Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM AMENSALISME 18

POLA INTERAKSI TUMBUHAN


AMENSALISME
T. Vera 1514100006, I.D. Rahmawati
1514100018,
Herlambang
1514100024,
H.M. Perwitasari
Jl. Arief
RahmanM.R.
Hakim,
Surabaya
60111 Indonesia
1514100038,
A.N.
Fitria 1514100062
e-mail:
rajibherlambang048@gmail.com

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Abstrak amensalisme adalah interaksi yang menekan


satu organisme, salah satuu organisme dirugikan namun
organisme lain tidak dirugikan maupun diuntungkan. Alelopati
merupakan interaksi antar populasi, bila populasi yang satu
menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi
lain. Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami prinsip dasar alelopati dan pengaruh alelopati suatu
jenis tumbuhan terhadap pertumbuhan tumbuhan lainnya.
Metode yang digunakan disiapkan 2 botol plastik bekas, diisi
kapas lemak secukupnya, dibasahi air secukupnya kemudian 1
botol ditanam 5 biji Glycin max dan botol lain diisi 5 biji Vigna
angularis. Masing masing biji ditetesi ekstrak Ocimum
citriodorum 0% 3 tetes setiap pagi dan sore selama 14 hari.
Dilakukan pengamatan dan pengukuran tinggi batang selama
14 hari. Didapatkan hasil biji tanaman yang diberi ekstrak
alelopati 0% dapat tumbuh dengan baik.
Kata Kunci : Alelopati,
Pertumbuhan, Vigna angularis

Amensalisme,

Glycine

max,

I. PENDAHULUAN
Amensalisme yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies
yang berakibat salah satu pihak dirugikan, sedangkan pihak
lainnya tidak terpengaruh yaitu tidak rugi dan tidak untung
oleh adanya asosiasi. Tipe interaksi amensalisme ini diberi
lambang ( -, 0). Pada kebanyakan kasus, organisme yang
dirugikan disebabkan oleh bahan kimia yang dikenal sebagai
alelopati [1].
Amensalisme
ini
terdapat
kerugian
yang
ditimbulkan oleh interaksi antara tetum-buhan. Kerugian
dengan adanya amensalisme ini yaitu dapat menghambat
penyerapan hara, menghambat pembelahan sel-sel akar
tumbuhan, memengaruhi perbesaran sel tumbuhan,
menghambat respirasi akar, menghambat sintesis protein,
menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan
serta menghambat aktivitas enzim [2]. Alelopati sebagai
proses yang melibatkan metabolik sekunder yang dihasilkan
oleh tanaman, algae, bakteri dan fungi yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan sistem pertanian
dan biologi [3]. Zat-zat kimia atau bahan organik yang
bersifat allelopathy dapat dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan pengaruhnya terhadap tumbuhan atau tanaman
lain sebagai berikut [4]:
1. Autotoxic, yaitu zat kimia bersifat allelopathy dari suatu
tumbuhan yang dapat mematikan atau menghambat
pertumbuhan anaknya sendiri atau individu lain yang sama
jenisnya.
2. Antitoxic, yaitu zat kimia bersifat allelopathy dari suatu
tumbuhan yang dapat mematikan atau menghambat
pertumbuhan tumbuhan lain yang berbeda jenisnya.

Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui dan


memahami prinsip dasar alelopati dan pengaruh alelopati
suatu jenis tumbuhan terhadap tumbuhan lain.
II.METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan selama dua minggu dimulai
dari tanggal 19 Maret 2016 hingga tanggal 2 April 2016.
Praktikum ini dilakukan di laboratorium Ekologi dan
laboratorium Botani jurusan Biologi fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini yaitu
pisau, mortar atau blender/juicer, botol bekas air mineral 1,5
liter dua buah, botol container, kain kasa, pipet tetes, kapas
lemak, alat tulis, penggaris, form tabel pengamatan harian.
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah tanaman
yang akan dibuat ekstrak yaitu Ocinum citriodorum atau
Pluchea indica dan biji kacang merah (Vigna angularis) dan
kacang kedelai (Glycine max) masing-masing kacang 5 buah.
C. Prosedur Kerja Langkah
Langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu
membuat ekstrak alelokemis terlebih dahulu, di mana
dipersiapkan daun kemangi (Ocinum citridorum) sebanyak
kurang lebih 1 kg, setelah itu daun-daun tersebut dihaluskan
menggunakan blender atau menggunakan mortar tanpa ada
tambahan air. Hasil tumbukan tadi disaring menggunakan
kain kasa untuk diambil ekstrak dari tanaman tersebut.
Setelah itu dibuat ekstrak alelopati dengan konsentrasi 0
ml/L, 25 ml/L, 50 ml/L dan 75 ml/L, masing-masing
diletakkan ke dalam botol container.
Pada persiapan uji alelopati ini dilakukan persiapan yaitu
pertama dengan membelah botol bekas air mineral 1,5 liter
menjadi dua bagian sama panjang. Kemudian masing-masing
botol tersebut diisi dengan kapas lemak secukupnya dan
kapas lemak dibasahi dengan air secukupnya juga. Setelah itu
masing-masing 5 biji kacang merah dan kacang kedelai
diletakkan di dua medium yang telah dibuat. Sebelum
ditanam pada medium biji harus direndam terlebih dahulu.
Masing-masing biji ditetesi dengan ekstrak alelopati (dalam
konsentrasi yang telah ditentukan) setiap dua kali sehari
selama 14 hari minggu berturut-turut. Tiap harinya juga

LAPORAN PRAKTIKUM AMENSALISME 18


dilakukan pengukuran perkecambahan bijinya berupa tinggi
tanaman dan jumlah daun. Data pengamatan tersebut dicatat
pada form pengamatan amensalisme.
III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Fungsi Perlakuan

2
c. Faktor biotik, tumbuhan dan hewan merupakan faktor
biotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan gulma
dan membatasi distribusinya
Alelopati merupakan
zat yang dikeluarkan oleh
tumbuhan yang seringkali memiliki sifat penghambat
terhadap pertumbahan tumbuhan atau tnamana sekitarnya
[6].

Pada praktikum ini sebelum dilakukan penanaman pada


medium kapas lemak, biji kedelai dan kacang merah
direndam terlebih dahulu selama 24 jam untuk memecah
masa dormansi, sehingga biji akan mengalami imbibisi [14].
Setelah biji telah direndam maka biji dapat ditanam pada
medium kapas lemak basah, sebagai medium alternatif dalam
meneliti perkecambahan dari biji tersebut. Pada praktikum ini
digunakan perlakuan pemberian ekstrak alelopati dengan
berbagai konsentrasi, hal ini bertujuan agar dapat mengetahui
bagaimana pengaruh dari alelopati itu sendiri terhadap
perkembangan dari tumbuhan, karena dianggap alelopati
dapat menghalangi tingkat pertumbuhan dari tanaman [1].
Dari perlakuan tersebut dapat dilihat seperti apa pertumbuhan
biji yang tidak diberi ekstrak alelopati dengan biji yang diberi
ekstrak alelopati dengan konsentrasi rendah dan bagaimana
perbedaanya jika konsentrasi ekstrak makin tinggi apakah
akan memberi dampak yang lain juga daripada ekstrak yang
konsentrasinya rendah. Pengukuran yang dilakukan tiap hari
bertujuan untuk mengontrol bagaiamana perkembangan dari
biji kacang merah dan kacang kedelai tersebut, sehingga
didapatkan data yang valid untuk pembanding nanti

3.3 Mekanisme Amensalisme

3.2 Amensalisme

Banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh


akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari
asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat.

Pada suatu komunitas terdapat suatu keadaan di mana


tumbuh kembangnya spesies dipengaruhi oleh spesies lain.
Peristiwa tersebut merupakan suatu interaksi antara dua atau
lebih spesies. Suatu interaksi dapat bersifat positif dan ngeatif
bahkan tidak menimbulkan efek apapun. Amensalisme
merupakan keadaan yang berlawanan dengan komensalisme,
yaitu hubungan antara dua organisme yang mana satu pihak
dirugikan sedangkan pihak lainnya tidak berakibat apa-apa
(tidak rugi dan tidak untung). Pada kebanyakan kasus,
organisasi yang dirugikan disebabkan oleh bahan kimia yang
dikenal sebagai allelopathy. Zat-zat kimia atau bahan organik
yang bersifat allelopathy dapat dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan pengaruhnya terhadap tumbuhan atau tanaman
lain yaitu Autotoxic (berasal dari suatu jenis tumbuhan yang
dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan anaknya
sendiri atau individu lain yang sama jenisnya) dan Antitotic
(berasal dari tumbuhan yang dapat mematikan atau
menghabat pertumbuhan lain yang berbeda jenisnya.
Alelopati dianggap sebagai mekanisme negatif dari
tanaman lain, karena alelopati mengeluarkan senyawa
beracun yang dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman lain. Dalam alelokemis itu terdapat
tiga faktor yaitu [5] :
a. Faktor klimatik, terdiri atas cahaya, temperatur,
angin, dan air serta aspek musiman dari faktor
faktor tersebut
b. Faktor edaphik, adalah faktor tanah yang fapat
menentukan distribusi gulma antara lain, kelembaban
tanah, pH tanah, aerasi, unsur nutrien dan lainnya

Mekanisme amensalisme sama dengan mekanisme


pengeluaran alelopati pada hampir semua jenis tanaman,
senyawa-senyawa kimia yang mempunyai potensi alelopati
dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun,
batang, akar, rizoma, umbi, bunga, buah, dan biji. Senyawasenyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan
tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui:
1. Penguapan
Senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui
penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan
senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia,
Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke
dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh
tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun,
dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap
akar.
2. Eksudat akar

3. Pencucian
Sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian
tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air
hujan atau tetesan embun. Hasil cucian daun tumbuhan
Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada
jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan
tumbuhan ini.
4. Pembusukan organ tumbuhan
Setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati,
senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci
dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati
akan kehilangan permeabilitas
membrannya dan dengan
mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya
dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman
budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim
berikutnya. Tumbuhan yang
masih
hidup dapat
mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di
atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga
tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan senyawa
alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang
di bawah tanah. Alang-alang (Imperata cyndrica) dan teki
(Cyperus rotundus) yang masih hidup mengeluarkan senyawa
alelopati lewat organ di bawah tanah, jika sudah mati baik
organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah
sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati. Selain

LAPORAN PRAKTIKUM AMENSALISME 18


melalui cara-cara di atas, pada tumbuhan yang masih hidup
dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang
berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian
juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan
senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah
maupun yang di bawah tanah. Tumbuhan yang bersifat
sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih
hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat,
dan hasilnya semakin menurun. Namun kuantitas dan
kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan
dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam
tumbuhan alelopat, saat kemunculan saat kemunculan
tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat,
habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan
alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau
C4) [7]

a. Tinggi Tanaman
Grafik Tinggi tanaman dibawah ini menampilkan
pengamatan selama 14 hari terhadap perkembangan dan
pertumbuhan tumbuhan sampel alelokemis dari ekstrak
Beluntas dengan konsentrasi 0%, 25% , 50%, dan 75%.
Grafik 1. Grafik Tinggi Vigna ungularis

3.4 Kandungan Ekstrak Beluntas


Beluntas merupakan tumbuhan semak yang bercabang
banyak, berusuk halus dan berbulu lembut. Kandungan kimia
dalam daun beluntas adalah Alkaloid, flavonoid, tannin,
minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium,
aluminium, kalsium, magnesium dan fosfor. Sedangkan akar
beluntas mengandung tannin dan flavonoid [8]. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun beluntas
yang akan dipakai pada penelitian ini mengandung beberapa
metabolit sekunder yaitu Tannin (+), Alkaloid (+), Flavonoid
(++), Steroid (+++) dan Fenolat (+++). Tanda (+)
menunjukkan banyaknya kandungan zat aktif. Positif satu (+)
menandakan bahwa kandungan zat aktif dalam metabolit
sekunder hanya sedikit, positif dua (++) menandakan
kandungan zat aktif yang banyak dalam metabolit sekunder,
dan positif tiga (+++) menandakan kandungan zat aktif yang
sangat dalam metabolit sekunder. Senyawa dengan struktur
kimia yang hampir sama akan mempunyai profil
farmakokinetik yang sama pula [9].
P. indica L. merupakan gulma perennial yang diketahui
mengandung senyawa alelokemi seperti alkaloid, flavonoid,
tannin, dan minyak atsiri yang dapat mempengaruhi
perkecambahan biji dan pertumbuhan tanaman disekitarnya,
yang dilepaskan ke lingkungan baik dalam bentuk senyawa
menguap dari daun maupun dalam bentuk senyawa hasil
dekomposisi dalam tanah [10].
Alelopati ialah interaksi biokimia antara mikroorganisme
atau tanaman baik yang bersifat penghambatan maupun
perangsangan [11]. Alelokemi dilepaskan melalui berbagai
proses seperti penguapan, eksudat akar, pencucian, dan
pelapukan residu tanaman [12]. Pengaruh alelokemi bersifat
selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu
namun tidak terhadap organisme lain [13]. Efek senyawa
alelokemi fenolik pada proses pertumbuhan dapat terjadi
melalui berbagai aktivitas metabolisme yang meliputi
pembelahan dan pemanjangan sel, pengaturan pertumbuhan
melalui gangguan pada zat pengatur tumbuh, pengambilan
hara, fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, sintesis
protein, penimbunan karbon, dan sintesis pigmen,
permeabilitas membran, dan mengubah fungsi enzim spesifik
[11].

3.5 Grafik Hasil Pengamatan

Pada kacang merah dengan konsentrasi alelokemis 0%


mengalami pertumbuhan yang pesat pada hari ke 7 menuju
10 dengan kenaikan rata-rata mencapai 4,5 cm. Hal yang
sama terjadi pada konsentrasi 25%, yang mengalami
kenaikan pada hari ke 6 sampai 8 dengan rata-rata tinggi
mencapai 4 cm. sedangkan untuk konsentrasi 50% dan 75%
pertumbuhan sangat lambat dan pertumbuhannya berkisar
antara 1 cm.
Grafik 2. Grafik Tinggi Glycin max

Pada pengukuran tinggi tumbuhan Kacang kedelai


(Glycine max) terjadi kenaikan tinggi tumbuhan yang pesat
untuk konsentrasi 0% dan 25% pada hari ke 8 dan 9.
Sedangkan pengukuran pada konsentrasi terjadi keadaan
fluktuatif yang disebabkan oleh human error. Sedangkan

LAPORAN PRAKTIKUM AMENSALISME 18

pada konsentrasi 75% kenaikan tertinggi pada hari ke 7


sampai 9 dengan kenaikan 2 cm.
Berdasarkan hasil tersebut terbukti bahwa alelokemis
pada
beluntas
mempengaruhi
perkembangan
dan
pertumbuhan tanaman, dan semakin tinggi konsentrasi yang
diberikan maka akan semakin terlihat dampaknya. Hal ini
didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyebutkan
antara konsentrasi 0% dan 1,5% memiliki perbedaan
pertumbuhan yang dapat diamati dengan baik [15].
b. Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan salah satu indikasi dimana
tumbuhan melakukan proses metabolisme. Selain mengukur
tinggi tanaman, dilakukan pula pengukuran jumlah daun
sebagai data penguat efek alelokemis ekstrak beluntas pada
pertumbuhan tanaman sampel yaitu, kacang merah dan
kacang kedelai.
Grafik 3. Jumlah Daun Vigna ungularis

Hal yang sama terjadi pada tumbuhan sampel kacang


kedelai dimana pada kecaman alelokemis 75% tidak tampak
pertumbuhan daun. Hal ini berarti konsentrasi zat alelokemis
hasil ekstrak beluntas mempengaruhi pertumbuhan daun
pada tanaman sampel.

3.6 Pengaruh Pemberian Ekstrak Beluntas


3.6.1 Kacang merah

Pada praktikum amensalisme didapatkan H0 yaitu


pemberian
ekstrak
beluntas
tidak
mempengaruhi
pertumbuhan dari kacang merah dan H1 yaitu pemberian
ekstrak beluntas mempengaruhi pertumbuhan dari kacang
merah, dan digunakan taraf kepercayaan 0,05. Pada Tabel
dibawah disajikan hasil perhitungan anova dari hasil
praktikum yang dilakukan selama 14 hari terhadap dua
tumbuhan sampel, yaitu kacang merah dan kacang kedelai.

Pada grafik diatas disajikan pengamatan mengenai


munculnya daun pada tanaman sampel yaitu kacang merah.
Berdasarkan grafiknya dapat diketahui bahwa perkembangan
daun pada konsentrasi 0% dan 25% tumbuh baik. Namun
pada kecaman alelokemis konsentrasi 75% tidak terlihat
pertumbuhan daun.
Grafik 4. Jumlah Daun Glycine max

LAPORAN PRAKTIKUM AMENSALISME 18

Dari tabel dapat diketahui bahwa pada variabel tinggi


tanaman F hitung(0,00) lebih kecil dibanding dengan F tabel
(0.05) sehingga tolak H0 dan didapatkan kesimpulan bahwa
pemberian ekstrak beluntas mempengaruhi pertumbuhan dari
kacang merah, sedangkan pada variabel jumlah daun F
hitung lebih besar dibanding dengan F tabel(0.05) sehingga
gagal tolak H0 dan didapatkan kesimpulan bahwa pemberian
ekstrak beluntas tidak mempengaruhi pertumbuhan dari
kacang merah.
3.6.2 Kacang kedelai
Pada praktikum amensalisme didapatkan H0 yaitu
pemberian
ekstrak
beluntas
tidak
mempengaruhi
pertumbuhan dari kacang kedelai dan H1 yaitu pemberian
ekstrak beluntas mempengaruhi pertumbuhan dari kacang
kedelai, dan digunakan taraf kepercayaan 0,05. Dari tabel
dapat diketahui pada variabel tinggi tanaman dan jumlah
daun F hitung (tinggi tanaman=0,003 dan jumlah
daun=0.029). lebih kecil daripada F tabel (0,05)sehingga
tolak H0 dan didapatkan kesimpulan bahwa pemberian
ekstrak beluntas mempengaruhi pertumbuhan kacang kedelai.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan praktikum yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa daun beluntas memiliki efek alelopati
terhadap tumbuhan disekitarnya. Terbukti dengan percobaan
pemberian tanaman sampel dengan ekstrak daun beluntas
0%, 25% 50% dan 75% dan diamati pertumbuhan setiap
harinya. Terbukti bahwa zat alelokemis dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, baik diukur dari tinggi tanaman dan
banyaknya daun. Konsentrasi alelokemis mempengaruhi
tingkat efek yang diberikan. Semakin tinggi konsentrasi
alelokemis maka efek yang ditimbulkan akan semakin
terlihat.
.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Indriyanto. Ekologi Hutan. Buku. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara (2006)
210 p.
[2] Djafarudin. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: Buku Bumi
Aksara (2004) 87p
[3] Roger, M.J..R., M.J. Reigosa, N. Pedrol, L. Gonzales. Allelopathy:
Physiological Process With Ecological Implication. Springer (2006) 673 p

LAPORAN PRAKTIKUM AMENSALISME 18


[4] Ekayanti, Novia. Pengaruh zat alelopati terhadap pohon Akasia, Mangium,
Jati terhadap pertumbuhan semai Akasia, Mangium dan Jati. Jurnal Sylva
Lestari Vol 3 (1) (2015): 81-90
[5] Odum, E. Dasar-dasar Ekologi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press
(1995).
[6] Oyun, M.B. Allelopathic potentialities of Gliricida sepium and Acacia
auricoliformes on the germination and seedling vigour of maize (Zea
mays L.). Biological Science 3 (2006):44-47
[7] Indriyanto. Ekologi Hutan. Jakarta: Balai Pustaka (2006).
[8] Dalimartha, S. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Jakarta: Pusoa
Swara (2005).
[9] Wang, R., Y. Din, R. Liu, L. Xiang, L. Du.Pomegranate: Constituents,
Bioactivities and Pharmacokinetics. Global Science Books 4(2) (2010)
[10] Yuliani, Rahayu, Y.S, Mitarlis, Ratnasari, E. Pengaruh Alelopati Beluntas
(Pluchea indica L.) Terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan
Kecambah Gulma Mimosa pudica dan Ruellia tuberosa Berkala.
Penelitian Hayati (2003).
[11] Putnam, A.R., C.S. Tang. The Science of Allelopathy. New York: John
Wiley and Sons (1986).
[12] Rice, E.L. Allelopathy. New York: Academic Press (1984).
[13] Yuliani, Rahayu, Y.S., Mitarlis, Ratnasari, E., Penggunaan Senyawa
Alelokemi (Pluchea indica L.) dan Mikoriza Vesikular Sebagai Model
Mekanisme Pengendalian Gulma Terpadu Secara Hayati. Penelitian
Hibah Besaing Lanjut
[14] Schimdt, L. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan
Sub Tropis. Jakarta: Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial, Departemen Kehutanan (2000).
[15] Astutik, A.F., Raharjo, Tarzan P. Pengaruh Ekstrak Daun Beluntas
(Pluchea indica L.) Terhadap Pertumbuhan Gulma Meniran (Phyllanthus
Niruri L.) dan Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.). Lentera
Bio. Vol.1 No.1 (2008).

Anda mungkin juga menyukai