Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN III

PENGARUH OSMOTIK KONSENTRASI GARAM HARA TERHADAP


ABSORPSI AIR DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

NAMA : UMMI CHAERA

NIM : H041171507

KELOMPOK : I (SATU) B

HARI/TANGGAL : KAMIS / 18 OKTOBER 2018

ASISTEN : SYAHRUL GUNAWAN

LABORATORIUM BOTANI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Air adalah faktor yang menentukan kehidupan tumbuhan. Tanpa adanya

air, tumbuhan tidak bisa melakukan berbagai macam proses kehidupan apapun.

Sekitar 70% atau lebih daripada berat protoplasma sel hidup terdiri dari air. Air

juga merupakan salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan

dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketersediaan

air dalam tubuh tanaman diperoleh melalui proses fisiologis absorbsi. Sedangkan

hilangnya air dari permukaan bagian-bagian tanaman melalui proses fisiologi,

evaporasi dan transpirasi. Peranan air yang sangat penting menimbulkan

konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman

akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan

pertumbuhan tanaman (Andriani, 2017).

Tumbuhan memperoleh bahan dari lingkungan untuk hidup berupa O2,

CO2, air dan unsur hara. Mekanisme proses penyerapan dapat belangsung karena

adanya proses imbibisi, difusi, osmosis dan transpor aktif. Proses osmosis yang

terjadi merupakan proses perpindahan air dari daerah yang berkonsentrasi rendah

ke daerah yang berkonsentrasi tinggi melalui membran semipermiabel. Membran

semipermiabel adalah selaput pemisah yang hanya bisa ditembus oleh air dan zat

tertentu yang larut di dalamnya (Campbell, 2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan praktikum mengenai

pengaruh osmotik konsentrasi garam hara terhadap absorpsi air dan pertumbuhan

tanaman.
I.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan praktikum ini adalah:

1. Mahasiswa mampu membedakan kebutuhan air dari unsur-unsur yang terlarut

bagi pertumbuhan tanaman

2. Mahasiswa mampu menjabarkan hubungan air dan unsur-unsur yang terlarut

terhadap peengaruh yang ditimbulkan untuk pertumbuhan tanaman

I.3. Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan Kamis, 18 Oktober 2018, 14.00-17.00 WITA,

di Laboratorium Biologi Dasar, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Absorbsi Air

Absorbsi atau penyerapan air merupakan langkah awal dalarn

perkecambahan biji dimana biji yang menyerap air atau mengalami imbibisi akan

membengkak. Pembengkakan biji menyebabkan kulit biji pecah sehingga radikula

tumbuh ke arah bawah dan membentuk akar. Air sangat berfungsi dalam

pengangkutan atau transportasi unsur hara dari akar ke jaringan tanaman, sebagai

pelarut garam-garaman (Ai dan Banyo, 2011).

Penggunaan air oleh tanaman tidak dapat dilepaskan oleh adanya pengaruh

suhu, kelembaban dan evaporasi. Suhu di dalam rumah kaca cukup tinggi

sehingga transpirasi pada tanaman akan tinggi yang menyebabkan kehilangan air

dalam jumlah yang cukup besar bagi tanaman. Hal tersebut menyebabkan

evapotranspirasi menjadi tinggi menyebabkan kehilangan air dalam jumlah yang

tinggi. Suhu memberi pengaruh terhadap fotosintesa, tingginya suhu akan

meningkatkan fotosintesa. Umumnya respirasi berjalan lambat ketika suhu

rendah, namun akan meningkat jika suhu tinggi, sama halnya dengan absorbsi air

dan unsur hara oleh akar tanaman akan meningkat (Maryani, 2012).

Pemberian air terhadap tanaman hendaknya sesuai dengan kebutuhan air

tanaman yang sesungguhnya, sebab kekurangan atau kelebihan pemberian air

memberikan pengaruh kurang baik bagi tanaman dan molekul yang ada di

dalamnya. Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, disamping sebagai

bahan baku proses fotosintesis, air bertindak pula sebagai pelarut, reagensia pada

bermacam-macam reaksi dan sebagai pemelihara turgor tanaman air adalah


pelarut yang sangat baik untuk tiga kelompok bahan biologis yaitu bahan organik,

ion-ion bermuatan (𝐾 + , 𝐶𝑎2+ , 𝑁𝑜3− )(Maryani, 2012).

Peningkatan fotosintat pada fase vegetatif menyebabkan terjadinya

pembelahan dan pertumbuhan sel. Sewaktu tanaman mengalami defisit

(kekurangan) air tanaman akan mengalami penurunan laju fotosintesis. Selain

dialokasikan untuk disimpan didalam organ, sebagian fotosintat dirombak untuk

mensintesis senyawa organik terlarut untuk menurunkan potensial osmotik sel

(osmoregulasi) agar tanaman dapat bertahan hidup pada kondisi kekeringan

sehingga bobot keringnya berkurang. Semakin besar penimbunan berat kering

pada tanaman, menggambarkan bahwa tanaman tersebut memiliki laju

pertumbuhan yang tinggi pula, sebab berat kering tanaman merupakan hasil dari

asimilasi fotosintat yang ditranslokasikan dari akar keseluruh bagian tanaman.

Berat kering tanaman merupakan hasil pertambahan protoplasma karena

bertambahnya ukuran dan jumlah sel. Peningkatan klorofil akan meningkatkan

aktifitas fotosintesis yangmenghasilkan asimilat lebih banyak sehingga

meningkatkan berat kering tanaman (Maryani, 2012).

Air akan meninggalkan sel dengan cara osmosis pada potensial air,

sehingga sel itu akan mengalami plasmolisis/mengkerut dan menjauh dari

dindingnya. Sel lembek ini memiliki potensial air yang lebih kecil karena

kehadiran zat terlarut dan akan memasuki sel melalui osmosis. Sel tersebut akan

mulai mengembang dan memberikan dorongan melawan dinding selnya

menghaslkan tekanan turgor. Ketika tekanan dinding ini cukup besar untuk

mengembangi kecenderungan air untuk masuk karena zat-zat terlarut dalam sel,

maka Ψp dan Ψs akan sama besar dan dengan demikian Ψ=0. Besar potensial ini

akan menyamai potensial air dari lingkungan ekstraseluler (Campbell, 2008).


II.2 Cekaman Garam

Cekaman garam (salin) pada tanaman bisa mengakibatkan pertumbuhan

tidak normal. Daun kecil dan terbakar, pertumbuhan kerdil, buah tidak sempurna,

dan hasil menurun. Kadar garam yang tinggi (tanah salin) merupakan hasil dari

pembentukan mireal-mineral garam terlarut, akumulasi garam dari irigasi yang

membawa garam, intrusi air laut, sungai atau danau. Air diserap oleh akar

tanaman beserta garam larut masuk ke dalam tanamanmelalui suatu proses yang

disebut osmosis, yang melibatkan pergerakan air dari tempat dengan konsentrasi

garam rendah (tanah) ke tempat yang memiliki konsentrasi garam tinggi (bagian

dalam dari sel-sel akar) (Kurniasari dkk., 2010).

Keberadaan senyawa garam dalam jumlah yang berlebih pada lahan

pertanian menimbulkan masalah bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Sebagian besar tanaman darat sangat sensitif terhadap senyawa garam yang

berlebihan, karena dapat meracuni organel sel dalam jaringan akarnya, sehingga

tanaman mati. Akan tetapi, ada jenis tanaman tertentu memiliki sistem khusus

untuk mengatasi kondisi ekstrim, misalnya tanaman mangrove (Asih, dkk., 2015).

Terdapat tiga cara yang umumnya terjadi dalam tanaman untuk

mengurangi kandungan garam dalam jaringannya. Tanaman akan mengeluarkan

langsung garam-garam dari akarnya seperti yang terjadi pada tanaman jenis

mangrove. Selanjutnya tanaman mengembangkan jaringan penyimpan air untuk

mengurangi tekanan osmotik yang tinggi dan dengan cara menggugurkan organ-

organ tanaman yang banyak mengandung garam (Kurniasari dkk., 2010).

Peningkatan konsentrasi garam dalam tanah merupakan salah satu faktor

cekaman lingkungan. Besarnya kadar garam tanah terjadi karena dua hal, yaitu

karena tingginya masukan air yang mengandung garam atau mengalami tingkat
evaporasi yang melebihi presipitasi. Garam garam yang mendominasi pada lahan

seperti itu adalah natrium klorida (NaCl) (Andriani, 2017).

II.3 Peran NaCl

NaCl merupakan garam utama yang terkandung dalam tanah salin. Pada

lahan semacam ini kadar NaCl berkisar antara 2-6 %. NaCl jika dilarutkan dalam

air akan berdisosiasi menjadi ion-ion penyusunnya yaitu Na+ dan Cl-. Natrium

merupakan unsure alkali yang sangat reaktif sehingga tidak dijumpai sebagai

unsure bebas di alam. Atom monovalen ini memiliki energi ionisasi kecil

sehingga sangat mudah untuk membentuk senyawa dengan unsure-unsur yang

memiliki daya elektro negative besar, misalnya dengan unsure-unsur halogen.

Klorin juga sangat reaktif dan tidak dijumpai sebagai unsure bebas di alam. Unsur

golongan halogen ini memiliki daya kelektronegatifan besar sehingga sangat

mudah bereaksi dengan logam alkali. Itulah sebabnya mengapa kedua unsure ini

biasanya ditemui sebagai senyawa NaCl (Asih dkk., 2015).

Besarnya kadar NaCl dalam tanah dapat terjadi karena tingginya masukan

air yang mengandung garam atau karena mengalami tingkat evaporasi yang

melebihi presipitasi. Tanah salin tidak hanya ditemukan pada kawasan pantai

semata, tetapi juga pada kawasan kering dengan curah hujan yang rendah. Klorin

diserap dari tanah sebagai ion klorida (Cl-) dan sebagian besar tetap dalam bentuk

ini apabila sudah berada dalam jaringan tumbuhan. Kebanyakan spesies tumbuhan

menyerap Cl- 10-100 kali lebih banyak dari yang mereka butuhkan. Unsur ini

tergolong unsure mikro yang memiliki peran esensial bagi kehidupan tumbuhan,

konsentrasinya hanya 100 mg/kg jaringan kering (NaCl) (Yuniati, 2004).

Cl- mempunyai fungsi utama dalam reaksi fotosintesis. Ion klor ini

bertugas sebagai pemicu oksidasi pada fotosistem II. Cl- bersama K+ juga
dianggap bertanggung jawab pada aktivitas pembukaan stomata saat kondisi ada

cahaya. K+ dan Cl- bergeak menuju sel-sel penjaga dalam waktu yang relative

cepat setelah adanya cahaya, sehingga air segera masuk ke dalam sel akibat

perbedaan potensial osmotik (Asih dkk., 2015).

Natrium bukan merupakan unsur hara yang esensial bagi sebagian besar

tumbuhan. Unsur ini hanya esensial bagi tumbuhan halofit serta tumbuhan C4.

Tumbuhan halofit Atriplex vesicaria akan mati dalam 35 hari jika ditumbuhkan

dalam medium yang mengandung Na+ kurang dari 0,0016 ppm. Na+ juga penting

untuk fiksasi karbon pada tanaman C4. Pemasukan Na+ pada kondisi salin akan

mengubah lintasan fotosintesis dari C3 menuju C4. Hal tersebut juga terjadi pada

jagung di mana Na+ berpengaruh pada keseimbangan antara enzim fosfo

enolpiruvat karboksilase dan riboluse bifosfat karboksilase (Andriani, 2017).

II.4 Cekaman Salinitas terhadap Fotosintesis, Respirasi dan Transpirasi

Tumbuhan akan terdehidrasi akibat tingginya salinitas tanah dan

kekeringan. Kondisi ini menyebabkan tumbuhan mengalami tekanan hiperosmotik

yang ditandai dengan berkurangnya tekanan turgor dan hilangnya air dari

jaringan. Berlimpahnya Na+ dan Cl- dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ion

sehingga aktivitas metabolisme tumbuhan terganggu. Na+ yang berlebihan dapat

memperbesar tingkat kebocoran membran. Efektivitas Na+ dalam tanah dapat

menghambat penyerapan K+. Cekaman salinitas dapat menyebabkan menurunnya

efisiensi transfer electron (Ai dan Banyo, 2011).

Salinitas dan luas daun biasanya merupakanhubungan yang terbalik.

Dengan meningkatnya salinitas, kehilangan air per tanaman melalui transpirasi

juga berkurang. Tidak hanya luas daun, juga fiksasi CO2 neto p er unit luas

daun
juga dapat berkurang, sedangkan respirasi meningkat. Laju yang rendah dari

fiksasi CO2 neto selama periode cahaya mungkin disebabkan oleh defisit air dan

penutupan stomata secara parsial, kehilangan turgor dari sel mesofil, yaitu karena

akumulasi garam pada apoplas atau secara langsung karena toksisitas ion

(Andriani, 2017).

Salinitas juga dapat meningkatkan respirasi sel akar, yang memerlukan

karbohidrat banyak untuk mempertahankan respirasi dalam kondisi salin.

Tingginya kebutuhan karbohidrat diduga ditimbulkan dari adanya

kompartementasi ion, sekresi ion, atau perbaikan dari kerusakan seluler. Kenaikan

CO2 atmosfer di atas normal dapat meningkatkan laju fotosintesis dan dapat

memegang peranan penting dalam kondisi salinitas tinggi. Untuk tanaman yang

tumbuh dalam kondisi salin, mungkin harus mengkompensasi untuk turunnya

pembukaan stomata, luas daun dan lebih tingginya laju respirasi yang pada

gilirannya dapat meningkatkan toleransi secara nyata, seperti ditemukan pada

tomat (Ai dan Banyo, 2011).

II.5 Cekaman Salinitas terhadap Sintesis Protein

Bobot kering tanaman jagung semakin menurun seiring dengan

meningkatnya konsentrasi NaCl yang diberikan. Demikian pula kandungan

protein daun dewasa juga menunjukkan penurunan dengan meningkatnya kadar

NaCl. Penurunan kandungan protein ini kemungkinan tanaman yang tumbuh pada

kondisi salin akan terjadi deficit air atau kelebihan ion spesifik. Pengaruh NaCl

terhadap sintesis protein diduga karena toksisitas Cl- (pada tanaman yang

sensitive/peka), sedangkan pada tanaman yang lebih toleran lebih diakibatkan

oleh ketidakseimbangan Na+/K+. Pengaruh buruk konsentrasi NaCl yang tinggi


terhadap kadar K dan sintesis protein pada barley dapat diimbangi dengan

pemberian KCl. Pengantian K+ oleh Na+ memungkinkan terjadinya penyesuaian

osmotic pada daun-daun yang berkembang, tetapi tidak dapat mempertahankan

sintesis protein. Perkecualian pada sedikit tanaman halofita, Na+ tidak dapat

menggantikan K+ dalam fungsi sintesis protein (NaCl) (Yuniati, 2004).

Nitrogen di sistem yang terjaga meskipun tidak terlalu berbeda dari

produksi jagung lahan kering, kebutuhan perawatan khusus karena fakta bahwa

pasokan air irigasi dapat membuat mekanisme kehilangan N anisme lebih

kompleks (Taylor dan Prancis. 2008).


BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu botol UC, gelas

ukur dan sumbat botol yang telah dilubangi.

III.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu kacang merah

Phaseolus vulgaris, air destilata dan larutan kalsium klorida (CaCl) dengan

konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 5% dan 10%.

III.2 Tahapan Kerja

Adapun tahapan kerja yang akan dilakukan adalah:

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Diukur panjang mula-mula tanaman.

3. Dibuatlah masing-masing 200 ml larutan 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1% dan

5% dari larutan baku CaCl2 10%.

4. Dimasukkan masing-masing larutan ke dalam botol UC dan diberi label.

5. Dipakai satu botol sebagai kontrol yang diisi air destilata saja.

6. Diambil kecambah berumur 7 hari, dipilih yang sehat dan baik

pertumbuhannya.

7. Diisi masing-masing botol dengan 1 kecambah.

8. Dipakai sumbat botol yang telah dilubangi tengahnya untuk mengganjal

tanaman agar tegak dengan akar terendam dalam larutan.

9. Diberikan tanda tingginya larutan pada masing-masing botol UC.

10. Setiap dua hasi dilihat keadaan cairan dan diukur tinggi tanaman.
11. Ditambahkan air destilata sampai pada tingkat semula. Catat volume air

yang ditambahkan.

12. Setelah 1 minggu keluarkan tanaman dan ukur panjang batang di atas

kotiledon, amati keadaan tanaman dan total air yang ditambahkan.


BAB IV

METODE PERCOBAAN

IV.1. Hasil

IV.1.1 Rangkaian Alat

A. Pengamatan Pertama (Hari)


DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. dan Banyo, Y. 2011. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator


Kekurangan Air pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): Hal. 167-
173.

Andriani, V. 2017. Pertumbuhan dan Kadar Klorofil Tanaman Pakcoy (Brassica


rapa L.) terhadap Cekaman NaCl. Jurnal Stigma. 10(2): Hal.58-67.

Asih E. D., Mukarlina, Lovadi, I. 2015. Toleransi Tanaman Sawi Hijau (Brassica
juncea L.) terhadap Cekaman Salinitas Garam NaCl. Jurnal Protobiont.
4(1): Hal. 203-208.

Campbell, N. A., Reece J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A.,
Minorsky, P. V., dan Jackson, R. B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid
Kedua. Jakarta : Erlangga.

Kurniasari, A. M., Adisyahputra dan Rosma, R. 2010. Pengaruh Kekeringan pada


Tanah Bergaram Nacl terhadap Pertumbuhan Tanaman Nilam. Jurnal
Bul. Littro. 21(1): Hal. 18 – 27.

Maryani, A. T. 2012. Pengaruh Volume Pemberian Air terhadap Pertumbuhan


Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama. Jurnal Pendidikan Biologi.
1(2): Hal. 64-74.

Yuniati, R. 2004. Penapisan Galur Kedelaiglycine Max (L.) Merrill Toleran


terhadap Nacl untuk Penanaman di Lahan Salin. Jurnal Makara Sains.
8(1): Hal. 21-24.

Anda mungkin juga menyukai