Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON

HORMON GIBERALIN
Kelompok 3:
1. Siti Ramla S. Kahar
2. Nadia Apriani Abas
3. Nur Intan Safitri Datuela
Kelas/ Program Studi: A/ Biologi
Angkatan : 2015
Asisten : Melisnawati Angio, M. Sc

Nilai Paraf

PROGAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2018

1
PRAKTIKUM 1

A. JUDUL :
Hormon Giberelin
B. TUJUAN:
Mahasiswa dapat melihat pengaruh konsentrasi Giberalin terhadap
viabilitas perkecambahan Apel dan Belimbing Wuluh.
C. DASAR TEORI:
Perkecambahan adalah proses perubahan bentuk morfologi biji untuk menjadi
individu baru. Sedangkan menurut Hopkins and Huner (2009) perkecambahan
adalah tahapan awal pertumbuhan embio dan komponen biji yang ditandai dengan
pecahnya kulit biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal.
Pecahnya kulit biji dapat menyebabkan homon giberelin dalam jaringan tumbuhan
menjadi aktif sehingga terjadi penambahan volume sel yang disebabkan
masuknya air ke dalam sel.

Giberelin merupakan salah satu hormon yang mempengaruhi pertumbuhan


dan perkembangan tumbuhan maupun tanaman. Giberelin adalah keluarga
hormon tanaman yang mengendalikan banyak aspek pertumbuhan dan
perkembangan tanaman termasuk pemanjangan batang, tansisi dan pertumbuhan
vegetatif menjadi berbunga, maupun perkecambahan (Thomas et al. 2005).
Penelitian yang menganyangkut dengan hormon giberalin telah ada sejak abad 19
hingga sekarang, banyak peneliti yang menggunakan hormon giberalin untuk
memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu aplikasi hormon
giberalin sudah banyak digunakan dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari maupun skala industri.

Menurut Postlethwait and Hopson (2006) giberalin memiliki fungsi


diantaranya; Meningktkan elongasi sel, mendorong perkecambahan dan
pertumbuhan bibit, meningkatkan ukuran buah, serta mengatasi dormansi.
Sedangkan dalam aplikasi giberelin pada tahap perkembangan menurut Hopkins

2
and Huner (2009) dapat mempengaruhi perbanyakan bunga, buah, pembentukan
akar dan perpanjangan tunas.

Keberadaan giberalin dan hormon lainnya sangat diperlukan dalam proses


perkecambahan misalnya, keberadaan hormon auksin, sitokinin dan yang paling.
Hal ini dikarenakan kombinasi hormon giberelin dan hormon lainnya juga
mempengaruhi proses fisiologi tanaman. Pendapat ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mukminin et al. (2016) yang menggunakan
hormon giberalin dan air kelapa terhadap perkecambahan biji Anggrek bulan
(Phalaenopsis sp.) mampu memperlihatkan viabilitas biji anggrek, yang ditandai
dengan biji membengkak, embrio keluar dari testa, adanya protocorm,
kemunculan rambut (Absorbing hair), dan timbulnya meristem apikal pada
pucuk.

3
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat:
- Cawan petri
- Gelas beaker
- Pipet tetes
- Batang pengaduk
- Gelas ukur
- Kapas
2. Bahan
- Biji Belimbing Wuluh
- Biji Apel
- Aquades
- Giberelin sintetik

4
E. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Larutan
Konsentrasi Giberelin sintetik

Menyediakan aquades sebanyak 1.500 ml dalam gelas beaker

Menyediakan dan mengisi 3 beaker gelas masing-masing dengan 500


ml aquades

Menyediakan giberelin sintetik sebanyak 80 ml

Mengukur giberelin sintetik dengan 3 konsentrasi masing-masing 1%


(5 ml), 5% (25 ml), dan 10% (50 ml)

2. Persiapan, Perlakuan dan Pengamatan

Biji Apel dan Belimbing Wuluh

Menyediakan cawan petri sebanyak 26 cawan, 12 untuk biji apel, 12


untuk biji belimbing wuluh dan 2 kontrol (3 konsentrasi untuk 4 kali
pengamatan yakni dalam 12 jam, 24 jam 36 jam dan 48 jam).

Meletakkan kapas di dalam cawan petri seperlunya sebagai media


tambahan tempat perkecambahan.

5
Masing-masing petridish diisi 5 biji sebanyak 12 cawan untuk
belimbing wuluh dan 12 untuk apel.

Meneteskan sebanyak 2 tetes pada masing-masing biji pada setiap


konsentrasi yang diberikan.

Mengamati viabilitas biji pada jam yang telah ditentukan yakni 0 jam,
12 jam, 24 jam 36 jam hingga 48 jam.

Mendokumentasikan setiap kali pengamatan

6
F. HASIL PENGAMATAN
1. Pengamatan 12 jam

B. GA 1% B. GA 5% B. GA 10%

A. GA 1% A. GA 5% A. GA 10%
2. Pengamatan 24 jam

B. GA 1% B. GA 5% B. GA 10%

A. GA 1% A. GA 5% A. GA 10%

3. Pengamatan 36 jam dan 48 jam, tidak mengalami perubahan sama seperti


pengamatan pada jam ke 12 dan 24 jam.
Keterangan:
B : Biji Belimbing wuluh
A: Biji Apel
GA: Giberelin

7
G. PEMBAHASAN

Biji apel dan belimbing wuluh diberikan perlakuan dengan pemberian tiga (3)
konsentrasi giberelin sintetik yang berbeda diantaranya dengan pengenceran 1%,
5% dan 10% yang bertujuan untuk melihat perbedaan viabilitas atau kemungkinan
hidup tanaman. Untuk menguji viabilitas biji apel dan belimbing wuluh masing-
masing diberi perlakuan yang sama dari 0, 12, 24, 36 hingga 48 jam. Dari hasil
pengamatan pada setiap jam yang telah ditentukan tidak terdapat perubahan atau
tidak terjadi proses perkecambahan.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi luar beberapa biji apel mengalami


pengerutan pada bagian luar atau kulit biji. Sedangkan pada kulit biji belimbing
wuluh terlihat ada lapisan yang meyelimuti biji, gambar dapat dilihat di lampiran
1. Menurut Ali (2011) faktor viabilitas perkecambahan menurun dapat dikibatkan
oleh peristiwa inhibition injuri atau kerusakan biji ketika proses inhibisi.
Inhibition injuri mengakibatkan proses penyerapan air menjadi terlalu cepat
sehingga menyebabkan biji menjadi rusak yang ditandai dengan mucilage pada
kulit biji atau pementukan polisakarida atau biasa disebut dengan hidrasi pada biji.
Hasil penelitian yang diperoleh pengamatn selama 48 jam belum cukup untuk
membuktikan viabilitas perkecambahan biji pada buah apel dan belimbing wuluh,
serta tidak memiliki respon pertumbuhan secara empiris

Hasil pengamatan penyiraman biji dalam larutan giberelin sintetik selama 48


jam (waktu erakhir) tidak memperliatkan viabilitas perkecambahan. Ada banyak
faktor yang mepengaruhi penurunan viabiilitas biji. Pendapat ini diperjelas oleh
Ali (2011) yang menjelaskan bahwa penurunan viabilitas biji umumnya meliputi,
kelembaban, suhu, lama masa penyimpanan, serta kadar air. Faktor penurunan
viabilitas biji berbeda-beda dalam setiap spesies. Selain itu menurut Nurfiana
(2017) untuk memacu perkecambahan juga diperlukan tahap skarifikasi pada biji,
yang bertujuan untuk mempermudah air masuk ke dalam biji.

Proses skarifikasi dapat dilakukan secara kimia maupun tidak. Secara kimia
dapat dilkaukan dengan perendaman biji pada larutan yang bersifat asam kuat

8
yang bertujuan untuk melunakkan biji, sedangkan skarifikasi yang tidak
menggunakan bahan kimia dapat berupa dengan melukai bagian biji yang namun
tidak melukai atau memotong bagian munculnya radikula pada biji. Pendapat ini
juga didukung oleh Mistian et al. (2012) dalam penelitiannya diperlukan
skarifikasi secara fisik untuk memacu perkecambahan biji. Dalam hal ini
Pengaplikasian skarifikasi dilakukan pada tanaman pinang (Areca catechu L.)
dengan mengupas bagian mesocarp dan menggosok sebagian endocarp benih
dengan ketas pasir untuk mempermudah imbibisi biji.

Tahap skarifikasi benih pada bagian pangkal menyebabkan benih lebih cepat
berkecambah dibanding skarifikasi pada bagian lainnya. Skarifikasi yang
dilakukan dekat dengan embrio mempermudah proses imbibisi yang merangsang
terjadinya hidrolisa dan pengaktifan enzim-enzim yang mendorong terjadinya
perkecambahan yang terjadi dekat dengan embrio sehingga lebih cepat
ditranslokasikan ke embrio yang menyebabkan benih lebih cepat berkecambah
dibanding benih yang diskarifikasi di bagian lain dan benih yang tidak mendapat
perlakuan skarifikasi (Mistian et al. 2012). Skarifikasi dalam percobaan viabilitas
perkecambahan biji apel dan belimbing wuluh tidak dilakukan. Sehingganya pada
lama waktu 48 jam belum menunjukan adanya pertumbuhan tanaman, hal ini
dimungkinkan proses imbibisi pada biji apel dan belimbing wuluh tidak efektif
yang ditandai dengan pengerutan pada biji apel bagian luar. Adapun faktor lain
yang mempengaruhi adalah pemilihan benih, suhu, air/kelembababn, serta lama
waktu yang dibutuhkan.

9
H. KESIMPULAN

Pengaruh konsentrasi Giberallin terhadap viabilitas perkecambahan apel dan


belimbing wuluh tidak menunjukan perbedaan yang nyata, viabilitas
perkecambahan sangat dipengaruhi dengan tahapan perlakuan benih, pemilihan
benih, suhu, air/ kelembaban serta lama waktu perkecambahan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. 2011. Pengaruh Penyimpanan Biji pada Suhu Ruang, Dingin, dan Beku
Terhadap Viabilitas Biji Belimbing (averrhoa caramola L. ) Kultivar ‘Dewa
Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok. Departemen Biologi: Depok
(Skripsi).
Hopkins, W.G., and Huner, N.P.A. 2008. Introduction of Plants Physiology: 4th
edition. USA: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Postlethwait, J. H., dan Hopson, J.L. 2006. Modern Biology. United States of
America: American.
Mistian Dini., Meiriani., dan Purba, E. 2012. Respons Perkecambahan Benih
Pinang (Areca Catechu L.) Terhadap Berbagai Skarifikasi Dan Konsentrasi
Asam Giberelat (GA3). Jurnal Online Agroekoteknologi .Vol. 1 No.1: 15-
25.
Mukminin, L.H, Asna, P M A., dan Setiowati, F K. 2016. Pengaruh Pemberian
Giberelin dan Air Kelapa Terhadap Perkecambahan Biji Anggrek Bulan
(Phalaenopsis sp.). Bioeksperimen. Vol. 2 No. 2: 91-95. ISSN: 2460-1365.
Nurfiana, R. 2017. Pengaruh Lama Waktu Skarifikasi Terhadap Perkecambahan
Biji Lamtoro Sebagai Pakan Ternak.Jurusan Ilmu Petrnakan. Universitas
Alauddin: Makasar (Skripsi).
Thomas, S G., Rieu, I., and Stebe, C. 2005. Gibberellin Metabolism and
Signaling. Vitamins and Hormones. Vol.72 No.1: 289 - 339. DOI:
10.1016/S0083-6729(05)72009-4.

11
Lampiran 1

Gambar : Pembuataan larutan giberelin

Gambar: Penetesan sekaligus pengamatan pada masing-masing perlakuan

Gambar: Morfologi biji setelah 48 jam (Gambar perwakilan)

12

Anda mungkin juga menyukai