Anda di halaman 1dari 19

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN SEMUSIM

Morfologi, Anatomi, Stadia Pertumbuhan serta Upaya Peningkatan


Produktivitas Tanaman Kedelai

Oleh:
Dianti Alam P. A. A1D017077
Nur Afifah A1D017083
Diyah Ayu P. R. A1D017084
Restu Prasetiyo A. A1D017092
Fadhilah Maulidiati A1D017094

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan

pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu,

diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri

belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas

dan produktivitasnya ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha tersebut, diperlukan

pengenalan mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam.

Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh

manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan

antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedalai juga

ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea,

Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak

abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa,

kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau pulau lainnya.

Kecukupan dan kemandirian pangan terutama pada komoditi kedelai perlu

diwujudkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia. Menurut

Kementan (2013), upaya yang dapat dilakukan meliputi peningkatan produktivitas,

perluasan areal, pengelolaan lahan, pengamanan produksi, serta penyempurnaan

manajemen melalui kebijakan pasar, perbaikan sistem kredit pertanian, dan penguatan

sistem. Salah satu program seperti SL-PTT akan memberikan dampak yang positif

terhadap peningkatan produktivitas kedelai (Nurasa, 2009). Pelaksanaan program-


program tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi dan kualitas kedelai dalam

negeri secara berkelanjutan. Usaha tani dengan budidaya yang baik dan benar akan

berpengaruh pada pendapatan yang akan diterima oleh petani. Hal ini disebabkan

kuantitas dan kualitas akan meningkatkan penerimaan petani kedelai sehingga

pendapatan akan semakin meningkat pula. Pendapatan yang tinggi akan menambah

minat petani untuk mengusahakan kedelai lokal secara berkelanjutan sehingga

pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia dan kemandirian pangan tercapai serta

kesejahteraan petani terwujud.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :

1. Mengetahui morfologi dan anatomi tanaman kedelai

2. Mengetahui stadia pertumbuhan tanaman kedelai

3. Mengetahui usaha-usaha dalam meningkatkan produktivitas budidaya tanaman

kedelai

II. PEMBAHASAN
A. Morfologi dan Anatomi Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman semusim berupa semak rendah, tumbuhan tegak,

berdaun lebat, dan beragam morfologi. Tinggi tanaman kedelai berkisar antara 10-20

cm, dan dapat bercabanag sedikit atau banyak. Kultivar yang berdaun lebar dapat

memberikan hasil yang lebih tinggi karena mampu menyerap sinar matahari lebih

banyak bila dibandingkan dengan yang berdaun sempit (lamina, 1989).

Susunan tubuh tanaman kedelai terdiri atas 2 macam alat (organ) utama, yaitu

organ vegetatif dan generatif. Organ vegetatif meliputi akar, batang, dan daun. Organ

generative meliputi bunga, buah, dan biji sebegai alat perkembangbiakan (Rukmana,

1996). Pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang dapat diterima dalam

istilah ilmiah yaitu glycine max (l.) Merril. Menurut Adi sarwanto (2008), klasifikasi

tanaman kedelai sebagai berikut:

Kingdom : plantae

Divisio : spermatophyta

Subdivisio : angiospermae

Kelas : dicotyledonae

Famili : leguminosae

Genus : glycine

Species : glycine max (l.) Merril

a. Akar (radix)
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan

akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga sering

kali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada

umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu misalnya kadar air

tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto, 2008). Kedelai memiliki akar tunggang

dan memiliki bintil akar yang merupakan koloni bakteri rhizobium japonicum.

Pada tanah gembur, akar kedelai dapat tumbuh sampai kedalaman 150 cm

(Mursiani, 1993). Akar kedelai dapat mencapai kedalaman 150 cm dalam tanah,

tetapi kebanyakan kedalaman perakaran hanya mencapai 60 cm (Singh, 1983).

Gambar 1. Akar tanaman kedelai dengan bintil akar (Irawan, 2006)

b. Batang (caulis)

Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji

masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang

berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian

kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada

epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana yaitu primordia daun bertiga

pertama dan ujung batang (Sumarno et al., 2007). Tanaman kedelai memiliki

batang perdu, bentuknya tegak dan bercabang. Anak cabang sering melebar
atau terkadang panjangnya hamper sama dengan batang atau sejajar. Batang

kedelai biasanya berwarna ungu atau hijau tua (Harjadi, 1978). Kedelai

berbatang semak dengan tinggi antara 30-100 cm. Batang kedelai dapat

membentuk 3-6 batang (Rukmana, 1996).

gambar 2. Batang tanaman kedelai (Irawan, 2006)

c. Daun (folium)
Kedelai mempunyai empat tipe daun yaitu kotiledon atau daun biji, dua

helai daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer

berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1—2 cm, terletak berseberangan

pada buku pertama di atas kotiledon. Tipe daun yang lain terbentuk pada batang

utama dan cabang lateral terdapat daun trifoliat yang secara bergantian dalam

susunan yang berbeda. Anak daun bertiga mempunyai bentuk yang bermacam-

macam, mulai bulat hingga lancip (Sumarno et al., 2007).

Gambar 3. Daun tanaman kedelai (Irawan, 2006).


d. Bunga (flos)

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna (hermaphrodite) dengan

kelamin jantan dan betina dalam setiap bunga. Bunga tanaman kedelai

umumnya muncul atau tumbuh di ketiak daun. Pada kondisi lingkungan tumbuh

dan populasi tanaman optimal, bunga akan terbentuk mulai dari tangkai

daunnya akan berisi 1—7 bunga, tergantung dari karakter varietas kedelai yang

ditanam. Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada setiap bunga memiliki

alat reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga terjadi pada saat bunga

masih tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang sangat kecil yaitu

hanya 0,1%. Warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih. Potensi jumlah

bunga yang terbentuk bervariasi tergantung dari varietas kedelai, tetapi

umumnya berkisar 40—200 bunga per tanaman (Adisarwanto, 2008).

Gambar 4 & 5. Bunga tanaman kedelai (a) putih (v. Panderman) (b) ungu (v. Wilis)
(Irawan, 2006)

e. Biji (semen)
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio

terletak diantara keeping biji. Bentuk biji pada umumnya bulat lonjong, ada

yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi antara 6-30 gram

tergantung dari varietasnya. Warna biji kedelai bervariasi, diantaranya kuning,

kuning kehijauan, dan hitam. Polongkedelaipertama kali muncul sekitar 10—14

hari masa pertumbuhan yakni setelah bunga pertama muncul. Warna polong

yang baru tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan berubah menjadi kuning

atau coklat pada saat dipanen. Pembentukan dan pembesaran polong akan

meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan jumlah bunga yang

terbentuk. Jumlah polong yang terbentuk beragam berkisar 2—10 polong pada

setiap kelompok bunga di ketiak daunnya. Sementara jumlah polong yang dapat

dipanen berkisar 20—200 polong per tanaman, tergantung dari varietas kedelai

yang ditanam dan dukungan kondisi lingkungan tumbuh. Warna polong masak

dan ukuran biji antara posisi polong paling bawah dan paling atas akan sama

selama periode pemasakan polong optimal berkisar 50—75 hari. Periode waktu

tersebut dianggap optimal untuk proses pengisian biji dalam polong yang

terletak di sekitar pucuk tanaman (Adisarwanto, 2008).


Gambar 6, 7 & 8. Biji kedelai (a) kuning (wilis) (b) kuning kehijauan (dieng) (c)

hitam (detam 1) (Irawan, 2006).

B. Stadia Pertumbuhan Kedelai

Stadia pertumbuhan kedelai secara garis besar dapat dibedakan atas

pertumbuhan vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak

tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai berbunga. Stadia

perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon, sedangkan penandaan stadia

pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang utama.

Menurut Kadarwati (2006), nitrogen merupakan unsur hara makro yang paling

banyak dibutuhkan tanaman, unsur nitrogen sangat berperan dalam fase vegetatif

tanaman. Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga. Tanda V dimaksudkan

untuk menandakan stadia vegetatif yag diikuti oleh angka untuk menunjukkan jumlah

buku (Tabel 1).

Stadia pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai

mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji dan pemasakan biji.

Pada fase ini sangat memerlukan unsur P dan K dalam jumlah yang lebih banyak

(Kadarwati, 2006). Penandaan setiap stadia pada periode generatif yaitu tanda R

(reproduktif) dan diikuti dengan penulisan angka 1-8. Pemberian penandaan masih
berdasarkan perkembangan yang terjadi pada batang utama (Tabel 2). Pada saat ini,

hanya sedikit unsur hara yang diangkut ke akar dan bagianvegetatiflainnya. Dengan

demikian, pertumbuhan akar tertekan dan proses pengambilan hara dari tanah

menjadi terhambat sehingga aktivasi bintil akar akan menjadi terganggu (Hanway dan

Weber (1977) yang dikutip oleh Sagala et al., (2013)).Apabila ketersediaan unsur

hara rendah dan proses penyerapan hara terganggu maka pegisian polong dan biji

akan terganggu pula.

Tabel 1. Penandaan stadia pertumbuhan vegetatif kedelai

SingkatanStadia TingkatanStadia Keterangan


Stadia Kotiledon muncul ke
VE
pemunculan permukaantanah
Daun unifololioliate
VC StadiaKotiledon berkembang, tepi daun
tidak menyentuhtanah
Stadia Daun terbuka penuh pada buku
V1 unifololioliate
BukuPertama
Daun trifololioliate terbuka
Stadia penuh pada buku kedua
V2
Bukuketiga diatas buku unifololioliate
Pada buku ketiga, batang
V3 Stadia Bukuke-n utama terdapat daun yang
terbuka penuh
Pada buku ke-n, batang
Vn Stadia Bukuke-n utama telah terdapat
daun yang terbuka penuh
Sumber: Sumarnoet al., (1999)

Tabel 2. Penandaan stadia pertumbuhan reproduktif tanaman kedelai.

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan


R1 Mulai berbunga Munculnya bunga pertama pada
buku mana pun pada batang
R2 Berbunga penuh Bunga terbuka penuh pada satu
atau dua buku paling atas pada
batang utama dengan daun yang
telah terbuka
R3 Mulai berpolong Polong telah terbentuk dengan
panjang 0,5 cm pada salah satu
buku batang utama
R4 Berpolong penuh Polong telah mempunyai panjang
2 cm pada salah satu buku teratas
pada batang utama
R5 Mulai pembentukan biji Ukuran biji dalam polong
mencapai 3 mm pada salah satu
buku batang utama
R6 Berbiji penuh Setiap polong pada batang utama
telah berisi biji satu atau dua
R7 Mulai masak Salah satu warna polong
pada batang utama telah
berubah menjadi cokelat
kekuningan atau warna
masak
R8 Masak penuh 95%polong telah berwarna masak
Sumber: Fehr et al., 1971

C. USAHA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KEDELAI

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan

jagung. Komoditas ini memiliki kegunaan yang beragam, terutama sebagai bahan

baku industry makanan kaya protein nabati dan sebagai bahan bakui ndustri pakan

ternak. Selain sebagai sumber protein nabati, kedelai merupakan sumber lemak,

mineral, dan vitamin serta dapat diolah menjadi berbagai makanan seperti tahu,

tempe, tauco, kecap, dan susu (Zakaria, 2010).


Kedelai (Glycine max MERR.) merupakan tanaman palawija yang

sangat berperan sebagai sumber pendapatan tunai petani. Keberhasilan usaha tani

kedelai banyak ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya ketepatan waktu tanam di

daerah setempat, pemilihan varietas yang sesuai dengan areal atau lokasi

penanaman, serta adopsi teknologi dalam hal ini adalah teknik budidaya yang

dilakukan oleh petani (Widotono dan Arifin, 2008).

Saat ini, Indonesia termasuk Negara produsen kedelai keenam terbesar di dunia

setelah Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Cina, dan India. Namun, produksi kedelai

domestic belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat

dari waktu kewaktu jauh melampaui peningkatan produksi domestic,untuk

mencukupinya, pemerintah melakukan impor. Diperkirakan kebutuhan kedelai

Indonesia pada tahun 2010 mencapai 2,79 juta ton (Zakaria, 2010).

Produktivitas kedelai nasional saat ini masih sangat rendah, yaitu 1,3 ton/ha

(Atman, 2009 dalam Efendi, 2010). Padahal potensinya masih dapat ditingkatkan

sampai 2,5 ton/ha melalui pemanfaatan teknologi maju dan pemeliharaan yang

intensif. Ada beberapa langkah praktis yang bias dilakukan untuk meningkatkan

produktivitas kedelai, misalnya penggunaan pupuk secara efisien, waktu tanam yang

tepat, daya dukung lahan yang sesuai, serta penggunaan varietas unggul yang

memiliki daya adaptasi yang tinggi atau luas pada berbagai agroekosistem

(Martodireso dan Suryanto, 2001 dalam Efendi, 2010). Permasalahan utama kedelai

dalam negeri antara lain adalah makin menurunnya produksi akibat meningkatnya

impor dan melemahnya daya saing (Widotono dan Arifin, 2008).


Ketergantungan pada kedelai impor yang terus meningkat harus dikurangi,

diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan produksi kedelai

dalam negeri, baik melalui perluasan areal tanam, peningkatan produktivitas maupun

pemberian dukungan pemerintah melalui kebijakan yang berpihak kepada petani,

seperti pengaturan tata niaga kedelai, tariff bea masuk, dan penetapan harga dasar.

Diharapkan berbagai kebijakan tersebut dapat memotivasi petani untuk berpartisipasi

dalam pengembangan agribisnis kedelai. Alasan pengembangan kedelai dikatakan

penting diantaranya adalah karena pertambahan jumlah penduduk, usaha tani kedelai

melibatkan lebih dari dua juta rumah tangga petani, peningkatan pendapatan

masyarakat dan kesadaran pentingnya mengonsumsi protein nabati, perkembangan

industry makanan berbahan baku kedelai, sepertitahu, tempe, kecap, dan tauco, serta

perkembangan industry pakan yang salah satu komponen utamanya adalah bungkil

kedelai. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan terhadap kedelai terus meningkat

setiap tahun (Zakaria, 2010).

Varietas merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam usaha

pengelolaan teknik budidaya tanaman. Pemilihan varietas memegang peranan penting

dalam budidaya kedelai, karena untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi

sangat ditentukan oleh potensi genetiknya. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak

dilakukan denganbaik, maka potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas unggul

tersebut tidak dapat tercapai (Adisarwanto, 2006). Sumarno dan Harnoto (1983)

dalam Efendi (2010) menjelaskan bahwa secara umum varietas unggul memiliki

kelebihan dibandingkan dengan varietas lokal, baik terhadaps ifat-sifat pertumbuhan


maupun terhadap sifat produksinya. Oleh karena itu, penggunaan varietas yang

bermutu tinggi merupakan cara yang paling mendasar dan termurah di antara cara-

cara lain untuk meningkatkan produksi tanaman. Gardneret al. (1991) dalam Efendi

(2010) menyatakan bahwa faktor internal yang ada dalam kendali genetic bervariasi

antara satu varietas dengan varietas lainnya. Sehingga suatu varietas yang cocok pada

suatu kondisi tertentu belum tentu cocok pada kondisi agroklimat lainnya. Di

samping itu, setiap varietas juga mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap

faktor-faktor eksternal, seperti agroinput yang diberikan kepada tanaman.

Masalah lainnya yang dihadapi dalam meningkatkan produktivitas kedelai saat

ini adalah kurangnya daya dukung lahan yang produktif. Hal ini disebabkan

terjadinya degradasi serta kerusakan lahan akibat pola pertanian konvensional saatini

yang lebih mengutamakan penggunaan input tinggi seperti pupuk anorganik dan

pestisida. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas dan kualitas kedelai harus

diupayakan dengan cara-cara yang lebih baik, seperti menggunakan pupuk organik.

Sumber pupuk organic dapat berasal dari berbagai biomasa atau bahan organik,

seperti sisa tanaman atau hewan. Setiap bahan organic memiliki kandungan atau

komposisi unsur hara yang berbeda-beda. Jenis apa dan dosis berapa yang tepat untuk

meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai belumlah diketahui dengan pasti.

Umumnya, sumber bahan organik yang baik adalah pupuk kandang serta kompos

yang diolah dari tanaman leguminosa, seperti lamtorogung. Dosis pupuk organic

direkomendasikan untuk kedelaia dalah 20-30 ton/ha (Abdurahman, 2005). Menurut

Sarief (1986) dalam Efendi (2010) pemberian pupuk organik yang tepat dapat
memperbaiki kualitas tanah, tersedianya air yang optimal sehingga memperlancar

serapan hara tanaman serta merangsang pertumbuhan akar. Pemberian pupuk organik

yang berlebihan menyebabkan tanah menjadi asam, sebaliknya bila diberikan terlalu

sedikit pengaruhnya pada tanaman tidak akan nyata. Oleh karena itu, diperlukan

pemberian pupuk organic dalam jumlah yang tepat agar diperoleh hasil yang

optimum.

Secara teknis, pengembangan kedelai sangat potensial dan mempunyai peluang

yang besar melalui perbaikan manajemen usaha tani yang diikuti penanganan panen

dan pasca panen untuk meningkatkan produksi, untuk mendorong peningkatan

produktivitas dan efisiensi, selain pemberian insentif jaminan harga dasar, juga perlu

didukung dengan penyuluhan, penciptaan teknologi, dan pengembangan infrastruktur

fisik dan kelembagaan (Baharsjah, 2004 dalam Zakaria, 2010). Hal ini karena

meskipun sumber daya lahan tersedia dan pemerintah menyediakan modal, petani

kurang tertarik menanam kedelai jika harga tidak menguntungkan berdasarkan hasil

analisis usaha taninya.

Menurut Zakaria (2010) bahwa partisipasi serta sikap petani yang dinamis dan

bertanggungjawab menjadi kunci utama keberhasilan peningkatan produksi kedelai.

Oleh karena itu, diperlukan upaya sebagai berikut:

1. Penyuluhan untuk menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi petani, baik

individu maupun kelompok, yang didasarkan atas kesamaan usaha, skala usaha,

wilayah hamparan usaha, latar belakang, dan kultur sosial.


2. Pembinaan untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi petani dalam

menyusun Rencana Usaha Bersama (RUB), RDK/RDKK, dan lain-lain dalam

skala usaha yang lebih besar sehingga mampu bersaing dengan lembaga ekonomi

lain.
3. Pembinaan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengidentifikasi

informasi (teknologi, permintaan, dan harga) serta menetapkan keputusan dalam

usaha taninya.
4. Meningkatkan partisipasi pihak swasta dalam pembiayaan dan pemasaran hasil

melalui kemitra

III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan

tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen

utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya

bisa optimal.

2. Stadia pertumbuhan kedelai secara garis besar dapat dibedakan atas pertumbuhan

vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai berbunga. Stadia


perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon, sedangkan penandaan stadia

pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang

utama.

3. kunci utama keberhasilan peningkatan produksi kedelai. Oleh karena itu,

diperlukan upaya sebagai berikut:

- Penyuluhan untuk menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi petani,

baik individu maupun kelompok, yang didasarkan atas kesamaan usaha, skala

usaha, wilayah hamparan usaha, latar belakang, dan kultur sosial.

- Pembinaan untuk meningkatkan kemampuan dan partisipasi petani dalam

menyusun Rencana Usaha Bersama (RUB), RDK/RDKK, dan lain-lain

dalam skala usaha yang lebih besar sehingga mampu bersaing dengan

lembaga ekonomi lain.

- Pembinaan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam mengidentifikasi

informasi (teknologi, permintaan, dan harga) serta menetapkan keputusan

dalam usaha taninya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman.2005. Teknik Pemberian Pupuk Organik dan Mulsa pada Budidaya


Mentimun Jepang. BuletinTeknikPertanian, 10(2):53-56.

Adisarwanto, T. 2008. Kedelai. Penebarswadaya, jakarta.

_____________2006. Budidaya Dengan Pemupukan yang Efektif dan


Pengoptimalan Peran Bintil Akar Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Efendi. 2010. Peningkatan pertumbuhan dan produksi kedelai melalui kombinasi


pupuk organik lamtorogung dengan pupuk kandang. Jurnal Floratek. 5(1):65-
73.

Fehr WR, Cavines CE, Burmood DT, Pennington JS. 1971. Stage of development
descriptions for soybeans Glycine max (L.) Merill. Crop Sci., 11: 929-931.

Hanway dan Weber. 1977. Pengaruh Pemupukan N Susulan terhadap Pertumbuhan


dan Hasil Empat Genotipe Kedelai (Glycine max L. [Merr.])

Harjadi, B. Dan S. Agtriariny. 1997. Erodibilitas Lahan Dan Toleransierosi Pada


Berbagai variasi tekstur Tanah. Buletin Pengelolaan Das. 3(2) : 19-28.
Irwan a.w. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (l.) Merill). Fakultas
Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Kadarwati, F.T. 2006. Pemupukan Rasional Dalam Upaya Peningkatan


Produktivitaskapas.http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/File/pub
likasi/perspektif/Perspektif_vol_5_No_2_1_Fi triningdyah.pdf. diakses pada 19
Mei 2019

Lamina. 1989. Bertanam Kedelai. Yasaguna, Jakarta.

Mursiani, s. 1993. Budidaya Tanaman Padi dan Palawija. Fakultas Pertanian


Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Rukmana, R. Dan Y. Yuniarsih., 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen.


Kanisius, Yogyakarta.

Sagala, Danner., Eka, S., Prihanani, Julian, N.2013.Uji Adaptasi Beberapa Varietas
Kedelai Di Lahan Salin Dengan Teknologi Budidaya Jenuh Air. Jurnal
Agroqua.11(1):52-55

Singh. L. 1983. Modern Techniques of Raising Field Crops. Oxford and IBH
Publishing, New Dehli.

Sumarno, D.M. Arsyad dan I. Manwan. 1990. Teknologi usahatani kedelai.


Pengembangan Kedelai: Potensi, kendala, dan peluang. Risalah Lokakarya.
Bogor, 12 Desember 1990.

Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim. 2007. Kedelai. Pusat


Penelitian dan Pengembangan tanaman pangan. Badan penelitian dan
pengembangan pertanian, bogor.

Widotomo, H. dan M. Zainul Arifin. 2008. Upaya peningkatan produksi kedelai


(Glycine max Merr.) sebagai upaya meningkatkan keuntungan petani di Jawa
Timur. Journal of Social and Agricultural Economics. 2(1):38-47.

Zakaria, A. K. 2010. Program pengembangan agribisnis kedelai dalam peningkatan


produksi dan pendapatan petani. Jurnal Litbang Pertanian. 29(4):147-153.

Anda mungkin juga menyukai