Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

Dormansi Biji

Oleh:
Elly Finurti (1930801015)

DosenPembimbing:
Ike Apriani, M.Si

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2021
DAFTAR ISI

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tumbuhan berbiji mengalami proses perkecambahan, air merupakan syarat
terjadinya perkecambahan biji karena air berperan dalam melunakkan kulit biji embrio dan
endosperm mengembang sehingga kulit biji robek. Memfasilitasi masuknya O2 ke dalam
biji, gas masuk secara difusi sehingga suplai O2 pada sel hidup meningkat dan pernafasan
aktif. Alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon.
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat
terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Dormansi benih
berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan
kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat
terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya (Salisbury 1995).
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah
perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji
mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang
panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi
merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada
kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat (Sutopo 2002).
Ahli fisiologi benih menggunakan Kuisen (quicence), yaitu kondisi biji yang tidak
mampu berkecambah hanya karena kondisi luarnya tidak sesuai (misalnya, terlalu kering
atau terlalu dingin); dan dormansi, yaitu kondisi biji yang tidak bisa berkecambah karena
kondisi dalam, walaupun kondisi luar (suhu, kelembaban dan atmosfer) sudah
sesuai.Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan
fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Masa dormansi bukan
berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali, tetapi hanya terjadi masa
istirahat dari pada benih itu sendiri. Masa ini dapat dipecahkan dengan berbagai cara,
seperti cara mekanis atau kimiawi.Pada intinya cara-cara tersebut supaya terdapat celah
agar air dan udara untuk perkecambahan dapat masuk kedalam benih.

1
Dormansi karena kulit biji yang keras, selain menghalangi masuknya air dan
oksigen kedalam biji, juga dapat merupakan hambatan mekanis untuk tumbuhnya embrio.
Setiap perlakuan yang dapat melunakkan atau merusakkan kulit biji yang keras akan dapat
menyebabkan biji berkecambah, dan perlakuan ini disebut skarifikasi. Secara praktis hal
ini dapat dilakukan dengan menggosok kulit biji dengan material yang abrasif atau dapat
merendam biji dengan larutan asam sulfat pekat selama beberapa menit. Di alam, dormansi
karena kulit biji yang keras dapat dipatahkan dengan berbagai cara, misalnya dengan
pergantian basah dan panas, temperatur yang sangat rendah, aktivitas mikrobia tanah, dan
lain sebagainya.
Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting diketahui
untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat sehingga benih dapat
berkecambah dengan cepat dan seragam. Ada beberapa penyebab dormansi pada biji yaitu
eksternal dan internal. Penyebab dormansi secara eksternal yaitu berasal dari lingkungan
dari biji sedangkan secara internal yaitu berasal dari biji itu sendiri. Salah satu penyebab
internal dari biji yaitu kulit biji yang keras yang menyebabkan imbibisi atau masuknya air
ke dalam biji sulit terjadi. Masa dormansi tersebut dapat dipatahkan dengan skarifikasi
mekanik maupun kimiawi (Dwijoseputro 1994).

B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum dorsmansi biji adalah untuk mengetahui pengaruh
bahan kimia dan faktor-faktor fisik terhadap pematahan dormansi biji.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dormansi
Dormansi juga dapat didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan dan metabolisme
yang terpendam, dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak baik atau oleh faktor dari
dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali jaringan yang dorman gagal tumbuh meskipun
berada dalam kondisi yang ideal (Lakitan, 2007).
Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan tempat yang
tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi benih
diturunkan secara genetik, dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup
danberadaptasi dengan lingkungannya. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan
selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi
berbeda antar spesies, dan antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan
benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan
keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami
secararutin (Yuniarti, 2015).
C. Macam – macam Dormansi
Menurut Salisbury (1995), dormansi dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Dormansi Primer
Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri
atasdua macam yaitu dormansi eksogen dandormansi endogen. Dormansi eksogen
adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu)
tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini
biasanyaberkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat ). Tetapi kondisi cahaya
ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedia.
Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan
mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard
seed). Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti
pemasakan embrio rudimenter, respon terhadap zat pengatur tumbuh, perubahan suhu,
ekspos ke cahaya.

3
2. Dormansi Sekunder
a. Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi
dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk
terjadinyaperkecambahan kecuali satu yang tidak terpenuhi. Dormansi
sekunder dapat diinduksi oleh:
b. Thermo (suhu), dikenal sebagai thermodormancy
c. Photo (cahaya), dikenal sebagai photodormancy
d. Skoto (kegelapan), dikenal sebagai skotodormancy meskipun,
adanya,penyebab lainseperti kelebihan air, bahan kimia, dan gas bisa juga
terlibat

D. Teknik Pematahan Dormansi Biji


Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik
dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit
biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Lakitan, 2007).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada
benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya
perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara
fisis, mekanis, maupun kimia. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus
disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi
fisik antara lain seperti (Yuniarti, 2015):
1. Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan
pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih
legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar
dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama
embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji,
tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada

4
daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan
mempengaruhi perkecambahan (Salisbury, 1995).

2. Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih
direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah
kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan
kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak
benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya
benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman
sesaat dalam air mendidih.

3. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji
lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti
asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat
dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat
(H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada
legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah
sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan
larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu:
a. Kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
b. Larutan asam tidak mengenai embrio.

5
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu danTempat
Adapun waktu pelaksanaan Praktikum Fisiologi Tumbuhan mengenai Dormansi
Biji yang dilaksanakan pukul 09:41-11:20 WIB di Laboratorium Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah hotplate (kompor
listrik), beakern glass 250 ml, cawan petri.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 30 biji kelengkeng
(Dimocarpus longan), aquades, alumunium foil, air panas, air dingin, dan kapas.
C. Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum ini dilakukan dengan 3 perlakuan yaitu yang
pertama: perlakuan kontrol, biji direndam dengan air selama 5 menit, kemudian
diletakkan diatas cawan petri yang sudah berisi kertas saring yang sudah di basahi
dengan air. Disimpan dan diamati selama 2 minggu dan dicatat hasilnya. Perlakuan
yang kedua perlakuan mekanik, ujung biji digosok dengan kertas pasir, kemudian
diletakkan diatas cawan petri yang sudah berisi kertas saring yang sudah di basahi
dengan air. Disimpan dan diamati selama 2 minggu dan dicatat hasilnya. Dan
perlakuan yang ketiga yaitu perlakuan fisik, Biji direndam dengan air hangat selama
30 menit, kemudian diletakkan diatas cawan petri yang sudah berisi kertas saring yang
sudah di basahi dengan air. Disimpan dan diamati selama 2 minggu dan dicatat
hasilnya.

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan % daya kecambah
Perlakua Ulangan % Daya Kecambah
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kontrol 1 13 26 40 40 46 80 80 80 86 86

2 20 26 40 60 66 66 80 86 93 93
Ʃ 33 52 80 100 112 146 160 166 179 179
Mekanik 1 26 60 60 73 73 73 73 80 80 80

2 20 33 66 66 73 73 73 73 73 73
Ʃ 46 93 126 139 146 146 146 153 153 153
Fisik 1 13 20 33 40 46 53 53 66 66 73

2 13 13 26 40 40 40 46 53 53 60
Ʃ 26 33 59 80 86 93 99 119 119 133

E. Pembahasan

7
BAB V
KESIMPULAN

Dari pengamatan yang telah kami lakukan, dapat di simpulkan bahwa

8
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Lakitan, Benyamin, 2007, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Salisbury, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Bandung: ITB.

Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Malang: Fakultas pertanian UNBRAW.

Yuniarti, Naning, dkk. 2015. Teknik Pematahan Dormansi Untuk Mempercepat


Perkecambahan Benih Kourbaril (Hymenaea courbaril). (Vol. 1 No. 6.
2015). Website:http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/M/M0106/M010629.pdf.
Diakses pada Kamis, 01 Juni 2017, pada Pukul 13.20 WIB.

9
LAMPIRAN

a b
Gambar a dan b Pengamatan perlakuan kontrol biji kelengkeng (Dimocarpus
longan) hari 1

c d
Gambar c dan d Pengamatan perlakuan kontrol biji kelengkeng (Dimocarpus longan)
hari 10

10
e f
Gambar e dan f Pengamatan perlakuan mekanik biji kelengkeng (Dimocarpus
longan) hari 1

g h
Gambar g dan h Pengamatan perlakuan mekanik biji kelengkeng (Dimocarpus
longan) hari 10

i j
Gambar i Pengamatan perlakuan fisik biji kelengkeng (Dimocarpus longan) hari 1,
gambar j Pengamatan perlakuan fisik biji kelengkeng (Dimocarpus longan) hari 10

11

Anda mungkin juga menyukai