Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

PEMECAHAN DORMANSI
Pemecahan Dormansi pada Biji Srikaya (Annona squamosal L.)

Oleh:
Lia Agustina NIM 17030204067

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHIAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji
berkulit keras (Annona squamosal L.)?
B. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi
biji berkulit keras (Annona squamosal L.)
C. Hipotesis
H1 : terdapat pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji
berkulit keras (Annona squamosal L.).
H0 : tidak terdapat pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi
biji berkulit keras (Annona squamosal L.).
D. Kajian Pustaka
1. Dormansi
Dormansi berasal dari kata “Dorman” yang berarti tidur/istirahat (Campbell, 2003).
Dormansi pada biji dapat meningkatkan peluang bahwa perkecambahan akan terjadi pada
waktu dan tempat paling menguntungkan bagi pertumbuhan biji. Di alam, dormansi
dipatahkan secara perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan yang khas. Tipe dari
kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung pada tipe dormansi.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), dormansi merupakan keadaan bagaimana
tumbuhan dapat hidup di daerah dengan suhu mendekati atau dibawah ttik beku selama
beberapa minggu atau bulan setiap tahunnya. Daun dan tunas tumbuhan tetap hijau menurun
aktivitasnya selama musim dingin, sedangkan tumbuhan gugur daun tahunan membentuk
tunas tak aktif yang khusus. Biji sebagian besar species di daerah dingin mengalami
dormansi selama musim dingin.

Secara umum menurut Aldrich dalam Sukmadini (2015) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe
yaitu :
a. Innate dormansi (dormansi primer)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari dua sifat:
 Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting perkecambahan tidak tersedia
bagi benih dan menyebabkan kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut
berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama
perkecambahan.
 Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat tertentu yang
melekat pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang berlebih pada benih, embrio
benih yang rudimenter dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.

b. Induced dormansi (dormansi sekunder)


Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu atau
lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada
keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak
menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk
berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi
yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada
benih yang membutuhkan cahaya. Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan
fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga
pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.
Sedangkan menurut Sutopo (1988), Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik
dan dormansi Fisiologis.
a. Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas structural terhadap perkecambahan adalah
kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau
gas pada berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
 Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras contohnya seperti
pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur
terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling
luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan
rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari
bakteri dan cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
 Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman
disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini
dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya
dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dll. (Doran
dalam Sukmadini,2015).
Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen,
tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan
mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari
pericarp atau kulit biji.
 Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas.
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan
oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh
keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi
apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat. Benih kacang adalah benih
sayur yang tidak kenal masa dormansinya.
b. Dormasi fisiologis (embrio)
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang.
Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah
(penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari
sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada
kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio
terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt, 2002).
Berdasarkan Sukmadini(2015), beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
 Immaturity Embrio
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya
sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih
ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga
sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
 After ripenin
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan
tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan membutuhkan jangka waktu "After
Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih
selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu
penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung
dari jenis benihnya.

 Dormansi Sekunder
Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun
berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan
selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah.
Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang
dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada
benih yang membutuhkan cahaya. Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh
perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang
berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.

 Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio


Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadirnya zat penghambat perkecambahan dalam
embrio. Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman antara
lain : Ammonia, Abcisic acid, Benzoic acid, Ethylene, Alkaloid, Alkaloids Lactone
(Counamin) dll. Counamin diketahui menghambat kerja enzim-enzim penting dalam
perkecambahan seperti Alfa dan Beta amilase.
Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah kombinasi dari
beberapa tipe dormansi. Tipe dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme.
Sebagai contoh adalah dormansi yang disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio,
kulit biji indebiscent yang membatasi masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan chilling.
Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe
dormansi. Tipe dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh
adalah dormansi yang disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji
indebiscent yang membatasi masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan chilling
(Sukmadini, 2015).

2. Upaya Mempercepat Dormansi

Skarifikasi merupakan cara untuk memecahkan dormansi biji yang bertujuan untuk
mengubah kulit benih yang tidak permeable menjadi permeable terhadap gas-gas dan air
(Sutopo, 1988). Skarifikasi dapat dilakukan dengan cara mekanik seperti mengikir atau
menggosok kulit benih dengan amplas, dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan asam
kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat serta perlakuan cara fisik
dengan merendam dengan air yang dipanaskan sampai 60oC (Harjadi, 1996).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih,
yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan
biji yang seragam (Schmidt, 2000). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis,
mekanis, maupun chemis. mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode
yang dibutuhkan untuk mematahkannya (Hartman, et. al., 1997).
a. Skarifikasi Mekanik
Perlakuan mekanik umumnya digunakan untuk memecah dormansi benih akibat
impermeabilitas kulit, baik terhadap air maupun gas, resistan mekanisme kulit
perkecambahan yang terdapat pada kulit benih. Cara-cara mekanisme yang dilakukan adalah
mengikir atau menggosok kulit benih yaitu dengan pisau atau amplas, sedangkan
perlakuan impaction (goncangan) dilakukan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus
(Sutopo, 1988). Scarifikasi secara mekanik (pengamplasan) bertujuan untuk melunakkan
kulit biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas (Kamil, 1982).

b. Skarifikasi Fisik
Jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan
memudahkan penyerapan air oleh benih. Perlakuan fisik dengan perendaman air panas
dilakukan dengan cara merendam benih selama 10 menit. Hal ini ditujukan agar benih
menjadi lebih lunak sehingga memudahkan terjadinya proses perkecambahan (Sutopo, 1988).
Perkecambahan merupakan serangkaian peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman
sampai ke bibit yang telah tumbuh (Harjadi, 1996).
Fungsi air pada perkecambahan adalah untuk melunakkan benih yang menyebabkan
pecahnya atau robeknya kulit benih, mengencerkan protoplasma sehingga dapat aktif,
memberi fasilitas masuknya oksigen dan sebagai alat transport makanan dari endosperm ke
titik tumbuh (Harjadi, 1996). Scarifikasi fisik dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
kurangnya cahaya, dan suhu berpengaruh terhadap perkecambahan dalam penyerapan air,
hidrolisa makanan cadangan, mobilisasi makanan, asimilasi, respirasi dan pertumbuhan bibit.
Proses perkecambahan benih membutuhkan energi yang diperoleh dari proses oksidasi yaitu
pernapasan dan fermentasi (Kamil, 1982).
c. Skarifikasi Kimia
Perlakuan secara kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia dengan tujuan
agar kulit benih lebih bersifat permeabel terhadap air pada proses imbibisi. Bahan kimia yang
sering digunakan adalah asam sulfat (H2SO4) pekat yaitu merendam biji ke dalamnya selama
5-20 menit (Kamil, 1982). Scarifikasi secara kimia adalah suatu perlakuan untuk
mempercepat massa dormansi benih dengan menggunakan bahan kimia. Scarifikasi kimia
dapat dilakukan dengan merendam cara benih dengan larutan H2SO4 pekat selama 7-10 menit
dan mencuci benih dengan air mengalir (Sadjad, 1994).
Tujuan perlakuan itu adalah agar kulit biji lunak sehingga lebih mudah dimasuki air
pada waktu proses imbibisi (Sutopo, 1988). Kulit biji yang keras dan impermeabel terhadap
air dapat dibuat permeable dengan pemrosesan untuk periode pendek dengan larutan H2SO4
pekat (Kamil, 1983).
3. Karakteristik Biji Srikaya
Srikaya merupakan tanaman buah tropis, termasuk keluarga Annona yang berasal dari
Amerika Latin, keberadaannya di Indonesia sudah dikenal masyarakat sejak jaman dahulu.
Perbanyakan tanaman srikaya secara generative memerlukan waktu yang relatif lama karena
biji srikaya berkulit biji keras dan mengalami dormansi. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa
srikaya mempunyai awal kecambah 41 hari setelah ditanam, waktu berkecambah 41-70 hari
setelah tanam, dan daya kecambahnya 100 % (Handayani dalam Suryani, 2011).

Menurut Radi dalam Suryani (2011), biji srikaya memiliki kulit yang keras dan kaku,
maka untuk tumbuh menjadi bibit, memerlukan waktu yang relative lama dan memerlukan
perlakuan untuk mempercepat perkecambahan biji. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan
untuk pematahan dormansi yang tepat untuk mempercepat prkecambahan biji srikaya (
Suryani, 2011). Usia biji juga mempengaruhi perkembangan biji karena biji yang berasal
dari buah yang belum masak pohon tidak akan tumbuh atau tidak akan tumbuh dengan baik
sehingga turunan yang diperoleh tidak akan baik pula tumbuhnya(Tohir dalam Suryani,
2011).

E. Variable Penelitian
1. Variabel manipulasi : perlakuan terhadap biji
2. Variabel kontrol : media tanam dan penyiraman
3. Variabel respon : kecepatan perkecambahan biji
F. Definisi Operasional variabel
1. Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel manipulasi, variabel
kontrol dan variabel respon. Variabel manipulasi yaitu variabel yang dibuat berbeda.
Dalam penelitian ini variabel yang dibuat berbeda adalah perlakuan terhadap biji yaitu
dengan cara merendam dengan asam sulfat, mengamplas kulit biji, dan membasuhnya
dengan air.
2. Variable kontrol yaitu variable yang dibuat sama, dalam praktikum ini variabel
kontrolnya yaitu penggunaan biji tanaman, biji yang digunakan media tanam yang sama
berupa tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1 dan penyiraman setiap hari.
3. Variabel respon yaitu variabel yang muncul karena adanya variabel manipulasi, dalam
penelitian ini, variabel responnya adalah kecepatanperkecambahan biji.
G. Alat dan Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk percobaan ini antara lain biji berkulit keras seperti
biji srikaya, asam sulfat, air, tanah, pot, dan pasir dan alat yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu gelas kimia dan kertas amplas.
H. Rancangan Percobaan

Bahan dan Alat

- Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan

30 biji Srikaya

10 Biji 10 Biji 10 Biji


Srikaya srikaya srikaya

- hilangkan bagian yang tidak - dicuci


- direndam dangan asam
dengan
sulfat pekat selama 5 ada lembaganya dengan
menit, air.
menggunakan kertas amplas
- dicuci dengan air.
- dicuci dengan air.

Lama Waktu Biji Berkecambah

G. Langkah Kerja
1. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan
2. Sediakan 30 biji berkulit keras ( tiap kelompok satu macam bijiberkulit keras) dan
bagi menjadi 3 kelompok:
 10 biji rendam dangan asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian dicuci
dengan air.
 10 biji yang lain hilangkan bagian yang tidak ada lembaganya dengan
menggunakan kertas amplas dan kemudian cuci dengan air.
 Ambil 10 biji yang lain kemudian dicuci dengan air
3. Tanam ketiga kelompok biji tersebut pada pot yang bermedia tanam tanah dan pasir
dengan perbandingan 1:1. Usahakan kondisi penanaman biji dalam keadaan sama
untuk ketiga pot.
4. Amati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap hari selama 14 hari. Bila
tanahnya kering lakukan penyiraman
5. Buatlah tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari hasil pengamatan saudara.
H. Rancangan Tabel Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji berkulit keras (Annona squamosal L.).
Pengamatan hari ke
No Perlakuan Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Air - - - - - - - - - - - - - - -
2 Amplas - - - - - - - - - - - - - - -
3 H2SO4 - - - - - - - - - - - - - - -

I. Rencana Analisis Data


Pada perlakuan pencucian dengan air, pada pengamatan hari ke pertama sampai hari
ke empatbelas tidak ada tanda-tanda munculnya perkecambahan. Hal tersebut juga terjadi
pada biji yang diamplas dan direndam dengan H2SO4 sama-sama tidak menunjukkan gejala
perkecambahan.
J. Hasil Analisis Data
Pada praktikum ini dilakukan 3 perlakuan terhadap biji Srikaya yaitu dengan
pengamplasan kulit biji, perendaman dengan H2SO4. Hal itu merupakan upaya untuk
mematahkan dormansi. Hal tersebut disebut juga skarifikasi, Skarifikasi merupakan cara
untuk memecahkan dormansi biji yang bertujuan untuk mengubah kulit benih yang
tidak permeable menjadi permeable terhadap gas-gas dan air (Sutopo, 1988). Pengampasan
kulit biji merupakan bentuk dari karifikasi mekanik yang bertujuan untuk melunakkan kulit
biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas (Kamil, 1982). Sedangkan
perendaman dengan senyawa H2SO4 merupakan bentuk dari skarifikasi kimiawi agar kulit biji
lunak sehingga lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi (Sutopo, 1988). Kulit
biji yang keras dan impermeabel terhadap air dapat dibuat permeable dengan pemrosesan
untuk periode pendek dengan larutan H2SO4 pekat (Kamil, 1983).
Tabel praktikum menunjukkan bahwa ketika masa pengamatan selama 14 hari, biji
Srikaya pada semua perlakuan tidak menunjukkan adanya perkecambahan. Hal tersebut
wajar karena biji srikaya yang digunakan bukan merupakan biji yang berasal dari buah
matang. Biji yang berasal dari buah yang belum masak pohon tidak akan tumbuh atau tidak
akan tumbuh dengan baik sehingga turunan yang diperoleh tidak akan baik pula
tumbuhnya(Tohir dalam Suryani, 2011). selain itu, masa dormansi pada biji Srikaya
memang lama. Sesuai dengan hasil penelitian Handayani dalam Suryani (2011) bahwa biji
srikaya mempunyai awal kecambah 41 hari setelah ditanam, waktu berkecambah 41-70 hari
setelah tanam, dan daya kecambahnya 100 %.

K. Simpulan
Berdasarkan uraian tersebut, simpulan dari praktikum ini adalah:
- Perlakuan pengamplasan kulit biji dan perendaman dengan H2SO4 merupakan upaya
skarifikasi mekanik dan kimiawi guna memecahkan dormansi
- Semua biji baik yang hanya dicuci dengan air biasa, direndam H2SO4 dan diamplas
kulitnya tidak mengalami perkecambahan karena biji yang masih muda dan masa
dormansi dari Srikaya yang sangat lama.

L. Daftar Pustaka
Campbell,N.A., J.B.Reece, & L.G. Mitchell. 2003. Biologi .Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga
Harjadi, S. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta : PT Gramedia,
Hartman, Kester D.E., Davies JR. F.,and Geneve R.L . 1997. Plant Propagation. Principles
and Practicess. USA: Prentice Hall International Inc,
Kamil, J. 1982. Teknologi Benih I. Bandung: Angkasa Raya
Sadjad, S.D. 1994. Teknologi Pembenihan Hijauan. Bandung : PT. Angkasa
Salisbury, F & Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung: Penerbit ITB
Schmidt, L. 2002. Buku Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis.
Jakarta :Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen
Kehutanan.
Sukmadini V. A. 2015. Perkecambahan dan Dormansi. Laporan Praktikum Ilmu Tanaman.
Prodi Agribisnis, FST. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suryani I. 2011.Studi Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Beberapa Aksesi Tanaman
Srikaya ( Annona squamosal Linn.). Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta.
LAMPIRAN
Gambar Keterangan

Pengamplasan kulit biji Srikaya

Perendaman Biji Srikaya dengan


H2SO4

Anda mungkin juga menyukai