oleh
1) Gusti Ayu Veren Eda Wulandari A41222842
2) Muhammad Rizal Yusvian A41222792
3) Ocha Putri Nindyandaru A41222182
4) Wendy Tri Prayoga A41221990
5) Yuliariska A41222039
Dosen Pengampu:
Ir. Sri Rahayu, MP.
Moch Rosyadi Adnan, S.Si., M.Si.
Leli Kurniasari, SP, M.Si.
Teknisi:
Rina Sofiana, S.ST
Yuliatiningsih, S.ST
1.2 Tujuan
Mengetahui kemampuan polen untuk berkecambah, presentase perkecambahan
pollen dan mengetahui tingkat kemasakan pollen dengan presentase
perkecambahannya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Kelas : Monocotyledone
Bangsa : Graminae
Suku : Graminaceae
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida 5
Ordo : Violales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
4.1 Hasil
Hasil persentase viabilitas polen disajikan pada Tabel 4.1
Perlakuan
Komoditi Ulangan
L0A1 L0A2 L1A1 L1A2
U1 42,24% 4% 30,21% 15,72%
U2 31,58% 13,83% 27,55% 13,38%
U3 1,35% 2,35% 4,70% 1,45%
Jagung
U4 1% 0,63% 5,82% 4,33%
U5 8,98% 4% 5,78% 0,86%
U6 4,91% 2,35% 13,45% 0%
Rerata 15,01% 5% 16,35% 5,96%
U1 19,12% 34% 8,11% 10,19%
U2 35,27% 19,88% 7,92% 10,37%
U3 6,15% 1,71% 0,7%% 5,60%
Melon
U4 4,21% 4% 11,30% 0,53%
U5 0% 19,88 % 3,88% 4,50%
U6 4,31% 4% 1,52% 24%
Rerata 7,37% 3,24% 6,98% 11,37%
U1 0,51% 1,07% 0% 0%
U2 7,07% 3,84% 0% 0%
U3 0% 0% 0% 0%
Kakao
U4 0% 0% 0% 0%
U5 2,33% 0% 13,59% 18,91%
U6 0% 0% 8,63% 22,67%
Rerata 1,65% 0 3% 5%
4.2 Pembahasan
Pada praktikum rancangan acak perkecambahan polen ini menggunakan 3
komoditi tanaman yaitu jagung, melon, dan kakao dengan 2 faktor perlakuan yaitu
L0 tidak disimpan, L1 disimpan 1 minggu dengan tingkat kematangan bunga
anthesis/matang(A1) dan tidak anthesis/tidak matang (A2). Dengan parameter
pengamatan yaitu jumlah polen yang berkecambah, polen yang berkecambah
ditandai dengan terbentuknya tabung polen dan mempunyai panjang kecambah yang
sama dengan diameter polen. Sedangkan Polen yang tidak berkecambah merupakan
polen yang memiliki ukuran tetrad lebih besar dari ukuran tetrad normal di mana
polen yang tidak berkecambah tidak memiliki tabung sari.
Polen dinyatakan viable apabila mampu menunjukkan kemampun atau
fungsinya menghantarkan sperma ke kandung lembaga, setelah terjadinya
penyerbukan. Polen dapat kehilangan viabilitasnya pada suatu periode waktu
tertentu. Hilangnyaa viabilitas sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama
suhu dan kelembaban relative. Polen segar menunjukkan kemampuan berkecambah
85-90%.
Viabilitas polen didefinisikan sebagai kemampuan polen untuk hidup, dan
berkembang, dan berkecambah jika berada dalam kondisi yang menguntungkan.
Anita-Sari & Susilo (2011), menyatakan bahwa viabilitas polen dapat dihitung
dengan cara, jumlah polen berkecambah dibagi dengan total polen yang diamati
dikalikan 100%.
Dari hasil pengamatan respon perkecambahan polen pada komoditi jagung
yang mengalami perlakuan penyimpanan selama 1 minggu dan yang tidak
mengalami penyimpanan. Pada polen yang mengalami penyimpanan menunjukkan
respon perkecambahan yang berbeda nyata pada tingkat kematangan bunga. Bunga
yang anthesis memiliki respon perkecambahan sebesar 20,79% dibandingkan dengan
bunga yang tidak anthesis yang hanya memiliki respon perkecambahan sebesar 5%.
Sedangkan pada polen yang tidak mengalami penyimpanan juga menunjukan respon
perkecambahan yang berbeda pada tingkat kematangan bunga, pada bunga yang
anthesis memiliki respon perkecambahan sebesar 16,35% dan pada bunga yang tidak
anthesis hanya memiliki respon perkecambahan sebesar 5,96%. Artinya
penyimpanan tidak berpengaruh terhadap respon perkecambahan polen pada jagung.
Yang mempengaruhi respon perkecambahan serbuk sari pada jagung adalah tingkat
kematangan bunga (lancar dan belum terbuka).
Hasil pengamatan respon perkecambahan polen pada komoditi melon yang
mengalami perlakuan penyimpanan selama 1 minggu dan yang tidak mengalami
penyimpanan. Polen yang mengalami penyimpanan L0A1 memiliki respon
perkecambahan 7,37% sedangkan L0A2 memiliki respon perkecambahan 3.24%
yang berarti dimana proses penyimpanan 1 minggu dapat mempertahankan viabilitas
polen tetapi untuk respon perkecambahan polen dipengaruhi oleh tingkat kematangan
polen (anthesis dan tidak anthesis). Sedangkan pada polen yang tidak mengalami
perlakuan penyimpanan L1A1 memiliki respon perkecambahan 6,98% dan pada
L1A2 memiliki respon perkecambahan lebih tinggi yaitu 11,37% hal ini bisa
dipengaruhi karena polen pada melon yang tidak anthesis (belum melepaskan serbuk
sari) dapat memiliki respon perkecambahan yang lebih tinggi dibandingkan yang
sudah anthesis (sudah melepaskan serbuk sari) karena beberapa alasan seperti kondisi
kematangan, kelembaban, kondisi lingkungan.
Hasil pengamatan respon perkecambahan polen pada komoditi kakao yang
mengalami perlakuan penyimpanan selama 1 minggu dan yang tidak mengalami
penyimpanan. Polen yang mengalami penyimpanan L0A1 memiliki respon
perkecambahan 1,65% sedangkan L0A2 memiliki respon perkecambahan 0%.
Perlakuan penyimpanan polen kakao dapat menghasilkan respon perkecambahan
yang sedikit bisa disebabkan oleh penanganan yang tidak benar, kelembaban dan
suhu penyimpanan yang tidak tepat. Polen kakao cenderung sensitif karena dapat
menyebabkan penyerapan kelembaban oleh butir polen sehingga kehilangan
viabilitasnya. serta tingkat kematangan polen juga berpengaruh pada tingkat respon
perkecambahan polen. Sedangkan pada polen yang tidak mengalami perlakuan
penyimpanan L1A1 memiliki respon perkecambahan 3% dan L1A2 memiliki respon
perkecambahan 5% dimana menunjukan respon perkecambahan lebih tinggi terjadi
di polen yang tidak anthesis hal ini bisa di sebabkan oleh kondisi kematangan polen
yang belum anthesis masih dalam kondisi matang secara genetik, tetapi belum terlalu
kering hal ini bisa membuat mereka lebih mampu untuk menghasilkan tabung polen
yang kuat saat tumbuh. Serta kondisi optimal, polen yang tidak mengalami proses
penyimpanan masih dalam kondisi optimal untuk perkecambahan, mereka belum
terkena stres penyimpanan yang dapat merusak viabilitasnya.
Polen merupakan jaringan hidup yang dapat mengalami kemunduran dan
kematian. Daya hidup polen berbeda pada setiap spesies, dari beberapa jam, beberapa
bulan, hingga beberapa tahun. Lama simpan polen dapat ditingkatkan dengan
mengendalikan faktorfaktor yang mempengaruhi viabilitasnya. Faktor ini mencakup
cahaya, suhu, udara, dan kelembaban (Rahmawati, 2013). Viabilitas polen
merupakan parameter penting, karena polen harus hidup dan mampu berkecambah
setelah penyerbukan agar terjadi pembuahan. Ketersediaan polen dengan viabilitas
yang tinggi merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan
persilangan tanaman.
Kualitas dan kuantitas biji pada buah ditentukan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah kuantitas polen viabel yang berhasil membuahi ovule. Menurut
Widiastuti dan Palupi (2008), jumlah buah yang tinggi dapat dicapai jika pada saat
bunga betina mekar, terdapat polen yang viabel dalam jumlah cukup, sehingga semua
bunga dapat diserbuki. Di samping itu viabilitas polen juga dapat mempengaruhi
viabilitas benih yang dihasilkan. Polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu
membuahi sel telur, serta menghasilkan buah bermutu baik dan benih berviabilitas
tinggi.
PENUTUP
1.5 Kesimpulan
Dari kegiatan praktikum yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pollen yang
telah disimpan selama 7 hari memiliki kualitas pollen yang bagus dibandingkan
polen yang tidak disimpan. Ini dapat terlihat dari data hasil pengamatan yang
menunjukkan rata-rata polen yang disimpan lebih besar dibandingkan yang tidak
disimpan. Sedangkan pollen yang antesis memiliki kualitas yang lebih bagus
dibandingkan yang tidak antesis karena pada polen yang antesis pollen tersebut sudah
siap untuk berkecambah.
2.5 Saran
Praktikum telah dilaksanakan dengan baik, dan beralan lancar. Hanya perlu
mengelolah waktu pengerjaan agar lebih efesien.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta : Kanisius. 140 Hal.
Ashari. S. 1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Rineka Cipta
Jakarta. Him. 42-63.
Lukito, 2010. Budidaya Kakao. Pusat penelitian kopi dan kakao Indonesia. Jakarta.
298 ha.
Nuryanto, H . 2007. Budidaya Melon. Azka Press, Jakarta.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta : Kanisius. 84 hlm.
Rukmana, R. 1994. Melon Hibrida.Kanisius. Jogjakarta. 71 hal
Sabran, M. dkk. 2012. Inovasi Teknologi Membangun Ketahanan Pangan dan
Kesejahteraan Petani. IAARD Press. Jakarta.
Samadi, B. 2007. Melon: Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Yogyakarta:
Kanisius.
Samudra, U. 2005. Bertanam Coklat. PT Musa Perkasa Utama. 42 hal.
Soedarya, A.P. 2010. Agribisnis Melon. CV Pustaka Grafika. Bandung. 160 hal.
Surti. 2012. Jenis Tanaman Kakao. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tjahjadi, N. 2000. Bertanam Melon. Kanisius. Jogjakarta. 48 hal.
Waluyo, K. 2010. Budidaya Coklat. Epsilon Grup. Buahbatu. Bandung. 50 hal.
Warid. Palupi ER. 2009. Korelasi metode pengecambahan in vitro dan pewarnaan
dalam pengujian viabilitas polen. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.