Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH GIBERELIN TERHADAP PERPANJANGAN

BATANG

Oleh :
Johanes De Britto B.C.A B1A016006
Yosi Herliani B1A016023
Indrawati B1A016025
Irda Alifah B1A016028
Agustina Nursanti B1A016043
Rombongan : V
Kelompok : 3
Asisten : Rahmi Mutia Mawardi

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batang merupakan bagian yang mendukung tanaman untuk tegak dan akan
mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun. Batang juga
merupakan organ pada tumbuhan yang berfungsi sebagai alat pengangkutan air dan zat-
zat hara dari akar ke daun dan pengangkutan hasil fotosintesis dari daun keseluruh bagian
tubuh tumbuhan. Batang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan
dan alat perkembangbiakan vegetatif (Abdullah et al., 2006).
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan oleh
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon
tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan)
dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan
(hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan
istilah zat pengatur tumbuh (plant growth regulator) ( Ashari, 1997).
Menurut Abidin (2006), hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi
genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah
gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Sudut pandang evolusi, hormon
tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Sinyal kimia interseluler untuk
pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi yang sangat rendah dari senyawa
kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat memacu atau menghambat
pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam sel-sel tumbuhan dan dapat
mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan. Seperti
halnya hewan, tumbuhan memproduksi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam jumlah yang
sangat sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu mempengaruhi sel target
(Purba, 2017).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara Pengaruh Giberelin terhadap Perpanjangan Batang


adalah untuk mengetahui konsentrasi giberelin yang efektif dalam merangsang
pertumbuhan tanaman, khususnya terhadap perpanjangan batang.
II. TELAAH PUSTAKA

Giberelin (GA) merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir semua
seluruh siklus hidup tanaman. Hormon ini mempengaruhi perkecambahan biji, batang
perpanjangan, induksi bunga, pengembangan anter, perkembangan biji dan pertumbuhan
pericarp. Hormon ini juga berperan dalam respon menanggapi rangsang dari melalui
regulasi fisiologis berkaitan dengan mekanisme biosntesis GA. Giberelin pada tumbuhan
dapat ditemukan dalam dua fase utama yaitu giberelin aktif (GA Bioaktif) dan giberelin
nonaktif. Giberelin yang aktif secara biologis (GA bioaktif) mengontrol beragam aspek
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk perkecambahan biji, batang
perpanjangan, perluasan daun, dan bunga dan pengembangan benih. Seratus lebih GA
telah diidentifikasi pada tahun 2008 dari tanaman dan hanya sejumlah kecil dari mereka,
seperti GA1 dan GA4, diperkirakan berfungsi sebagai bioaktif hormon (Jacobsen et al.,
1995). Menurut Gardner (1991) giberelin mampu merangsang pemanjangan ruas-ruas
batang melalui pembelahan dan pembesaran sel batang sehingga memacu pemanjangan
tunas batang, pada peristiwa pembelahan sel, GA akan merangsang fase G1 (fase
pertumbuhan sel sebelum DNA direplikasi) untuk cepat masuk ke fase S (fase
pertumbuhan sel ketika DNA direplikasi) dan mempersingkat fase S. GA juga akan
meningkatkan pembelahan sel di daerah meristematik (contohnya pada ruas-ruas batang).
Bayam (Amaranthus viridis) merupakan tanaman berbentuk perdu (semak) yang
tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan).
Pertumbuhannya baik jika ditanam ditanah yang mempunyai derajat keasaman 6-7.
Bayam juga merupakan tanaman yang banyak digemari oleh seluruh lapisan masyarakat
di Indonesia, karena dapat memberikan rasa dingin dalam perut, dapat memperlancar
pencernaan, dan banyak mengandung gizi, antara lain protein, mineral, kalsium, zat besi,
vitamin A dan C. Selain itu bayam juga banyak mengandung garam-garam mineral yang
penting (kalsium, fosfor, besi) untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga kesehatan
(Sunaryono, 1984). Penggunaan tanaman bayam sebagai preparat ini dikarenakan
tanaman bayam itu sendiri yang mudah didapatkan, tidak memerlukan banyak perawatan,
dan dapat ditanam di lahan sempit (Adi, 2008).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan.
Salah satu zat pengatur tumbuh yang paling mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman adalah Giberelin (GA) yang banyak berperan dalam berbagai
proses fisiologi tanaman. Giberelin berperan dalam memacu proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman serta mendorong perpanjangan dan perbesaran diameter batang.
Pemberian Giberelin dapat memberikan pengaruh yang baik untuk tanaman diantaranya
dapat meningkatkan pembentukan jumlah floem, selain itu, Giberelin juga berperan
meningkatkan diameter batang. Efek fisiologis yang khas pada tanaman yang
diperlakukan dengan GA3 adalah terjadinya pemanjangan batang, akibat adanya aktivitas
kambium di internodus, sehingga tanaman yang diperlakukan menjadi lebih tinggi
daripada tanaman normal. Peningkatan jumlah sel menyebabkan pertumbuhan batang
lebih cepat dan menghasilkan batang yang lebih panjang, sehingga akan meningkatkan
bobot basah batang (Suherman & Nuraeni, 2017).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum acara Pengaruh Giberelin terhadap


Perpanjangan Batang adalah polybag, sprayer, beaker glass, label, timbangan analitik,
dan magnetic stirer.
Bahan yang digunakan dalam praktikum acara Pengaruh Giberelin terhadap
Perpanjangan Batang adalah bayam (Amaranthus viridis), GA3 (0,20,40,60 ppm), dan
akuades.

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum acara Pengaruh Giberelin terhadap


Perpanjangan Batang adalah:

Tanaman bayam disiapkan.

Larutan GA3 0,20,40,60 ppm dibuat.

Diukur tinggi awal.

Diukur tinggi awal ( T0) dan disemprot 10X selama 2 minggu setiap 3 hari sekali.
Parameter tanaman: Tinggi tanaman
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

4.1. Tabel ANOVA Pertambahan Tinggi Batang Tanaman Bayam (Amararanthus


viridis)

Sumber F tabel
Db JK KT Fhit
Keragaman 0.05 0.01
Perlakuan 3 271.8189 90.60631 1.743449 ns 3.24 5.29
Galat 16 831.5133 51.96958
Total 19 1103.332

Keterangan:
ns = tidak signifikan
* = signifikan
** = sangat signifikan

GRAFIK PERTAMBAHAN TINGGI TANAMAN Amaranthus


sp.
20
Rata-Rata Penambahan Tinggi

15

DATA PERTAMBAHAN
10
Tanaman

TINGGI TANAMAN

5 Linear (DATA
PERTAMBAHAN TINGGI
TANAMAN)
0
0 ppm 20 ppm 40 ppm 60 ppm
Konsentrasi giberelin
Gambar 4.1 Tinggi Tanaman Bayam (Amararanthus viridis) Minggu ke-0

Gambar 4.2 Tinggi Tanaman Bayam (Amararanthus viridis) Minggu ke-1

Gambar 4.3 Tinggi Tanaman Bayam (Amararanthus viridis) Minggu ke-2


B. Pembahasan

Berdasarakan hasil praktikum dengan uji ANOVA, pemberian giberelin


menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap perpanjangan batang tanaman
bayam (Amaranthus viridis) setelah 3 minggu. Hasil ini tidak sesuai dengan pustaka
Menurut Asen et al. (2018), giberelin merupakan hormon yang merangsang perpanjangan
batang. Konsentrasi giberelin yang tinggi dapat meningkatkan panjang batang selain itu
hidrangenol dapat merangsang perbanyakan giberelin sehingga mempercepat
pemanjangan batang tanaman. Giberelin dengan konsentrasi 40 ppt merupakan yang
dosis yang paling efektif dalam perpanjangan batang. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemberian dosis 40 ppt paling baik dalam perpanjangan batang tanaman bayam.
Jalur biosintesis giberelin berasal dari prekursor asam mevalonat yang dibentuk
oleh asetil koenzim A. Giberelin disintesis pada daun yang sedang berkembang,
primordium cabang, ujung akar dan biji yang sedang berkembang. Salisbury & Ross
(1995) menyatakan bahwa pengangkutan asam giberelat dalam tumbuhan tidak terjadi
secara polar. Pengangkutan berlangsung melalui difusi. Selain itu, pengangkutan juga
berlangsung melalui xilem dan floem. Berdasarkan penelitian Jin et al. (2016), hormon
giberelin diindikasikan dapat bekerja sama dengan hormon etilen dan asam absisat dalam
perpanjangan mahkota bunga lotus. Mekanisme tersebut berupa sintesis etilen yang
terjadi akibat penurunan kadar oksigen lalu dilanjutkan meningkatnya konsentrasi
giberelin dan menurunnya asam absisat sebagai respon pertumbuhan mahkota bunga
lotus.
Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman berpengaruh terhadap sifat genetik
(genetic dwarfism), pembungaan, penyinaran, partenokarpi, mobilisasi karbohidrat
selama perkecambahan dan aspek fisiologis lainnya. Giberelin mempunyai peranan
dalam mendukung perpanjangan sel, aktivitas kambium dan mendukung pembentukan
RNA baru serta sintesis protein (Zainal, 1982). Kebanyakan tanaman memberikan respon
terhadap pemberian GA3 dengan pertambahan panjang batang. Pengaruh GA3 terutama
di dalam perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh jumlah sel-sel pada ruas-ruas
tersebut bertambah besar (Wattimena, 1987). Peran giberelin dalam pemanjangan batang
merupakan hasil dari 3 proses. Proses pertama adalah pembelahan di daerah ujung batang.
Dari hasil penelitian Purba (2017) menunjukkan pembelahan sel diakibatkan oleh
stimulus giberelin terhadap sel yang berada pada fase G1 agar segera memasuki fase S
dan memperpendek fase S. Proses kedua adalah giberelin memacu pertumbuhan sel
dengan cara meningkatkan hidrolilis amilum, fruktan dan sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa sehingga dapat digunakan untuk respirasi yang menghasilkan energi. Energi
tersebut kemudian akan digunakan untuk pembentukan dinding sel dan komponen-
komponen sel lain sehingga proses pembentukan sel dapat berlangsung dengan cepat.
Giberelin juga menurunkan potensial air sehingga air dapat masuk ke dalam sel dengan
lebih cepat dan terjadi pembentangan sel. Proses ketiga adalah giberelin meningkatkan
plastisitas dinding sel (Salisbury & Ross, 1985). Giberelin juga memenuhi kebutuhan
beberapa spesies akan masa dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga
lebih awal (vernalisasi). Giberelin secara luas juga dikenal dapat mengubah ekspresi jenis
kelamin.
Giberelin berfungsi dalam proses perkecambahan dan mengaktifkan reaksi
enzimatis di dalam biji. Giberelin dapat mengaktifkan pembentukan α-amilase yang
berguna merombak amilum dan amilopektin menjadi maltosa dan glukosa juga
merombak dekstrin menjadi maltosa dan glukosa (Moore, 1979). Selain itu, hormon ini
mempunyai kemampuan untuk memacu pertumbuhan sel. Giberelin akan merangsang
pembentukan enzim amilase yang berfungsi untuk memecah senyawa amilum yang
terdapat di endosperm (cadangan makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa tersebut
menjadi sumber energi bagi pertumbuhan tanaman. Giberelin juga berfungsi dalam
pembentukan serbuk sari (polen), memperbesar ukuran buah, merangsang pembentukan
bunga, dan mengakhiri masa dormansi biji. Giberelin dengan konsentrasi tinggi juga akan
merangsang pembentukan akar (Kusumo, 1984). Giberelin dapat meningkatkan
kandungan auksin karena dapat membentuk enzim proteolitik yang akan membebaskan
triptofan sebagai prekursor dari auksin (Abidin, 1983).
Mekanisme hormon giberelin dalam memacu pemanjangan batang yaitu dengan
menurunkan tekanan turgor sehingga dinding sel tumbuhan menjadi elastis, sehingga
tumbuhan bertambah tinggi. Giberelin juga memacu sintesis enzim proteolitik yang akan
melepaskan triptofan sebagai prekursor auksin. Auksin dan giberelin bekerja sama dalam
pemanjangan sel (Parman, 2015). Menurut Salisbury & Ross (1995), pemanjangan batang
pada keseluruhan tumbuhan oleh giberelin disebabkan oleh tiga peristiwa. Pertama,
pembelahan sel dipacu di apikal tajuk terutama di sel meristematik yang terletak lebih
bawah yang menumbuhkan jalur panjang sel korteks dan sel empulur. Kedua, giberelin
memacu pertumbuhan sel karena zat itu meningkatkan hidrolisis pati, fruktan, dan
sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Ketiga, giberelin sering meningkatkan
plastisitas. Secara umum giberelin terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan,
mengontrol perkecambahan, pemanjangan daun, pemanjangan batang, dan pembungaan.
Biosintesis GA diregulasi oleh baik stimuli perkembangan atau lingkungan. Selain itu,
giberelin juga berinteraksi dengan hormon-hormon lain untuk meregulasi bermacam-
macam proses metabolisme dalam tanaman. Tetapi banyak perdebatan teori tentang
interaksi tersebut. Berbagai interaksi telah ditemukan dalam spesies yang berbeda bahwa
indole-3 acetid acid (IAA) mendukung biosentesis GA. Di sisi lain, penggunaan GA
meningkatkan katabolisme ABA.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja hormon giberelin antara lain pengaruh
genetik pada tumbuhan, pelarut yang digunakan, kondisi lingkungan (suhu dan
kelembaban) (Makhliza et al., 2014), konsentrasi giberelin yang diberikan, dan waktu
pengaplikasian. Konsentrasi giberelin yang tinggi dapat menghambat pembentukan akar,
sedangkan pemberian giberelin konsentrasi rendah dapat mempercepat pertumbuhan dan
pembelahan sel (Nogge & Fritz, 1989).
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa konsentrasi giberelin


yang paling efektif terhadap pemanjangan batang adalah larutan giberelin dengan dosis
atau konsentrasi 40 ppt.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan demo untuk pembuatan larutan giberelin dengan konsentrasi


berbeda. Hal ini bertujuan untuk menunjang pengetahuan praktikan mengenai pembuatan
larutan tersebut.
DAFTAR REFERENSI

Abdullah, M., Saktiyono. & Lutfi., 2006. IPA Terpadu. Jakarta: Erlangga.

Abidin, Z., 1983. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung:
Angkasa.

Abidin, Z., 2006. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung:
ANKASA Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonenesia.

Adi, L. T., 2008. Tanaman Obat dan Jus Untuk Mengatasi Penyakit Jantung, Hipertensi,
Kolesterol, dan Stroke. Jakarta: Argomedia Pustaka.

Asen, S., Cathey, H. M. & Stuart, N. W., 2018. Enhancement of Gibberellin Growth-
Promoting Activity By Hydrangenol Isolated From Leaves of Hydrangea
macrophylla. American Society of Plant Biologist, 21(1), pp. 816-819.

Ashari, S., 1997. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Gardner, F. P., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Press.

Jacobsen, J. V., Gubler, F. & Chandler, P. M., 1995. Gibberellin Action in Germinated
Cereal Grains. Plant Hormones Physiology, Biochemistry and Molecular
Biology, 9(7), pp. 246-271.

Jin, Q., Wang, Y., Li, X., Wu, S., Wang, Y., Luo, J., Mattson, N. & Xu, Y., 2016.
Interactions between ethylene, gibberellin and abscisic acid in regulating
submergence induced petiole elongation in Nelumbo nucifera. Aquatic Botany,
137(2), pp. 9-15.

Kusumo, S., 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Jakarta: Yasaguna.

Makhliza, Z., Sitepu, F. E. T. & Haryati, H., 2014. Respons Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Semangka (Citrullus vulgaris Schard.) terhadap Pemberian Giberelin
dan Pupuk TSP. Agroekoteknologi, 2(4), pp. 1654-1661.

Moore, T. C., 1979. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. New York:
Springer-Verlag.

Nogge, G. R. & Fritz., 1989. Plant Physiology. New Delhi: Prentice Hall Inc.

Parman, S., 2015. Pengaruh Pemberian Giberelin pada Pertumbuhan Rumpun Padi IR-64
(Oryza sativa var IR-64). Jurnal Anatomi Fisiologi, 23(1), pp. 118-124.

Purba, D. W., 2017. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica
juncea L.) terhadap Pemberian Pupuk Organik DOFOSF G-21 dan Air Kelapa
Tua. Jurnal Ilmu Pertanian " Agrium", 21(1), pp. 8-19.

Salisbury, F. B. & Ross, C. W., 1985. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung: ITB.
Salisbury, F. B. & Ross, C. W., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.

Suherman, C. & Nuraini, A., 2017. Pengaruh Giberelin (Ga3) dan Pupuk Organik Cair
Asal Rami terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Rami Klon Bandung
A. Agrin, 21(1). pp. 2549-6786.

Sunaryono, H., 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran Penting di Indonesia.


Bandung: Penerbit Sinar Baru.

Wattimena, G. A., 1987. Zat Pengatur Tumbuh Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar
Universitas IPB.

Zainal, A., 1982. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung:
Angkasa

Anda mungkin juga menyukai