Anda di halaman 1dari 12

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Kedelai Edamame

Sejarah Edamame berasal dari bahasa Jepang. Eda berarti cabang dan mame

berarti kacang, dapat diartikan sebagai buah yang tumbuh di bawah cabang

(Branched bean). Edamame di Cina dikenal dengan sebutan mao dou (Hairy bean)

(Miles et al., 2000). Orang Eropa terutama Inggris lebih mengenal jenis kedelai ini

dengan nama vegetable soybean (kedelai sayur) atau green soybean dan sweet

soybean. Edamame dapat didefinisikan sebagai kedelai berbiji sangat

besar(>30g/100 biji) yang dipanen muda dalam bentuk polong segar pada stadia R-

6, dan dipasarkan dalam bentuk segar (fresh Edamame) atau dalam keadaan beku

(frozen Edamame) (Shanmugasundaram et al., 1991).

Di Indonesia Edamame mulai ditanam pada tahun 1990 di Gadog, Bogor

Jawa Barat dan hasilnya dipasarkan dalam bentuk segar di pasar dalam negeri. Pada

tahun 1992 Edamame dicoba pula pengembangannya di Jember dan sejak tahun

1995 hasilnya mulai dipasarkan dalam bentuk segar beku dan diekspor ke Jepang

(Soewanto dkk., 2007).

Syarat tumbuh Edamame menghendaki ketinggian lahan minimal 200 m

diatas permukaan laut (dpl), suhu berkisar 26 – 30 ° C, dengan penyinaran matahari

penuh. Edamame menghendaki tanah yang subur dengan pengairan yang baik dan

kemasaman tanah netral. Pada umumnya pertumbuhan tanaman kedelai akan baik

pada pada ketinggian tidak lebih dari 500 meter di atas permukaan laut (dpl).

Kedelai Edamame dapat tumbuh baik pada tanah-tanah aluvial, Regosol, grumosol,

latosol, dan andosol. Selain itu menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya

6
7

bahan organik. Keasamaan tanah (pH) yang cocok untuk berkisar antara 5,8-7,0

(Nazzarudin, 1993).

Tanaman kedelai dapat mengikat Nitrogen di atmosfer melalui aktivitas bakteri

Rhizobium sp. japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi

nama nodul atau nodul akar (Lampiran 7p). Nodul akar tanaman kedelai umumnya

dapat mengikat Nitrogen dari udara pada umur 10-12 hari setelah tanam, tergantung

kondisi lingkungan tanah dan temperatur (Aep, 2006).

Kelembaban tanah yang cukup dan temperatur sekitar 25°Csangat mendukung

pertumbuhan nodul akar tersebut. Proses pembentukan nodul akar sebenarnya

sudah terjadi mulai 4-5 hst, yaitu sejak terbentuknya akar tanaman. Pada saat

itulah terjadi infeksi akar rambut yang merupakan titik awal dari proses

pembentukan nodul akar (Aep, 2006). Kemampuan memfiksasi Nitrogen ini akan

bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman, namun maksimalnya

hanya sampai akhir masa berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa

pembentukan biji, kemampuan nodul akar dalam memfiksasi Nitrogen akan

menurun bersamaan dengan semakin banyaknya nodul akar yang tua dan luruh

(Aep, 2006). Menurut Singgih (2013) teknik budidaya kedelai edamame meliputi:

Media Tanam

Media yang digunakan dalam penelitian adalah tanah Regosol. Tahap

pertama yaitu mengambil tanah Regosol, setelah tanah di kumpulkan tahap

selanjutnya yaitu dengan mengering angikan tanah dengan bantuan sinar

mtahari, ketika tanah sudah kering maka tanah diayak menggunakan alat
8

ayakan kemudian masukkan tanah Regosol ke dalam polybag dan diberi

label menurut perlakuan masing-masing.

Persiapan Benih

Benih yang digunakan harus memiliki kualitas baik, yaitu benih yang

sudah cukup tua, utuh, dan warnanya mengkilat. Selain itu benih juga harus

bersih dari kotoran, hama, dan penyakit (Singgih, 2013)

Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman benih Edamame, terlebih dahulu

dilakukan pengujian daya kecambah yang bertujuan untuk mengetahui

presentase daya kecambah Edamame yang akan ditanam. Setelah pengujian

daya kecambah selesai benih Edamame siap ditanam. Pada saat penanaman

tanah dilubangi ± 3 cm dari permukaan tanah kemudian benih kedelai

Edamame dimasukan ke dalam lubang tanam sebanyak dua benih per

polibag.

Untuk penanaman dengan menggunakan polibag dapat dilakukan pada

polibag berukuran 30x40 cm, dengan cara polibag diisi tanah dengan

kapasitas 10 kg. Kemudian dibuat lubang tanam di permukaan tanah kira-

kira 3 cm, lalu benih kedelai Edamame dimasukan 2 benih per lubang tanam.

Penyulaman

Penyulaman tanaman kedelai Edamame dilakukan 1 minggu setelah

tanam (MST). Tanaman kedelai yang tidak tumbuh atau kena hama dan

penyakit dilakukan penyulaman. Penyulaman tanaman bertujuan untuk

mengganti tanaman yang tidak tumbuh atau mati dan mengganti tanaman
9

yang pertumbuhannya kurang baik yang disebabkan serangan hama dan

penyakit. Penyulaman kedelai Edamame yang dilakukan 1 minggu setelah

tanam (MST) dengan mengganti benih yang tidak tumbuh dengan cara

pindah tanaman dari tanaman kedelai Edamame yang tumbuh dua tanaman

perlubang. Penyulaman yang dilakukan sesuai pernyataan Mashar (2010)

yaitu pindah tanam dari tanaman yang seumur merupakan cara penyulaman

terbaik, dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 hari setelah tanam

(HST).

Penyiangan

Rerumputan atau gulma lainya perlu dibersihkan agar tidak bersaing

dengan Edamame, penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 9

HST. Penyiangan selanjutnya dilakukan sesuai kondisi pertanaman.

Penyiraman

Kedelai menghendaki kondisi tanah lembab namun tidak becek pada

saat penanaman dan pengisian polong. Menjelang panen sebaiknya dalam

keadaan kering. Menurut Aep (2006), tanaman kedelai memerlukan air saat

perkecambahan (0-5 hst), stadium awal vegetative (15-2v 0 hst), masa

pembungaan dan pembentukan biji (35-65 hst).

Pemupukan

Jumlah takaran pupuk dan saat pemberiannya tidak sama untuk setiap

lokasi, tergantung kepada tipologi lahannya. Selain pupuk, kapur juga perlu

diberikan untukPemupukan mengurangi kemasaman tanah. Kedelai tidak

dapat tumbuh baik di lahan yang sangat masam. Dosis pemupukan Biasanya
10

untuk kedelai dosis yang dianjurkan adalah: N :50-100 kg Urea/ha P : 75-

150 kg TSP/ha

K : 50-100 kg KCl/ha Ditambah dengan pupuk kandang 5 ton/ha. Waktu

dan cara pemupukan, pupuk diberikan tiga kali, yaitu :

i. Pupuk dasar : diberikan pada saat tugal, dengan cara ditugalkan

disamping tugalan biji, dengan dosis sepertiga dari total dosis.

ii. Pupuk susulan I : umur 20 hari setelah tanam, dosis sepertiganya

dengan cara dienclo disamping tanaman.

iii. Pupuk susulan II : umur 40 hari setelah tanam, dosis sepertiganya

dengan cara dienclo disamping tanaman.

Pengendalian OPT

Edamame tidak luput terkena serangan organisme penganggu tanaman

(OPT) baik hama maupun penyakit. Pengendalian dilakukan secara terpadu

sesuai dengan jenis hama maupun penyakitnya. Penggunaan pestisida

dilakukan secara selektif dan terkendali. Jenis OPT yang menyerang

Edamame biasanya sama juga dengan OPT yang menyerang kedelai,

sehingga pengendalianya tidak berbeda jauh dengan pengendalian pada

kedelai. Lalat pucuk, ulat grayak, pengerek batak, dan jamur bisa disemprot

dengan Reagent 50 C dengan dosis 1 gr / liter air dan Ingrofol 50 WP dengan

dosis 1,5 l/Ha.

Pengendalian OPT ini sangat penting karena bisa berpengaruh terhadap

kualitas Edamame. Edamame yang diminta oleh pasar lokal maupun ekspor
11

adalah Edamame yang bernas, warna hijau segar dan harus bebas dari bekas

serangan hama atau penyakit. Sehingga sangat penting untuk

memperhatikan hal ini, baik hama pengerek batang maupun pengerek

polong.

Panen dan Pasca Panen

Kedelai Edamame biasanya dipanen pada umur 63 hari setelah

tanam (HST) sampai 68 HST untuk polong segar. Panen polong muda saat

polong berwarna masih hijau bisa mencapai 7,5 ton per hektar jika terlalu

tua kurang disukai konsumen.

Mentreddy (2002) menyatakan bahwa waktu optimum untuk

pemanenan adalah ketika polong masih berwarna hijau, belum matang dan

padat dengan biji hijau yang telah berkembang secara penuh yang biasanya

terjadi pada fase pengembangan. Karakteristik fisik yang nampak pada saat

pemanenan adalah warna polong hijau terang dan agak sedikit abu-abu,

ukuran panjang sekitar 5 cm dan lebar sekitar 1,4 cm dengan jumlah biji dua

atau lebih. Umumnya jumlah polong berbiji dua dan tiga sekitar 50% (7

sampai 15 polong per tanaman) dari seluruh polong yang dihasilkan.

Menurut Nguyen (2001), varietas Edamame mampu menghasilkan polong

rata-rata 40-50 polong/pohon dan jumlah polong tidak lebih dari 175 polong

untuk setiap 500 gram.

B. Kompos

Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daun-

daunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,


12

kompos terjadi dengan sendirinya tetapi memakan waktu yang lama sehingga perlu

perlakuan agar menghasilkan kompos dengan kualitas baik dalam waktu yang tidak

lama. Semakin banyak jenis bahan yang digunakan dalam pengomposan maka

unsur hara yang tersedia dalam kompos tersebut akan semakin lengkap.

Kompos dapat memengaruhi kesuburan tanah terutama sifat fisik tanah,

sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Kompos memperbaiki sifat fisik tanah dengan

cara memperbaiki struktur dan tekstur serta peningkatan porositas tanah. Kompos

juga mampu menyediakan unsur hara seperti N, P, K, Mg, Fe, S, Mn dan Cu

sehingga memperbaiki sifat kimia tanah. Jumlah populas mikroorganisme tanah

juga akan meningkat akibat pemberian kompos (Rismayadi, 1996).

Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan salah satu contoh pupuk organik yang berasal dari

kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan

maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung

pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar sertakandungan haranya

(Sangatanan dan Sangatanan, 1989). Pupuk organik yang dikembalikan melalui pupuk

kandang selain sebagai sumber bahan organik tanah juga sebagai sumber hara bagi

pertumbuhan tanaman (Ende dan Taylor, 1969). Bahan organik memegang peranan

penting pada tanah tropis, karena hampir semua unsur terdapat didalamnya (Agboola,

1974).

Penggunaan pupuk kandang telah lama dikenal dalam perbaikan kesuburan

tanah pertanian. Pada umumnya petani menggunakan kompos kotoran ternak sapi

sebagai pupuk dasar dalam melakukan budidaya tanaman kedalai atau yang sering

disebut dengan pupuk kandang. Kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
13

organik karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti unsur N,

P dan K serta beberapa unsur hara lainnya. Pupuk kandang mempunyai kandungan

unsur hara berbeda-beda karena masing-masing ternak mempunyai sifat khas

tersendiri yang ditentukan oleh jenis makanan dan usia ternak tersebut. Seperti

unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sapi yakni N 2,33 %, P2O5 0,61 %,

K2O 1,58 %, Ca 1,04 %, Mg 0,33 %, Mn 179 ppm dan Zn 70,5 ppm (Wiryanta dan

Bernardinus, 2002). Penggunaan dosis pupuk kandang pada budidaya kedelai

adalah 20 ton/ha. Namun dengan penggunaan sebesar itu untuk per musim

tanamnya berbagai kendala muncul seperti ketersediaan yang terbatas dan harga

pupuk kandang yang semakin mahal.

Kompos Pelepah Daun Salak

Pelepah daun salak merupakan suatu limbah pertanian hasil pemangkasan yang

melimpah. Populasi tanaman salak di daerah sleman sebanyak 4.653.790 rumpun,

dan diantaranya jenis salak pondoh (4.095.178 rumpun), 11,5% salak biasa dan

0,5% salak gading (Badan Pusat Statistik, 2004). Pemangkasan pelepah daun salak

merupakan salah satu pemeliharaan tanaman yang dilakukan dalam budidaya salak,

hal ini bertujuan untuk menjamin produktivitas tanaman salak yang sesuai dengan

SOP (Standar Prosedur Operasional). SOP menurut Good Agriculture Pracatices

adalah pemangkasan pelepah daun antara 2-3 pelepah daun/pohon.musim (musim

kemarau dan penghujan). Setiap rumpun rata-rata terdiri dari 5 pohon. Setiap

rumpun akan menghasilkan limbah pelepah sebanyak 15 atau setara dengan bobot

0,36 kg, pelepah yang dihasilkan setara bobot 4,32 kg sehingga untuk populasi
14

20.104 ton/ musim yang merupakan potensi yang sangat besar sebagai sumber

pupuk organik (Pitoyo, 2016).

Menurut hasil penelitian Balai Besar Pulp dan Kertas bandung bersama Dinas

Perdagangan Perindustrian Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Sleman

tahun 2003, pelepah daun salak mengandung serat Eqfalen dengan kandungan sert

pada pelepah daun salak yaitu sebesar 52%. Dari hasil analisis pelepah daun salak

mengandung air 10,50%, C 36,5 %, N 0,91 %, BO 62,93%, C/N rasio 40,10%

(Pitoyo, 2016). Sedangkan hasil analisis oleh Labolatorium Chem-mix Pratama abu

pelepah daun salak mengandung N 0,5% P2O5 0,8% dan K2O 4,1 %.

Pelepah daun salak mengandung selulosa dan lignin yang cukup tinggi maka

pengomposan pelepah daun salak membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada

umumnya untuk memperoleh kompos yang baik dibutuhkan waktu enam sampai

delapan bulan, namun dengan menambahkan aktivator yang tepat pengomposan

pelepah daun salak dapat dilakukan selama 4 minggu (Pitoyo, 2004). Berdasarkan

hasil analisis penelitian Pitoyo (2016) aktivator EM4 merupakan aktivator yang

paling baik dalam proses pengomposan pelepah daun salak. Pengomposan pelepah

daun salak sebanyak 10 kg yang diberi aktivator berupa EM4 sebanyak 10 ml

mengandung air 15,92%, C 21,1%, N 2,04%, BO 47,72%, C/N rasio 13,27% (Pitoyo,

2016).

Pada proses pengomposan perlu dijaga kadar air, pH, temperatur dan aerasi

yang optimal melalui penyiraman dan pembalikan. Pada tahap awal proses

pengomposan temperatur akan mencapai 65-700 C sehingga organisme patogen

(baik itu bakteri, virus, parasit, bibit penyakit tanaman maupun bibit gulma) akan
15

mati. Proses pengomposan umumnya berakhir setelah 6 sampai 7 minggu yang

ditandai dengan tercapainya suhu optimal dan kestabilan materi.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengomposan antara lain : kelembaban,

konsentrasi oksigen, temperatur, perbandingan C/N, derajat keasaman (pH) dan

juga ukuran partikel bahan. Kelembaban yang baik yaitu antara 40-60% karena

pada kondisi tersebut mikroorganisme dapat bekerja optimal.

Kebutuhan oksigen yang baik yakni antara 10-18%. Temperatur yang

optimum untuk proses pengomposan yakni antara 35-500 C. Perbandingan C/N

yang optimum untuk proses pengomposan yaitu antara 30-35. Sedang untuk pH

yang optimum yaitu berada pada kisaran pH netral antara 6-8. Ukuran partikel

bahan yang dianjurkan pada pengomposan aerob berkisar antara 1-7,5 cm (Andhika

dkk., 2009).

Tabel 1. Standar Kualitas Kompos SNI : 19-7030-2004

No Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 Suhu % Suhu air tanah

2 Kadar air % °C 50

3 Warna Kehitaman

4 Ukuran Partikel Mm 0,55 25

5 pH 6,80 7,49

6 Bau Berbau tanah

7 Bahan organic % 27 58

8 Karbon % 9,80 32

9 Nitrogen % 0,10

10 C/N- Rasio 10 20

Sumber : SNI : 19-7030-2004


16

C. Hipotesis
Diduga perlakuan pemberian dosis 25 ton/ha kompos pelepah daun salak

memberikan hasil yang lebih tinggi terhadap pertmbuhan dan hasil tanaman kedelai

Edamame dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai