenic (kultur murni).
Pada tahap ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
inisiasi kultur yaitu umur tanaman induk, umur fisiolgis eksplan, tahap
perkembangan eksplan dan ukuran eksplan.
3) Perbanyakan (multiplikasi)
Tahap perbanyakan ini dilakukan dengan memindahkan kultur
murni ke dalam media steril yang kaya nutrisi khususnya sitokinin untuk
memperbanyak tunas. Kulturmurni yang telah ditumbuhkan dalam medium
steril dapat tumbuh membentuk tunas (calugenenesis) dan kalus
(callogenenesis).Kultur murni yang membentuk tunas akanmemproduksi
meristemoid sehingga dapat tumbuh menjadi tunas (organogenesis). Kultur
murni yang membentuk kalus akan menghasilkan embrioid dan setiap
embrioid akan membentuk individu tanaman. Masing-masing tunas maupun
kalus disubkultur berulang kali (8-10 kali subkultur) untuk memperbanyak
planlet (hasil kultur jaringan).Media dalam subkultur terdiri dari konsentrasi
sitokinin yang lebih banyak daripada auksin.
4) Pembentukan akar
Media yang digunakan untuk tujuan pembentukan akar dan
perpanjangan tunas yaitu media tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dan
memiliki kelembaban relatif yang tinggi. Individu tunas (propagul)
disubkultur ke media dengan mengurangi konsentrasi/ tanpa penambahan
sitokinin dan menambah(auxin)serta kadang dengan mengurangi (senyawa
anorganik). Meletakan propagul medium agar tanpa atau dengan (sitokinin)
yang sangat rendah selama 2-4 minggu atau penambahan GA3. Penggunaan
media praaklimatisasi dan lingkungan kultur untuk perangsangan aktifitas
fotosintesis.
5) Pemindahan ke tanah (aklimatisasi)
Planlet yang telah siap dipindah ke tanah dibersihkan dari agar
medium yang melekat pada akar, kemudian direndam dalam larutan
fungisida untuk meminimalisir adanya kontaminan atau jamur saat planlet
di tanam di tanah.Planlet selanjutnya ditanam dalam tanah yang berpori
(tidak padat) untuk merangsang pembentukan akar serabut.Planlet dalam
tahap aklimatisasi ini perlu disungkup dengan plastik atau ditempatkan pada
ruangan dengan kelembaban yang tinggi dan intensitas cahaya yang cukup
rendah untuk menghindari planlet dari kematian akibat transpirasi.Lama-
kelamaan kelembaban dikurangi dan intensitas cahaya ditambah untuk
merangsang fotosintesis sehingga dapat menjadi tanaman autotrof kembali.

2.7. Manfaat Mikropropagasi


Menurut Suryowinoto(1996), mikropropagasi dalam pelaksanaannya
memberikan manfaat antara lain:
1) Dapat digunakan utuk memproduksi bibit dalam jumlah banyak dan waktu yang
relatif singkat.
2) Dapat menghasilkan bibit dengan ukuran seragam sehingga produksi klon
secara in vitro lebih mudah dikontrol.
3) Tidak membutuhkan eksplan dalam jumlah banyak sehingga menghindari
kerusakan tanaman induk.
4) Dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman langka secara cepat, tanaman
dengan nilai ekonomi tinggi, varietas unggul.
5) Dapat digunakan untuk memproduksi dan memperbanyak tanaman bebas virus
melalui teknik kultur meristem.
6) Dapat digunakan dalam pemuliaan tanaman seperti untuk menghasilkan
tanaman yang bebas penyakit, kultivar baru, hybrid baru, menghasilkan galur
tetua jantan steril, menghasilkan induksi mutan secara spontan dan membuat
variasi genetic.
BAB III
PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, dalam botol kultur yang
steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Bagian tanaman
yang dijadikan bahan inokulum awal yang ditanam dalam media, akan menunjukkan
pertumbuhan dan perkembangan tertentu disebut eksplan. Bagian tanaman yang dapat
dijadikan bahan eksplan adalah ujung akar (kaliptra), pucuk, daun, bunga, buah muda dan
tepung sari. Hal yang perlu diperhatikan ketika mengisolasi eksplan yaitu seleksi bahan
eksplan dan sterilisasi eksplan.
Mikropropagasi merupakan suatu cara pengembangbiakan tanaman secara in
vitro dengan metode kultur jaringan. Kultur jaringan sendiri didefinisikan sebagai cara
untuk menanam bagian jaringan tanaman dari tempat asalnya ke dalam suatu medium
artificial steril sehingga bagian jaringan tanaman tersebut dapat melakukan pembelahan.
Ada beberapa metode dan tahapan dalam melakukan mikropropagasi. Mikropopagasi
memiliki beberapa manfaat, diantaranya yaitu dapat digunakan untuk perbanyakan
tanaman langka secara cepat, tanaman dengan nilai ekonomi tinggi, varietas unggul.
DAFTAR PUSTAKA

Dixon, R. A dan R. A. Gonzales. 1994. Plant cell Culture Apractical Approach Second
Edition.Oxford: Oxford University Press.

Gunawan, I.W. 1995. Teknik In Vitro dalam Hortikultura. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Harianto.2009. Teknik Kultur Jaringan.Bogor: IPB Press.

Hartman, H.T, D.E. Kester, dan F.T. Davis-Jr.1990. Plant Propagation:Principles and
Practices. Englewood Clifts. New Jersey: Prentice-Hall International Inc.

Perick, R.L.M. 1997. In Vitro Culture of Higher Plants. The Netherlands: Kluwer Acdemic
Publisher, Dordrecht.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1992. Plant Physiology.4th edition. Belmont,California:
Wadsworth Publishing Company.

Suryowinoto, M. 1996. Pemulihan Tanaman Secara In Vitro. Yogyakata: Kanisius.

Widianti.2003. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta: Gramedia.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia
Pustaka: Jakarta

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman; Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya. Bumi
Aksara: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai