Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak

nabati yang dapat menjadi andalan di masa depan karena berbagai kegunaannya bagi

kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional

Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan

masyarakat, juga sebagai sumber devisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di

Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit

pada tahun 1968 seluas 105 808 ha dengan produksi 167 669 ton, pada tahun 2007 telah

meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Ditjenbun, 2008).

Minyak nabati adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh tanaman ini dengan

kandungan rendah kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Minyak nabati yang

dihasilkan kelapa sawit terdiri dari dua jenis, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel

Oil (PKO). CPO ini memiliki ciri minyak yang berwarna kuning, sedangkan PKO

mempunyai karakteristik minyak yang tidak berwarna. Tanaman kelapa sawit ini memiliki

banyak kegunaan. Hasil tanaman ini dapat digunakan pada industri baja (bahan pelumas),

industri tekstil, dan kosmetik. Tandan kosong dapat digunakan sebagai pupuk dan bahan

bakar alternatif (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Minyak kelapa sawit (MKS) merupakan komuditas yang mempunyai nilai strategis

karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan. Permintaan akan minyak

makan di dalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas

kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (Pahan, 2008).


Tjitrosoedirdjo (1984) menyatakan bahwa gulma didefinisikan sebagai tumbuhan

yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang

kegunaannya belum diketahui. Menurut Pahan (2008) kehadiran gulma di perkebunan kelapa

sawit dapat menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar

matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat

terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi

hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Selanjutnya Hakim

(2007) menambahkan, kelapa sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah satu

faktornya adalah jarak tanam tanaman ini lebih lebar, sehingga penutupan tanah oleh kanopi

lambat membuat cahaya matahari leluasa mencapai permukaan tanah yang kaya dengan

potensi gulma. Pahan (2008) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan,

yaitu ilalang di piringan dan gawangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan.

Ilalang di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai

dengan populasi ilalang yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara

manual maupun kimia. Gulma berkayu dapat dikendalikan dengan metode dongkel anak

kayu.

Kegiatan pemeliharaan berperan penting dalam upaya peningkatan produksi kelapa

sawit. Salah satu kegiatan utama dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah

pengendalian gulma. Oleh karena itu, Pada penelitian ini akan dilakukan Analisa Biaya

Pengendalian Gulma Kelapa Sawit Pada Piringan dan Pasar Pikul secara khemis dan manual.

B. Perumusan Masalah

Dalam bisnis perkebunan khususnya kelapa sawit maka dibutuhkan cara pengendalian

gulma yang efektif dan effisien. Salah satu tujuan pengendalian gulma adalah untuk
menghindarkan persaingan antara tanaman utama dengan gulma dalam hal zat hara, air dan

ruang tumbuh yang terdapat pada piringan pokok, pasar panen dan gawangan.

Pertimbangan untuk melakukan pengendalian gulma secara khemis dengan

herbisida ini antara lain karena penggunaan tenaga kerja yang relatif kecil dibandingkan

dengan cara manual, menghindarkan kerusakan struktur tanah dan perakaran serta

membutuhkan waktu yang relatif singkat. Kelebihan melakukan pengendalian gulma secara

khemis, gulma relatif lebih lama tumbuh kembali dibandingkan dengan cara manual.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui analisa biaya pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit pada

peringan secara khemis dan manual.

2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan biaya pengendalian gulma pada perkebunan

kelapa sawit secara khemis dan manual.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menganalisa biaya

pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit pada piringan secara khemis dan manual.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Piringan Kelapa Sawit

Piringan merupakan daerah yang berada di sekitar pokok kelapa sawit yang berbentuk

lingkaran dengan diameter ± 4 m. Pada setiap pokok kelapa sawit harus di beri piringan

dengan Tujuan :

1) Memudahkan dalam proses pemanenan.

2) Memudahkan dalam pengutipan brondolan & perawatan tanaman.

3) Mencegah terjadinya Hama & Penyakit pada tanaman.Khususnya hama yang menyerang

buah yaitu: Ulat Terataba

Dalam pembuatan piringan biasanya dilakukan secara manual terlebih dahulu setelah

itu dilakukan secara chemis. Dengan manual biasanya untuk membentuk piringan pada pokok

sesuai dengan diameter yang di tentukan,dengan membabat gulma yang tumbuh di sekitar

piringan.

Setelah piringan pada setiap pokok sudah mulai terbentuk kemudian dilakukan secara

chemis dengan menyemprot gulma yang tumbuh dengan larutan herbisida. Apabila pada

setiap pokok sawit sudah di beri piringan dapat memudahkan pemanenan & sekitar pokok

sawit tidak terlihat gulma yang tumbuh sehingga pokok sawit dapat mampu menyerap

berbagai unsur hara di sekitar piringan. Lebar piringan menurut umur sawit :

1) Tanaman umur 2-6 bulan lebar piringan jari jari 60 cm,

2) Tanaman umur 6-12 bulan lebar piringan jari jari 75 cm,

3) Tanaman umur 12-24 bulan lebar piringan jari jari 100 cm,

4) Tanaman umur 24-36 bulan lebar piringan jari jari 100-125 cm,

5) Tanaman umur lebih dari 24 bulan laebar piringan jari jari 200 cm.

1. Pemeliharaan Piringan di Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)


Pemeliharaan TBM pada kelapa sawit dapat berupa pengendalian gulma.

Pengendalian gulma diterapkan pada 3 area pada kelapa sawit, yaitu area piringan, area

gawangan (inter-row), dan area pasar. Piringan kelapa sawit berupa area radius tertentu dari

batang kelapa sawit. Area piringan yang bebas gulma memudahkan pengamatan brondolan

buah masak yang jatuh dan efektivitas pemupukan. Area pasar yang bebas gulma

memudahkan untuk pengangkutan pupuk (pasar pikul) dan pengangkutan buah. Pasar hitam

adalah jalur yang yang bersih gulma yang telah diaspal. Pasar rintis adalah jalur sempit pada

perkebunan sawit yang tidak diaspal.

Gambar 1. Piringan kelapa sawit

Kegiatan pengendalian gulma di piringan kelapa sawit dilakukan dengan tidak

mencangkul dalam ke dalam piringan untuk menjaga akar sawit yang dangkal tidak rusak.

Gulma maupun LCC (legume cover crop) yang terdapat di dalam piringan ditarik keluar dari

piringan. Pengendalian gulma di piringan dapat dipadukan dengan aplikasi herbisida terlebih

dahulu kemudian dibersihkan dengan cara manual.


Radius (jari-jari) dari piringan bebas gulma tergantung perkembangan tanaman kelapa

sawit. Tingkat kebersihan gulma pada piringan bervariasi sesuai tujuan perawatan

(Cikabayan, 2011).

2. Pengendalian Gulma Di Tanaman Menghasilkan (TM)

Pada bokoran dengan jari-jari 2 m, dilakukan clean weeding (Wo) dengan glifosat

atau paraquat 0.4-0.6 %, volume semprot 400-600 /ha, rotasi 4 kali/tahun. Pada pasar

pikul/jalan buah dan TPH (Tempat Pengungutan Hasil) dapat dilakukan secara manual atau

kimia. Pengendalian secara kimia biasa dilakukan dengan kombinasi glifisat 0,4 % + metil-

metsulfuron 0,005 %, rotasi 3 kali/tahun atau penggunaan paracol 2,0-2,5 l/ha.

B. Jenis – Jenis Gulma

1. Penggolongan Berdasarkan Bentuk Daun

Penggolongan berdasarkan bentuk daun ini berpatokan atas lebar atau sempitnya

daun. gulma berdaun lebar yaitu apabila lebar dari helaian daunnya lebih dari setengah

ukuran panjangnya. Helaian daun tersebut dapat berbentuk oval, bulat, segita, lonjong,

membulat atau seperti bentuk ginjal. Pertulangan daun (nervatio) dari golongan ini umumnya

bentuk menyirip. Golongan gulma berdaun lebar ini umumnya didominasi oleh kelompok

tumbuhan dari klas Dicotyledoneae (Anonim, 2011).

Sedangkan gulma berdaun sempit yaitu apabila helaian daun atau laminanya

berbentuk memanjang dan ukuran lebarnya helaian daun kecil atau sempit. Helaian daun dari

golongan ini umumnya terdiri dari kelampok daun yang berbentuk pita, linearis, jarum dan

yang berbentuk panjang-panjang. Pertulangan daun dari golongan ini umumnya berbentuk

lurus-lurus atau linearis yang umumnya didominasi oleh kelompok tumbuhan dari klas

Monocotyledoneae.
Dengan demikian berdasarkan bentuk daun ini maka gulma dapat dibagi dua yaitu

gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit.

a. Gulma berdaun lebar

Tumbuhan ini mempunyai bentuk daun yang lebar dan luas dan umumnya:

1. Mempunyai lintasan C3

2. Nervatio (pertulangan daun) menyirip

3. Kelompok Dicotyledoneae

4. Bentuk helaian membulat, bulat, oval, lonjong, segitiga, bentuk ginjal, dll.

Contoh:

1. Amaranthus spinosus L.

2. Ageratum conyzoides (bandotan)

3. Portulaca oleracea

4. Melastoma malabathricum

5. Eupatorium odoratum

6. Euphorbia hirta

7. Centella asiatica

b. Gulma berdaun sempit

Tumbuhan ini mempunyai bentuk daun sempit dan memanjang:

1. Mempunyai lintasan C4

2. Nervatio (pertulangan daun) linearis atau garis-garis memanjang.

3. Kelompok monocotyledoneae

4. Bentuk daun memanjang seperti pita, jarum, garis dll

contoh:

1. Leersea hexandra

2. Sprobolus poiretii
3. Cyperus rotundus

4. Imperata cylindrica

2. Penggolongan Berdasarkan Siklus Hidup

Menurut Barus (2003), berdasarkan siklus hidupnya, gulma dapat dibedakan menjadi

gulma semusim (annual weeds), gulma dua musim (biannual weed), dan gulma tahunan

(perennial weeds).

a. Gulma Semusim (Annual Weeds)

Siklus hidup gulma semusim mulai dari berkecambah, berproduksi, sampai akhirnya

mati berlangsung selama satu tahun. Pada umumnya, gulma semusim mudah dikendalikan,

namun pertumbuhannya sangat cepatkarena produksi biji sangat banyak. Oleh karena itu,

pengendalian gulma semusim memerlukan biaya yang lebih besar. Contoh – contoh gulma

semusim adalah sebagai berikut.

1. Amaranthus sp.

2. Digitaria sp.

3. Eleusine indica

4. Ipomoea purpurra

5. Setaria sp.

b. Gulma Dua Musim (Biannual Weeds)

Siklus hidup gulma dua musim lebih dari satu tahun, namun tidak lebih dari dua

tahun. Pada tahun pertama gulma ini menghasilkan bentuk roset, pada tahun kedua berbunga,

menghasilkan biji, dan akhirnya mati. Pada periode roset, gulma pada jenis ini umumnya

sensitif terhadap herbisida. Contoh-contoh gulma dua musim sebagai berikut.

1. Aretium sp.

2. Circium vulgare

3. Verbascum thapsus
c. Gulma Tahunan (Perrennial Weeds)

Siklus hidup gulma tahunan lebih dari dua tahun dan mungkin tidak terbatas

(menahun). Jenis gulma ini kebanyakan berkembang biak dengan biji, meskipun ada juga

yang berkembang biak dengan cara vegetatif. Gulma tahunan dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungan. Misalnya, pada musim kemarau jenis gulma ini seolah-olah mati karena

ada bagian yang mengering, namun bila ketersediaan air cukup, gulma akan segera bersemi

kembali. Contoh-cntoh gulma tahunan adalah sebagai berikut.

1. Cynodon dactylon

2. Cyperus rotundus

3. Imperata cylindrica

3. Penggolongan Berdasarkan Habitat Tumbuh Gulma

Berdasarkan habitatnya gulma dapat dibedakan menjadi gulma air (Aquatic weeds)

dan gulma daratan (Terestrial weeds).

a. Gulma Air (Aquatic Weeds)

Pada umumnya, gulma air tumbuh di air, baik mengapung, tenggelam, ataupun

setengah tenggelam. Gulma air dapat berupa gulma berdaun sempit, berdaun lebar, ataupun

teki-tekian. Contoh-contoh gulma air adalah sebagai berikut.

1. Cyperus difformis

2. Cyperus iria

3. Echinochloa colonum

4. Echinochloa crus-galli

5. Eichornia grassipes

6. Leersia hexandra

b. Gulma Daratan (Terestrial Weeds)


Gulma daratan tumbuh di darat, antara lain di perkebunan. Jenis gulma daratan yang

tumbuh di perkebunan sangat tergantung pada jenis tanaman utama, jenis tanah, iklim, dan

pola tanam. Contoh-contoh jenis gulma daratan adalah sebagai berikut.

1. Ageratum conyzoides

2. Axonopus compressus

3. Chromolaaena odorata

4. Mikania micrantha

5. Panicium repens (Barus, 2003).

C. Metode Pengendalian Gulma Secara Khemis

Pengendalian gulma secara khemis atau kimiawi adalah pengendalian gulma dengan

pemberian zat-zat kimia tertentu pada gulma yang dimana zat-zat tersebut bersifat

racun/toxin yang data merusak jaringan tanaman/gulma. Bahan kimiawi yang digunakan

untuk mengendalikan gulma sering disebut dengan istilah herbisida. Herbisida berasal dari

kata herba (gulma) dan sida (membunuh), jadi dapat disimpulkan bahwa herbisida tersebut

adalah bahan kimia yang diberikan dengan tujuan untuk membunuh gulma atau herbisida

adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau

memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma

(Suhardi, 2007).

1. Penggolongan Herbisida

Herbisida berdasarkan cara kerjanya digolongkan menjadi 2, yaitu :

a. Herbisida Kontak

Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau

bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau.
Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas

gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas.

Di dalam jaringan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang

ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya

mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat cepat.

Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat.

Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan

aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang

lebih baik (Barus, 2003).

Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama

bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis. Keistimewaannya, dapat membasmi

gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati.

Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma

akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak

menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contoh herbisida

kontak adalah paraquat.

Ada jenis-jenis herbisida kontak berdasarkan bentuk, waktu penggunaan, dan jenis

tanaman yang baik untuk dikendalikan gulmanya yaitu salah satunya adalah herbisida purna

tumbuh yang bersifat kontak, berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua, untuk

mengendalikan gulma pada pertanaman kelapa sawit (TM). Contoh-contoh herbisida kontak

pada umumnya yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Gramoxon

2. Herbatop

3. Paracol

b. Herbisida Sistemik
Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh

tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Cara

kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu

tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena,

namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke

dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik

tumbuh, tunas sampai ke perakarannya.

Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan tunas - tunas yang

ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir

sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan

demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi

pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara

keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik

dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem Ultra Low Volume (ULV)

Micron Herbi, karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu:

1. Keadaan gulma dalam masa tumbuh aktif

2. Cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan.

3. Tidak melakukan penyemprotan pada saat menjelang hujan

4. Areal yang akan disemprot dikeringkan terlebih dahulu.

5. Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.

Ada beberapa jenis herbisida sistemik berdasarkan waktu penggunaannya, bentuknya,

dan baik digunakan buat tanaman yaitu:


a) Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna hijau, untuk

mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulma berdaun sempit pada pertanaman kelapa

sawit (TBM).

b) Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna merah, untuk

mengendalikan gulma pada tanaman jagung dan kakao (TBM).

c) Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna coklat tua untuk

mngendalikan gulma berdaun lebar pada tanaman karet (TM) dan tanaman padi.

Contoh herbisida sistemik adalah :

1. Round up

2. Touch Down

3. Sun up

4. dll.

Selain dari cara kerjanya herbisida juga digolongkan berdasarkan toksisitasnya.

Tingkat toksisitas pada herbisida ada 2 yaitu tingkat toksisitas akut dan toksisitas kronik.

Herbisida pada golongan toksisitas akut dapat dideskripsikan sebagai suatu zat yang masuk

secara intensif kedalam jaringan tubuh gulma, apabila tidak langsung mati, kadangkala gulma

hanya menderita sejenak. Sedangkan pada golongan herbisida toksisitas kronik masuk

kedalam jaringan tubuh gulma dalam waktu yang relatif lebih lama sehingga cara kerjanya

cenderung lambat (Purba, 2009).

D. Metode Pengendalian Gulma Secara Manual

Metode pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cara mencabut tumbuh-

tumbuhan liar terutama gulma berkayu dengan tangan, menggunakan alat, dan tenaga secara

langsung, atau mempergunakan alat pertanian. Alat yang digunakan antara lain sabit, cangkul

garu, dan parang babat. Pemberantasan mekanis dapat dilakukan dengan cara clean weeding
atau penyiangan bersih pada daerah piringan dan selective weeding yaitu penyiangan untuk

jenis rumput tertentu, seperti alang-alang, krisan, dan teki. Pemberantasan gulma dengan cara

ini dapat dilakukan 5-6 kali pada tahun pertama atau tergantung pada perkebunan

(Fauzi,2006).

1. Mencabut dengan tangan atau membersihkan dengan mamakai garuk, semua gulma yang

tumbuh diantara penutup tanah dengan rotasi teratur.

2. Membersihkan dengan memakai kored/garuk gulma pada areal bokoran (piringan), harus

dipelihara agar selalu bebas gulma.

3. Membalik dengan tangan atau memotong alur-alur kacangan yang masuk kebokoran

atau yang membelit daun dan pohon kelapa sawit.

Gulma seperti paspalum conjugatum, Ottocholoa nodosa (berdaun sempit), dan

Borreria alata (daun lebar) sering melihat menutup tanah pada bagian yang terbuka. Gulma

ini termasuk gulma lunak yang pengendaliannya relatif mudah (Hakim,2007).


III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PTP. Nusantara III Kebun Sei Silau, Afdeling V, yang

berlokasi di Kisaran Provinsi Sumatera Utara. Penelitian berlangsung pada bulan Juni - Juli

2013.

B. Metode Penelitian

Penelitian meliputi pengambilan data sekunder yaitu data biaya pengendalian gulma

di piringan dan pasar pikul secara khemis dan manual selama periode dua tahun yaitu tahun

2011 dan 2012. Analisis statistik dengan mempergunakan analisis deskriptif.

C. Pengamatan / Analisa

Pengamatan dilakukan di kantor Afdeling dengan membandingkan biaya

pengendalian gulma di piringan dan pasar pikul secara khemis dan manual pada Tanaman

Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) selama 2 tahun yaitu pada

tahun 2011 dan 2012.

Komponen – komponen biaya yang dianalisa meliputi :

1. Luas Areal Kebun

2. Pemakain bahan.

3. Curah Hujan

4. Kebutuhan Tenaga Kerja.

1. Pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

2. Pada Tanaman Menghasilkan (TM).

Anda mungkin juga menyukai