Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu faktor luar penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

produksi suatu tanaman adalah intensitas cahaya. Cahaya matahari merupakan

salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi laju fotosintesis pada tanaman

yang memiliki klorofil. Sinar matahari memberikan berbagai pengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman, selain menyediakan sumber energi untuk fotosintesis.

Ketiadaan sinar akan mempengaruhi status fisiologi jaringan tanaman. Sehingga

kandungan karbohidrat akan berkurang pada intensitascahaya rendah atau gelap

(Wulandari et al., 2016).

Oleh karena itu intensitas cahaya optimal sangat diperlukan agar

pertumbuhan tanaman dapat maksimal dan dapat menghasilkan bibit yang

memiliki kualitas yang baik. Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan dengan

pemberian naungan sehingga dapat melindungi bibit dari cahaya matahari dan

suhu yang berlebihan. Naungan juga diperlukan untuk mengurangi evaporasi dan

transpirasi sehingga kelembaban media dapat dipertahankan dan tanaman dapat

tumbuh dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

intensitas naungan terhadap pertumbuhan bibit cempaka wasian di persemaian

(Irawan dan Hidayah, 2017).

Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya kedelai sebagai tanaman sela

adalah penaungan yang diakibatkan oleh tanaman pokok. Tanaman kedelai yang

dinaungi atau ditumpangsarikan akan mengalami penurunan hasil 6-52% pada

tumpangsari kedelai-jagung dan 2-56% pada tingkat naungan 33% sedangkan,

cekaman naungan 50% menyebabkan hasil per hektar tanaman kedelai menurun
10-40%. Sejalan dengan permasalahan tersebut, penanaman kedelai toleran

naungan sebagai tanaman sela dianggap sebagai salah satu upaya yang dapat

ditempuh untuk meningkatkan produktivitas lahan (Handriawan et al., 2016).

Perbedaan naungan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

Hal ini berkaitan langsung dengan intensitas,kualitas dan lama penyinaran cahaya

yang diterima untuk tanaman melaksanakan proses fotosintesis. Pada tanaman

yang ternaungi, intensitas cahaya rendahakan menimbulkan pengaruh yang kurang

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman terutama pada pembibitan seperti

pertumbuhan akarnya menjadi lambat (Fauzi et al., 2016).

Pertumbuhan akan optimal apabila semua komponen tersedia dalam jumlah

yang seharusnya. Suhu, ketersediaan CO2, dan cahaya merupakan unsur dalam

kegiatan fotosintesis. Pada umumnya tumbuhan daerah tropis tidak mampu

melakukan fotosintesis pada suhu 5°C, maka meskipun sinar ada, CO 2 terpenuhi

kegiatan fotosintesis akan terhambat dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

temperatur merupakan faktor penghambat (limiting factor) (Khoiri, 2017).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui pengaruh

naungan terhadap tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr)

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat

untuk dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Ekologi Tanaman

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara serta

sebagai sarana informasi bagi pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Adisarwanto (2005) adapun klasifikasi tanaman kedelai sebagai

berikut : Kingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta; Subdivisio :

Angiospermae ; Kelas : Dicotyledoneae ; Ordo : Rosales ; Famili : Leguminosae ;

Genus : Glycine ; Species : Glycine max (L.) Merril

Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang dan

akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu, kedelai juga

seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil.

Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnyakadar

air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2005).

Perkembangan batangnya sendiri dibedakan menjadi dua tipe, yaitu

tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini

didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang

determinate di tunjukkan dengan yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman

mulai berbunga. Pertumbuhan batang indeterminate dicirikan bila pucuk

batang tanaman masih bisa tumbuh daun walaupun tanaman sudah mulai

berbunga (Cahyadi, 2010).

Daun kedelai hampir seluruhnya trifoliate (menjari tiga) dan jarang

sekalimempunyai empat atau lima jari daun. Bentuk daun tanaman kedelai

bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, tetapi untuk praktisnya,

diistilahkan dengan berdaun lebar dan berdaun sempit (Ardi, 2013).

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna (hermaphrodite), yakni pada

tiap kuntum bunga terdapat alat kelamin betina (Putik) dan kelamin jantan
(benang sari). Bunga pada tanaman kedelai muncul/tumbuh pada ketiak daun,

yakni setelah buku kedua, tetapi terkadang bunga dapat pula terbentuk pada

cabang tanaman yang mempunyai daun. Hal ini karena sifat morfologi cabang

tanaman kedelai serupa atau sama dengan morfologi batang utama (Sorga, 2013).

Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada

setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1—10 buah dalam setiap

kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50,

bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan

semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk

polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini

kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning

kecoklatan pada saat masak (Riskanita, 2011).

Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio

terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam ada yang kuning,

hitam, hijau dan coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada

yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi tergantung varietas.

Di Indonesia besar biji bervariasi dari 6 gram – 30 gram (Suprapto, 2001).

Syarat Tumbuh

Iklim

Pertumbuhan kedelai optimum tercapai pada suhu 20-25º C. Suhu

12 - 20º C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan

tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan

kecambah,serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih


tinggi dari 30º C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil

fotosíntesis(Rubatzky dan Yamaguchi, 2000).

Indonesia mempunyai iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan kedelai,

karena kedelai menghendaki hawa yang cukup panas. Pada

umumnya pertumbuhan kedelai sangat ditentukan oleh ketinggian tempat dan

biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 meter diatas

permukaan laut. Namun demikian, diatas batas itu kedelai masih bisa

ditanam dengan hasil yang memadai (Suprapto, 2001).

Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di tempat

- tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm 3 \per bulan. Oleh

karena itu, kedelai kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m

di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam

di daerah beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanah

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu

basah, tetapiair tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang

khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang

kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal

tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai

dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi

tanah cukup baik (Saleh dan Hardaningsih, 2007).

Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada pH

yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al. Nilai pH tanah yang
cocok berkisar antara 5,8 – 7,0. Pada pH dibawah 5,0 pertumbuhan bakteri bintil

dan proses nitrifikasi berjalan kurang baik (Suprapto, 2001).

Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun

pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah – tanah

yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah –

tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa,

pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik

atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Praktikum

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Tanaman Program

Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada

bulanFebruarisampaidenganselesai, bertempatpada ketinggian 25 m dpl.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah polybag sebagai tempat

media perkecambahan, cup aqua sebagai tempat untuk merendam benih, label

untuk menandai perlakuan, bak kecambah sebagai wadah perkecambahan

tanaman, rol untuk mengukur tinggi perkecambahan dan jumlah akar, cangkul

untuk mengolah tanah dilahan, plang untuk menandai lahan perkelompok, parang

sebagai alat pembersih gulma, pacak untuk menandakan ukuran plot, gembor

untuk menyiram tanaman pangan, alat tulis digunakan untuk menulis data, kamera

handphone digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan, paku dan palu untuk

membuat plank, spidol untuk menulis nama kelompok pada plank, jas lab sebagai

alat proteksi diri, badge name sebagai tanda pengenal.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih kedelai

(Glycine max (L.) Merrvarieatas Anjamoro sebagai tanaman indikator, tanah, top

soil, pasir sebagai media tanam tanaman indikator, batu bata digunakan untuk

pondasi untuk meletakan polybag, pupuk KCl, NPK Mutiara dan TSP sebagai

penyubur dan nutrisi bagi tanaman

Prosedur Percobaan

- Disediakan polybag untuk perkecambahan tanaman, di isi semua media tanam

dengan top soil ke dalam polybag.


- Di tanam benih kemedia tanam yang telah disediakan sesuai dengan perlakuan

masing-masing yaitu naungan dan tanpa naungan.

- Diaplikasikan pupuk KCl, NPK Mutiara dan TSP

- Diambil data tinggi tanaman dan jumlah daun pada MST 2 pada masing

perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Andrianto, T.T dan N. Indarto, 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani :
Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Absolut,
Yogyakarta.

Ardi, 2013. Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kedelai di Tanah


Gambut. Universitas Muhammadiyah: Yogyakarta.

Cahyadi, W. A. 2010. Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Susu Kedelai Cair


Bantal Merek ABC. IPB. BOGOR.

Fauzi, R., Meiriani., dan Barus, A. 2016. Pengaruh Persentase Naungan Terhadap
Pertumbuhan Bibit Mucuna bracteata D.C. Asal Setek dengan
Konsentrasi IAA yang Berbeda. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Handriawan, A., Respatie, D.W., dan Tohari. 2016. Pengaruh Intensitas Naungan
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Kedelai (Glycine max
(L.) Merrill) di Lahan Pasir Pantai Bugel, Kulon Progo. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.

Irawan, A., dan Hidayah, H. N. 2016. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan


Dan Mutu Bibit Cempaka Wasian (Magnolia tsiampaca (Miq.) Dandy)
Di Persemaian. Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Manado

Khoiri, M. 2017. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan Dan Laju


Fotosintesis Tanaman Cabe Merah (Capsicum annuum L) Sebagai
Salah Satu Sumber Belajar Biologi. Universitas Muhammadiyah Metro

Riskanita, W, H. 2011. Pengaruh Waktu Dan Suhu Penggorengan Terhadap


Komposisi Proksimat Pada Tempe Kedelai. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Rubatzky, K.E dan M. Yamaguchi. 2000. Sayuran Dunia Prinsip,


Produksidan Gizi. Penerbit ITB. Bandung.

Saleh, N. dan S. Hardaningsih. 2007. Pengendalian penyakit terpadu pada


tanaman kedelai, hal. 319-344. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono,
Hermanto, dan H. Kasim (Eds.) Kedelai: Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor.

Sorga, S. 2013.Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan


Kedelai Pada Industri Rumah Tangga Di Kota Medan. USU, Medan
Suprapto, H.S., 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wulandari, I., Haryanti, S., dan Izzati, M. 2016. Pengaruh Naungan Menggunakan
Paranet Terhadap Pertumbuhan Serta Kandungan Klorofil Dan Β
Karoten Pada Kangkung Darat(Ipomoea reptans Poir). Univesitas
Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai