Anda di halaman 1dari 5

Pengendalian Hama Ulat Api (Setothosea asigna) pada Tanaman

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) menggunakan


Sycanus leucomesus

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai
peran penting bagi subsektor perkebunan di Indonesia. Salah satu permasalahan
penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah serangan hama dan penyakit
yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada
penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Salah satu hama yang ada di perkebunan
kelapa sawit adalah ulat api.
Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling
sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Berikut ini biologi dari
Setothosea asigna (Purba et al., 2005) tersebut :
 Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di
punggungnya;
 Panjang ulatnya 30-36 mm dan lebarnya 14 mm;
 Telur diletakkan berderet 3-4 baris pada permukaan bawah daun. Stadia telur 6
hari. Jumlah telur yang bisa dihasilkan betina sebanyak 300-400 butir.
 Seekor ulat mampu memakan 300-500 cm² daun. Stadia ulat lamanya 50 hari;
 Kepompong umumnya berada sedikit di bawah permukaan tanah. Stadia
kepompong 35-40 hari.
Untuk mengatasi beberapa permasalahan hama pada perkebunan kelapa
sawit (Elaeis guinensis Jacq) dapat dilakukan upaya dengan mencari musuh alami
yang lebih mudah dan tidak merugikan inangnya. Salah satunya menggunakan
peran Sycanus leucomesus. Untuk mengembangkan parasitoid dan predator petani
perlu menanam yang dapat dijadikan sumber pakan (nektar), sebagai tempat
tinggal serta berlindung. Tempat tinggal dan berlindung predator Sycanus
leucomesus yaitu pada tanaman Elephantopus tomentosus.

1
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik pengendalian ulat api menggunakan Sycanus
leucomesus.
2. Untuk mengetahui efektivitas pengendalian ulat api secara hayati
menggunakan Sycanus leucomesus.

1.3 Manfaat
1. Memberikan informasi mengenai teknik pengendalian ulat api secara hayati
menggunakan Sycanus leucomesus.
2. Memberikan informasi mengenai efektivitas pengendalian ulat api secara
hayati menggunakan Sycanus leucomesus.

2.2 Hasil dan Pembahasan


2.2.1 Siklus Hidup Sycanus leucomesus.
Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris.
Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. Dari 68
pasang imago Sycanus, hanya 50% dari telurnya yang menetas. Semua telur (15 –
119 telur per kelompok) menetas dalam hari yang sama. Masa inkubasi telur
adalah 11 – 39 hari (Zulkefli dkk, 2004).
Nimfa mengalami pergantian kutikula sebanyak lima kali sebelum
mencapai fase dewasa. Nimfa yang baru muncul berwarna kekuning-kuningan
pada kepala, toraks dan abdomennya. Tungkai coklat dengan bagian femur dan
tibia lebih gelap. Nimfa instar pertama hidup berkelompok dan mengubah posisi
dalam jangka waktu pendek dengan bersilangan satu sama lain. Instar kedua
membutuhkan waktu yang lebih pendek sebelum berganti kulit menjadi instar
berikutnya. Warnanya sama dengan instar yang pertama kecuali pada bagian
tubuhnya (Zulkefli dkk, 2004). Nimfa instar ketiga lebih gelap daripada nimfa
instar kedua. Bintik pada abdomen juga lebih lebar. Perbandingan antara
perbedaan mangsa menunjukkan tidak banyak perbedaan pada ukuran tubuh.
Nimfa instar keempat membutuhkan waktu tiga minggu sebelum berganti kulit
menjadi instar berikutnya. Hampir semua nimfa berhasil menjadi imago, dan

2
hanya sedikit imago tidak normal karena pergantian kutikula yang sulit. Masa
nimfa ± 69 hari (Zulkefli dkk, 2004).
Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bagian
abdomennya. Imago jantan lebih kecil dibandingkan dengan imago betina. Imago
yang baru terbentuk tidak dapat bergerak selama 15 – 20 menit (Zulkefli dkk,
2004). Sycanus relatif mudah dikenali karena bentuknya yang khas. Kepik ini
memiliki ciri kepala memanjang, bagian belakang kepala menggenting mirip
leher, rostrum pendek dan kokoh. Tubuhnya berwarna hitam dengan tanda
segitiga kuning di bagian tengah sayap depan. Bagian tengah abdomennya melebar
sehingga tidak tertutupi oleh sayapnya. Panjang tubuh 2,25 cm dan lebar bagian abdomen
0,5 cm (Mukhopadhyay dan Sarker, 2009). Kepik ini adalah pemburu yang ganas
(assasin bug). Sewaktu mencari mangsa geraknya lamban, tetapi jika mangsa telah
ditemukan pada jarak tertentu akan menyergap dengan tiba-tiba dan mengisap habis
cairan tubuh mangsa tersebut (Susilo, 2007).
Nimfa Sycanus mempunyai siklus hidup yang lama, aktivitas makan
lambat dan berlangsung pada siang hari. Ketika ulat api tersedia, kepik ini akan
menusuk dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4 sampai 5
jam (Sipayung dkk, 1988). Dalam satu hari tidak banyak ulat yang dapat
dimangsa, seekor Sycanus dapat mengkonsumsi ± 430 ulat selama hidupnya
(Wood, 1971).

Gambar 1. Sycanus leucomesus


2.2.2 Cara Aplikasi di Lapangan
Adapun cara pengendalian ulat api secara alami yaitu :
1. Melakukan sensus secara rutin untuk mengetahui stadia dari ulat api tersebut.
Hal ini merupakan kunci keberhasilan dari pengendalian ulat api karena pada saat
ini kita akan mengetahui seberapa besar populasi ulat api dan seberapa efektif
tindakan yang sudah kita lakukan.

3
Caranya membuat titik sensus minimal 5% dari total areal tanaman kelapa sawit
tetapi akan lebih baik jika persentase ini dapat kita tingkatkan. Pada saat sensus,
sebaiknya dilakukan pengambilan daun yang paling tengah dalam hal ini sering
disebut dengan daun nomor 16 karena biasanya serangan dimulai dari daun ini.
Selain ulat, mesti dicari dulu apakah terdapat kokon atau tidak yang terdapat di
piringan karena kita ketahui bahwa ulat api memiliki siklus hidup menuju imago
dengan bentuk kokon.
2. Melakukan penanaman tanaman inang
Tanaman inang adalah tanaman yang menghasilkan madu. Tujuan dari
penanaman ini adalah :
 Tempat predator ulat api yang dewasa untuk mendapatkan makanan
 Untuk memperindah areal kebun
Jenis tanaman inang yaitu :
 Tunera subulata yang sering disebut dengan bunga pukul delapan
 Elephantopus tomentosus
Cara penanaman adalah sepanjang jalan dengan membuat plot tanaman di
pinggir jalan kebun dengan ukuran bervariasi sesuai keadaan setempat, namun
umumnya ukuran plot antara 3-4 meter, dengan populasi tanaman inang 300-400
bibit. Cara memperbanyak tanaman ini sangatlah mudah, dengan penyetekan pada
batang yang sudah agak tua dapat langsung ditanam dalam tanah.

Gambar 2. Turnera subulata Gambar 3. Elephantopus tomentosus

4
Daftar Pustaka

Mukhopadhyay, A. dan M. Sarker. 2009. Natural Enemies of Some Tea Pests


with Special Reference to Darjeeling, Terai and The Doors. A National
Tea Research Foundation Publication. 56 hal.
Purba RY, A Susanto, Sudharto P. 2005. Hama- Hama pada Kelapa Sawit. Buku
1. Serangga Hama pada Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Medan. 29 Hal
Sipayung, A., R. D. de Chenon dan P. Sudharto. 1988. Natural Enemies of Leaf-
Eating Lepidoptera in Oil Palm Plantations, North Sumatera. In
Symposium on Biological Control of Pests in Tropical Agricultural
Ecosystems, Bogor. Biotrop Special Publication 36: 99-121.
Susilo, F.X. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami
Hama Tanaman. Graha Ilmu, Yogyakarta. Hal. 95-96.
Wood, B.J. 1971. Development of Integrated Control Programs for Pests of
Tropical Perennial Crops in Malaysia. In Proceedings of an AAAS
Symposium on Biological Control, held at Boston, Massachusetts. p.
422-430.
Zulkefli, M., Norman, K., Basri, M.W. 2004. Life Cycle of Sycanus dichotomus
(Hemiptera: Pentatomidae) a Common Predator of Bagworm in Oil Palm.
J. of Oil Palm Research, 14(2): 50-56.

Anda mungkin juga menyukai