Anda di halaman 1dari 18

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat

penting karena gizinya, aman dikonsumsi, dan harganya yang relatif murah

dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia, kedelai umunnya

dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tahu, tempe, susu kedelai dan

berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati dkk, 2005).

Adisarwanto (2008) menyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Famili : Leguminosae (Papilionaceae)

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merrill.

Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang bersifat kleistogami.

Periode perkembangan vegetatif bervariasi tergantung pada varietas dan keadaan

lingkungan, termasuk panjang hari dan suhu. Ada dua tipe pertumbuhan batang dan

permulaan pembungaan pada kedelai. Tipe pertama adalah indeterminit, yaitu tunas

terminal melanjutkan fase vegetatif selama pertumbuhan. Tipe kedua adalah

determinit dimana pertumbuhan vegetatif tunas terminal terhenti ketika terjadi

6
pembungaan. Proses kemasakan kedelai dikendalikan oleh fotoperiodisitas

(panjang hari) dan suhu. Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman hari pendek

dikarenakan hari yang pendek akan menginisiasi pembungaan. Suhu hangat dapat

mempercepat pembungaan dan pemasakan kedelai dan sebaliknya, suhu yang lebih

dingin akan menghambat dua proses tersebut (Adie dan Krisnawati 2007).

Kedelai memiliki susunan daun majemuk yang terdiri dari 3 helai anak daun

dan umumnya berwarna hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun ada yang oval, dan

ada juga yang segitiga. Warna dan bentuk daun sangat tergantung pada varietas.

Ujung daun kedelai ada yang runcing, ada yang tumpul. Permukaan daun berbulu,

ada yang berbulu jarang dan kasap, berbulu jarang tidak kasap, berbulu tipis dan

berbulu tebal. Semua ini tergantung varietas (Suhaeni, 2008).

Jumlah polong bervariasi mulai 2-20 dalam satu pembungaan dan lebih dari

400 dalam satu tanaman. Satu polong berisi 1-5 biji, namun pada umumnya berisi

2-3 biji per polong. Polong masak berwarna kuning muda sampai kuning kelabu,

coklat atau hitam. Warna polong tergantung pada keberadaan pigmen karoten dan

xantofil, warna trikoma, dan ada tidaknya pigmen antosianin. Biji merupakan

komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis. Bentuk biji kedelai beragam

dari lonjong hingga bulat, dan sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia

berkriteria lonjong. Pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di

Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (berat > 14 g/100 biji), sedang

(10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Biji sebagian besar tersusun oleh

kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara kulit biji dan kotiledon terdapat

lapisan endosperm. Embrio terdiri dari dua kotiledon, sebuah plumula dengan dua

7
daun yang telah berkembang sempurna, dan sebuah radikel hipokotil. Ujung

radikula dikelilingi jaringan yang dibentuk oleh kulit biji. Warna kulit biji kedelai

bervariasi dari kuning, hijau, coklat, hitam hingga kombinasi berbagai warna atau

campuran. Kotiledon pada embrio yang sudah tua umumnya berwarna hijau,

kuning, atau kuning tua, namun umumnya berwarna kuning (Adie dan Krisnawati

2007).

Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada setiap bunga memiliki alat

reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga terjadi pada saat bunga masih

tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang sangat kecil, yaitu hanya 0,1%,

warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih. Potensi jumlah bunga yang terbentuk

bervariasi, tergantung dari varietas kedelai, tetapi umumnya berkisar antara 40–200

bunga pertanaman. Hanya saja, umumnya di tengah masa pertumbuhannya,

tanaman kedelai kerap kali mengalami kerontokan bunga hal ini masi di

kategorikan wajar bila kerontokan yang terjadi berada pada kisaran 20–40%

(Adisarwanto, 2008).

Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji

masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan

dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari poros

bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang terdiri

dari dua daun sederhana, yaitu primordial daun bertiga pertama dan ujung batang.

Sistem perakaran di atas hipokotil berasal dari epikotil dan tunas aksilar. Pola

percabangan akar dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari,

jarak tanam, dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

8
Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang. Akar sekunder

yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang tumbuh dari akar

sekunder. Akar tunggang merupakan perkembangan dari akar radikal yang sudah

mulai muncul sejak masa perkecambahan. Pada kondisi yang sangat optimal, akar

tunggang kedelai dapat tumbuh hingga kedalaman 2 meter. Perkembangan akar

tanaman kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, penyiapan lahan, tekstur

tanah, kondisi fisik, dan kimia tanah, serta kadar air tanah. Salah satu dari sistem

perakaran tanaman kedelai adanya interaksi simbiosis antara bakteri nodul akar

(Rhizobium japonicum) dengan akar tanaman kedelai yang menyebabkan

terbentuknya bintil akar. Bintil akar sangat berperan dalam proses fiksasi N2 yang

sangat dibutuhkan tanaman kedelai untuk kelanjutan pertumbuhannya

(Adisarwanto, 2008).

B. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai

Di Indonesia, tanaman kedelai cocok ditanam di dataran rendah yang

berketinggian < 500 meter di atas permukaan laut. Iklim yang dibutuhkan oleh

kedelai adalah bersuhu tinggi antara 25 – 30 derajat celcius. Tanaman kedelai

merupakan tanaman daerah subtropis yang dapat beradaptasi baik di daerah tropis.

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase

dan aerasi tanah cukup baik serta ketersediaan air yang cukup selama pertumbuhan

tanaman. Untuk tanah podsolik merah kuning (PMK) dan tanah-tanah yang banyak

mengandung pasir pertumbuhannya kurang baik, kecuali bila diberikan pupuk

organik dan kapur pertanian dalam jumlah yang cukup, pH tanah yang cocok untuk

kedelai adalah sekitar 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai masih dapat

9
menghasilkan. Kedelai dapat tumbuh dengan baik di tempat pada daerah panas,

ditempat terbuka dengan curah hujan 100-400 mm per bulan. Jadi tanaman kedelai

akan tumbuh baik jika ditanam di daerah beriklim kering (Andrianto dan Indarto,

2004).

Kedelai dapat tumbuh baik di tempat pada daerah berhawa panas, di tempat

terbuka dengan curah hujan 100–400 mm per bulan. Oleh karena itu, kedelai

kebanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan

laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering

(Andrianto dan Indarto 2004).

Kemasaman tanah yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun

pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah yang cocok

yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Tanah podzolik merah

kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa menyebabkan

pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau

kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto 2004).

Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk

pertumbuhan tanaman, di antaranya untuk peningkatan luas daun. Defisit air dalam

jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas dan

efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya

efisiensi pembentukan bahan kering. Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya

laju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan kapasitas fotosintesis.

Air yang cukup akan mendukung peningkatan luas daun sehingga berhubungan

dengan tingkat produksi tanaman. Rendahnya jumlah air akan menyebabkan

10
terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu penyerapan unsur hara,

yang berakibat pada menurunkan produksi. Tanaman kedelai yang mengalami

defisit air, translokasi fotosintat ke biji akan terhambat (Agung dan Rahayu 2004).

C. Varietas Kedelai

Menurut Rahajeng dan Muchlish (2013), umur kedelai di Indonesia

dikelompokan menjadi sangat genjah (<70 hari), genjah (70-79 hari), sedang (80-

85 hari), dalam (86-90 hari) dan sangat dalam (>90 hari). Di Indonesia varietas

kedelai sangat beragam. Menurut data dari Balai Penelitian Tanaman Aneka

Kacang dan Umbi, sejak tahun 1918 sampai 2016 mencapai lebih dari 80 jenis

varietas kedelai. Diantaranya yaitu:

Varietas Anjasmoro, dilepas pada tahun 2001, dengan produktivitas 2,03-2,25

ton/ha. Memiliki warna ungu pada hipokotil, epikotil dan bunganya. Bentuk daun

oval dan berwarna hijau dengan ukuran yang lebar, bulu berwarna putih, warna

kulit biji kuning, warna polong masak coklat muda, warna hilum kuning

kecoklatan. Tipe tumbuh determinit dengan tinggi tanaman 64-68 cm. Umur

berbunga 35,7-39,4 hari, umur polong masak 82,5-92,5 hari dan tidak mudah pecah,

dengan bobot per 100 biji berkisar 14,8-15,3 gram. Varietas ini tahan rebah dan

mempunyai tingkat ketahanan penyakit yang moderat terhadap karat daun

(Suhartina, 2005).

Mahameru merupakan varietas kedelai dengan tipe tumbuh determinit.

Varietas mahameru dilepas pada tahun 2001 dengan produktivitas 2,05-2,16 ton/ha.

Memiliki warna ungu pada bung, epikotil dan hipokotilnya. Warna daun hijau

dengan bentuk oval dan lebar serta bulu berwarna putih. Memiliki tinggi sekitar 62-

11
64 cm. Warna polongmasak pada umur 83,5-94,8 hari dan tidak mudah pecah.

Tahan rebah dan moderat terhadap karat daun (Suhartina, 2005)

Varieta Sinabung dilepas pada tahun 2001 dengan produktifitas 2,16 ton/ha.

Varietas ini mempunyai tipe pertumbuhan determinit dengan tinggi tanaman sekitar

66 cm. Hipokotil dan bunganya berwarna ungu, sedangkan epikotil berwarna hijau,

bulu dan polong masak berwarna cokelat. Umur berbunga varietas Sinabung yaitu

pada 35 hari dan polong masak pada umur 88 hari. Polong varietas ini tidak mudah

pecah. Kulit biji berwarna kuning dengan ukuran biji sedang dan bobot per 100 biji

yaitu 10,86 g. Varietas Sinabung tahan terhadap rebah dan sedikit moderat terhadap

karat daun (Suhartina, 2005)

Varietas Tanggamus dilepas pada tahun 2001, dengan produktivitas mencapai

1,22 ton/ha. Tinggi tanaman sekitar 67 cm dengan tipe tumbuh determinit dan

bentuk daun lanceolate. Memiliki warna ungu pada hipokotil dan bunganya, warna

hijau pada epikotil, warna coklat pada bulu dan polong masak, sedangkkan kulit

biji berwarna kuning. Umur berbunga varietas ini yaitu 35 hari dan panen pada

umur 88 hari. Biji berbentuk oval dengan ukuran sedang dan memiliki bobot per

100 biji sebesar 11,0 g. Vaietas ini tahan rebah dan moderat terhadap karat daun

(Suhartina, 2005).

Tahun 2008 telah dilepas varietas Grobogan yang merupakan varietas unggul

yang berumur genjah dengan produktivitas 2,77 ton/ha. Varietas Grobogan

merupakan hasil pemurnian populasi lokal dari Grobogan memiliki ukuran biji

yang besar dan berkembang di daerah Grobogan, Jawa Tengah. Varietas ini

12
memiliki bobot 100 biji mencapai 18,0 g dengan umur panen 76 hari (Rahajeng dan

Muchlish, 2013)

Varietas Gema berasal dari galur harapan Shr/W-60 hasil dari persilangan

varietas Wilis dengan kedelai introduksi dari Jepang, Shirome. Kementrian

Pertanian melepas galur harapan Shr/W-60 ini menjadi varitas baru dengan nama

kedelai varietas Gema melalui keputusan Menteri Pertanian Nomor:

5039/Kpts/SR.120/12/2011 pada tanggal 9 Desember 2011 (Rahajeng dan

Muchlish, 2013).

D. Kandungan Kedelai

Kedelai (Glycine max L. Merr) adalah tanaman semusim yang diusahakan

pada musim kemarau, karena tidak memerlukan air dalam jumlah besar. Kedelai

merupakan sumber protein, dan lemak, serta sebagai sumber vitamin A, E, K, dan

beberapa jenis vitamin B dan mineral K, Fe, Zn, dan P. Kadar protein kacang-

kacangan berkisar antara 20-25%, sedangkan pada kedelai mencapai 40%. Kadar

protein dalam produk kedelai bervariasi misalnya, tepung kedelai 50%, konsentrat

protein kedelai 70% dan isolat protein kedelai 90% (Winarsi, 2010).

Kandungan protein kedelai cukup tinggi sehingga kedelai termasuk ke dalam

limam bahan makanan yang mengandung berprotein tinggi. Kacang kedelai

mengandung air 9%, protein 40 %, lemak 18 %, serat 3,5 %, gula 7 % dan sekitar

18% zat lainnya. Selain itu, kandungan vitamin E kedelai sebelum pengolahan

cukup tinggi. Vitamin E merupakan vitamin larut lemak atau minyak. Kebutuhan

protein kedelai sebesar 55 g per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal

dari 157,14 g kedelai. Kandungan gizi biji kedelai disajikan pada Tabel 1.

13
Tabel 1. Kandungan gizi 100 g biji kedelai.

Kandungan Gizi Jumlah


Karbohidrat kompleks (g) 21.00
Karbohidrat sederhana (g) 9.00
Stakiosa (g) 3.30
Rafinosa (g) 1.60
Protein (g) 36.00
Lemak total (g) 19.00
Lemak jenuh (g) 2.88
Monounsaturated 4.40
Polyunsaturated 11.20
Kalsium (mg) 276.00
Fosfor (mg) 704.00
Kalium (mg) 1797.00
Magnesium (mg) 280.00
Seng (mg) 4.80
Zat besi (mg) 16.00
Serat tidak larut (g) 10.00
Serta larut (g) 7.00
Sumber: Aparicio et al (2008) dalam Winarsi (2010).

E. Tata Cara Budidaya Tanaman Kedelai

1. Persiapan Lahan

Sebelum dilakukan penanaman maka terlebih dahulu dilakukan kegiatan

penyiapan lahan berupa pengolahan tanah. Pengolahan tanah harus dilakukan

bila akan menanam kedelai di lahan kering di awal musim hujan dan

pembuatan saluran drainase juga diperlukan untuk mempercepat pembuangan

kelebihan air dan untuk mencegah terjadinya peningkatan erosi akibat tindakan

pengolahan tanah. Oleh karena itu perlu di bangun penahan laju erosi air berupa

tanaman hijau penutup tanah seperti jerami padi (Adisarwanto, 2008). Saluran

drainase dibuat pada setiap sisi bedengan dengan dalam 20-25 cm dan lebar 20

cm (Anonimous, 2009).

14
2. Penanaman

Ada dua cara menanam kedelai yaitu dengan menabur dan membuat

tugalan (Siswadi, 2006). Menurut Adisarwanto (2008) bahwa penanaman

kedelai dengan cara disebar menyebabkan pemborosan biaya karena tanam

yang sebar jumlah benih yang digunakan mencapai 2 kali lipat sementara

hasilnya tidak jauh berbeda dengan kedelai yang ditanam secara tugal dengan

jumlah benih yang normal. Penanaman kedelai dengan membuat tugalan yaitu

dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm atau 40 cm x 20 cm. Setiap lubang tanam

diisi dengan 2-3 benih kedelai. (Anonimous, 2009).

3. Pemeliharaan

Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam. Penyulaman bertujuan untuk

mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh. Keterlambatan

penyulaman akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan tanaman yang jauh

berbeda (Adisarwanto, 2005).

Tanaman kedelai sangat memerlukan air saat perkecambahan (0 – 5 hari

setelah tanam), stadium awal vegetatif (15 – 20 hari), masa pembungaan dan

pembentukan biji (35 – 65 hari). Pengairan sebaiknya dilakukan pada pagi atau

sore hari. Pengairan dilakukan dengan menggenangi saluran drainase selama

15 – 30 menit. Kelebihan air dibuang melalui saluran pembuangan. Jangan

sampai terjadi tanah terlalu becek atau bahkan kekeringan (Adisarwanto,

2005).

Pemupukan tanaman kedelai secara umum diberikan bersamaan dengan

saat tanam atau 7-10 hari setelah tanam. Pupuk diberikan secara larikan di

15
samping tanaman dengan jarak 5-7 cm. Setelah ditabur pupuk dibenamkam ke

dalam tanah (Wirawan dan wahyuni, 2004). Pemupukan dasar dilakukan

dengan menggunakan pupuk nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pupuk

tersebut diberikan saat tanam atau 1 minggu setelah tanam dengan cara disebar

atau dimasukkan ke dalam lubang berjarak 4-5 cm di samping lubang tanam.

Adapun tujuan dari pupuk dasar N, P, dan K adalah menyediakan unsur hara

pokok yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh (Anonimous, 2009).

Pemberian pupuk susulan dilakukan saat tanaman berumur 20 – 30 hari

setelah tanam. Pemberian pupuk susulan hanya dilakukan pada tanah yang

kurang subur saja. Pupuk yang digunakan berupa Urea sebanyak 50 kg/ha.

Pupuk diberikan dalam larikan di antara barisan tanaman kedelai, selanjutnya

ditutup dengan tanah. Bagi kedelai Jepang, pupuk susulan yang digunakan

adalah Urea, TSP, dan KCl masing masing sebanyak 200 kg/ha (Adisarwanto,

2008). Untuk lahan sawah, dosis pupuk yaitu 50 kg Urea/ha, 50 kg SP36/ha,

dan 100 kg KCl/ha (Anonimous, 2009).

Penyiangan dilakukan sebelum maupun sesudah tanaman tumbuh dengan

cara membersihkan gulma yang tumbuh pada area pertanaman. Caranya dapat

menggunakan herbisida maupun secara manual dengan mencabut rumput.

Penyiangan dilakuka pada umur 15 hari, 30 hari dan 50 hari (apabila

diperlukan) (Anonimous, 2009).

4. Pengendalian Hama Penyakit

16
Tanaman kedelai pada musim tanam kedua umumnya banyak diserang

hama. Hama yang sering menyerang yaitu lalat bibit (Ophiomyia phaseoli),

ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcities),

penghisap polong (Riptorus linearis, Nezara virdula dan Piezodorus

rubrofasciatus), penggerek polong (Etiella zinkenella), dan penggerek batang

(Melanagromyza sojae). Pengendalian hama-hama tersebut dilakukan secara

terpadu dengan cara pergiliran tanam, menanam seawal mungkin dan secara

serempak, menggunakan varietas umur genjah, menggunakan sistem

pertanaman tumpangsari, dan pemusnahan kelompok telur, ulat dan serangga

secara mekanis atau fisik. Apabila populasi hama telah mencapai ambang

ekonomi maka dilakukan dengan menggunakan insektisida secara bijaksana

(Anonimous, 2009).

Penyakit utama yang dominan pada tanaman kedelai yaitu hawar batang

(Sclerotium rolsii), karat daun (Phakopsora pachyrizi) dan virus. Gejala yang

ditunjukan pada penyakit hawar batang yaitu terdapat bercak berwarna merah

pada batang dan kemudian mengering. Penyakit karat daun mempunyai gejala

serangan yaitu timbul bercak-bercak berwarna coklat kemerahan pada daun.

Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh virus SMV (Soybean Mosaic Virus)

merupakan virus kerdil. Virus ini mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga

tanaman menjadi kerdil. (Anonimous, 2009)

5. Panen dan Pasca Panen

17
Panen dapat dilakukan pada umur 75-100 hari atau apabila semua daun

tanaman telah rontok, polong berwarna kuning/coklat dan mengering. Panen

dilaksanakan pada pagi hari sekitar pukul 09.00 setelah embun hilang dengan

cara dipotong mengguakan sabit bergerigi atauu dengan cara

mencabut/membongkar tanaman beserta akarnya (Anonimous, 2009).

Penanganan pasca panen yaitu terdiri dari penjemuran brangkasan

tanaman, perontokan biji, pengeringan, pembersihan dan penyimpanan.

Penjemuran yang terbaik adalah penjemuran brangkasan kedelai menggunakan

alas terpal (Anonimous, 2009).

F. Rhizobium

Rhizobium merupakan bakteri yang mampu bersimbiosis dengan tanaman

leguminosa. Akar tanaman akan mengeluarkan suatu zat yang merangsang aktifitas

bakteri Rhizobium. Apabila bakteri sudah bersinggungan dengan akar rambut, akar

rambut akan mengeriting. Setelah memasuki akar, bakteri berkembang biak

ditandai dengan pembengkakan akar. Pembengkakan akar akan semakin besar dan

akhirnya terbentuklah bintil akar (Hidayat, 2006).

Klasifikasi bakteri Rhizobium sp. menurut Salle (1961), sebagai berikut:

Division: Protophyta
Kelas: Schizomycetes
Ordo: Eubacteriales
Familia: Rhizobiaceae
Genus: Rhizobium
Spesies: Rhizobium sp.

18
Kemampuan bakteri Rhizobium sp. mampu memberikan unsur nitrogen

dalam bentuk asam amino terhadap tanaman kedelai. Bakteri Rhizobium sp. yang

menginfeksi perakaran tanaman membentuk bintil akar sebagai tempat tinggal

dalam melaksanakan proses penambatan N dan dalam hidupnya bakteri

mendapatkan nutrisi dan energi dari hasil metabolisme tanaman (Suharjo & Joko,

2001).

Menurut Sutanto (2002), bakteri Rhizobium sp. yang berasosiasi dengan

tanaman legum mampu memfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan

meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu

diperhatikan agar proses simbiosis dapat terjadi adalah kecocokan bakteri

Rhizobium sp. dengan tanaman inangnya. Beberapa faktor lain seperti pH tanah,

suhu, sinar matahari, ketersediaan unsur hara untuk aktifitas bakteri Rhizobium sp.

Menurut hasil penelitian Kurniaty dkk. (2013) dalam Sari dan Retno (2015)

bahwa inokulasi Rhizobium memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan

tinggi, diameter dan jumlah nodul akar bibit kaliandra umur 5 bulan di persemaian.

Sedangkan meurut Adisawanto (2005) dalam Sari dan Retno (2015) mengatakan

pada tanaman kedelai, nodul atau bintil akar tanaman kedelai terbentuk pada umur

4 sampai 5 hari setelah tanam yaitu sejak terbentuknya akar tanaman, dan dapat

mengikat nitrogen dari udara pada umur 10 sampai 12 hari setelah tanam,

tergantung kondisi lingkungan tanah dan suhu. Suhu lingkungan seperti

kelembaban yang cukup dan suhu tanah sekitar 25 derajat celcius sangat

mendukung dalam pertumbuhan bintil akar. Perbedaan warna hijau daun pada awal

pertumbuhan (10 sampai 15 hari setelah tanam) merupakan indikasi efektivitas

19
Rhizobium. Menurut Surtiningsih dkk. (2009) dalam Sari dan Retno (2015) dimana

pemberian inokulum bakteri Rhizobium mampu meningkatkan pertumbuhan dan

produksi tanaman kedelai secara signifikan jika dibandingkan dengan tanaman

kedelai tanpa diberi bakteri Rhizobium. Hasil penelitian Purwaningsih (2015)

menunjukkan bahwa biak Rhizobium yang diinokulasikan pada tanaman kedelai

semuanya mampu membentuk bintil akar. Hal ini menunjukkan bahwa biak

tersebut dapat bersimbiosis secara efektif dengan tanaman kedelai, yang ditandai

dengan pertumbuhan vegetatif lebih bagus dibandingkan dengan tanaman kontrol

yang tidak diinokulasi.

Hasil penelitian Sopacua (2014) menjelaskan bahwa inokulasi Rhizobium

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kedelai, yaitu tinggi tanaman, jumlah

daun dan jumlah bintil akar. Namun, tidak mmberikan pengaruh nyata terhadap

diameter batang tanaman. Konsentrasi inokulasi Rhizobium yang paling

berpengaruh yaitu 7 g/kg. Sedangkan penelitian Purwaningsih dkk. (2012)

konsentrasi inoculum Rhizobium 15g/kg benih dapat meningkatkan fiksasi nitrogen

dan hasil biji kedelai pada varietas Wilis, Grobogan dan Garut.

G. Pupuk Kascing

Kascing yaitu tanah bekas pemeliharaan cacing merupakan produk samping

dari budidaya cacing tanah yang berupa pupuk organik sangat cocok untuk

pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kascing

mengandung berbagai bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman

yaitusuatu hormon seperti gibberellin, sitokinin dan auksin, serta mengandung

unsur hara (N, P, K, Mg, dan Ca) serta Azotobacter sp. yang merupakan bakteri

20
penambat N non-simbiotik yang akan membantu memperkaya unsur N yang

dibutuhkan oleh tanaman (Krishnawati, 2003).

Kascing yang digunakan berasal dari family Megascolicidae dan lumbricidae.

Sesuai dengan pernyataan Yulius dkk. (2012) Jenis-jenis yang paling banyak

dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae

dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus.

Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima,

Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang

berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan.

Pemupukan merupakan salah satu komponen penting dalam usaha

meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk organik kascing merupakan pupuk organik

plus, karena mengandung unsur hara makro dan mikro serta hormon pertumbuhan

yang siap diserap tanaman. Kascing biasanya mengandung nitrogen (N) 0,63%,

fosfor(P) 0,35%, kalium (K) 0,2%, kalsium (Ca) 0,23%, mangan (Mn) 0,003%,

magnesium (Mg) 0,26%, tembaga (Cu) 17,58%, seng (Zn) 0,007%, besi (Fe)

0,79%, molibdenum (Mo) 14,48%, bahan organik 0,21%, KTK 35,80 me%,

kapasitas menyimpan air 41,23% dan asam humat 13,88% (Mulat, 2003).

Aplikasi dengan kascing umumnya tidak mengganggu ketersediaan nitrogen,

dan dapat meyerap N bila penguraian bahan organiknya belum selesai, kascing

penuh nutrisi yang tersedia dapat diserap jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

kompos (Krishnawati, 2003). Kascing juga mengandung unsur hara mikro (Fe, Zn,

Mn, Cu, B, Co, Mo) dan Na. (Suriadikarta dan Simanungkalik, 2006).

21
Pupuk kascing merupakan pupuk organik dengan teknologi tinggi pola siklus

kehidupan cacing tanah. Kotoran cacing (kascing) mengandung nutrisi yang

dibutuhkan tanaman. Penambahan kascing pada media tanaman akan mempercepat

pertumbuhan, meningkatkan tinggi dan berat tumbuhan. Jumlah optimal kascing

yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil positif hanya 10-20% dari volume media

tanam (Musnawar, 2006).

Kascing mengandung asam humat. Zat-zat humat bersama-sama dengan

tanah liat berperan terhadap sejumlah reaksi kompleks baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui

pengaruhnya terhadap sejumlah proses-proses dalam tubuh tanaman. Secara tidak

langsung, zat humat dapat meningkatkan kesuburan tanah dan mengubah kondisi

fisik, kimia dan biologi tanah (Mulat, 2003).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kascing dapat meningkatkan

pertumbuhan dan hasil tanaman hortikultura, seperti jagung manis, mentimun,

melon, dan padi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kascing mempunyai sifat-sifat

kimia yang lebih unggul jika dibandingkan dengan tanah. Hal ini dapat dilihat dari

sifat-sifat kimia tanah dari kascing seperti kandungan unsur hara N dan P didalam

kascing lebih tinggi, begitu pula dengan C-organik dan bahan organik tanah. Atas

dasar sifat-sifat kascing tersebut dapat diharapkan pemberian kascing ini dapat

meningkatkan status hara N, P dan K serta serapannya untuk tanaman bawang

merah (Marsono dan Sigit, 2001).

Mahmud dkk. (2002) mengaplikasikan kompos kascing pada tanaman kedelai

dan hasilnya mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut pada dosis 15

22
ton/ha. Sedangkan pada penelitian Soares dan Okti (2015) menjelaskan bahwa dosis

pupuk kascing 20 ton/ha dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai di

lahan pasir pantai. Tarigan dkk. (2002) tentang dosis dan macam pupuk organik

pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis mengungkapkan bahwa

penggunaan kompos kascing memberikan respon yang lebih baik dibandingkan

pupuk kandang dari kotoran ayam.

H. Hipotesis

Pupuk kascing dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Dugaan

sementara dosis paling efektif yaitu pada 15 ton per hektar dengan pemberian

inokulum Rhizobium.

23

Anda mungkin juga menyukai