Anda di halaman 1dari 21

Laporan Praktek Lapang

PEMULIAAN TANAMAN LANJUTAN

NAMA

: HERMAN

NIM

: G111 13 009

KELAS

:A

ASISTEN

: HAMDANI MUCHTAR, SP, MP

JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pemuliaan tanaman merupakan salah satu aspek penting yang dipelajari
khususnya dibidang pertanian. Kebutuhan akan tanaman pangan yang berkualitas
dan memiliki produiktifitas tinggi sangat dibutuhkan. Dalam mewujudkan hal
tersebut dibutuhkan bibit unggul baru.
Selain menghasilkan bibit unggul baru perlu juga ditopang dari segi
kemampuan sumber daya manusia dalam mewujudkan hal tersebut. Tidak bisa
dipungkiri bahwa mahasiswa dalam melakukan tekhnik pemuliaan khususnya
tanaman budidaya sangat membutuhkan pengetahuan dan kecakapan khusus
dibidang tersebut sehingga, diharapkan adanya wadah untuk mempelajari hal
tesebut.
Wadah untuk menuntut ilmu sekarang ini kusussnya dalam pemuliaan
tanaman diantanya kampus. Dalam menuntut ilmu pertanian selain dalam kampus,
yaitu bisa dilakukan dengan melakukan praktek dan melakukan suatu observasi
langsung ke lapangan. Salah satu tempat yang cocok untuk melakukan observasi
langsung adalah balit sereal yang mengkhusus pada tanaman serealia. Balai
tanaman serealia adalah tempat yang membudidayakan tanaman jenis rumputrumputan. Didalamnya dikembangkan berbagai metode memperbanyak jenis
tanaman yang memiliki sifat khusus yang bisa dikembangkan. Tanaman yang
awalnya kurang dibudidayakan menjadi menjadi sangat dibutuhkan bahkan sangat
diminati. Berkaitan dengan uraian itu maka dilakukan praktek lapang ke Balit

Sereal Maros guna meningkatkan kapabilitas mahasiswa dalam mengembangkan


tanaman pangan.
1
1
1

Tujuan dan Kegunaan


Tujuan
Adapun tujuan dari praktek lapang ini adalah:
Untuk menambah pengetahuan mahasiswa dalam bidang pertanian dengan
mempelajari metode pemuliaan tanaman lanjutan dengan berbagai metode
yang diterapkan di Balai Penelitian Jagung dan Serealia (BALIT SEREAL)

Kabupaten Maros.
Mempelajari penerapan teknologi yang digunakan di BALIT SEREAL,
sehingga memungkinkan balai ini dapat menghasilkan benih-benih unggul
dengan kualitas yang bermutu tinggi dan memadukannya dengan mesin-mesin

teknologi untuk memudahkan dalam pengelolaan produksinya.


Kegunaan
Adapun kegunaan dari praktek lapang ini adalah untuk mempelajari

bagaimana tahapan tahapan pemuliaan tanaman lanjutan yang dilakukan di


Balai benih ini termasuk metode perancangannnya dalam rangka menghasilkan
produksi benih yang bermutu tinggi yang nantinya dapat dilepas di pasaran
dengan harga yang relatif terjangkau oleh masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi BALIT SEREAL
Balitsereal Maros melaksanakan penelitian tanaman jagung, sorgum, gandum
dan serealia potensial lain. Adapun fungsinya yaitu Penelitian genetika,
pemuliaan, perbenihan dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman jagung, sorgum,
gandum dan serealia potensial lain; Penelitia morfologi, fisiologi, ekologi,
entomologi, dan fitopatologi tanaman jagung, sorgum, gandum dan serealia
potensial lain; Penelitan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis tanaman
jagung, sorgum, gandum dan serealia potensial; Pemberian pelayanan teknik
kegiatan penelitian tanaman jagung, sorgum, gandum dan serealia potensial;
Penyiapan kerjasama, informasi dan dokumentasi serta penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil penelitian tanaman jagung, sorgum, gandum dan serealia
potensial lain; Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga (Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 2016).
2.2 Deskripsi Tanaman Jagung dilokasi Praktik Lapang
Varietas kawali yang memiliki cirri-ciri yaitu umur panen 100 HTS. Potensi
hasil 5 ton/ha, tahan rebah, agak tahan hama aphis, tahan penyakit karat dan
bercak daun, kadar protein 9,12%, lemak 3,94% dan karbohidrat 84,58% dan
dapat ditanam pada lahan sawah dan tegal.
Varietas super-2 yang memiliki cirri-ciri umur panen 115-120 HTS, potensi
hasil 6,3 ton/ha, produksi biomassa 39,3 ton/ha, produksi etanol 3.941 liter/ha,
kadar gula (brix) 12,7%, tahan rebah, hama aphis, agak tahan penyakit

antraksnose, tahan penyakit karat dan bercak daun cocok ditanam pada musim
kering.
Varietas super-1 yang memiliki cirri-ciri yaitu umur panen 110 HTS,
potensi hasil 5,7 ton/ha, produksi biomassa 38,7 ton/ha, produksi etanol 4.3850
liter/ha, kadar gula (Brix) 13,5 %, tahan rebah, hama Aphis, penyakit antraknose,
penyakit karat dan bercak daun cocok ditanam pada musim kering.
Varietas numbu memiliki cirri-ciri yaitu umur panen 100 HTS, potensi hasil
5 ton/ha, tahan rebah, hama aphis, penyakit karat dan bercak daun, kadar protein
9,12%, lemak 3,94, dan karbohidrat 84,58%, dan dapat ditanam pada lahan sawah
dan tegal.
Varietas JH-22 AGRITAN yang memiliki cirri-ciri yaitu umur genjah 80
HTS, potensi hasil tinggi 12,1 ton/ha, tahan bulai (peronosclerospora maydis),
tahan karat daun, tahan hawar daun, adaptif pada lahan ketinggian 5-650 m dpl.
Varietas JH-36 yang memiliki cirri-ciri yaitu umur genjah 89 HTS, potensi
hasil tinggi, tahan bulai, tahan karat daun, tahan hawar daun, tahan rebah akar dan
rebah batang, kandungan lemak 5,02% protein 7,97% dan karbohidrat 74,71%.
Varietas JH-45 yang memiliki cirri-ciri aitu umur 99 HTS, potensi hasil
tinggi 12,6 Ton/ha, tahan bulai, taan karat daun, tahan hawar daun, tahan rabah
akar dan rebah batang beradaptasi luas di daratan rendah.
2.2.1 Jagung Komposit
Tanaman jagung termasuk tanaman menyerbuk silang dan peluang
menyerbuk sendiri kurang dari 5%, sehingga tanaman mendapat serbuk sari dari
tanaman jagung yang ada di sekitarnya. Tepung sari dapat diterbangkan sampai
ratusan meter, bergantung pada kecepatan angin. Karakteristik ini membuka

peluang bagi tanaman jagung untuk dapat membentuk komposit atau sintetik dari
plasma nutfah terpilih (Neni, 2011).
Varietas komposit dibentuk dari galur, populasi, dan atau varietas yang
tidak dilakukan uji daya gabung terlebih dahulu. Sebagian bahan untuk
pembentukan komposit berasal dari galur dan varietas. Varietas atau hibirida dapat
dimasukkan ke dalam komposit yang telah ada (Neni, 2011).
Adapun tahapan pembentukan varietas komposit adalah sebagai berikut:
(a) masing-masing bahan penyusun digunakan sebagai induk betina, (b) induk
jantannya campuran dari sebagian atau seluruh bahan penyusun, dan (c) diadakan
seleksi dari generasi ke generasi (Neni, 2011).
2.2.3 Jagung Hibrida
Tanaman jagung varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil
persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada
tanaman menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Jagung varietas hibrida
secara komersial telah berkembang di Amerika Serikat sejak 1930-an (Hallauer
and Miranda 1987 dalam Faesal, 2013).
Sejak akhir 1980-an pemerintah memberikan perhatian yang terhadap
pengembangan jagung hibrida. Pada tahun 1992, Badan Litbang Pertanian
melepas jagung hibrida varietas Semar-1 (Subandi, 1987 dalam Nani, 2009).
Dalam membentuk varietas Hibrida dibuat dengan mempersilangkan dua
inbrida yang unggul. Karena itu, pembuatan inbrid unggul merupakan langkah
pertama pembuatan hibrida. Varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi
daripada varietas bersari bebas karena hibrida menggabungkan gen-gen dominan

karakter yang diinginkan dari galur penyusunnya, dan hibrida mampu


memanfaatkan gen aditif dan non aditif (Kartasapoetra, 1988 dalam Satria, 2009).
Produktivitas varietas unggul jagung masing-masing ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan tumbuh. Varietas Bima-4 mempunyai potensi hasil
sangat tinggi dan stay green, varietas ini memiliki biomasa yang tinggi selain
dapat dipanen untuk menghasilkan biji sebagai pakan ternak ayam, juga dapat
digunakan baik sebagai pakan hijauan maupun untuk silage melaui fermentasi.
Varietas Bima-5 dan Bima-6 memiliki stay green dengan potensi hasil dapat
mencapai 11 t ha-1 dan umur masak fisiologis 104 hari (Permadi dan Haryati,
2014).
2.2.4 Jagung Sintetik
Varietas jagung sintetik adalah jenis bersari bebas atau komposit yang
dibentuk dari hasil saling silang dari sejumlah (10-14) tetua galur (inbrida) murni.
Galur-galur murni dihasilkan dari kegiatan silang diri (selfing) beberapa generasi
dari programperbaikan populasi atau program jagung hibrida. Kegiatan pemuliaan
untuk membentuk varietas sintetik terdiri atas beberapa tahap. Setiap tahap
melibatkan kegiatan evaluasi yang menghasilkan bahan terpilih (Yasin, 2003).
Genotipe yang dibentuk dari hasil saling silang merupakan jenis sintetik
dimana benih turunan F2 adalah representasi dari suatu calon varietas.
Calon-calon varietas biasanya diuji potensi hasil dan adaptasinya dalam
percobaan-percobaan daya hasil pendahuluan, daya hasil lanjutan, dan
daya hasil multilokasi (Yasin,2003).

2.3 Tanaman Sorgum


Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia
yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena
mempunyai daerah adaptasi yang luas. Tanaman sorgum toleran terhadap
kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif
tahan terhadap gangguan hama/penyakit. Biji sorgum dapat digunakan sebagai
bahan pangan serta bahan baku industri pakan dan pangan seperti industri gula,
monosodium glutamate (MSG), asam amino, dan industri minuman. Dengan kata
lain, sorgum merupakan komoditas pengembang untuk diversifikasi industri
secara vertikal (Sirappa, 2003).
Komoditas ini mempunyai kandungan nutrisi dasar yang tidak kalah penting
dibandingkan dengan serealia lainnya, dan mengandung unsur pangan fungsional.
Biji sorgum mengandung karbohidrat 73%, lemak 3, 5%, dan protein 10%,
bergantung pada varietas dan lahan pertanaman. Kelemahan sorgum sebagai
bahan pangan adalah adanya tanin dalam biji. Senyawa polifenol tersebut
memberi warna kurang baik pada produk akhir dengan rasa agak sepat. Selain itu,
dikenal sebagai antinutrisi karena menghambat proses daya cerna protein dan
karbohidrat dalam tubuh. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka untuk
mempromosikan

kelebihan

sorgum

sebagai

bahan

pangan

adalah

memperkenalkan potensi pangan fungsional yang terkandung dalam bijinya.


Unsur pangan fungsional tersebut termasuk beragamnya antioksidan, unsur
mineral terutama Fe, serat makanan, oligosakarida -glukan termasuk komponen
karbohidrat dan lainnya (Suarni, 2012).

Pemanfaatan sorgum sebagai sumber pangan fungsional belum banyak


tersentuh, selama ini masih terbatas pada peranannya dalam diversifikasi pangan
sebagai sumber karbohidrat (Suarni, 2004). Padahal sorgum mengandung serat
pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber) yang dapat memberi efek positif
terhadap kesehatan. Manfaat terhadap kesehatan terutama untuk pencegahan
penyakit jantung, obesitas, penurunan hipertensi, menjaga kadar gula darah, dan
pencegahan kanker usus. Sorgum memiliki kandungan gluten dan indeks glikemik
(IG) yang lebih rendah sehingga sangat sesuai untuk diet gizi khusus (Suarni,
2012).
2.4 Tanaman Jewawut
Jewawut adalah salah satu bahan sumber karbohidrat yang dapat
menggantikan

nasi.

Jewawut

banyak

tumbuh

di

Indonesia,

namun

pemanfaatannya masih belum banyak dan kebanyakan hanya dijadikan sebagai


pakan burung. Kandungan gizi jewawut tidak kalah dengan kandungan gizi pada
beras. Pada 100 g jewawut jenis Pearl millet mengandung 78,9 g karbohidrat, 12,8
g protein dan 5,6 g lemak sedangkan pada beras mengandung 76,0 g karbohidrat,
7,9 g protein dan 2,7 g lemak. Kandungan zat gizi lain pada jewawut adalah
kandungan zat besi yang cukup yaitu 7,8 mg per 100 g biji jewawut. Jewawut
jenis Pearl millet dapat menyumbang energy sebesar 363 kalori untuk setiap 100
g, namun sebagai makanan tambahan bagi anak gizi kurang jewawut tidak
mencukupi kandungan protein dan karbohidrat sehingga perlu ditambahkan bahan
makanan yang mempunyai kandungan prote yang tinggi dan mudah dicerna juga

sumber karbohidrat. Sumber protein yang mudah dicerna adalah sumber protein
dari hewani, sedangkan sumber karbohidrat adalah gembili (Bernadheta, 2013).
Dilakukan

penelitian mengenai tepung

jewawut

sebagai

sumber serat

pangan yang ditambahkan pada yoghurt dengan tujuan untuk memanfaatkan


probiotik dalam yoghurt untuk memaksimalkan kesehatan saluran pencernaan
manusia dan bermanfaat bagi kesehatan bagi tubuh manusia (Bernadheta, 2013).
2.5 Tanaman Kedelai
Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan dari
famili leguminoseae yang dibutuhkan dalam pelengkap gizi makanan. Kedelai
memiliki kandungan gizi tinggi yang berperan untuk membentuk sel-sel tubuh dan
menjaga kondisi sel-sel tersebut. Kedelai mengandung protein 75-80% dan lemak
mencapai 16-20 serta beberapa asam-asam kasein (Sarawa, 2012).
Tanaman kedelai ialah tanaman multiguna karena bisa digunakan sebagai
pangan, pakan maupun bahan baku berbagai industri manufaktur dan olahan.
Adanya upaya penghematan devisa oleh negara menyebabkan kedelai menjadi
komoditas yang penting. Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu
meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perbaikan pendapatan per
kapita. Namun perkembangan tanaman kedelai selama 10 tahun terakhir
menunjukkan penurunan yang cukup besar, lebih dari 50 %, baik dalam luasan
areal maupun produksinya. Pada tahun 1995, luas areal tanaman kedelai mencapai
1,4 juta ha, sedangkan pada tahun 2005, luas areal hanya 500.000 ha. Total
produksi selama periode yang sama menurun dari 1,9 juta ton menjadi 700.000
ton (Adisarwanto, 2005).

Ada dua masalah yang saling terkait dan berpengaruh terhadap produktivitas
tanaman kedelai, yaitu faktor teknis dan sosial-ekonomi. Faktor teknis yang
berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kedelai yaitu kualitas benih yang
ditanam, pemeliharaan tanaman yang meliputi pemupukan dan pengairan serta
penanganan panen dan pasca panen. Sedangkan faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi produktivitas tanaman kedelai diantaranya adalah luas lahan,
pemilikan tanah dan modal (Nugroho, 2012).
2.6 Teknik Persilangan
Persilangn adalah suatu teknik mengawinkan bunga dengan meletakkan
pollen atau serbuk sari pada stigma (lubang atau rongga yang dangkal berisi
cairan kental agak lengket sebagai tempat meletakkan pollen dan masuknya
tabung pollen ke dalam ovari (bakal buah) pada waktu polinasi/penyerbukan
(Fradana, 2014).
Tujuan utama melakukan persilangan adalah : 1. Menggabungkan semua sifat
baik ke dalam satu genotipe baru, 2. Memperluas keragaman genetik, 3.
Memanfaatkan vigor hibrida, dan 4. Menguji potensi tetua (Ashari, 1998).
2.6.1 Selfing
Perkawinan sendiri (selfing) adalah perkawinan dengan meletakkan
pollen pada stigma yang berasal pada satu bunga, satu tanaman, tetapi masih
dalam satu spesies. Perkawinan silang (crossing) adalah perkawinan dengan
meletakkan pollen pada stigma yang berasal dari dua jenis bunga yang berbeda
pada spesies yang sama baik. Jika persilangan dilakukan siang hari, putik
mengering
sehingga tidak akan terjadi pembuahan, kalaupun terjadi pembuahan kualitas buah

tidak maksimal. Umur bunga satu atau dua hari setelah mekar hingga lima
minggu setelah mekar (Sandra, 2008).
2.6.2 Sibbing
Jagung digolongkan menjadi koleksi dasar yang disimpan untuk jangka
panjang (> 10 tahun), koleksi aktif yang disimpan untuk jangka menengah (<10
tahun) dan digunakan untuk perbanyakan, regenerasi, distribusi, karakterisasi, dan
evaluasi. Keaslian genetik tanaman tetap dipertahankan melalui persilangan
antartanaman (sibbing) dalam setiap aksesi. Karakterisasi dan evaluasi dilakukan
secara berkala, bertujuan untuk memeriksa penyimpangan sifat sekaligus untuk
pembaruan benih (Rukmana, 2007)
Perbaikan populasi untuk tujuan perakitan varietas dapat dicapai jika
terdapat keragaman genetik sifat yang diinginkan antara tanaman dalam populasi.
Nilai proporsi ragam genetik terhadap ragam total atau disebut heritabilitas sangat
menentukan keberhasilan seleksi. Semakin tinggi nilai heritabilitas, semakin
mudah dilakukan seleksi, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah sulit
memperoleh kemajuan dalam seleksi karena sifat yang diseleksi lebih banyak
disebabkan oleh faktor lingkungan. Pemilihan populasi dasar yang tepat
merupakan awal dalam seleksi untuk perakitan varietas (Rukmana, 2007).
2.6.3 Crossing
Perkawinan silang (crossing) adalah perkawinan dengan meletakkan
pollen pada stigma yang berasal dari dua jenis bunga yang berbeda pada spesies
yang sama baik. Jika persilangan dilakukan siang hari, putik mengering sehingga
tidak akan terjadi pembuahan, kalaupun terjadi pembuahan kualitas buah tidak

maksimal. Umur bunga satu atau dua hari setelah mekar hingga lima minggu
setelah mekar (Sandra, 2008).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan tempat
Pelaksanaan praktek lapang ini dilasanakan pada tanggal 1 Mei 2016
pukul 08.00-selesai di Balitseral Maros, Sulawesi selatan.
3.2 Metode pelaksanaan
3.2.1 Dalam Ruangan
Mendengarkan materi terkait balitsereal maros dan melakukan Tanya
jawab terkait materi yang diberikan.
3.2.1 Lapangan
Melakukan pengamatan secara langsung beberapa varietas

yang

dikembangkan di balitsereal. Selain itu melakukan Tanya jawab dengan petugas


balitsereal terkait vairetas yang dikembangkan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 1. Foto jagung hibrida di lapangan

Keterangan : Jagung varietas Bima-3 dengan tetua betina Nei-9008 dan tetua
jantan MR-14
Gambar 2. Foto perbandingan komoditas di lapangan

a
Keterangan : Sorgum varietas Kawali (a) dan Numbu(b)

Teknik persilangan yang diterapkan


Teknik persilangan yang digunakan yaitu perkawinan sendiri (selfing) dan
perkawinan silang (crossing) dari sesama varietas yang sama baik.
4.2 Pembahasan
Pembentukan varietas Bima-3 dengan tetua betina Nei-9008 dan tetua
jantan MR-14. Galur Nei-9008 adalah gaur S-9introduksi pemerintah Thailand
sedangkan M-R14 adalah galur SW3-3. Keunggulan dari varietas bima-3 ini
adalah berumur 100 hari dan tahan terhadap penyakit bulai. Potensi hasil varietas
yang memiliki warna biji jingga dan mencapai 10 ton ha -1 yang dapat
dikembangkan di lahan kurang subur.
Sorgum vaireatas kawali dengan umur panen 100 hari, potensi hasil 5 ton
ha-1 dimsns msmpu tahan rebah dan agak tahan hama aphids, kelebihan lainnya
yaitu tahan penyakit karat dan bercak daun, kadar protein 9,18%, lemak 3,94 %
dan karbohidrat 84,58%. Cocok ditanam pada lahan sawah dan tegal. Sedangkan
Sorgum varietas Numbu dengan potensi hasil 5 ton ha-1 dimana ampu tahan rebah,
tahan hama aphis, penyakit karat, dan bercak daun. Adapun kadar protein yaitu
9,12%, lemak 3,94% dan karbohidrat 84,58% dan dapat ditanam pada lahan
sawah dan tegal.
Persilangan adalah suatu teknik mengawinkan bunga dengan meletakkan
pollen atau serbuk sari pada stigma (lubang atau rongga yang dangkal berisi
cairan kental agak lengket sebagai tempat meletakkan pollen dan masuknya
tabung

pollen

ke

dalam

ovari

(bakal

buah)

pada

waktu

polinasi/penyerbukan. Dikenal dua macam persilangan, yaitu perkawinan sendiri


(selfing) dan perkawinan silang (crossing). Perkawinan sendiri (selfing) adalah
perkawinan dengan meletakkan pollen pada stigma yang berasal pada satu bunga,
satu tanaman, tetapi masih dalam satu spesies. Perkawinan silang (crossing)
adalah perkawinan dengan meletakkan pollen pada stigma yang berasal dari dua
jenis bunga yang berbeda pada spesies yang sama baik. Jika persilangan dilakukan
siang hari, putik mengering sehingga tidak akan terjadi pembuahan, kalaupun
terjadi pembuahan kualitas buah tidak maksimal. Umur bunga satu atau dua hari
setelah mekar hingga lima minggu setelah mekar (Sandra, 2008).
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan yang dinamis dan
berkelanjutan. Teknik persilangan yang diikuti dengan proses
seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam
inovasi perakitan kultivar unggul baru, selanjutnya, diikuti oleh
kultivar introduksi, teknik induksi mutasi dan mutasi spontan
yang juga menghasilkan beberapa kultivar baru. Sehingga peran
pemuliaan sangan penting. Peran pemuliaan dalam upaya peningkatan
kualitas komoditas tanaman adalah perakitan kultivar yang
memiliki kualitas tinggi seperti perbaikan terhadap warna, rasa,
aroma, daya simpan, kandungan protein, dll. Perbaikan kualitas
juga berarti perbaikan ke arah preferensi konsumen (market/
client). Karakter kualitas target pemuliaan, sebagai contoh pada
tanaman mangga adalah karakter (diantaranya): daging buah
tebal, rasa manis, tekstur daging buah baik, kadar serat rendah,

biji tipis, kulit buah tebal dengan warna menarik serta memiliki
daya simpan yang panjang.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam praktik lapang ini yaitu sangat diharapkan ada lagi
kedepannya karena dalam menuntut ilmu sangat dibutuhkan pengalaman yang
banyak.
5.2 Saran
Sebaiknya pelaksanaan praktik lapang berikutnya lebih dioptimalkan lagi
dalam hal penjadwalan transportasi karena membuat peserta telat sampai ke
tempat tujuan.
5.3 Kesan dan kesan
Menarik dan sangat bagus

DAFTAR PUSTAKA
Ashari, S. 1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.
Adisarwanto, 2005. Kedelai (Budidaya dengan pemupukan yang efektif dan
pengoptimalan peran bintil akar). Penebar Swadaya. Jakarta. pp. 104.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2016. Tugas dan Fungsi. diakses
dalam http://www.litbang.pertanian.go.id/unker/one/263/
Bernadheta, Gisca. 2013. Penambahan Gembili Pada Flakes Jewawut Ikan Gabus
Sebagai Alternatif Makanan Tambahan Anak Gizi Kurang. Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
Fradana, Ari Nst. 2014. Teknik Persilangan Pada Tanaman Jagung (Zea Mays
L.). Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara
Nugroho, Agung., Dewani, Mochammad., dan Firmansyah, Aries. 2012. Upaya
Peningkatan Produktivitas Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merrill)
Varietas Panderman Melalui Dosis Dan Waktu Pemberian Kalium.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Faesal. 2013. Peningkatan Peran Penelitian Tanaman Serealia Menuju Pangan
Mandiri. Badan Penelitian Tanaman Serealia.
Nani, Zuraida dan Sutoro. 2009. Pengelolaan Plasma Nutfah Jagung. Balai Besar
dan Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian:
Bogor.
Neni, Iriany,. dkk. 2011. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas.
Balai Penelitian Tanaman Serealia: Maros.
Permadi dan Haryati. 2014. Kajian Beberapa Varietas Unggul Jagung Hibrida
dalam Mendukung Peningkatan Produktifitas Jagung. 4 (2): 188-194.
Sandra, E. 2008. Teknik Persilangan. http://eshaflora.com/index. php?option=com
content &task=view&id=63&Itemid=61. Diakses 30 November 2011.
Sarawa, Andi Nurmas, Muh.Dasril A. 2012. Pertumbuhan Dan Produksi
Tanaman Kedelai (Glycine Maxl.) Yang Diberi Pupuk Guano Dan
Mulsa Alang-Alang. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Haluoleo, Kendari.
Satria, Pahlevie . 2009. Pemilihan Tetua untuk Selfing Tanaman dan Tanaman
Bersari Bebas Varietas Jagung (Zea Mays L.). Universitas Sumatera
Utara: Medan
Sirappa. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum Di Indonesia Sebagai Komoditas
Alternatif Untuk Pangan, Pakan, Dan Industri. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan km


17,5,Kotak Pos 1234, Makassar 90243.
Suarni. 2012. Potensi Sorgum sebagai Bahan Pangan Fungsional. Balai
Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi
Selat.
Yasin, dan Kasim, Firdaus. 2003. Penggunaan Rancangan Percobaan Dalam
Tahapan Membentuk Varietas Jagung Sintetik. Staf Peneliti Pemuliaan
& Plasma Nutfah Jagung Balitsereal, Jln DR Sam Ratulangi 274,
Maros.

Anda mungkin juga menyukai