Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM III

PENGARUH OSMOTIK KONSENTRASI GARAM HARA TERHADAP


ABSORPSI AIR DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

NAMA : NUR ASMAUL HUSNA


NIM : H041201007
KELOMPOK : I (SATU) A
ASISTEN : NURUL DINZA JENIA
HARI/TANGGAL : KAMIS/24 NOVEMBER 2022

LABORATORIUM BOTANI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Media tanam adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan tanaman.

Salah satu media tanam umum adalah tanah. Hal ini dikarenakan di dalam tanah

terdapat berbagai nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Tanah termasuk media tanam

salin karena mengandung berbagai jenis garam. Media tanam dalam kondisi salin

adalah media yang memiliki kandungan garam terlarut yang antara lain tersusun

oleh Natrium dan Klor. Pengaruh konsentrasi larutan garam yang tinggi dapat

menganggu tumbuhan dengan merusak dan meracuni tanaman yang disebabkan

oleh daya osmotik yang terjadi (Kusumiyati dkk., 2017).

Salinitas merupakan salah satu faktor penghambat pertumbuhan tanaman.

Salinitas biasa juga disebut dengan keadaan stress garam dimana tanaman

memiliki kandungan garam yang melebihi ambang batas wajar. NaCl merupakan

salah satu garam terlarut dalam tanah yang dapat mempengaruhi tumbuhan yang

tumbuh di atasnya. Tanaman kacang-kacangan umumnya tahan terhadap cekaman

salinitas disebabkan kemampuannya dalam mengakumulasi kalium (K) dan

menghambat translokasi Na Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman

tergantung pada jenis atau kultivar dan jumlah garam yang terkandung di dalam

media tanamnya sehingga dapat dinyatakan bahwa setiap kultivar pada satu

tanaman memiliki kemampuan ketahanan salinitas yang berbeda atau toleransi

garam yang berbeda-beda (Kusumiyati dkk., 2017).

Bedasarkan pernyataan di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk

mengetahui pengaruh osmotik konsentrasi garam hara terhadap absorpsi air dan

pertumbuhan tanaman.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan tekanan osmotik?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi garam hara terhadap tanaman?

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui

bagaimana pengaruh konsentrasi garam hara terhadap absorpsi air dan

pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

1.4 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 24 November 2022,

pukul 14.00-17.00 WITA di Laboratorium Botani, Universitas Hasanuddin,

Makassar, Sulawesi Selatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osmosis

Osmosis merupakan suatu peristiwa berpindahnya zat yang terkandung

dalam pelarut dari bagian yang berkonsentrasi rendah (hipotonik) ke bagian yang

konsentrasinya lebih tinggi (hipertonik) dan melalui membran semipermeabel.

Membran semipermeabel merupakan selaput pemisah yang hanya bisa dilewati air

dan molekulnya. Membran ini harus bisa ditembus oleh zat pelarut sehingga

menyebabkan tekanan sepanjang membran tersebut. Membran sel terikat oleh

protein yang berada di luar permukaan maupun yang menembus, dimana

pernyataan tersebut merupakan hasil dari penemuan tentang teori membran oleh

S.J Jinger dengan G. Nicholson pada tahun 1972 yang dikenal dengan model

mozaik fluid. Dari struktur membran, diketahui bahwa membran bukan hanya

sebagai pembatas sel, tetapi juga berperan sebagai tempat keluar masuk sel.

Osmosis ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu materi terlarut dan kadar air di

dalam maupun di luar sel (Ulfa dkk., 2020).

Osmosis merupakan perpindahan ion atau molekul. Pada dasarnya osmosis

termasuk peristiwa difusi yang melewati membran semipermiabel. Suatu larutan

memiliki tekanan osmotik tertentu yang dapat diukur menggunakan osmometer.

Larutan isotonik merupakan larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut yang

sama seperti larutan lainnya. Larutan yang tersisa dalam kesetimbangan osmotik

yang berhubungan dengan membran isotonik. Adapun larutan hipotonik


merupakan suatu larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah

daripada larutan lainnya sehingga air akan bergerak ke dalam sel (Bhatla dan Lal,

2018).

2.2 Tekanan Osmotik pada Tumbuhan

Ketika dua larutan dengan konsentrasi yang berbeda yang dipisahkan oleh

membran semipermeabel, maka cairan pelarut akan cenderung berdifusi melalui

membran. Namun, difusi ini berupa pergerakan pelarut dari konsentrasi rendah ke

larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Proses demikian disebut dengan

osmosis dan energi yang mendorong terjadinya proses ini disebut tekanan

osmosis. Tekanan osmotik ini dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang tinggi

menyebabkan pergerakan partikel menjadi lebih cepat sehingga molekul pelarut

akan lebih mudah melalui membran semipermiabel (Spetriani, 2019).

Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk menahan pergerakan molekul

pelarut dengan cara ini adalah tekanan osmotik. Tekanan ini adalah salah satu sifat

kolektif mendasar dari suatu larutan, yaitu tergantung pada jumlah daripada jenis

partikel yang aktif secara osmotik dalam suatu larutan, yang mungkin berupa

molekul lengkap atau ion terdisosiasi. Berbeda pada tumbuhan, tekanan osmotik

ini akan menghambat terjadinya proses osmosis sehingga berpengaruh terhadap

metabolisme yang terjadi pada tumbuhan (Sirait, 2019).

Regulator osmotik (osmoregulator) adalah suatu senyawa organik yang

dapat mempengaruhi tekanan osmotik dalam media kultur sehingga mengurangi

serapan unsur hara mineral yang larut dalam air oleh sel atau jaringan yang

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan kultur. Manitol mampu menembus

membran semipermeabel pada pembuluh floem sehingga akan terjadi proses


osmosis pada pembuluh xilem yang akan mengakibatkan terjadinya aliran tekanan

(Furnawanthi dkk., 2017).

2.3 Proses Perkecambahan

Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan embrio pada biji menjadi

tumbuhan baru. Perkecambahan adalah munculnya plumula (bakal daun) dan

radikula (bakal akar) pada biji. Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan

dan perkembangan embrio pada tumbuhan. Hasil perkecambahan ini adalah

munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat

perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan

radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Pabhandaru dan Saputro, 2017).

Perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air ke dalam sel-sel.

Proses ini merupakan proses fisika. Masuknya air pada biji menyebabkan enzim

aktif bekerja. Bekerjanya enzim merupakan proses kimiawi yang terjadi pada

tubuh. Enzim amilase bekerja memecah tepung menjadi maltose, selanjutnya

maltose dihidrolisis oleh maltase menjadi glukosa. Protein juga dipecah menjadi

asam-asam amino. Senyawa glukosa masuk ke proses metabolisme dan dipecah

menjadi energi atau diubah menjadi yang senyawa karbohidrat yang menyusun

struktur tubuh. Asam-asam amino dirangkaikan menjadi protein yang berfungsi

untuk menyusun struktur sel dan menyusun enzim-enzim baru. Asam-asam lemak

terutama dipakai untuk menyusun membran sel (Furnawanthi dkk., 2017).

Secara sederhana perkecambahan diawali dengan proses imbibisi yaitu

masuknya air pada biji lalu air yang masuk akan mengaktifkan hormon giberelin

untuk memecah senyawa-senyawa besar menjadi senyawa yang lebih kecil. Hal
ini membantu mobilitas cadangan makanan untuk merombak suatu senyawa

menjadi cadangan makanan. Hormon giberelin juga berfungsi membantu

pembelahan mitosis pada sel-sel hingga membentuk embrio, lalu dari embrio akan

terjadi proses katabolisme dan anabolisme untuk membuat selulosa yang

merupakan bahan dinding sel pada tumbuhan. Fase terakhir disebut dengan fase

emergence yang akan memicu kemunculan radikula dan plumula (Pabhandaru dan

Saputro, 2017).

2.4 Pengaruh Salinitas pada Tumbuhan

Salinitas adalah kandungan garam pada air maupun tanah. Salah satu

tekanan lingkungan utama yang tersebar luas disebabkan oleh salinitas tanah.

Salinitas tanah dapat membataasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

karena kelebihan ion klorida dan natrium tanah terutama di daerah kering maupun

semi kering. Salinitas tanah mengacu pada kelebihan akumulasi garam yang larut

dalam tanah. Tumbuhan mengembangkan mekanisme pengecualian atau toleransi

garam untuk menghadapi efek buruk dari stresss garamyang dapat merusak

pertumbuhan. Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai halofit atau glikofit yang

merupakan kapasitas tumbuhan untuk bertahan hidup pada substrat yang

mengandung konsentrasi garam tinggi (Bhatla dan Lal, 2018).

Mekanisme toleransi tanaman pada pertumbuhannya diduga berkaitan

dengan kemampuan tanaman untuk meminimalisir pengaruh ion racun dan

kenaikan tekanan osmotik larutan akibat adanya NaCl pada konsentrasi tinggi

sehingga tanaman dapat tumbuh dengan normal. Tanggapan tanaman terhadap

salinitas sangat dimungkinkan berbeda pada setiap kultivar tanaman dan fase

pertumbuhan tanaman pada saat terjadinya cekaman. Namun, masing-masing


tanaman memiliki ketahanan dan daya adaptasi yang berbeda-beda. Beberapa

tanaman hortikultura memiliki toleransi garam baik dalam konsentrasi tinggi

maupun sedang (Kusumiyati, 2017).

Salinitas juga memengaruhi fotosintesis terutama melalui pengurangan

luas daun, kandungan klorofil, konduktansi stomata, dan pada tingkat yang lebih

rendah melalui penurunan efisiensi fotosistem II. Konsentrasi garam yang tinggi

pada media tumbuh menyebabkan banyak efek buruk pada pertumbuhan tanaman,

karena potensi osmotik yang rendah dari larutan tanah, efek ion spesifik (stres

garam), ketidakseimbangan nutrisi, atau kombinasi dari faktor-faktor ini. Semua

faktor ini menyebabkan efek buruk pada pertumbuhan dan perkembangan

tanaman baik fisiologis maupun biokimia dan pada tingkat molekuler

(Kusumiyati, 2017).

2.5 Fungsi Unsur Hara

Unsur hara merupakan beberapa nutrisi yang dibutuhkan tanaman untum

pertumbuhan, membentuk jaringan dan kegiatan hidup lainnya yang dapat larut

dalam air. Unsur hara terbagi menjadi unsur hara mikro dan makro. Unsur hara

makro secara umum merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan

dengan jumlah yang besar. Unsur hara pada kelompok ini juga tersedia secara

melimpah di alam seperti karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) dan Oksigen

(O). Unsur hara golongan ini sebagai penyusun dasar protein Adapun unsur hara

mikro merupakan unsur hara yang dbutuhkan dalam jumlah kecil atau sedikit.

Golongan unsur hara ini berupa besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), dan

sebagainya. Unsur hara yang termasuk ke dalam golongan ini secara umum
berfungsi sebagai katalisator, mempengaruhi proses metabolism serta membantu

translokasi unsur hara makro pada tubuh tanaman (Bhatla dan Lal, 2018).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah 5 botol kaca, penggaris,

kamera handphone, sumbat botol, dan pulpen.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 5 kecambah kacang

merah Phaseolus vulgaris, larutan CaCl2, akuades, dan kertas label.

3.3 Prosedur Praktikum

Tahapan kerja pada praktikum ini adalah:

1. Dibuat masing-masing 200 ml larutan 0,125%, 0,25%, 0,5%, dan 2% dari

larutan baku CaCl2 10%.

2. Dimasukkan masing-masing larutan ke dalam botol kaca dan beri label. Satu

botol dipakai sebagai kontrol yang diisi dengan air destilata

3. Diambil kecambah berumur ±10 hari. Dipilih kecambah yang sehat dan baik

pertumbuhannya.

4. Diisi masing-masing 1 kecambah tiap botol dan pastikan akar mengenai

larutan.

5. Ditutup botol dengan sumbatan botol dari sandal bekas yang telah dilubangi

agar akar kecambah dapat tegak.

6. Ditandai tinggi larutan pada botol.

7. Diukur dan dicatat panjang kotiledon ke ujung daun di hari pertama, ketiga,

dan kelima.
8. Diamati keadaan tanaman dan total perpanjangan tanaman pada masing-

masing perlakuan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Rangkaian Alat

a. Hari pertama
1

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 4.1
Rangkaian Alat Hari Pertama
Sumber: (Dokumentasi Pribadi, 2022)

b. Hari Ketiga

3
(a) (b)

(c) (d)

3
(e)
(f)
Gambar 4.2 Rangkaian Alat Hari Ketiga
Sumber: (Dokumentasi Pribadi, 2022)

b. Hari Kelima

3
(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
Gambar 4.3 Rangkaian Alat Hari Kelima
Sumber: (Dokumentasi Pribadi, 2022)
Keterangan : (1) tanaman kacang merah Phaseolus vulgaris; (2) sumbat botol; (3)

larutan CaCl2; (a) kontrol; (b) 0,125%; (c) 0,25%; (d) 0,5%; (e) 1%; dan (f) 2%

4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil pengamatan pada Tanaman Kacang Merah Phaseolus vulgaris


Panjang Batang Kondisi
Konsentrasi Selisih
Hari Hari Hari Akhir Hari Hari Ke-
Larutan
Ke-1 Ke-3 Ke-5 Ke-3 5
Kontrol 12 14,01 16,5 4,5 Segar Segar
0,125% 7,5 10,6 11 3,5 Segar Segar
0,25% 15 14,2 14,3 -0,7 Segar Segar
0,5% 13 13,7 12 -1 Mulai Layu
layu
1% 20 21,9 24 4 Mulai Mulai
layu layu

2% 13 11,9 14 1 Mulai Layu


layu (hampir
mati)

4.2 Pembahasan

Pada percobaan ini, masing-masing media diberi perlakuan dengan

konsentrasi larutan CaCl2 0,125% 0,25%, 0,5%, 2%, dan media yang hanya berisi air

destilata sebagai kontrol. Tujuan dari pemberian konsentrasi yang berbeda ini adalah

untuk membandingkan tingkat toleransi garam pada tanaman. Kecambah kacang

merah Phaseolus vulgaris dimasukkan masing-masing pada medium dengan

memperhatikan radikulanya agar menyentuh larutan. Selain itu, diperhatikan pula

sumbatan pada botol medium agar hipokotil pada kecambah tetap tegak. Setelah itu,

rangkaian alat diletakkan pada suatu ruangan lalu dilakukan pengamatan pada

pertumbuhan kecambah selama 5 hari dengan pengamatan pada hari pertama, ketiga,

dan kelima.
Pada perlakuan pertama tanpa diberikan larutan CaCl2 didapatkan ukuran

berturut-turut selama 5 hari yaitu 12, 14,01 dan 16,5. Selisih akhir yang didapatkan

sebesar 4,5 cm. Sedangkan kondisi tanaman pada akhir pengamatan menunjukkan

kondisi tanaman segar. Hal ini menunjukkan tidak adanya kondisi stress garam pada

tanaman karena pada hari pertama hingga hari terakhir pengamatan, tanaman tidak

mengalami perubahan kondisi atau tanaman tetap dalam kondisi yang segar.

Pada perlakuan kedua dengan pemberian konsentrasi garam sebesar 0,125%

diperoleh panjang batang hari pertama 7,5 cm, hari kedua 10,6 cm dan hari terakhir

11 cm dengan selisih akhirnya sebesar 3,5 cm. Kondisi tanaman pada perlakuan ini

sejak hari pertama hingga hari terakhir pun tetap dalam kondisi segar yang

menunjukkan stress garam tidak mempengaruhi tanaman ini atau tanaman ini

memiliki toleransi yang baik terhadap konsentrasi garam sebesar 0,125%.

Pada perlakuan ketiga dengan pemberian konsentrasi 0,25% diperoleh

panjang batang di hari pertama pengamatan yaitu 15 cm, lalu hari kedua 14,2 cm dan

hari terakhir pengamatan 14,3 cm dengan selisih akhir sebesar -0,7 cm. Kondisi

tanamannya tetap segar dari awal hingga akhir pengamatan. Namun, pada perlakuan

ini didapatan bahwa pertumbuhan yang dialami sangat lambat karena tingkat

salinitasnya cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muliawan dkk. (2018)

ketika keadaan di sekitar akar tanaman memiliki salinitas yang cukup tinggi, maka

dapat menghambat pergerakan air dari akar tanaman sehingga air akan ditarik

kembali ke dalam tanah sehingga tanaman tidak dapat mengambil air yang cukup

untuk proses pertumbuhan.

Pada perlakuan keempat dengan pemberian konsentrasi 0,5% diperoleh

panjang batang pada hari pertama sebesar 13 cm, hari kedua 13,7 cm, dan hari

terakhir sebesar 12 cm yang memperlihatkan tumbuhan mengalami pengurangan


panjang batang. Hal ini dikarenakan adanya human error pada saat dilakukan

perhitungan.

Pada perlakuan kelima dengan pemberian konsentrasi 1% diperoleh panjang

batang pada hari pertama sebesar 20cm, hari kedua 21,9 cm dan hari terkahir 24 cm

dengan selisih akhir sebesar 4 cm. Kondisi tanamannya pun sejak hari pertama

hingga hari terakhir menunjukkan konidisi tanaman yang layu. Hal ini dikarenakan

tanaman tersebut tidak memiliki tingkat salinitas yang tinggi sehingga membuat

tanaman layu karena mengalami stress garam. Hal ini sesuai dengan pendapat

muliawati dkk (2016) yang menyatakan bahwa kacang merah masih dapat

mentoleransi kadar garam, namun jika konsentrasi kadar garam dalam tanah atau

media tanam tinggi, maka kacang merah akan layu dan mati terlepas dari jumlah air

yang diberikan.

Pada perlakuan terkahir dengan konsentrasi yang diberikan sebesar 2%

diperoleh panjang batang pada pengamatan hari pertama sebesar 13 cm, hari kedua

11,9 cm dan hari terakhir sebesar 14 cm dengan selisih akhir sebesar 1 cm. Kondisi

tanaman pun di hari pertama sudah mulai layu hingga hari terakhir menunjukkan

kondisi tanaman layu. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut tidak memiliki tingkat

salinitas yang tinggi sehingga membuat tanaman layu karena mengalami stress

garam. Hal ini sesuai dengan pendapat muliawati dkk (2016) yang menyatakan

bahwa kacang merah masih dapat mentoleransi kadar garam, namun jika konsentrasi

kadar garam dalam tanah atau media tanam tinggi, maka kacang merah akan layu

dan mati terlepas dari jumlah air yang diberikan.

Dari lima perlakuan yang diberikan konsentrasi 0,25% merupakan

konsentrasi yang paling bagus karena didapatkan pertumbuhannya yang lambat

dengan kondisi tanaman yang tetap segar. Meskipun tanaman pada perlakuan ini
dalam kondisi hidup dan segar, namun pertumbuhannya sangat lambat. Hal ini

sesuai dengan pendapat Muliawan dkk. (2016) ketika keadaan di sekitar akar

tanaman memiliki salinitas yang cukup tinggi, maka dapat menghambat pergerakan

air dari akar tanaman sehingga air akan ditarik kembali ke dalam tanah sehingga

tanaman tidak dapat mengambil air yang cukup untuk proses pertumbuhan. Selain

itu, kondisi tanaman yang segar pada perlakuan dengan senyawa pemicu tekanan

osmotik menandakan bahwa tanaman kacang merah ini memiliki toleransi atau

adaptasi yang tinggi terhadap konsentrasi garam. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kristiono dkk. (2013) yang mengatakan bahwa respon tanaman terhadap salinitas

bervariasi tergantung tingkat salinitas, lamanya cekaman dan tahap perkembangan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa dengan perlakuan kontrol dan penambahan larutan CaCl2 dengan kosentrasi

0,125%, 0,25%, 0,5%, dan 2%, tanaman tetap hidup dengan keadaan yang segar

karena konsentrasi garam yang masih berada pada batas toleransi dari kacang merah.

Sedangkan konsentrasi garam hara yang tinggi, yaitu di atas 5% maka akan

mengakibatkan tanaman kacang merah layu bahkan mati. Selain itu, penambahan

CaCl2 yang merupakan pemicu tekanan osmotik sehingga menyebabkan

terhambatnya penyerapan air pada kacang merah yang dapat berakibat pada proses

fisiologis kacang merah itu sendiri.

5.2 Saran

Saran yang dapat saya sampaikan pada percobaan kali ini adalah sebaiknya

tanaman kecambah kacang merah yang digunakan dipilih dengan melihat kondisi

daun dan batangnya yang baik sehingga perbandingan yang dilakukan dengan

maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Bhatla, C. S. & Lal, A. M., 2018. Plant Physiology, Development and Metabolism. New
Delhi: Springer.

Furnawanthi, I., Siti, J.D., Dahlia, N., Rudi, M., dan Mardoni, E., 2017, Respon
Pertumbuhan Eksplan Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Ap-4
terhadap Manitol sebagai Media Konservasi secara In Vitro, Jurnal
Pertanian, 1(1): 245-252.
Junandi, Mukarlina, dan Riza, L., 2019, Pengaruh Cekaman Salinitas Garam NaCl
terhadap Pertumbuhan Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata L. Walp) Pada
Tanah Gambut, Jurnal Protobiont, 8(3): 101-105.
Kusumiyati, Tino, M.O., dan Fajrianti, A.H., 2017, Pengaruh Konsentrasi Larutan
Garam NaCl Terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Bibit Lima Kultivar
Asparagusni, Jurnal Hortikultura, 27(1): 79-86.
Sirait, R.H. 2019. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit. Universitas Kristen
Indonesia: Jakarta.
Spetriani, 2019, Pengaruh Konsentrasi dan Suhu Larutan Gula pada Proses
Dehidrasi Osmotik Buah Naga (Hylocereus sp.), Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pangan, 5(1): 440-447.

Ulfa, H.L., Rikha, F., dan Suwito, S., 2020, Uji Osmosis pada Kentang dan Wortel
Menggunakan Larutan NaCl, Pittermann, Jurnal Sainsmat, 9(2):110-116.

Anda mungkin juga menyukai