Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS PENGARUH PRODUKSI JAMUR MERANG

(Volvariella volvacea.) AKIBAT KOMPOSISI MEDIA


ALTERNATIF DAN LAMANYA WAKTU PENGOMPOSAN

Tugas Metodologi Penelitian

Oleh :
HARRI HANAFI
4122.1.21.21.0010

Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti


Program Studi Agroteknologi

UNIVERSITAS WINAYA MUKTI


FAKULTAS PERTANIAN
TANJUNGSARI
2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budidaya jamur merang mempunyai panen yang relatif singkat yaitu sekitar

satu bulan sampai dengan tiga bulan sehingga perputaran modal yang ditanam

pada usaha ini, berlangsung cukup cepat. Selain itu,bahan baku pembuatan media

untuk produksi jamur merang relatif mudah didapat, dan pengusahaannya tidak

membutuhkan lahan yang luas. Oleh sebab itu, komoditas jamur merang ini dapat

memberikan lebih banyak kesempatan kerjadalam upaya peningkatkan ekonomi

masyarakat petani, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

patani secara umum (Sani, 2018).

Dewasa ini kebutuhan dan kesadaran masyarakat terhadap bahan makanan

bergizi semakin meningkat, yang disebabkan oleh membaiknya pemahaman

masyarakat tentang makanan bergizi bagi kesehatan. Kondisi ini ditunjang pula

dengan meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu produk pertanian

seperti jamur merang (Volvariella volvaceae.). Menurut Chen dan Buswell, (2004)

menambahkan bahwa mineral yang terkandung dalam jamur merang lebih tinggi

dibandingkan dengan yang terkandung dalam daging sapi dan domba. Kandungan

protein jamur merang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada

tumbuh-tumbuhan lain secara umum.

2
3

Di Indonesia jamur merang mempunyai prospek sangat baik untuk dikembangkan.

Kebutuhan jamur merang di pasaran dalam negeri juga mempunyai prospek yang

sangat cerah. Kebutuhan jamur merang untuk: Jakarta, Bogor, Sukabumi,

Bandung, dan sekitarnya rata-rata 15 ton setiap harinya (Widyastuti, 2016).

Kebutuhan jamur merang untuk kota Denpasar berkisar 500 kg tiap hari,

sedangkan produksi jamur merang yang dihasilkan di Denpasar dan Bandung

hanya 300 kg tiap hari (Manan, 2018).

Budidaya jamur merang umumnya menggunakan media tumbuh berupa

jerami padi, khususnya di Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang. Menurut

laporan data dari dinas ketahan pangan Kabupaten Karawang (2019), hasil panen

padi di Kecamatan Cilamaya Wetan dari bulan Maret sampai Desember hasil

panen padi mencapai 154,95 ton per musim, dengan menghasilkan limbah 46 ton

sekam padi dan 116 ton jerami. Tingginya jumlah jerami yang dihasilkan dari

limbah pertanian padi masih belum dapat mencukupi kebutuhan untuk pembuatan

media tumbuh jamur merang. Hal ini disebabkan ketersediaan jerami tersebut

hanya tersedia pada musim panen saja, dan dipengaruhi juga oleh keadaan cuaca.

Keadaan cuca yang tidak menentu yang menyebabkan ketika panen padi sering

terjadi hujan seperti saat ini. Hal ini menyebabkan jerami padi tidak bisa

dimanfaatkan oleh petani jamur merang, yang menjadi kekurang stok jerami padi.

Terbatasnya ketersediaan jerami padi, pada musim dan kedaan cuaca

tertentu perlu adanya media alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku

pembuatan media tumbuh jamur merang yang memberikan pengaruh baik untuk

jamur merang. Sekam padi dan kapas merupakan limbah pertanian yang tersedia
4

dalam jumlah yang melimpah dilingkungan sekitar dengan kontiniuitas yang

setabil dan belum termanfaakan. Penggunaan sekam padi dan kapas sebagai media

tumbuh diharapkan dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pertumbuhan dan hasil jamur merang.

Bertitik tolak dari uraian di atas yang menerangkan pentingnya jamur

merang, dilihat dari upaya pemanfaatan limbah pertanian, kesempatan berusaha,

dan prospek ekonomisnya, juga menjadi awal keberagaman media tumbuh jamur

merang maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh komposis media tumbuh

kapas dan sekam padi dengan lama waktu pengomposan media terhadap produksi

jamur merang.

1.2 Rumusan Masalah

1) Berapa komposis media tumbuh dan lama waktu pengomposan yang

berpengaruh terhadap produksi jamur merang.

2) Berapa komposis media tumbuh dan lama waktu pengomposan yang

memberikan hasil yang optimal terhadap produksi jamur merang.

1.2 Tujuan Penelitian

1) Untuk mempelajari pengaruh komposis media tumbuh dan lama waktu

pengomposan yang berpengaruh terhadap produksi jamur merang.

2) Untuk mendapatkan komposis media tumbuh dan lama waktu

pengomposan yang memberikan hasil yang optimal terhadap produksi

jamur merang..

1.4 Kegunaan Penelitian


5

Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan informsi-

informasi yang relefan tentang pengruh jenis media tumbuh terhadap

pertumbuhan dan hasil produksi jamur merang, juga sebagai sumbangan ilmiah

perihal pengaruh jenis media tumbuh jamur merang, sebagai landasan untuk

pengembangan pertanian jamur merang. Untuk selanjutnya sebagai sumbangan

informasi dalam budidaya jamur merang, yang diharapkan dapat meningkatkan

wawasan petani jamur merang dalam pengankeragaman media tumbuh.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Jamur Merang

Jamur merang tersusun dari kumpulan hifa-hifa yang menyerupai

benang-benang halus berwarna putih yang menyerupai kapas yang kemudian

tersusun menjadi miselium. Badan jamur merang berwarna putih cerah

hingga ke abu-abuan dengan warna kulit atas berwarna agak kecoklatan ( jika

hampir mekar ). Berikut ini adalah klasifikasi morfologi dan syarat tumbuh

jamur merang menurut Sani (2016) :

Klasifikasi

Berikut ini adalah klasifikasi jamur merang :

Kingdom : Fungi

Divion : Basodomycota

Class : Homobasodomycetes

Order : Agracales

Family : Pluteaceae

Genus : Volvarella

Spesies : Volvarella volvacea. (Sani, 2018)

6
7

Jamur merang adalah nama jamur yang sudah populer dikalangan masyarakan

karena tumbuh pada media merang (padi), akan tetapi pada kenyataannya

jamur ini dapat tumbuh pada medaia apa pun yang mengandung selulosa

seperti kertas, ampas aren, limbah kelapa sawit, dan limbah pertanian lainnya.

Sesuai dengan namanya, jamur merang memiliki volva atau cawan, dalam

vase telur berwana putih hinga keabuan dengan warna selubung pembungkus

berwarna putih dan berwarna kecokelatan hingga berwana hitam keti kamekar

menyerupai payung.

2.1.2 Media Tanam

Jamur merang memerlukan persyaratan lingkungan yang khusus serta

media tanam dan pemupukan . Media tanam yang biasa digunakan berupa

limbah ligninose seperti jerami, sekam padi, limbah kardus, limbah kapas dan

sebagainya.

Dalam Jerami padi pada keadaan kering memiliki kadar selulosa yang

tinggi dan disamping itu jerami juga mengandung silika (Asanti, 2019).

Kandungan selulosa dalam jerami pun berbeda tergantung umur tanaman dan

waktu panen, kandungan selulosa pada jerami padi dalam keadaan kering

mengandung selulosa 34%, hemilulosa 18% dan lignin 13%.

Sekam padi merupakan media tanam dengan kandungan nutrisi dan

sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen. Karbon digunakan sebagai sumber

energi utama, sedangkan nitrogen berfungsi untuk membangun miselium dan

membangun enzim-enzim yang disimpan dalam tubuhnya (Sharma, Kumar

dan Barh, 2019). Menurut (Syahrir, 2018) sekam padi mengandung beberapa
8

nutrisi dalam jumlah tertentu, seperti protein 8,77% , selulosa 2% , serat 1,7%

, lemak 1,09% dan air 2,5%.

Kapas atau kapuk adalah salah satu hasil pertanian yang sering

diabaikan dan tidak terpakai, namun belakangangan ini kapas atau kapuk

dapat dimanfaatkan sebagai media tanam pada bagian atas (topping).

Penggunaan kapas atau kapuk sebagai media atas masih jarang

penggunaanya, menurut Sitorus (2018) menyatakan bahwa kapas

mengandung 93% selulosa murni, 1,3% protein, 2,6% lignin , 0,6 % lilin, dan

0,8% pektin. Tingginya kandungan selulosa yang terkandung dalam kapas,

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan media benih tabur

jamur merang.

2.2 Kerangka Pemikiran

Jamur merang merupakan jamur yang banyak dibudidayakan, karena

tingginya tingkat kebutuhan masyarakat akan jamur merang. Menurut Widyasthuti

(2016) kebutuhan jamur merang di Indonesia mencapai 17.500 ton per tahun pada

tahun 2016. Tingginya kebutuhan pasar akan merang tidak sebanding dengan

produksi jamur merang yang semakin menurun, hal ini dipengaruhi oleh

ketersediaan media tumbuh jamur merang.

Media tumbuh jamur merang pada umunya menggunakan media jerami

padi. Menurut Pratiwi (2017) bahwa dalam 100 gram jerami padi mengandung

setar kasar, dengan kadar selulosa tunggal 34%, hemilulosa 18% , lignin 13%

yang tinggi. Dewasa ini mulai dikembangkan penganeka ragaman jenis media
9

tumbuh jamur merang yang memiliki kandungan lebih unggul dibandingkan

menggunakan media tumbuh jerami, yaitu sekam padi dan kapas.

Sekam padi dan kapas merupakan limbah pertanian yang tersedia dalam

jumlah yang banyak terdapat dilingkungan sekitar. Menurut Syahrir (2018) sekam

padi mengandung beberapa nutrisi dalam jumlah tertentu, seperti protein 8,77% ,

selulosa 2% , serat 1,7% , lemak 1,09% dan air 2,5%. Sedangkan menurut Sitorus

(2018) menyatakan bahwa kapas mengandung 93% selulosa murni, 1,3% protein,

2,6% lignin , 0,6 % lilin, dan 0,8% pektin. Selain memiliki kandungan

hemiselulosa yang tinggi, sekam padi dan kapas pun memiliki daya simpan air

yang cukup dan cendrung lebih setabil dalam menjaga kelembaban media, yang

menjadikan media tanam tidak cepat kering, sehingga pertumbuhan dan

perkembangan jamur merang tidak terhambat (Setiyono, 2018). Beberapa

keunggulan penggunan media sekam padi dan kapas, hal ini menunjukan bahwa

kedua limbah pertanian ini dapat dijadikan sebagai media tumbuh dan percobaan

ini diharapkan dapat menjadi alternatif yang dapat memperbaiki kotiniuitas

produksi jamur merang.

Berdasarkan hasil penelitian Wahyuningsih (2016), menyebutkan bahwa

media tumbuh jamur merang dengan koposisi media kapas 50 %, memberikan

pengaruh terhadap komponen pertumbuhan dan hasil dibandingkan dengan

menggunakan komposisi 100% media tumbuh jerami, dari 1 kg m-2 menjadi 1,25

kg m-2 dan dengan lama waktu panen dari 7 hari menjadi 14 hari waktu panen

yang dilakukan setiap hari. Setyono (18) dalam percobaanya menyebutkan bahwa

koposisi media tumbuh 50% jerami dengan 50% ampas kopi memberikan
10

pengaruh terhadap awal waktu panen lebih cepat dan jumlah bobot buah

meningkat.

Bertitik pada pemaparan diatas bahwa koposisi media tumbuh memiliki

hubungan erat dengan repon pertumbuhan dan hasil produksi jamur merang.

Setiap komposisi media tumbuh jamur akan mempengaruhi jumlah ketersediaan

nutrisi pada media tumbuh (Asanti, 2019). Pada komposisi media tumbuh jerami

50% dan penambahan 50% media lain, terjadi reaksi komplementer pada

ketersediaan nutrisi pada media tumbuh, yaitu terjadi reaksi yang saling

melengkapi pada jumlah nutrisi yang terdapat pada media tersebut, sehingga

nutrisi yang diperoleh cendurung lebih tinggi (Cessari, Susilo dan Sumarlan,

2014). Menyebutkan Chen dan Buswell (2004) bahwa jamur merang merupakan

jasad heterotrop yang memperoleh nutrisi dari media tumbuhnya. Semakin tinggi

jumlah nurtisi yang diperoleh pada media tumbuh jamur, maka pertumbuhan dan

perkembangan pun akan berlangsung lebih cepat dan memperpanjang masa

panen.

2.3 Hipotesis

1) Setiap jenis komposis media tumbuh dan lama waktu pengomposan

memberikan pengaruh terhadap produksi jamur merang.

2) Terdapat salah satu komposis media tumbuh dan lama waktu

pengomposan yang memberikan hasil optimal terhadap produksi jamur

merang.
11

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode yang digunakan

Metode penelitian yang digunakan yaitu Rancangan acak kelompok

dengan dua factor (RAK Faktorial), dengan factor pertama komposisi media

kapas dan sekam, dan factor kedua lamanya waktu pengoposan. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2023. Yang dilaksanakan di dalam

kumbung budidaya jamur merang, di Desa Cikalong, Kecamatan Cilamaya Wetan,

Kabupaten Karawang, dengan ketinggian tempat 6 m dpl suhu rata-rata harian 32-

340C. Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu, bak perendaman media,

plastik trepal penutup, gancu, tungku pasteurusasi, dan alat tulis. Bahan yang

digunakan dalam percobaan ini yaitu, jerami, sekam padi, kapas dan kayu bakar.

3.2 Oprasionalisasi Variabel

3.2.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yangditetapkan peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

haltersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2014).Terdapat

duavariable penelitian, yaitu variable terikat (dependent variable) dan variable

bebas(independent variable).Variabel terikat adalah variabel yang tergantung

padavariable lainnya, sedangkan variable bebas adalah variabel yang tidak

tergantungpada variabel lainnya. Berkaitan dengan penelitian ini, variabel

yang digunakanadalah sebagai berikut :


12

a. Variabel Independen (Independent Variable)

Variabel independen (independent variable) atau variable bebas adalah

variabel yang mempengaruhi variable dependen (terikat), baik yang

pengaruhnya positif maupun yang pengaruhnya negatif. (Ferdinand,

2006:26). Variabel independen dalam penelitian ini adalah : komposisi media

alternatif (X1), dan Lamanya Waktu Pengomposan (X2).

b. Variabel Dependen (Dependen Variable)

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang

nilainyatergantung dari variabel lain, dimana nilainya dapat berubah. Variabel

dependensering juga disebut variabel respon yang dilambangkan dengan Y.

Variabeldependen dalam penelitian ini adalah hasil produksi jamur merang.

3.2.2 Definisi Oprasional

Menurut Sugiyono (2013), definisi operasional variable adalah

suatuatribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang

mempunyaivariasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya.

Adapun variable beserta operasionalnya dijelaskan dalam tabel

sebagaiberikut :

Tabel 1.1 Definisi Oprasional


13

No Variabel Penelitian Indikator Sumber

1 Hasil Produksi (Y) Jumlah Buah Periode Panen Pertama

dan Kedua

Bobot Per Buah Periode Panen

Pertama dan Kedua

Bobot Periode Panen Pertama dan

Kedua

Lama panen Priode Panen Pertama

dan Kedua

Bobot Total Keseluruhan

2 Komposisi Media Komposisi Kapas 70% + 30 % Sekam

Alternatif (X1) Komposisi Kapas 50% + 50 % Sekam

Komposisi Kapas 30% + 70 % Sekam

3 Lama Pengomposan Lama Pengomposan 10 hari

(X2) Lama Pengomposan 15 hari

3.3 Sumber dan Penentuan Data

Data yang diperoleh merupakan data primer, yaitu data yang

diperoleh langsung dari objek penelitiannya, data ini pun didapatkan setelah

memasuki priode panen.


14

Penentuan Data penelitian ini dibagi menjadi dua periode panen, pada

periode pertama meliputi : Jumlah Buah Periode Panen Pertama, Bobot Per Buah

Periode Panen Pertama, Bobot Periode Panen Pertama, Lama panen Priode Panen

Pertama.

Pengamatan Data pada perode panen kedua, meliputi : Jumlah Buah

Periode Panen Kedua, Bobot Per Buah Periode Panen Kedua, Bobot Periode

Panen Kedua, Lama panen Priode Panen Kedua, ,Bobot Total Panen kedua, dan

Bobot Keseluruhan Total.

3.4 Metode Pengumpulan Data

. Metode pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah dimaksudkan

untuk memperoleh bahan-bahan yang relavan, akurat dan terpercaya. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang akan digunakan

dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2009). Untuk

mengetahui data yang digunakan dalam model regresi berdistribusi normal atau

tidak dapat dilakukan dengan menggunakan kolmogorov-smirnov. Jika nilai

kolmogorov-smirnov lebih besar dari α = 0.05, maka data normal (Ghozali, 2009).

3.4.2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan ada atau tidaknya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2016). Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas
15

(independen). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat

digunakan beberapa cara sebagai berikut :

1. Jika R² tinggi tapi variabel bebas banyak yang tidak signifikan, maka

dalam model regresi terdapat adanya multikolinearitas.

2. Menganalisis matriks korelasi variabel bebas. Jika korelasi antar variabel

bebas tinggi yaitu diatas 0.90 maka terdapat multikolinearitas.50%), media

E (jerami 50% + kapas 50%), media D (jerami padi 33% + sekam padi

33% + kapas 33%).

3. Melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai

tolerance lebih kecil dari 10 % dan nilai VIF lebih besar dari 10 berarti ada

multikolinearitas..

3.4.3 Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan

varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut

homoskedastisitas. Uji heteroskedastisitas ialah varian residual yang tidak sama

pada semua pengamatan di dalam model regresi. Regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan nilai prediksi variabel

dependen dengan variabel independen yaitu apabila nilai signifikansi>0,05..

3.5. Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis

3.5.1 Rancangan Analisis


16

Rancangan analisis data yang digunakan merupakan Rancangan Acak

Kelompok Dwi Faktor ( RAK Faktorial ), dimana, faktor pertama X1 :

Komposisi media alternatif, faktor kedua X2 : lamanya waktu pengomposan

media. penelitian ini menggunakan 6 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali ,

dengan jumlah plot total sebanyak 96 plot, dan ukuran masing-masing plot

1m x 0,5 m (0,5m2).

Tabel 2.1 Rancangan Percobaan

Komposisi Media (M) Lama Pengomposan (L) Notasi

10 hari M1L1
Komposisi Kapas 70% + 30 % Sekam
14 hari M1L2

10 hari M2L1
Komposisi Kapas 50% + 50 % Sekam
14 hari M2L2

10 hari M3L1
Komposisi Kapas 30% + 70 % Sekam
14 hari M3L2

dengan model berikut ini :

Y=a+b1X1+b2X2 +C

Dimana :

Y = rataan umum
a..b = koefiseien
X1 = pengaruh Komposis Media Alternatif
X2 = pengaruh lama pengomposan
C = error

Dengan rancangan dasar RAK, struktur tabel analisis ragam dirumuskan

sebagai berikut :
17

Sumber Db JK KT Fhit
Antar Ulangan 3 JKK KTK KTP/KTG
Perlakuan 5 JKP KTP KTP/KTG
Komposisi(X1) 2 JKX1 KTX1
Lama 1 JKX2 KTX2
Pengomposan
(X2)
Interaksi 1 JK X1X2
(X1X2)
Galat 15 JKG KTG
Total 23 JKTot
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA)

uji F pada taraf 5% untuk menduga adanya pengaruh perlakuan. Apabila diperoleh

data yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%. Uji

perbandingan rata-rata dengan uji BNT sebagai berikut :

LSD = t x sd

sd =
Keterangan : BNT = Beda nyata terkecil
KTG = Kuadrat tengah galat
Sd = Standar deviasi
r = Ulangan

t = 0,05

3.5.2 Uji Hipotesis

1. Analisis Linier Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk menjelaskan hubungan antara

variabel terpengaruh dengan variabel yang mempengaruhi yaitu bukti fisik,


18

keandalan, daya tanggap,jaminan dan empati terhadap kepuasan pelanggan

(Ghozali,2009). Bentuk persamaan regresi penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y=a+b1X1+b2X2+C

Dimana :

Y = Hasil Produksi Jamur Merang

a = Konstanta

b1.b2 = Koefisien Regresi

X1 = Komposisi Media Alternatif

X2 = Lamanya Waktu Pengomposan Media

C = Error

2. Koefisien determinasi (𝑅2)

Koefisien determinasi (𝑅2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variabel – variabel dependen (Hasil

Produksi). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1). Nilai

𝑅 2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen (bebas)

dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Nilai yang mendekati

satu berarti variabel – variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (Cross section)

relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing – masing
19

pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (Time series) biasanya

mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2011).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap

jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap

tambahan satu variabel independen, maka 𝑅2 pasti meningkat tidak peduli

apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan

nilai Adjusted 𝑅2(Adjusted R Square) pada saat mengevaluasi mana model

regresi terbaik. Tidak seperti 𝑅2, nilai Adjusted 𝑅2 dapat naik atau turun

apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,

2011). Dalam kenyataan nilai Adjusted 𝑅2 dapat bernilai negatif, walaupun

yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati (2003) dalam

Ghozali (2011), Jika dalam uji empiris di dapat nilai Adjusted 𝑅2 negatif,

maka nilai Adjusted dianggap bernilai 0. Secara matematis jika nilai 𝑅 2 = 1,

maka Adjusted 𝑅2= 𝑅 2 = 1. Sedangkan jika nilai 𝑅 2 = 0, maka Adjusted 𝑅

2=(1 – k)/(n – k). Jika k > 1, maka Adjusted 𝑅2 akan bernilai negatif.

3. Uji T (Uji Parsial)

Untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini apakah variabel bebas

berpengaruh terhadap variabel terikat, maka digunakan pengujian yaitu uji-t.

Untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas (bukti fisik, keandalan,


20

daya tanggap, jaminan dan empati) berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel terikat (kepuasan pelanggan) secara parsial, dengan ketentuan sebagai

berikut :

a. Taraf nyata (∝) = 0,5

b. Kriteria test :

- Bila t hitung > t tabel, maka Ho dinyatakan ditolak dan Ha diterima

- Bila t hitung < t tabel, maka Ho dinyatakan diterima dan Ha ditolak

- Atau bila probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.


- Bila probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak..

DAFTAR PUSTAKA

Asanti, V. A. 2019.Pengaruh Suplemen Organik Tanaman Terhadap Pertumbuhan


Dan Perkembangan Jamur Merang (Volvariella volvacea). J. Floratek.
vol 3. pp. 11–18.

Bambang Unggul PS.2013. Budidaya Jamur Merang. Indonesia: BPTP Jawabarat.

Buswel, A J., Cai, Y., Chang, ST., J. Sandra . 2017. Production and Distribution of
Endoglucanase , Cellobiohydrolase , and ␤ -Glucosidase Components of
the Cellulolytic System of Volvariella volvacea , the Edible Straw
Mushroom’. American Society for Microbiology, pp. 553–559.

Buswell, J. A., Chen, S., dan Wei Ge. 2004. Biochemical and molecular
characterization of a laccase from the edible straw mushroom ,
Volvariella volvacea. Eur J- Biochem. Vol 271, pp. 318–328. doi:
10.1046/j.1432-1033.2003.03930.x.

Chen, S., Ge, W. and Buswell, J. A. 2004. Biochemical and molecular characterization of
a laccase from the edible straw mushroom , Volvariella volvacea. Eur J. Biochem,
328(271), pp. 318–328. doi: 10.1046/j.1432-1033.2003.03930.x.

Cut, N., Fuadi, H., dan Nina, A. 2018. Karakteristik Pertumbuhan Dan Hasil Jamur
Merang (Volvariella Volvacea L.) Pada Media Tanam Dan Konsentrasi Pupuk
Biogreen Yang Berbeda. J. Floratek. pp. 171–180.

Hartini, T. 2018. Pertumbuhan Miselium Bibit F0 Jamur Tiram (Pleurotus


Ostreatus) Dan Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) Pada Media
Alternatif Ekstrak, Bubur, Tepung Biji Koro Benguk (Mucuna Pruriens).
J- agrotek. Vol 5(2), pp. 112–136.

Irawati. 2017. Produktivitas Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Pada Media


Sampuran Sekam dan Jerami Padi yang di Tanam dalam Baglog dan
Keranjang. J-keguruan dan ilmu pendidikan.

Jamel, D., Juber., dan K, Hadwa H. 2018. Effect Of Environmental Conditions


Growth Of Paddy Straw Mushroom (Volvariella Volvacea.). The Iraqi

21
Journal of Agricultural Sciences. Vol 46(3), pp. 362–368.

Jamjumroon, S. 2012.Extending The Shelf-life of Straw Mushroom With High


Carbon Dioxide Treatment. July 2014.

Mayulu, H., dan Suhandi. 2018. Potency and Carrying Capacity of Rice Straw for
Beef Cattle Feeding in East Kalimantan. Junal Ilmiah Teknik Peternakan,
Vol 4(3), pp. 119–129.

Mayun, I. 2017. Pertumbuhan Jamur Merang (Volvariella volvaceae) pada


Berbagai Media Tumbuh. J-Agrotek. Vol 26(3). pp. 124–128.

Pratiwi, A. I. 2017. Produktivitas Jamur Merang (Volvariella volvacea.)


padaMedia Campuran Tongkol Jagung dan Jerami Padi dengn Cara
Penanman yang Berbeda. J-Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Riduwan, M. 2013. Growth And Yield Of Mushroom (Volvariella volvacea.) At


Different Of Seed Planting Systems And Media Thickness. J-Floratek.
Vol 1(1). pp. 70–79.

Sani, B. 2018. Asiknya Budidaya Jamur Di Perkotaan (Udara Panas). kata pena:
Jakarta.

Sharma, V. P., Kamal, S., dan Kumar, A. 2019. Adaptability and Trait Stability
Analysis in Volvariella volvacea (Paddy Straw Mushroom) Adaptability
and Trait Stability Analysis. International Journal of Current
Microbiology and Applied Sciences, (April). doi:
10.20546/ijcmas.2019.804.171.

Sitorus, C., Sukeksi, L. dan Sidabudatar, J. 2018. Ekstraksi Kalium Dari Kulit
Buah Kapuk (Ceiba Petandra). Jurnal Teknik Kimia USU. Vol 7(2). pp.
17–22.

Soekro, S. R. dan R Suryani, G. 2014. Pemetaan Ketahanan Pangan Di Indonesia :


Pendekatan Tfp Dan Indeks Ketahanan Pangan. j ketahanan pangan. Vol
4.

Suharjo, E. 2006. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006.


Balitbang Holti.

Syahrir, S. 2018. Nilai Nutrisi Pakan Berbahan Jerami Padi, Gamal Dan Urea
Mineral Molases Liquid (UMML) Dengan Preparasi Yang Berbeda.
Buletin Nutrisi dan makanan Ternak, 2, pp. 78–84.

22
Thiribhuvanamala, G., Krishnamoorthy, S. and Manoranjitham, K.
2012. .Improved Techniques to Enhance the Yield of Paddy Straw
Mushroom ( Volvariella volvacea ) for Commercial Cultivation. African
Journal of Biotechnology, 11(64), pp. 12740–12748. doi:
10.5897/AJB11.4066.

Widyastuti, B. 2016. Budidaya Jamur Kompos : Jamur Merang, Jamur Kancing


(Champignon). Jakarta: Penebar Swadaya.

Wirasaputra, H. 2018. Pengaruh Ukuran Cacahan Dan Lama Pengomposan


Terhadap Karakteristik Media Tanam Jamur Merang (Volvariella
Volvaceae) Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit’, AGRIFOR
Volumertoforest, 4(2), pp. 47–55.

23
24
LAMPIRAN

Lampiran-1 plot dalam kumbung

U1 U2 U3 U4

M1L M2L M3L M2L


1 1 2 2

M2L M3L M2L M1L


1 1 1 1

M1L M2L M3L M2L


2 2 1 1

M3L M1L M1L M3L


2 1 1 1

M2L M3L M1L M1L


2 2 2 2

M3L M1L M2L M3L


1 2 2 2
Atas

Keterangan :

U
Ulangan : I, II, III, dan IV
Perlakuan : M1L1,M1L2,M2L1,M2L2,M3L1,M3L2
Tinggi antar ulangan : 50 cm
Jarak antar perlakuan : disekat dengan plastik
Ukuran plot : 1m x 0,5 m

25
26

Lampiran-2 Alat dan Bahan Percobaan

1. Alat :
 Bak Perendeman media 1 buah
 Plastik (trepal) penutup 3 lembar
 Tungku pasteurisasi 1 buah
 Gancu 1 buah
 Alat tulis 1 set
2. Bahan :
 Kapas 300 kg
 Sekam padi kering 50 kg
 Kayu bakar 1 m3

Anda mungkin juga menyukai