Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kelapa sawit (Elais guineesis Jacq.) adalah tanman penghasil minyak nabati
yang dapat menjadi andalan di masa depan karena berbagai kegunaanya bagi kebutuhan
manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain
menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai
sumber devisa Negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah
berkembang di 22 daerah provinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 seluas 105
808 ha dengan produksi 167669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6.6 juta ha
dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Ditjenbun, 2008)

Kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi akibat


bersaing dalam pengambilan air, hara , sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat
menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu
pertumbuhan tanman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan
meningkatkan biaya pemeliharaan. Sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah
satu faktotnya adalah jarak tanman ini lebih leluasa mencapai permukan tanah yang kaya
dengan potensi gulma. Terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu ilalang di
piringan dan gawangan, rumput dipiringan, dan anak kayu di gawangan. Ilalang di gawangan
dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai dengan populasi ilalang
yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia.
Gulma berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak kayu (Pahan, 2008).

Pengendalian gulma umumnya proses budidya tanaman kelapa sawit adalah


pengendalian gulma campuran pada piringan dan pasar pikul pada kelapa sawit. Pengertian
piringan adalah pekerjaan membasmi dan membersih rumput (gulma) yang tumbuh di
piringan pokok termasuk tunggul dan kayu (Barus,2003).

Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pengendalian
mekanis, kultur teknis, fisik, biologis, kimia dan terpadu. Pengendalian gulma pada kelapa
sawit lebi banyak dilakukan dengan cara pembuatan piringan. Pembuatan piringan dilakukan
dengan radius 0,6-1,5 m yang dibuat dengan mengelilingi pohon (Sastrosayhhhono, 2003).

Pembuatan piringan pada kelapa sawit ditujukan untuk memudahkan dalm proses
pemanenan, perawatan tanaman, mencegah terjadinya gangguan hama dan penyakit tanaman,
serta mempermudah pengaplikasian pupuk. Sebelum pupuk diaplikasikan, terlebih dahulu
hulu dibuat piringan dengan radius 0,6 hingga 1,5 meter agara pupuk mudah diserap oleh
akar tanaman. Area piringan harus bersih dari gulma agar tidak terjadi perebutan pupuk atau
unsur hara antara gulma dan tanman utama. Radius piringan tersebut diperlukan agar lebih
mudah pengaplikasian pupuk dengan cara ditebar sehingga pupuk berada pada satu lingkaran
tetap terjaga agar penyerapan pupuk oleh tanaman kelapa sawit dapat secara optimal
(Sunarko, 2012).

Piringan dilakukan di sekitar lahan tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai tempat
untuk menyebarkan pupuk agar efisien diserap tanaman. Selain itu, piringan juga merupakan
daerah jatuhnya buah kelapa sawit. Karena itu, kondisi piringan senantiasa bersih dari
gangguan gulma.  Piringan merupakan daerah yang berada di sekitar pokok kelapa sawit yang
berbentuk lingkaran dengan diameter ± 4 m (Risza,2010).

Pengendalian gulma secara manual banyak dilakukan pada tanaman kelapa sawit yang
masih muda (TBM). Pengendalian gulma secara manual pada areal TM dilakukan oleh tim
TSK dan MHS ketika tidak ada aplikasi herbisida. Sasaran pengendalian gulma secara
menual adalah piringan dan gawangan kelapa sawit. Metode pengendalian gulma secara
manual atau raking. Pengendalian gulma secara manual di gawangan disebut dengan berantas
tanaman penggangu (BTP), cara kerjanya dengan cara dongkel anak kayu (DAK) dan tebas
rendahan. Tujuan pengendalian gulma secara manual adalah untuk mengurangi kehilangan
unsur hara dan memperlancar kegiatan kebun lainnya seperti kegiatan panen dan pemupukan
(Winda,2016)

Panen buah kelapa sawit di Indonesia masih dilakukan dengan manual dan
mengandalkan tenaga manusia. Cara panen buah kelapa sawit dilakukan dangan memotong
tandan buah (TBS) dan memotong pelepah daun yang menghalangi proses pemotongan TBS.
Saat ini Indonesia menggunakan 2 jenis alat panen tradisional, yaitu : dodos dan agrek.
Dodos menggunakan pisau dengan bentuk cisel yang disambung dengan pipa panjang,
sedangkan egrek menggunakan pisau dengan bentuk sickle atau arit yang disembung dengan
pipa panjang. Dodos pada umumnya digunkan untuk pohon kelapa sawit dengan 2 ketinggian
2-5 meter, sedangkan egrek, digunakan untuk pohon kelapa sawit dengan ketinggian 5 meter
atau lebih. Alat tradisional ini membutuhkan tenaga yang besar dari pengguna karena untung
memotong TBS dilakukan gerakan menusuk untuk dodos dan gerakan menarik untuk egrek
( Fauzi dkk, 2012)
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan, Efektivitas dan Efisiensi Aplikasi
Herbisida. Yogyakarta: Kanisius.
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan, 2008. Data Statistik Perkebunan Provinsi Riau
Tahun 2008. Pekanbaru
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti<I. Satyawibawa dan R. Hartono. 2004. Kalapa Sawit. Edisi Revisi
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : manajemen Agribisnis dari Hulu hingga
Hilir. Jakarta : Penebar Swadaya
Risza, S. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta: Kanisius
Sastrosayono, Selardi. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : agromedia Pustaka
Sunarko. 2014. Budidaya Kelapa Sawit di Berbagai Jenis Lahan. Jakarta : Agromedia Pustaka
Winda, s. 2016. Pengelolaan Gulma Kelapa Sawit ( Elais Guineesis Jacq.) Studi Kasus di
Kalimantan Selatan

Anda mungkin juga menyukai