Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN

PRAKTIKUM III

PENGARUH OSMOTIK KONSENTRASI GARAM HARA TERHADAP

ABSORPSI AIR DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

NAMA : NADHILA IDRIS

NIM : H041171518

KELOMPOK : III (TIGA)

HARI/TANGGAL : RABU/17 OKTOBER 2018

ASISTEN : MUHAMMAD ICHSAN

LABORATORIUM BOTANI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Air merupakan sumber kehidupan, tidak hanya bagi manusia, makhluk

hidup yang lain juga sangat membutuhkan air. Air adalah faktor yang

menentukan kehidupan tumbuhan. Tanpa adanya air, tumbuhan tidak bisa

melakukan berbagai macam proses kehidupan apapun. Kira-kira 70% atau lebih

daripada berat protoplasma sel hidup terdiri dari air. Air juga merupakan salah

satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Muliana, 2013).

Ketersediaan air dalam tubuh tanaman diperoleh melalui proses fisiologis

absorbsi. Sedangkan hilangnya air dari permukaan bagian-bagian tanaman

melalui proses fisiologi, evaporasi dan transpirasi. Peranan air yang sangat

penting menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung

kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya

sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman Tumbuhan memperoleh

bahan dari lingkungan untuk hidup berupa O2, CO2, air dan unsur hara.

Mekanisme proses penyerapan dapat belangsung karena adanya proses imbibisi,

difusi, osmosis dan transpor aktif (Muliana, 2013).

Berdasarkan dasar teori tersebut maka dilakukan praktikum mengenai

pengaruh osmotik konsentrasi garam hara terhadap absorbsi air dan

pertumbuhan tanaman.
I.2 Tujuan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh

osmotik dan konsentrasi garam hara terhadap absorpsi air dan pertumbuhan

tanaman

I.3 Waktu dan Tempat Praktikum

Adapun waktu percobaan ini adalah Rabu, 17 Oktober 2018 pada pukul

14:00 WITA – selesai, di Laboratorium Biologi Dasar Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagian besar unsur yang dibutuhkan tanaman diserap dari larutan

tanah melalui akar, kecuali karbon oksigen yang diserap dari udara oleh daun.

Penyerapan unsur hara secara umum lebih lambat dibandingkan dengan

penyerapan air oleh akar tanaman. Sistem perakaran tanaman lebih dikendalian

oleh sifat genetik dari tanaman yang bersangkutan, tetapi telah pula dibuktikan

bahwa sistem perakaran tanaman tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah

atau media tumbuh tanaman. Factor yang mempengaruhi pola penyuburan akar

antara lain adalah penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersediaan air dan

ketersediaan unsur hara (Kimball, 2000).

Akar mengabsorbsi air dengan cara osmosis. Oleh karena itu, absorbsi air

oleh tumbuhan mungkin dilakukan dengan mengnedalikan potensial air larutan

dimana akar itu berada. Jika potensial osmotik larutan luar lebih rendah dari

potensial osmotik sel-se akar, maka air dapat masuk dari larutan di luar akar ke

dalam sistem akar. Dengan meningkatnya konsentrasi zat-zat terlarut maka

masuknya air ke dalam akar menjadi lebih lambat sampai arah pergerakkan air

mungkin akan terbalik (Johannes, dkk., 2013).

Pada potensial air, air akan meninggalkan sel itu dengan cara osmosis,

sehingga sel itu akan mengalami plasmolisis/mengkerut dan menjauh dari

dindingnya. Sel lembek ini memiliki potensial air yang lebih kecil karena

kehadiran zat terlarut dan akan memasuki sel melalui osmosis. Sel tersebut akan
mulai mengembang dan memberikan dorongan melawan dinding selnya

menghasilkan tekanan turgor. Ketika tekanan dinding ini cukup besar untuk

mengembangi kecenderungan air untuk masuk karena zat-zat terlarut dalam sel,

maka Ψp dan Ψs akan sama besar dan dengan demikian Ψ = 0. Besar potensial

ini akan menyamai potensial air dari lingkungan ekstraseluler (Campbell, 2010).

Potensial/tekanan osmotik (Ψs,π,PO) ini merupakan istilah yang sudah

lama digunakan untuk menguraikan osmosis. Larutan dengan konsentrasi lebih

tinggi mempunyai tekanan osmotic (PO). Berati bahwa air berpindah dari

larutan dengan PO rendah (hipotonis, PA tinggi) ke larutan PO tinggi

(hipertonis, PA rendah) lebih sering digunakan symbol Ψ sebanding dengan PO.

Potensial osmotik (PO) lebih menyatakan status larutan, dan status larutan dapat

kita nyatakan dalam satuan konsetrasi, tekanan atau energi, Po air murni sama

dengan nol atm atau 0 bar (Ismail, 2015).

Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi

yang berlebihan dalam larutan tanah. Satuan pengukuran salinitas adalah

konduktivitas elektrik yang dilambangkan dengan decisiemens/m pada suhu

25°C. Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun

yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas

mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting dan pada kondisi

terburuk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen. Pada kondisi salin,

pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi

berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme

di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam. Kondisi tersebut juga
mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel karena

berkurangnya potensial air di dalam sel. Berlebihnya Na dan Cl

ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena tampaknya

langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang merupakan ion penting

untuk pertumbuhan tanaman (Yuniati, 2014).

Salinitas akan menyebabkan stress ion, stres osmotik dan stres sekunder.

Stres ion yang paling penting adalah keracunan Na+. Ion Na yang berlebihan

pada permukaan akar akan menghambat serapan K+ oleh akar. Ion K sangat

berperan untuk mempertahankan turgor sel dan aktivitas enzim. Na pada

partikel tanah akan mengakibatkan pembesaran dan penutupan pori-pori tanah

yang memperburuk pertukaran gas serta dispersi material koloid tanah. Stres

osmotik terjadi karena peningkatan konsentrasi garam terlarut dalam tanah akan

meningkatkan tekanan osmotik sehinggga menghambat penyerapan air dan

unsur-unsur yang berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang masuk

ke dalam akar akan berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah

persediaan air dalam tanaman. Stres osmotik pada tanaman ini

mengakibatkan tanaman mengalami kekeringan. Stres ion dan stres osmotik

karena salinitas yang tinggi pada tanaman akan menyebabkan stres sekunder

yaitu kerusakan pada struktur sel dan makromolekul seperti lipid, ensim dan

DNA. Gejala kekurangan hara dan keracunan pada tanaman dicirikan

dengan nekrosis, klorosis dan daun gugur (Kimball, 2000)

Osmosis merupakan difusi air melintasi membran semipermeabel dari

daerah dimana air lebih banyak ke daerah dengan air yang lebih sedikit. Osmosis
sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air, yang

menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi.

Sejumlah besar volume air akan memiliki kelebihan energi bebas daripada

volume yang sedikit, di bawah kondisi yang sama. Energi bebas zuatu zat per

unit jumlah, terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-1) disebut

potensial kimia. Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan

konsentrasi zat terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak

dari daerah yang berpotensi kimia lebih tinggi menuju daerah yang berpotensial

kimia lebih kecil (Ismail, 2015).

Salinitas mempengaruhi proses fisiologis yang berbeda-beda. Pada

tanaman pertanian seperti jagung, kacang merah, kacang polong, tomat dan

bunga matahari, pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan jika

tanaman ditumbuhkan dalam media salin. Pada kacang merah, pelebaran

daun terhambat oleh cekaman salinitas karena berkurangnya tekanan turgor

sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat berakibat berkurangnya fotosintesis

maupun produktivitas (Ismail, 2015).

Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme untuk mengatasi

cekaman tersebut di samping ada pula yang menjadi teradaptasi. Mayoritas

tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi;

atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang.

Tanaman yang toleran terhadap cekaman garam Na disebut tanaman natrofilik,

sedangkan yang tidak toleran disebut tanaman natrofobik. (Yuniati, 2014).

Beberapa proses fisiologis dan biokimia terlibat dalam mekanisme

toleransi dan adaptasi tanaman terhadap salinitas. Sebagai contoh cekaman


garam menginduksi akumulasi senyawa organik spesifik di dalam sitosol

sel yang dapat bertindak sebagai osmoregulator, tanaman juga dapat mencegah

akumulasi Na dan Cl dalam sitoplasma melalui eksklusi Na dan Cl ke

lingkungan eksternal (media tumbuh), kompartementasi ke dalam vakuola atau

mentranslokasi Na dan Cl ke jaringan-jaringan lain (Yuniati, 2014).

Perilaku manusia yang mengubah fungsi lahan pertanian menjadi tempat

pemukiman dan industri karena berbagai sebab menyebabkan lahan pertanian

semakin sempit. Lahan-lahan marginal seperti tanah salin akhirnya terpaksa

menjadi areal pertanian. Penyebab tanah salin adalah tanah tersebut mempunyai

bahan induk yang mengandung deposit garam, intrusi air laut, akumulasi

garam dari irigasi yang digunakan atau gerakan air tanah yang direklamasi dari

dasar laut, laju evapotranspirasi yang tinggi dengan curah hujan rendah

sehingga mineral tidak tercuci sepenuhnya (Kusmiyati, 2013).

Pemanfaatan tanah salin menjadi areal pertanian banyak mengalami

hambatan. Tanah salin adalah tanah yang mengandung garam mudah larut

yang jumlahnya cukup besar bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman seperti

klorida atau sulfat. Kemasaman (pH) tanah salin sekitar 8,5 dan pertukaran

kation kurang dari 15%. Masalah salinitas timbul apabila konsentrasi garam

NaCl, Na2CO3, Na2SO4 terdapat dalam tanah dalam jumlah yang berlebih.

Salinitas adalah konsentrasi garam-garam terlarut dalam jumlah besar yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan kebanyakan tanaman (Kusmiyati, 2009).

Berdasarkan kemampuan untuk tumbuh pada keadaan salin, tanaman

digolongkan menjadi yaitu glikofita dan halofita. Tanaman yang digolongkan

sebagai halofita adalah tanaman yang tahan terhadap konsentrasi NaCl yang
tinggi. Tanaman glikofita adalah tanaman yang tidak dapat mentolerir salinitas

yang tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian digolongkan sebagai tanaman

glikofita (Kusmiyati, 2013).

Mekanisme ketahanan tanaman terhadap salinitas dapat dilihat dalam

dua bentuk adaptasi yaitu mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi.

Mekanisme toleransi yang paling jelas adalah dengan adaptasi morfologi.

Bentuk adaptasi morfologi adalah perubahan struktur mencakup ukuran daun

yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan

sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun serta

lignifikasi akar yang lebih awal (Kusmiyati, 2013).

Mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk yaitu osmoregulasi/

pengaturan potensial osmosis, kompartmentasi dan sekresi garam serta

integritas membran. Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan

sintesis dan akumulasi solute organik yang cukup untuk menurunkan

potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan turgor yang diperlukan

bagi pertumbuhan. Senyawa-senyawa organik tersebut adalah asam-asam

organik, asam-asam amino dan senyawa gula yang disentesis sebagai respon

langsung terhadap menurunnya potensial air eksternal. Pada beberapa

tanaman, akumulasi sukrosa yang berkontribusi terhadap penyesuaian

osmotika merupakan respon terhadap salinitas (Muliana, 2013)

Apabila PA larutan luar sangat rendah sehingga menghambat absorbsi air

oleh akar maka akibatnya pertumbuhan tumbuhan akan terhambat.

Mengembangnya sel selama proses pembesaran terjadi akibat tekanan air yang
masuk sebagai respon terhadap perbedaan potensial air. Air yang masuk ini akan

menekan dinding sel ke arah luar, sehingga dinding sel merentang menjadi lebih

besar (Johannes, dkk., 2013).

Perakaran dari tanaman yang ditanam di lapangan biasanya tumbuh

dalam voum tanah yang besar. Terjadi kerapatan perakaran yang tinggi dalam

profil tanah sebelah atas tempat terjadinya pengambilan air dengan cepat, tetapi

apabila air menjadi terbatas dalm profil tanah sebelah atas, perakaran meluas ke

profil tanah yang lebih bawah yang airnya lebih banyak. Jadi pada tanaman yang

ditanam di lapangan perkembangan tekanan selama daur kekeringan itu jauh

lebih gradual, kemungkinan untuk mengembalikan Ψw, dalam semalam juga

besar, dan tanaman mempunyai waktu untuk beradaptasi terhadap kekurangan

air yang muncul (Fried, 2005).

Menurut Muliana (2013), kalsium diserap dalam bentuk ion Ca2+ untuk

menyokong pertumbuhan dengan baik. Kalsium tidak ditranslokasikan ke floem

sehingga terjadi defisiensi, dan akibatnya terjadi kekahatan pada jaringan yang

masih muda, sehingga jaringan mengerut dan berubah bentuk disebabkan oleh

kekurangan kalsium, dan daerah meristematik mati lebih awal. Begitupun klorin

diserap dalam bentuk ion Cl-, biasanya Cl diserap sangat banyak dari apa yang

tumbuhan butuhkan, sehingga pemakaiannya berlebihan. Fungsi Cl adalah

pembelahan sel daun dant aktif dalam mengendalikan osmosis.


BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah 7 botol You-C, tabung

Erlenmeyer, sumbat botol dan gelas ukur.

III.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 7 kecambah kacang

merah Phaseolus vulgaris, air destilata (aquades), kapas dan larutan CaCl2

0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 5% dan 2,5%.

III.3 Tahapan kerja

Adapun tahapan kerja pada percobaan ini meliputi:

1. Disiapkan alat dan bahan.

2. Dilakukan rangkaian alat.

1
4

Gambar 1. Rangkaian alat percobaan


Keterangan :

1. Kacang merah Phaseolus vulgaris


2. Botol You-C
3. Larutan
4. Sumbat botol
3. Dari larutan baku CaCl2 0,5 M dibuat masing-masing 100 ml larutan CaCl2

0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 5% dan 2,5%.

4. Dimasukkan masing-masing larutan ke dalam botol kultur dan diberi label,

satu botol digunakan sebagai katrol, diisi dengan air destilata saja.

5. Diambil kecambah kacang merah berumur ± 10 hari. Dipilih yang sehat dan

baik pertumbuhannya.

6. Dimasukkan masing-masing 1 kecambah kacang merah pada tiap botol.

7. Diukur dan dicatat panjang batang diatas kotiledon dengan penggaris.

8. Diberi tanda tingginya cairan pada masing-masing botol kultur. Rangkaian

alat lalu disimpan pada tempat yang cukup terpapar cahaya matahari.

9. Dilakukan pengamatan dengan mengukur pertambahan panjang batang serta

diamati keadaan tanaman.

10. Di keluarkan tanaman tersebut dan diukur panjang batang di atas kotiledon,

diamati keadaan tanaman. Dibuat tabel yang menunjukkan hubungan antara

pertumbuhan batang dan banyaknya air yang terserap pada masing-masing

perlakuan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Rangkaian Alat

A. Pengamatan Hari ke-2

a b c

d e f

Gambar 1. a) 1%, b) 0,5%, c) kontrol, d) 0,125%, e) 2,5%, f) 0,25% dan g) 5%.

Sumber: Dokumentasi Pribadi


B. Pengamatan Hari ke-4

a b c

d e f

Gambar 2. a) kontrol, b) 0,5%, c) 0,25%, d) 1%, e) 2,5%, f) 0,125% dan g) 5%.

Sumber: Dokumentasi Pribadi


C. Pengamatan Hari ke-6

a b c

d e f

Gambar 3. a) 5%, b) 0,125%, c) 2,5% d) 1%, e) 0,25%, f) 0,5% dan g) kontrol.

Sumber: Dokumentasi Pribadi


IV.1.2 Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Tanaman Kacang Merah Phaseolus vulgaris

Volume
Panjang Batang Keadaan Tanaman
Larutan air
CaCl2 Mula- Hari Pertam- Hari Hari
50 mL
mula ke-6 bahan ke-2 ke-6
Air Hidup, Hidup,
9 cm 29.5 cm 20 cm 50 mL
destilata segar segar
Hidup, Hidup,
0,125 % 11.5 cm 27 cm 15.5 cm 50 mL
segar segar
Hidup, Hidup,
0,25 % 14 cm 18.5 cm 4.5 cm 50 mL
segar segar
Hidup, Hidup,
0,5% 13 cm 13.5 cm 0.5 cm 50 mL
segar segar
Hidup, Hidup,
1% 12 cm 13 cm 1 cm 50 mL
layu layu
Hidup, Hidup,
2,5% 10 cm 30 cm 20 cm 50 mL
segar segar
Hidup,
5% 10 cm 9 cm - Mati 50 mL
layu

IV.2 Pembahasan
Konsentrasi garam hara yang tinggi pada suatu tanaman disebut stress

garam. Stres garam merupakan salah-satu dari antara enam bentuk stres tanaman

yaitu stress suhu, stres air, stres radiasi, stres bahan kimia dan stres angin,

tekanan, bunyi dan lainnya. Stres garam termasuk stres bahan kimia yang

meliputi garam, ion-ion, gas, herbisida, insektisida dan lain sebagainya.

Pada percobaan ini tanaman yang digunakan yaitu kecambah kacang

merah. Tanaman ini digunakanan karena pertumbuhannya yang cukup cepat dan

mudah ditumbuhkan pada media yang kecil. Biji kacang merah ini

dikecambahkan selama ± 7 hari. Setelah kecambah tersebut tumbuh,


dimasukkan ke dalam media yang berupa botol kultur yang berisi larutan CaCl2

dan air destilata. Larutan CaCl2 digunakan sebagai unsur garam hara bagi

pertumbuhan kecambah tersebut.

Pada percobaan ini, masing-masing medium diberi perlakuan dengan

konsentrasi larutan CaCl2 0.125% 0.25%, 0.5%, 1%, 2.5%, 5%, dan media yang

hanya diisi dengan air destilata sebagai kontrol. Kecambah kacang merah

Phaseolus vulgaris dimasukkan masing-masing pada medium, kemudian

dilakukan pengukuran panjang mula-mula dari kotiledon hingga pangkal

daunnya, diperoleh ukuran dari medium dengan konsentrasi larutan CaCl2

0.125% 0.25%, 0.5%, 1%, 2.5%, 5%, dan kontrol berturut-turut yaitu 11.5 cm,

14 cm, 13 cm, 12 cm, 10 cm, 10 cm, dan 9 cm.

Hasil pengamatan yang didapatkan bahwa kecambah yang di masukkan

ke dalam botol kultur yang berisi air destilata hidp dan segar sampai hari ke-6

dan mengalami pertambahan panjang hingga 20 cm. Sedangkan kecambah yang

di masukkan dalam botol kultur yang berisi larutan CaCl2 mengalami

pertambahan batang pada hari kedua, namun kecambah tersebut mengalami

kematian pada hari keenam dikarenakan konsentrasi CaCl2 pada larutan dalam

botol kultur yang sangat tinggi, maka potensial osmotik di sekitar tanaman

sangat meningkat sedangkan potensial air murni menurun yang mengakibatkan

energi bebas air menurun. Sedangkan kecambah pada larutan 1% dan 0,5% yang

tetap hidup pada hari kedua hingga hari ketujuh walaupun konsentrasi 1%

pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan 0,5% karena konsentrasi garam

yang tidak terlalu tinggi sehingga kecambah tersebut mampu bertahan hidup

hingga hari keenam.


Pertambahan panjang dari masing-masing konsentrasi yakni 20 cm pada

air destilata, 15,5 cm pada larutan CaCl2 0,125 %, 4,5 cm pada larutan CaCl2

0,25%, 0,5 cm pada larutan CaCl2 0,5%, 1 cm pada larutan CaCl2 1%, 20 cm

pada larutan CaCl2 2,5%, dan mengalami kematian tanaman pada larutan CaCl2

5%

Konsentrasi garam yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan

tanaman dengan dua cara yaitu : dengan merusak sel-sel yang sedang tumbuh

sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Serta membatasi jumlah suplai

hasil-hasil metabolisme esensial bagi pertumbuhan sel melalui pembentukan

tyloses. Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang

menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta

penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam

umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi

pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Konsentrasi garam hara yang tinggi pada suatu tanaman disebut stress

garam. Semakin tinggi konsentrasi garam hara pada tanaman maka akan

semakin pendek tenaman tersebut tumbuh atau bahkan mati. Dengan

meningkatnya konsentrasi CaCl2 maka potensial osmotik di sekitar tanaman

sangat meningkat sedangkan potensial air murni menurun yang mengakibatkan

energi bebas air menurun. Hal ini menyebabkan jumlah air yang masuk ke

dalam akar akan berkurang.

V.2 Saran

Sebaiknya praktikum ini lebih banyak memberikan contoh nyata

terhadap pengaruh osmosis garam hara yang ada dikeseharian.


DAFTAR PUSTAKA

Campbell. N. A., Reece. J. B., Urry. L. A., Cain. M. L., Wasserman. S. A.,
Minorsky. P. V., Jackson. R. B., 2008. Biologi. Penerbit Erlangga.
Jakarta

Fried, G. H., 2005. Schaum’s Outlines Biologi Edisi Kedua. Jakarta. Erlangga.

Ismail, 2015. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar

Johannes, Eva, dkk., 2013. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan.


Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kimball, John W., 2000. Biologi Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Erlangga.

Kusmiyati, F. 2009. Karakter Fisiologis, Pertumbuhan dan Produksi


Legum Pakan Pada Kondisi Salin. Seminar Nasional Peternakan.
Universitas Diponegoro. Semarang

Muliana, 2013. Pengaruh osmotik konsentrasi garam hara terhadap absorpsi


air dan pertumbuhan tanaman. Universitas Brawijaya

Yuniati, Ratna. 2004. Penapisan Galur Kedelai Glycine max (L). Merrill
Toleran Terhadap NaCl Untuk Penanaman di Lahan Salin. Jurnal
Makara Sains. Vol 8. No 1. Hal : 1-2. Departemen Biologi
FMIPA. Universitas Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai