Anda di halaman 1dari 20

1

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan

oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan

antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang,

Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di

Indonesia sejak abad ke-16.Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai

yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan

pulaupulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani,

yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa

nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.)

Merrill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta

Classis : Dicotyledoneae,Ordo : Rosales, Familia : Papilionaceae, Genus :

Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill (Irwan, 2009).

Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya akan

humus atau bahan organik. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri

rhizobium adalah 6,0-6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami

klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning. Tanaman

kedelai memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal.Tanaman kedelai

sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan

iklim.Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama

pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varietas yang


2

ditanam.Tanamankedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu

tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30 ºC. Curah hujan

berkisar antara 150 mm–200 mm perbulan, dengan lama penyinaran matahari 12

jam/hari, dan kelembaban rata-rata (RH) 65% (Tulus, 2012).

Akar tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral dan akar

serabut. Pada tanah yang gembur, akar ini dapat menembus tanah sampai

kedalaman kurang lebih 1,5 m. Pada akar lateral terdapat bintil-bintil akar yang

merupakan kumpulan bakteri rhizobium pengikat nitrogen dari udara. Bintil akar

ini biasanya akan terbentuk 15-20 hari setelah tanam (Hanifiah, 2010).

Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari

varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak

bercabang.Jumlah cabang bisa menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari

250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar. Jumlah cabang tidak

mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah biji yang diproduksi.

Artinya, walaupun jumlah cabang banyak, belum tentu produksi kedelai

jugabanyak (Irwan, 2009).

Tanaman kedelai mulai berbunga antara umur 30-50 hari, tergantung

darivarietas dan iklim. Semakin pendek penyinaran dan semakin tinggi

suhuudaranya, akan semakin cepatberbunga. Bunga kedelai berbentuk kupu-

kupu,berwarna ungu atau putih dan muncul diketiak daun (Fachrudin, 2009).

Polong dan biji kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah

munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong

yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah
3

dalam setiap kelompok.Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai

lebihdari 50, bahkan ratusan.Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3

biji.Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-

9g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji).Biji

kedelaiterbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio)

(Irwan, 2009).

Tanda-tanda kedelai matang antara lain daun-daunnya rontok, warna

polong telah berubah menjadi kecoklatan atau keabu-abuan, warna batang tidak

hijau lagi dan kulit polong mudah dikupas. Pada masak fisiologis, bobot kering

telah mencapai bobot maksimum, namun polong masih berwarna hijau dan

daunbelum rontok.Dari stadia ini, benih masih berkadar air sekitar 50%, tetapi

biladikeringkan dapat tumbuh normal sekalipun perawatannya lebih sulit.

Tanaman kedelai berdasarkan umur dapat dibedakan menjadi tiga varietas, yaitu

varietas genjah yang berumur 75-85 hari, varietas sedang berumur 86-95 hari dan

varietas dalam lebih dari 95 hari (Sumarno dan Harnoto, 1983). Varieatas Orba

umur panen 81 hari setelah tanam (HST) menghasilkan viabilitas benih yang

lebih baik dari pada 88 HST. Demikian juga benih yang dipanen pada umur panen

88 HST viabilitasnya lebih baik dari pada yang dipanen pada 95 HST

(Thelma, 2011).

Pengetahuan tentang pertumbuhan tanaman kedelai sangat penting,

terutama bagi para pengguna aspek produksi kedelai. Hal ini terkait dengan jenis

keputusan yang akan diambil untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal

dengan tingkat produksi yang maksimal dari tanaman kedelai, misalnya waktu

pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, serta penentuan waktu


4

panen. Pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul kepermukaan

tanah sampai saat mulai berbunga. Penandaan pertumbuhan vegetatif selanjutnya

dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang utama.Pada umumnya

pertumbuhan vegetatif dimulai pada buku ketiga. Sedangkan pertumbuhan

generatif dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan

polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji (Irwan, 2009).

Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai (Glycine max (L) merril)

Iklim

Kedelai dapat tumbuh baik ditempat yang berhawa panas, ditempat-tempat

terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm 3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai

kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m diatas permukaan

laut dan jarang sekali ditanam didaerah yang terletak kurang dari 600 m diatas

permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik jika ditanam didaerah

beriklim kering (Aak, 2012).

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -250 C. Suhu 12 – 200C

adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi

dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta

pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 300 C,

fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky, 2013).

Rata-rata curah hujan tiap tahun yang cocok bagi kedelai adalah kurang

dari 200 mm dengan jumlah bulan kering 3-6 bulan dan hari hujan berkisar antara

95-122 hari selama setahun (Ipteknet.com, 2008). Volume air yang terlalu banyak

tidak menguntungkan, karena akan mengakibatkan akar membusuk. Banyaknya


5

curah hujan juga sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan

nitrogen. Namun ketergantungan ini dapat diatasi, asalkan selama 30 – 40 hari

suhu didalam dan permukaan tanah pada musim panas sekitar 350 C – 390 C.

Hasil observasi ini menunjukkan bahwa pengaruh curah hujan, temperatur dan

kelembaban udara terhadap pertumbuhan tanaman kedelai disepanjang musim

adalah sekitar 60 -70 % (Aak, 2012).

Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan

ketinggian 0,5 - 300 m dpl. Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok

ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan

tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 hingga 600 m dpl. Tanaman

kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis.Iklim

kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab.Tanaman kedelai

dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400

mm/bulan.Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai

membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2010).

Energi radiasi atau takaran sinar matahari, merupakan faktor penting

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kualitas, intensitas dan lamanya

penyinaran merupakan segi energi radiasi yang penting.Spektrum penuh sinar

matahari umumnya sangat menguntungkan pertumbuhan tanaman.Tanaman lebih

mampu tumbuh baik pada intensitas cahay agak redup dibandingkan jika hari

terang penuh. Ukuran daun dan pemanjangan batang sejumlah tanaman akan

maksimal pada intensitas cahaya rendah sedangkan berat kering total tanaman

akan meningkat mengikuti peningkatan intensitas cahaya. Segi energi radiasi yang

lebih penting adalah lamanya penyinaran (Poerwowidodo, 2013).


6

Tanah
Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis

tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase

baik.Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky, 2013).

Kedelai membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik.

Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga

merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan

unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya kedelai menghendaki

kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia.Kedelai tidak

menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan

pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh

dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar.

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi

tanah cukup baik (Prihatman, 2010).

Aerasi tanah yang kurang biasanya disebabkan oleh drainase air yang

kurang baik sehingga tanah menempati pori-pori besar yang jika tidak demikian

akan memungkinkan pertukaran gas ke udara. Pengaruh kejenuhan air kadang-

kadang diperberat oleh perombakan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman.

Dalam situasi-situasi selain daripada kejenuhan total, pertumbuhan akar kapas dan

kedelai tampaknya sama sekali tidak peka terhadap kandungan O2 serendah

kirakira 5 %. Walaupun demikian, periode-periode tanpa oksigen selama hanya 3

jam untuk kapas, dan 5 jam, untuk kedelai, mematikan ujung-ujung akar

(Goldsworthy, 2012).
7

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH

5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5

pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan Aluminium. Sehingga

pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak

menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik

(Prihatman, 2010).

Aerasi tanah (kandungan O2 dan CO2 didalam tanah) sangat

mempengaruhi sistem perakaran suatu tanaman. Oksigen merupakan unsur yang

penting untuk proses-proses metabolisme.Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis

tanaman berbeda-beda. Pada kedelai kebutuhan O2 dan pengambilan nitrogen

lebih besar pada fase vegetatif dibandingkan dengan fase generatif. Apabila

tanaman ditanam pada tempat yang dijenuhi oleh air (tergenang) maka dalam

jangka waktu yang relatif singkat akan menunjukkan penguningan daun,

pertumbuhan terhambat, dan menyebabkan matinya tanaman. Hal ini disebabkan

karena pada kondisi yang jenuh air, maka kandungan O2 sedikit dan CO2

meningkat. Sehingga akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya

berpengaruh pada proses pengisapan air dan unsur hara (Islami dan Utomo, 2015)

Biologi Hama Kepik Hijau ( Nezara viridula L.)

Menurut Kalshoven (1981), kepik hijau diklasifikasikan sebagai berikut.

Filum : Arthropoda, Kelas : Insekta, Ordo : Hemiptera, Famili : Pentatomidae,

Genus : Nezara, Spesies : Nezara viridula L.

Kepik hijau termasuk dalam famili Pentatomidae, subordo Heteroptera,

ordo Hemiptera, dan kelas Insecta (Kalshoven, 1981). Serangga tersebut


8

merupakan hama yang polifag yang dapat menyerang tanaman pangan, buah-

buahan, tanaman hias, sayuran dan bahkan beberapa jenis gulma (Prayogo, 2013).

Kepik hijau mulai ada pada tanaman kedelai pada umur kurang lebih 35 hari

setelah tanam (HST), pada waktu tersebut kepik hijau meletakkan telur pada

permukaan daun (Vivan & Panizzi, 2016).

Kepik hijau memiliki bentuk tubuh segilima seperti perisai, panjang tubuh

sekitar 1-1.5 cm. Di punggungnya terdapat 3 bintik berwarna hijau (Ronald et al.,

2007).Kepik hijau memiliki sayap dua pasang (beberapa ada yang tidak bersayap).

Sayap depan menebal pada bagian pangkal. Bentuk tubuh pipih, memiliki kaki

yang pendek serta kepala yang terlihat membungkuk ke bawah. Pada bagian

kepala dijumpai adanya sepasang antena, mata facet, dan oceli, mempunyai alat

mulut menusuk dan menghisap yang muncul dari depan kepala dan dinamakan

stilet (Rioardi, 2009).

Kepik hijau betina dewasa bertelur pada permukaan bawah daun rata-rata

70-75 butir (Ronald et al., 2007). Setelah telur menetas, akan masuk pada fase

instar satu dengan warna coklat kemerahan. Warna tersebut akan mulai berubah

pada bagian kepala dan protorak yang berwarna kuning kehijauan pada fase instar

3 dan instar 4. Warna seluruhnya akan berubah menjadi hijau merata pada fase

dewasanya (Nurjanah, 2009).

Jumlah telurnya lebih kurang 1.100 butir.Telur diletakkan berkelompok

pada daun dengan masing-masing berjumlah 10-90 butir. Perkembangan telur

sampai dewasa lebih kurang 4-8 minggu. Jumlah daur hidupnya lebih kurang 60-
9

80 hari, bahkan ada yang bisa mencapai setengah tahun.Warna nimfa cerah

(Pracaya, 2010).

Hama kepik hijau dapat menyelesaikan siklus hidupnya dalam 65 sampai

70 hari. Kepik hijau diketahui memiliki hingga empat generasi per tahun di iklim

hangat kepik hijau selama musim dingin berupa imago (dewasa) dan bersembunyi

di kulit pohon, serasah daun, atau lokasi lain untuk mendapatkan perlindungan

dari cuaca. Pada saat memasuki musim semi, kepik hijau bergerak keluar dari

musim dingin dan mulai makan dan oviposisi (Squitier, 2013).

Telur diletakkan pada daun, polong, batang atau pada rumput secara

berkelompok antara 10-118 butir. Bentuk telur seperti cangkir, berwarna kuning

dan tiga hari sebelum menetas berubah menjadi merah bata (Rukmana dan

Sugandi, 2017).

Kepik hijau pada stadium imago berwarna hijau polos, hijau dengan

kepala dan pronotum berwarna jingga atau kuning keemasan, kuning

kehijauandengan tiga bintik hijau, dan kuning polos.Umur imago berkisar antara

5-47 hari (Rukmana dan Sugandi, 1997).Kepik hijau terdapat diseluruh daerah

tropis dan daerah subtropis.Panjang kepik hijau sekitar 16 mm (Pracaya, 2010).

Gejala Serangan Hama Kepik Hijau ( Nezara viridula L.)

Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting

pengisappolong pada pertanaman kedelai, padi, dan kacang panjang. Hama kepik

hijautermasuk dalam emps Pentatomidae (ordo Hemiptera) yang bersifat polifagus

danmenyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan daya kecambah


10

benih.Hama ini dapat menurunkan hasil panen baik secara kuantitas maupun

kualitas (Prayogo, 2012).

Bagian tanaman yang diserang kepik hijau adalah polong. Tingkat

serangan juga sulit diestimasi karena bersamaan dengan penghisap polong

lainnya.Imago menghisap cairan polong dan biji kedelai.Akibat serangannya

dapat menurunnkan, baik kualitas maupun kuantitas produksi serta menurunkan

daya kecambah (Saranga dkk, 2013).

Kepik hijau dapat menyerang tanaman kacang-kacangan, kentang dan

lainlain (Polifag). Gejala serangan yang ditimbulkan oleh kepik hijau yaitu biji

menjadi hitam, busuk,kulit biji keriput, dan bercak-bercak coklat, kadang-kadang

polong emps dan gugur dan daun bintik-bintik. Pada tanaman kacang kedelai nilai

ambang ekonomi hama ini yaitu 3 ekor/5 tanaman sampel umur 45 hari

(Rukmana, 2017).

Kerusakan pada polong akibat serangan kepik hijau beragam tergantung

pada perkembangan polong tersebut. Serangan pada polong-polong muda

menyebabkan polong tersebut menjadi kempis. Serangan pada saat pengisian biji

menyebabkan biji menghitam.Serangan pada polong-polong tua hanya

menyebabkn terbentuknya bintik-bintik kecil atau kulit biji menjadi keriput

(Harahap, 2014).

Kepik hijau memiliki tipe alat mulut menusuk-mengisap. Bagian dari

mulut yang seperti paruh panjang disebut mimbar. Cairan ludah dipompa ke

bawah saluran air liur dan cairan pada tanaman dihisap seperti makanan kanal.

Semua bagian tanaman dapat dimakan, tetapi pertumbuhan tunas dan


11

perkembangan buah lebih disukai. Gejala pada tunas biasanya layu, atau dalam

kasus yang ekstrim bisa mati. Kerusakan pada buah dari tusukan yaitu bintik-

bintik kecoklatan atau hitam. Tusukan ini mempengaruhi kualitas buah yang

dapat dimakan dan jelas menurunkan nilai pasarnya. Pertumbuhan buah muda

terhambat dan sering layu (Squitier, 2013).

PENGENDALIAN KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.) PADA

TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) merril) MENGGUNAKAN

AGENSIA HAYATI

Pengertian Agensia Hayati

Pengendalian Hayati (Biological Control) adalah pengendalian organisme

pengganggu tumbuhan (OPT) oleh musuh alami atau agensia pengendali hayati.

Namun dapat juga disebut mengendalikan penyakit dan hama tanaman dengan

secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alami. Dalam hal ini

yang dimanfaatkan yaitu Musuh Alami, sedangkan yang menggunakan atau

memanfaatkannya adalah manusia.Berarti ada campur tangan manusia pada setiap

pengendalian hayati (Irwan, 2009).

Pengendalian Hayati Terapan adalah pengendalian organisme pengganggu

tumbuhan (OPT) dengan menggunakan agensia hayati. Berarti diperlukan adanya

campur tangan manusia untuk penyediaan dan pelepasan musuh alami

(Saranga et.al, 2013).

Agensia Pengendali Hayati (Biological Control Agens) yaitu setiap

organisme yang meliputi subspecies, spesies, varietas, semua jenis protozoa,

serangga, bakteri, cendawan, virus serta organisme lainnya yang dalam tahap
12

perkembangannya bisa dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan

penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan dalam proses produksi,

pengelolaan hasil pertanian keperluan lainnya. Dalam memanipulasi/ rekayasa

teknologi musuh alami (Parasitoit, Predator, Virus, Cendawan, Bakteri, dll)

menjadi agens hayati. Dalam pengendalian OPT perluadanya campur tangan

manusia Pengendalian hayati sebagai komponen utama Pengendalian Hama

Terpadu pada dasarnya adalah untuk mengendalikan populasi organisme

pengganggu tumbuhan yang merugikan dengan penggunaan dan pemanfaatan

musuh alami (Pracaya, 2010).

Keuntungan dan Kerugian Pengendalian Dengan Menggunakan Agensia

Hayati

Banyak keuntungan dan kerugian penggunaan agensia hayati dalam

pemanfaatannya untuk mengatasi penyakit tanaman.Agensia hayati berfungsi

untuk menekan populasi patogen sehingga berakibat pada perbaikan pertumbuhan

tanaman. Agensia pengendali hayati pada perakaran tanaman sangat unik karena

keterkaitannya dengan eksudat akar.Pada lingkungan tanah, posisi agensia hayati

sebagai penyeimbang antara tanaman dan patogen (Hanifiah et al., 2010).

Agensia hayati berpengaruh terhadap tanaman, patogen serta lingkungan.

Pengaruh agensia hayati terhadap tanaman yaitu kemampuan melindungi tanaman

atau mendukung pertumbuhan tanaman melalui salah satu mekanismenya, yaitu

mendukung pertumbuhan tanaman.Sementara itu tanaman menyediakan nutrisi

bagi agensia pengendali hayati dalam bentuk eksudat akar, yang sangat diperlukan

untuk pertumbuhannya.Sedangkan pengaruh agensia hayati terhadap patogen

sangat jelas yaitu menekan daya tahan dan pertumbuhan patogen. Penekanan ini
13

akan menyebabkan penurunanpopulasi patogen di alam. Lingkungan hidup, baik

itu biotik maupun abiotik sangat berperan dalam kelangsungan hidup agensia

pengendali hayati. Agensia hayati sangat dipengaruhi oleh iklim terutama iklim

mikro (suhu, pH, kelembaban, dan beberapa komponen lainnya)

(Fachrudin, 2010).

Pengendalian hayati aman bagi lingkungan karena tidak memiliki dampak

samping terhadap lingkungan terutama terhadap serangga atau organisme bukan

sasaran. Karena musuh alami biasanya adalah khas inang. Meskipun pernah

dilaporkan kasus terjadinya ketahanan suatu jenis hama terhadap musuh alami

antara lain dengan membentuk kapsul dalam tubuh inang, namun kejadian

tersebut sangat langka (Aswan F. 2010).

Pengendalian hayati juga relatif ekonomis karena begitu usaha tersebut

berhasil petani tidak memerlukan lagi tambahan biaya khusus untuk pengendalian

hama, petani kemudian hanya mengupayakan agar menghindari tindakan-tindakan

yang merugikan perkembangan musuh alami (Cahyadi, H. 2018).

Kesulitan dan permasalahan utama dalam penerapan dan pengembangan

pengendalian hayati adalah modal investasi permulaan yang besar yang harus

dikeluarkan untuk kegiatan eksplorasi, penelitian, pengujian dan evaluasi terutama

yang menyangkut berbagai aspek dasar baik untuk hama, musuh alami maupun

tanaman. Aspek dasar dapat meliputi taksonomi, ekologi, biologi, siklus hidup,

dinamika populasi, genetika, fisiologi, dll. Identifikasi yang tepat baik untuk jenis

hama maupun musuh alaminya merupakan langkah permulaan yang sangat

penting. Apabila identifikasi kurang benar kita akan memperoleh kesulitan dalam
14

mempelajari sifat-sifat kehidupan musuh alami dan langkah-langkah kegiatan

selanjutnya (Kisman. 2010).

Kecuali diperlukan modal, fasilitas yang lengkap juga diperlukan sumber

daya manusia terutama para peneliti yang berkualitas dan berpendidikan khusus

dan berdedikasi tinggi sesuai dengan yang diperlukan untuk pengembangan

teknologi pengendalian hayati. Sampai saat ini tenaga-tenaga ahli dengan

kualifikasi demikian masih sangat jarang tersedia di Indonesia. Meskipun ada

beberapa ahli yang berpendapat bahwa untuk pengendalian hayati yang penting

adalah adanya tenaga peneliti yang berpengalaman dan berdedikasi tinggi serta

cukup memiliki rasa seni dan intuisi, namun bagaimanapun untuk keberhasilan

pengendalian hayati dalam kerangka PHT diperlukan juga dasar pengetahuan dan

teknologi yang mantap (Mapegau. 2016)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Hama Kepik

Hijau (Nezara viridula L.)

Kisaran suhu antara titik hibernasi dan titik aestivasi disebut "suhu efektif"

untuk melakukan aktivitasnya, setiap serangga memiliki kisaran suhu masing-

masing. Suhu optimal bagi kebanyakan serangga adalah 26°C. Situasi hibernasi

umumnya dimulai pada suhu 15°C, dan aestivasi pada suhu 38°C-45°C. Pada

suhu optimum, kemampuan hama untuk melahirkan keturunan amat besar, dan

kematian (mortalitas) sedikit. Misalnya, kumbang beras (Sitophillus oryzae) suhu

efektifnya 26°C-29°C.Bila lebih dari 35°C, kumbang tersebut tidak bisa bertelur.

Umur hama pun dipengaruhi suhu lingkungan. Wereng cokelat betina dewasa

(Nilaparvata lugens) pada suhu 25°C dapat mencapai umur 42 hari, pada suhu
15

29°C mencapai 30 hari, dan pada suhu 33°C hanya mampu mencapai 9 hari

(Prayogo, 2012).

Kelembapan besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama. Bila

kelembapan sesuai dengan kebutuhan hidup serangga, serangga tersebut

cenderung tahan terhadap suhu-suhu ekstrim. Pada suhu 18°C dengan kelembapan

70%, perkembangan telur hama gudang (Sitophillus oryzae) sampai menjadi

dewasa membutuhkan waktu 110 hari. Sedangkan, pada suhu 18°C tetapi

kelembapannya mencapai 89%, perkembangannya hanya membutuhkan waktu 90

hari. Aktivitas penyerangan pun dipengaruhi kelembapan. Hama gudang baru bisa

menyerang apabila kadar air beras atau jagung di atas 14%. Hama thrips akan

berkembang biak dengan normal pada kelembapan di atas 70% (Herlinda

et al., 2018).

Pengaruh Curah Hujan. Air merupakan kebutuhan primer bagi setiap

makhluk hidup. Begitu pula bagi hama tanaman pertanian. Bila air berlebihan,

akan berakibat tidak baik terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan

organisme hama. Banjir dan hujan deras bisa menimbulkan kematian kupu-kupu

yang sedang beterbangan, Derasnya aliran air dapat menghanyutkan hama

tanaman. Beberapa hama, seperti ulat daun kubis (Plutella xylostella) dan tungau,

tidak tahan terhadap curah hujan yang besar sehingga pada keadaan demikian

populasinya akan menurun (Saptiningsih, E. 2017).

Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar pengaruhnya

terhadap kehidupan hama tanaman. Beberapa jenis hama mempunyai reaksi

positif terhadap cahaya. Misalnya Penggerek padi putih (Tryporyza innotata),


16

wereng cokelat (Nilaparvata lugens), anjing tanah (Gryllotalpa africana), waiang

sangit (Leptocorixa acuta), kumbang katimumul hijau (Anomala viridis), dan

kumbang beras (Sitophillus oryzae) tertarik cahaya lampu pada malam hari. Ada

beberapa hama yang aktif pada saat tidak ada cahaya atau malam hari (nokturnal),

misalnya ulat grayak (Spodoptera litura), tikus (Rattus-rattus sp.), ulat tanah

(Agrotis ipsilon), dan jenis kalong (Pteropus sp.). Banyak pula hama yang aktif

pada siang hari (diurnal), seperti waiang sangit, wereng cokelat, dan belalang

kayu (Valanga nigricornis) (Prayogo, 2012).

Tanaman inang adalah tanaman yang menjadi makanan dan tempat tinggal

organisme hama. Bila tanaman yang disukai terdapat dalam jumlah banyak,

populasi hama cepat meningkat. Sebaliknya, bila makanan kurang, populasi hama

akan turun. Struktur dan kelembapan tanah berpengaruh besar terhadap kehidupan

hama. Tanah berstruktur gembur, dengan kandungan bahan organik tinggi, dan

kelembapan yang cukup, dapat mendukung perkembangan hama yang seluruh

atau sebagian hidupnya di dalam tanah (Yulia, E. 2016).

Cara Aplikasi Pengendalian Agensia Hayati

Dosis aplikasi minimum akan lebih baik daripada dosis aplikasi tinggi dalam

peningkatan keefektifan patogen. Dosis tinggi menyebabkan persaingan pakan

dan ruang antar patogen sejenis dan menghambat perkembangbiakan sehingga

mampu menurunkan daya bunuh terhadap serangga sasaran (Pohan.2018)

Kemapanan patogen yang merupakan makhluk hidup di lapangan sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan.Dalam aplikasinya diharapkan patogen tidak

terkena cahaya matahari secara langsung karena sinar ultraviolet menyebabkan


17

patogen tidak aktif bahkan dapat membunuh patogen dalam waktu yang relatif

cepat.Agens hayati sebaiknya diaplikasikan pagi atau sore hari.Kelembaban tinggi

lebih meningkatkan keefektifan patogen (Yulia, E. 2016).

Patogen harus benar-benar melekat atau menempel atau menyelimuti

bagian tanaman maupun serangga sasaran. Dengan demikian kontak antara

patogen dengan serangga sasaran cepat terjadi. Serangga sasaran yang

mengkonsumsi patogen dengan cepat diharapkan mengalami kematian secara

cepat juga (Habazar, T. 2016).

Kondisi pH pada bahan pelarut sangat mempengaruhi keefektifan patogen.

Pelarut dianjurkan memiliki derajat kemasaman yang normal (pH 7). Kondisi

basa menyebabkan delta endotoksin pada Bt akan rusak dan efektifitasnya

menurun (Prayogo, Y. 2014).

Beberapa tanaman mampu menghasilkan senyawa-senyawa anti mikrobia

yang dapat mengurangi keefektifan patogen.Senyawa nikotin yang dihasilkan oleh

tanaman tembakau dapat menghambat pertumbuhan B. thuringiensis.Patogen

tersebut juga terhambat pertumbuhannya karena adanya senyawa phenol dan

terpenoid pada tanaman kapas. Senyawa alkaloid, tomatin dari tanaman tomat

menghambat pembentukan koloni dan pertumbuhan jamur patogen B. bassiana.

Asam klorogenik pada tanaman tomat dapat mengurangi efektifitas NPV dari

Helicoverpa zea (Saptiningsih, E. 2007).

Semakin muda umur serangga akan semakin rentan terhadap patogen.

Hama sasaran dalam keadaan tertekan seperti sakit, kekurangan pakan,

ketidakcocokan pakan, kepadatan yang terlalu tinggi menyebabkan tingkat


18

kerentanannya semakin tinggi. Oleh karena itu sebelum aplikasi patogen di

lapangan harus diketahui kondisi hama sasaran (Ismail, N. 2010).

Patogen sebagai agens pengendalian hayati memiliki kemampuan dapat

dipadukan dengan agens pengendalian yang lain sehingga daya bunuhnya lebih

efektif dan hasilnya akan lebih memuaskan. Spesies serangga tertentu yang rentan

terhadap patogen dapat menjadi tahan dengan bertambahnya umur dan

dipengaruhi oleh faktor genetik maupun lingkungan (Tandion, H. 2008).

Pengendalian Kepik Hijau (Nezara viridula L.) Pada Tanaman

Kedelai (Glycine max (L) merril) Menggunakan Agensia Hayati

Penurunan hasil panen dapat terjadi karena penggunaan insektisida kimia

yang digunakan secara terus menerus, sehingga hama kebal terhadap insektsida

kimia tersebut dan berkembang pesat (Tillman, 2006 dalam Prayogo, 2012).

Selain itu, dapat terjadi kasus resurjensi hama akibat penggunaan insektisida

kimia yang berlebihan menyebabkan musuh alami dari hama tersebut punah dan

perkembangan hama tersebut semakin meningkat (Prayogo, 2012).

Dalam mengatasi permasalahan resurjensi yang disebabkan N.

viridula,diperlukan kajian pengendalian hama yang ramah lingkungan, antara lain

dengan memanfaatkan musuh alami sebagai agensia pengendali hama. Salah satu

agensia hayati yang potensial sebagai pengendali hama adalah jamur

entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Jamur B. bassiana dapat

menginfeksi serangga dari beberapa ordo antara lain ordo Coleoptera,

Lepidoptera, Hemiptera,Homoptera, Orthoptera, dan Diptera

(Herlinda et al., 2018).


19

Menurut Hasnal et al. (2012), pengendalian hama N. viridula

menggunakMenurut Hasnal et al. (2012), pengendalian hama N. viridula

menggunakan cendawan B. bassiana tergantung pada konsentrasi cendawan yang

diaplikasikan kepada hama N. viridula. Pada konsentrasi 6 g/l aquades ditambah

cendawan B.bassiana dapat menyebabkan mortalitas hama sebesar 45,23% dan

pada konsentrasi 2 g/l sebesar 23,31%. Kematian serangga hama tersebut terjadi

karena jaringan tubuh N. viridula yang terserang cendawan mengeluarkan enzim

dan toksinnya sehingga menyebabkan kerusakan saluran pencernaan, system

pernapasan serta menghancurkan daya tahan tubuh serangga sehingga nafsu

makannya menjadi berkurang. Selanjutnya untuk meningkatkan efikasi jamur

entomopatogen dalam pengendalian hama, dapat dilakukan

denganmengkombinasikan teknologi pengendalian yang lain, dengan harapan

terjadi efeksinergisme dan dapat menekan perkembangan hama (Herlinda, 2006).


20

KESIMPULAN

1. Pengendalian Hayati (Biological Control) adalah pengendalian organisme

pengganggu tumbuhan (OPT) oleh musuh alami atau agensia pengendali

hayati.

2. Agensia hayati berfungsi untuk menekan populasi patogen sehingga

berakibat pada perbaikan pertumbuhan tanaman.

3. Agensia hayati sangat dipengaruhi oleh iklim terutama iklim mikro (suhu,

pH, kelembaban, dan beberapa komponen lainnya).

4. Dosis tinggi menyebabkan persaingan pakan dan ruang antar patogen

sejenis dan menghambat perkembangbiakan sehingga mampu menurunkan

daya bunuh terhadap serangga sasaran.

5. Suhu optimal bagi kebanyakan serangga adalah 26°C. Situasi hibernasi

umumnya dimulai suhu 15°C, dan aestivasi suhu 38°C-45°C. Pada suhu

optimum, kemampuan hama untuk melahirkan keturunan amat besar.

6. Salah satu agensia hayati yang potensial sebagai pengendali hama adalah

jamur entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill.

Anda mungkin juga menyukai