Anda di halaman 1dari 8

Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8 pISSN 2599 1205, eISSN 2599 1183

Maret 2022 DOI: http://dx.doi.org/10.32522/ujht.v6i1.5883

BUDIDAYA ULAT SUTERA DENGAN PEMBERIAN PAKAN DAUN MURBEI HASIL


KULTUR IN VITRO TERHADAP KUALITAS KOKON DAN BENANG SUTERA
Faradilla1*, Emi Malaysia1, Adelia Juli Kardika1* dan Arini Rajab1
1
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Kampus Gunung Panjang Jl. Samratulangi Samarinda
*Email : dillafara828@gmail.com

Received : 01 Juni 2021. Accepted : 05 Agustus 2021.

ABSTRACT

The Samarinda silk sarong is a typical Samarinda sarong made using imported silk yarn raw materials from China.
Quality mulberry plants are needed to support silkworm cultivation (sericulture). Quality mulberry plants obtained by in
vitro propagation techniques. The purpose of this study was to determine the differences in the quality of cocoons and
silk threads by feeding in vitro and cuttings. The research stages consisted of rearing silkworms, handling cocoons and
spinning. The results showed that mulberry propagated by in vitro culture as feed for silkworms for all observation
variables was better than mulberry propagated by cuttings. For the variables of cocoon shell weight, cocoon shell
presentation, filament length and filament yield, the results were significantly different, except for the variables of fresh
cocoon weight and dry cocoon weight which were not significantly different.
Key words: Cocoon, Culture In Vitro, Mulberry, Sericulture

ABSTRAK

Sarung sutera Samarinda merupakan sarung khas Samarinda yang dibuat dengan menggunakan bahan baku benang
sutera impor dari tiongkok. Tanaman murbei yang berkualitas diperlukan untuk menunjang budidaya ulat sutera
(serikultur). Tanaman murbei yang berkualitas diperoleh dengan teknik perbanyakan secara in vitro. Tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengetahui perbedaan kualitas kokon dan benang sutera dengan pemberian pakan yang diperbanyak
secara in vitro dan setek. Tahapan penelitian terdiri dari pemeliharaan ulat sutera, penanganan kokon dan pemintalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa murbei yang diperbanyak secara kultur in vitro sebagai pakan ulat sutera untuk
semua variabel pengamatan lebih baik dibandingkan dengan murbei yang diperbanyak secara setek. Untuk variabel
berat kulit kokon, presentasi kulit kokon, panjang filamen dan rendemen filamen menunjukkan hasil berbeda nyata
kecuali pada variabel berat kokon segar dan berat kokon kering menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
Kata kunci: Kultur In Vitro, Kokon, Murbei, Serikultur

PENDAHULUAN (Bombyx mori L.) dalam jumlah dan mutu yang


baik. Kualitas dan kuantitas daun murbei terhadap
Sarung tenun Samarinda adalah sarung khas pertumbuhan dan kesehatan ulat sebesar 38,2%
kota Samarinda. Sarung ini terbuat dari bahan baku sehingga sangat menentukan kualitas dan kuantitas
sutera jenis spun silk Impor dari Tiongkok. Secara kokon dan benang sutera yang dihasilkan (Shimizu
nasional pun untuk memperoleh benang sutera dan Tazima, 2006). Salah satu faktor penting
masih dilakukan secara impor. Kebutuhan kokon dalam budidaya ulat sutera adalah bahan makanan
per tahun 72.000-90.000 ton/tahun dan kebutuhan (pakan). Jenis pakan merupakan salah satu faktor
benang sutera mencapai 900 ton/tahun dan target penting bagi kualitas kokon yang dihasilkan oleh
tersebut masih relatif jauh dapat terpenuhi dengan ulat tersebut. Untuk mendapatkan panen kokon
kondisi pengembangan komoditi ini sekarang. yang optimal diperlukan daun murbei yang
Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk memenuhi mempunyai kualitas baik dan produksi tinggi.
kebutuhan bibit diatas, berarti dibutuhkan bibit ulat Usaha untuk meningkatkan produksi benang sutera
sutera 240.000 boks/tahun dan 10.000 ha tanaman dimungkinkan dapat tercapai apabila jenis murbei
murbei (Pudjiono dkk 2016). Pengembangan unggul (Ismadi, 2016; Muin dkk., 2015; Andadari
serikultur (budidaya ulat sutera) diperlukan untuk dan Kuntadi, 2014).
menunjang industri persuteraan Samarinda dan Saat ini, perbanyakan tanaman murbei
nasional. Keberhasilan usaha persutraan alam menggunakan teknologi konvensional seperti
utamanya sangat ditentukan oleh usaha penyediaan teknik setek dan okulasi. Teknik ini mempunyai
daun murbei (Morus sp.) sebagai pakan ulat sutera kelemahan seperti tergantung musim, sering

Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under 1
a Creative Commons Attribution 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgement of
the work's authorship and initial publication in this journal.
Budidaya Ulat Sutera dengan Pemberian Pakan Daun Murbei Hasil Faradila dkk
Kultur In Vitro Terhadap Kualitas Kokon dan Benang Sutera

mengalami kegagalan dalam proses inisiasi akar. ukur, hand sprayer, polibag besar, keranjang daun
Akar lambat tumbuh atau tidak mengalami ,gunting stek,pisau panjang daun, kompor, panci,
kegagalan dalam proses inisiasi akar. Akar lambat ember, baskom plastik, jaring untuk ulat berbagai
tumbuh atau tidak mengalami pertumbuhan ukuran ulat, ayakan plastik atau kantong dari kain
sehingga tanaman mudah mati, dan produksi untuk mengayak, kapur, bulu ayam/burung
tanaman yang lambat (Faradilla, 2012). Hal ini /bebek/angsa yang bersih, sumpit bambu, kain
akan mempengaruhi siklus hidup ulat sutera serta belacu, kertas alas atau karung pelastik untuk alas ,
kualitas benang yang dihasilkan (Muin., dkk 2015). kertas parafin atau kertas miyak, sapu, sikat, lap
Solusi dari ketiga permasalahan ini yaitu tangan, bahan disenfeksi, kapur, kaporit, alas kaki
menggunakan teknik perbanyakan secara in vitro. untuk di dalam ruang pemeliharaan, pasir, tanah,
Metode perbanyakan secara in vitro mampu kompos, plastik transparan, ZPT atonik, ulat sutra,
menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak planlet murbei dan daun murbei dari perbanyakan
dengan waktu yang relatif singkat, tidak tergantung stek.
musim, seragam serta bebas hama dan penyakit.
Faktor yang berpengaruh terhadap proses Rancangan Percobaan
perbanyakan tanaman secara in vitro yaitu inisiasi, Rancangan percobaan yang digunakan adalah
regenerasi dan aklimatisasi tanaman (Zulkarnain, Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor
2018). Kedua faktor ini membutuhkan kondisi tunggal dan 2 taraf perlakuan dan masing-masing
media dan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang tepat. taraf terdiri dari 100 ulangan. Adapun
Auksin dan sitokinin adalah contoh jenis zat perlakuannya adalah sebagai berikut :
pengatur tumbuh yang berperan dalam B1 = Pakan dari in vitro
perbanyakan tanaman secara in vitro. ZPT ini B2 = Pakan dari setek
berperan dalam inisiasi perbanyakan tanaman
secara in vitro yaitu mamacu pertumbuhan tunas Prosedur Penelitian
tanaman murbei (Faradilla, 2017) serta Aklimatiasi
berkontribusi pada pembentukan akar lateral Proses aklimatisasi dilakukan dengan
(Bhalerao dkk., 2002). Sehingga tujuan penelitian memindahkan planlet ke dalam media sesuai
ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas dengan perlakuan. Proses pemindahan diawali
kokn dan benang sutera dengan pemberian pakan dengan fungisida untuk mencegah tumbuhnya
yang diperbanyak secara in vitro dan setek. jamur, akar planlet kemudian diberi hormon.
Faktor lingkungan pada proses aklimatisasi
dilakukan dengan penyiraman dan pemberian
BAHAN DAN METODE sungkup pada tanaman selama 30 hari, pemberian
sinar matahari awal aklimatisasi hanya 25%.
Lokasi Penelitian Waktu aklimatisasi sekitar 3 bulan. Planlet yang
Penelitian tahun pertama ini dilaksanakan pada tumbuh dengan subur akan menjadi bibit murbei
bulan April sampai dengan bulan September 2020. yang sehat.
Tempat penelitian dilakukan ditiga tempat yaitu
untuk aklimatisasi dan transplanting tanaman Persiapan pemeliharaan ulat sutra
murbei di nursery Laboratorium Agronomi Prodi Tanaman murbei yang digunakan yaitu tanaman
Budidaya Tanaman Perkebunan politani murbei berumur 4 bulan. Pemeliharaan
Samarinda. Untuk pemeliharaan ulat sutera di menggunakan dua rak berukuran kecil (0,5 x 3 m
Laboratorium Sosek Prodi Manajemen Hutan dan besar (1,5 x 5 m). Rak kecil digunakan untuk
Politani Samarinda dan untuk pemintalan kokon pemeliharaan ulat kecil sedangkan rak besar
menjadi benang sutera di Kampung Tenun digunakan untuk pemeliharaan ulat yang berukuran
Kelurahan Mesjid Kecamatan Samarinda besar. Pemeliharaan dilaksanakan dalam ruangan
Seberang. berventilasi dan jendela. Pada penelitian ini lokasi
pemeliharaan bertempat di Laboratorium
Alat dan Bahan Agronomi, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Alat dan bahan yang digunakan dalam Desinfeksi dilaksanakan dua hingga tiga hari
penelitian ini sasak atau kotak pemeliharaan dari sebelum pemeliharaan ulat sutra dimulai.
kayu beserta rak (sebagai contoh rak kayu atau besi Desinfeksi menggunakan larutan kaporit 0,5% dan
dibuat 8 tingkat dengan jarak tingkat 15-20 cm), formalin 2%. Telur ulat dipesan sepuluh hari
Alat pemintal bukan mesin, themometer bola basah sebelum pemeliharaan dilaksanakan agar ulat
bola kering (thermohygrometer), bak semai, menetas bersamaan dan seragam
kompor, autoklaf, cangkul, gembor, pinset, gelas
2 Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8
Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8 pISSN 2599 1205, eISSN 2599 1183
Maret 2022 DOI: http://dx.doi.org/10.32522/ujht.v6i1.5883

Pelaksanaan pemeliharaan Panen dan penanganan kokon


Pemeliharaan ulat kecil didahului dengan Panen kokon harus dilakukan tepat waktu.
kegiatan hakitate yaitu pekerjaan penanganan ulat Tidak terlalu cepat atau lambat. Apabila
yang baru menetas disertai dengan pemberian dilakukan terlalu cepat akan mengakibatkan
makan pertama.Ulat yang baru menetas kokon kotor. Apabila panen terlalu lambat
didesinfeksi dengan bubuk campuran kapur dan waktu penyimpanan kokon akan pendek atau
kaporit (95:5), lalu diberi daun murbei yang muda
kupu-kupu mudah keluar. Panen dilakukan
dan segar yang dipotong kecil-kecil. Ulat
kemudian dipindahkan ke sasag kemudian ditutup pada hari ke-5 atau ke-6 sejak ulat mulai
dengan kertas minyak. membuat kokon dan pupa berwarna coklat.
Pemberian makanan dilakukan 3 kali sehari Untuk meyakinkan perlu dilakukan dengan
yakni pada pagi, siang, dan sore hari. Pada setiap melakukan pengirisan. Kokon yang telah
instar ulat akan mengalami masa istirahat (tidur) dipanen diletakkan pada tempat tertentu dan
dan pergantian kulit. Apabila sebagian besar ulat jangan dilempar agar kokon tidak menjadi
tidur (90 persen), pemberian makan dihentikan dan cacat. Selanjutnya dilakukan penanganan
ditaburi kapur. Pada saat ulat tidur, kokon yang meliputi kegiatan: (a)
jendela/ventilasi dibuka agar udara mengalir; Pembersihan kokon, yaitu menghilangkan
Pada setiap akhir instar dilakukan penjarangan kotoran dan serat-serat pada lapisan luar
dan daya tampung tempat disesuaikan dengan
kokon; (b) seleksi kokon, yaitu pemisahan
perkembangan ulat. Pembersihan tempat ulat dan
pencegahan hama dan penyakit harus dilakukan
kokon yang baik dan kokon yang cacat/jelek;
secara teratur. Pemeliharaan ulat besar (c) pengeringan kokon yaitu penanganan
dilaksanakan pada suhu 24-26oC dengan terhadap kokon untuk mematikan pupa serta
kelembaban 70-75%. Ulat besar memerlukan mengurangi kadar air dan agar dapat disimpan
ruangan/tempat pemeliharaan yang lebih luas dalam jangka waktu tertentu (lebih lama).
dibandingkan dengan ulat kecil. Daun yang Kokon yang baru dipanen mempunyai kadar
dipersiapkan untuk ulat besar, disimpan pada air 61-64% sehingga perlu dikeringkan hingga
tempat yang bersih dan sejuk serta ditutup dengan mencapai kering standar agar aman untuk
kain basah. disimpan selama beberapa bulan, apabila
Daun murbei yang diberikan pada ulat besar kokon tidak dikeringkan harus segera dipintal
tidak lagi dipotong-potong melainkan secara utuh
agar tidak keluar ngengat/kupu-kupu ; (4)
(bersama cabangnya). Penempatan pakan diselang-
penyimpanan kokon, dilakukan apabila kokon
selingi secara teratur antara bagian ujung dan
pangkalnya. Pemberian makanan pada ulat besar tidak langsung dipintal/dijual atau menunggu
(instar IV dan V) dilakukan 3-4 kali sehari yaitu proses pemintalan.
pada pagi, siang, sore dan malam hari. Menjelang
ulat tidur, pemberian makan dikurangi atau Produksi benang sutra
dihentikan. Pada saat ulat tidur ditaburi kapur Kokon yang telah kering kemudian dipintal
secara merata. Desinfeksi tubuh ulat dilakukan menggunakan mesin pintal. Proses pemintalan
setiap pagi sebelum pemberian makan dengan diawali dengan perebusan kokon dalam air
menggunakan campuran kapur dan kaporit (90:10) mendidih. Ujung benang pada kokon
ditaburi secara merata. kemudian ditarik dan dipasang pada mesin
Pada instar IV, pembersihan tempat pintal. Mesin pintal kemudian diaktifkan
pemeliharaan dilakukan minimal 3 kali, yaitu pada sehingga benang pada kokon tertarik pada
hari ke-2 dan ke-3 serta menjelang ulat tidur. Pada gulungan benang. Setelah benang tergulung,
instar V, pembersihan tempat dilakukan setiap hari.
dilakukan penjemuran ulang hingga dua hari.
Seperti pada ulat kecil, rak/sasag ditempatkan tidak
menempel pada dinding ruangan dan pada kaki rak
dipasang kaleng yang berisi air.Pada instar V hari Pengamatan
ke-6 atau ke-7 ulat biasanya akan mulai mengokon. Pengamatan dilakukan pada pada kokon yang
Pada suhu rendah ulat akan lebih lambat telah dipanen yaitu pada umur 32 hari sejak
mengokon. Ulat dikumpul dan dimasukkan ke kegiatan hakitate (pekerjaan penanganan ulat yang
dalam alat pengokonan yang telah disiapkan baru menetas disertai dengan pemberian makan
dengan cara menaburkan secara merata. pertama) atau sekitar umur 5 hari sejak ulat mulai
membuat kokon. Pemanenan dilakukan sebanyak
dua kali.

3
Budidaya Ulat Sutera dengan Pemberian Pakan Daun Murbei Hasil Faradila dkk
Kultur In Vitro Terhadap Kualitas Kokon dan Benang Sutera

Variabel yang diamati pada budidaya ulat sutera Kandungan nutrisi tanaman murbei sebagai pakun
adalah sebagai berikut : ulat sutera sangat penting karena memengaruhi
a. Berat kokon segar (g) pertumbuhan ulat sutera (Nguku dkk., 2007). Oleh
b. Berat kulit kokon (cg) karena itu mutu dari murbei akan memengaruhi
c. Presentasi larva mengokon (%) pertumbuhan ulat sutera, mutu kokon, dan mutu
d. Presentasi kulit kokon (%) serat yang dihasilkan. Peningkatan produksi kokon
e. Panjang serat (cm) membutuhkan daun murbei yang unggul yang
f. Rendemen serat (%) dapat dijadikan pakan ulat sutera. Daun murbei
g. kaya protein dan asam amino serta ada korelasi
Analisis Data yang tinggi antara tingkat protein daun dan
Data diolah menggunakan software SPSS 13. efisiensi kokon dan kulit kokon yang sebanding
Analisis data menggunakan analisis Rancangan dengan dengan sejumlah total murbei daun
Acak Lengkap (RAL) kemudian dilakukan uji (Laifelpuii dkk. 2014). Kualitas dan kuantitas daun
menggunakan Uji Duncan pada p<0,05. murbei berhubungan erat dengan kesehatan dan
ulat dan kualitas produksi benang sutera. Faktor
kualitas pakan diketahui dengan melakukan
HASIL DAN PEMBAHASAN analisis kandungan hara di laboratorium Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
Susunan Kimia Daun Murbei untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar serat
Mutu daun murbei yang baik ditentukan oleh kasar, pati,dan kadar protein dari masing-masing
kandungan protein, karbohidrat, dan mineral. jenis daun.

Tabel 1. Hasil analisa sample daun murbei perbanyakan secara in vitro dan setek
Jenis pengujian/pemeriksa Hasil pengujian /pemeriksaan
(200 gr berat kering ) In vitro Setek
Kadar air (%) 16,27 12,45
Kadar protein (%) 26,2 20,1
Kadar serat kasar (%) 30,49 34,75
P (%) 2.58 1,3
K (%) 4,15 2,83
Ca (%) 4,93 3,92
Na (%) 0,4 0.06
Sumber : Laboratorium BPTP Kaltim

Hasil uji laboratorium terhadap ketiga jenis Persentasi Larva Mengokon


murbei, dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa secara Presentasi larva mengokon adalah ratio antara
umum kandungan daun in vitro lebih baik jumlah larva yang mengokon dengan jumlah larva
Sampel. Jenis murbei yang diuji secara statistik
dibanding setek. Berdasarkan tabel 1, pakan in
berpengaruh nyata terhadap presentase larva
vitro bagus digunakan sebagai pakan ulat karena mengokon (Tabel 2). Hal ini ditunjang oleh hasil
kandungan airnya tinggi (16,27%) terutama bagus penelitian kumar dkk., (2014) bahwa perbedaan
untuk pakan ulat kecil yang lebih memerlukan jenis murbei dan musim pemeliharaan dapat
banyak air dan karbohidrat untuk pertumbuhannya, memengaruhi pertumbuhan dan sifat kokon ulat
begitu pula untuk pertumbuhan ulat besar pakan sutera.
yang berasal dari in vitro sangat bagus karena Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa
presentasi larva mengokon berpengaruh tidak
kandungan proteinnya tinggi. Kandungan protein
nyata. Pakan yang diperbanyak secara in vitro
yang tinggi bagi ulat sutera sangat penting karena merupakan hasil perbanyakan tanaman secara
untuk pembentukan serat sutera yang tersusun oleh vegetatif modern, dimana hasil tanaman ini
asam-asam amino yang kemudian dirakit menjadi merupakan tanaman yang sehat dan unggul.
fibroin dan serisin didalam kelenjar sutera. Sedangkan tanaman yang diperbanyak dengan
Berkebalikan dengan setek merupakan tanaman yang diperbanyak secara
kadar protein yang diharapkan tinggi dalam konvensional, yang diharapkan menghasilkan
daun murbei, maka kandungan serat kasar yang varietas yang cocok dikembangkan di daerah
tinggi justru mengurangi kualitas daun sebagai kering, morfologis daun besar serta produksi daun
pakan (Nguku dkk., 2007). tinggi, Namun kandungan gizinya tetap memenuhi

4 Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8


Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8 pISSN 2599 1205, eISSN 2599 1183
Maret 2022 DOI: http://dx.doi.org/10.32522/ujht.v6i1.5883

kebutuhan ulat sutera. Untuk itu masih perlu cenderung belum terlihat. Hasil Penelitian Nursita
diamati lebih lanjut kecocokan dengan ulat sutera. (2011) menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan ulat sutera untuk memproduksi
kokon dipengaruhi oleh iklim terutama suhu dan
kelembaban dan pakan daun murbei yang di
berikan.

Kualitas Kokon
Hasil penelitian kualitas kokon dapat dilihat
berat kokon segar berat kokon kering dan
persentasi kulit kokon (Tabel 2). Kelas segar
berdasarkan SNI dibagi menjadi empat kelas, yaitu
kelas A, B, C,dan D Dengan tiga parameter uji,
yaitu bobot kokon, rasio kulit kokon dan
Gambar 1. Larva ulat sutera mengokon persentase kokon cacat. Disamping itu juga
diamati persentase larva yang mengokon karena
Faktor lain yang dimungkinkan berpengaruh kokon merupakan hasil akhir dari suatu
terhadap presentase larva mengokon adalah pemeliharaan ulat sutera. kokon ini selanjutnya
musim. Saat penelitian dilaksanakan perbedaan akan diolah menjadi benang sutera, sehingga
antara musim hujan dan kemarau tidak begitu jelas kualitas dan kuantitasnya akan memengaruhi
perbedaannya, sehingga efektivitas daun murbei produktivitas usaha yang dilakukan.
tahan kekeringan sebagai pakan ulat sutera

Tabel 2. Hasil Produktivitas kokon dari dua jenis pakan


Persentasi larva Bobot kokon Bobot kulit kokon Presentasi kulit
No Perlakuan
mengokon (%) segar (g) (cg) kokon (%)
1 In vitro 63,00a 2,804a 36,0703a 26,1712a
2 Setek 49,89a 1,72a 34,0256b 23,3878b
Keterangan: Angka-angka di atas Yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf 0,01 dmrt

Bobot Kokon dihasilkan dari perlakuan pakan in vitro untuk


Bobot kokon yang terdiri dari bobot kokon yaitu untuk bobot kokon segar rata-rata 2,804 g
segar dan bobot kokon kering. Perbedaan antara dan bobot kulit kokon rata-rata 36,0703 cg.
kedunya adalah adanya perlakuan pengeringan Perbedaan bobot kokon antara pakan in vitro dan
selama 3x24 jam pada Suhu 75 0C dengan pakan setek hanya berkisar 1,2 g.
menggunakan oven. Sedangkan untuk kokon segar Bobot kokon yang dihasilkan lebih tinggi
adalah kokon Yang dikeringkan, dimana sedikit dari bobot konon di daerah tropis yang
penimbangan dilakukan setelah penen dan seleksi berkisar antara 1,5-2,0 g. Sesuai dengan pendapat
kokon. Bobot kokon dan kulit kokon merupakan Andadari dan Kuntadi (2014) rata-rata bobot
dua parameter yang paling penting dievaluasi kokon hybrid F-1 di daerah tropis berkisar antara
Untuk produktivitas. Bobot kokon adalah bobot 1,5-2,0 g.
kokon keseluruhan termasuk bobot kulit kokon Berdasarkan hasil analisis laboratorium
ditambah dengan pupa didalamnya. adanya kandungan nutrisi murbei, pakan yang diperbanyak
perbedaan pada hibrid ulat sutera disebabkan jenis secara in vitro menghasilkan kandungan protein
ulat, jenis kelamin dan cara pemeliharaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
akan mempengaruihi bobot kokon yang dihasilkan. diperbanyak secara setek (Tabel 1), dan sangat
Jenis, jumlah dan kualitas murbei yang diberikan bagus sebagai pakan ulat karena pembentukan
serta suhu dan kelembaban juga dapat kelenjar sangat dipengaruhi oleh kandungan
mempengaruhi bobot kokon (Graviria dkk, 2006). protein di daun murbei sebagai pakan ulat. Tingkat
Pada Tabel 2, hasil uji Duncan menunjukkan gizi kultivar yang berbeda dari murbei
perlakuan jenis pakan murbei memberikan memengaruhi pertumbuhan ulat, yang akhirnya
pengaruh yang tidak nyata pada paramerer bobot memengaruhi sifat ekonominya seperti hasil
kokon segar, akan tetapi berpengaruh nyata pada kokon, bobot kulit Kokon, dan persentase sutera
parameter bobot kulit Kokon. Bobot tertinggi dari ulat. Dalam hubungannya dengan kandungan

5
Budidaya Ulat Sutera dengan Pemberian Pakan Daun Murbei Hasil Faradila dkk
Kultur In Vitro Terhadap Kualitas Kokon dan Benang Sutera

zat-zat dalam daun murbei sebagai pakan. Kadar perbedaan rasio antara keduanya yaitu sebesar
protein merupakan bagian dari unit struktural dan 2,7838%. Hal ini menunjukan bahwa rasio kulit
sumber energi yang Diperlukan dalam proses- kokon ditentukan oleh jenis pakan dan kandungan
proses sintesis di dalam tubuh ulat dan sangat erat nutrisi pakan. Ismadi (2016) mengemukakan salah
hubungannya dengan pembentukan serat sutera satu faktor penting dalam budidaya ulat sutera
(Kaomini, 2002). Serat sutera tersusun oleh asam- adalah bahan makanan (pakan). Jenis pakan
asam amino yang kemudian dirakit Menjadi fibroin merupakan salah satu faktor penting bagi kualitas
dan serisin di dalam kelenjar sutera. Oleh karena kokon yang dihasilkan oleh ulat tersebut. Pakan
itu kandungan protein yang tinggi akan merupakan sumber nutrisi digunakan oleh ulat
memengaruhi kualitas serat yang dihasilkan. sebagai cadangan untuk nantinya membentuk
Oleh karena itu dari hasil analisis laboratorium sebuah kokon. Kokon yang berkualitas ditentukan
terhadap kandungan nutrisi kedua jenis murbei oleh jenis pakan ulat dimana kandungan nutrisinya
pada tabel 1, maka jenis pakan dari perbanyakan harus diperhitungkan. Tidak semua jenis pakan
secara in vitro dapat dinilai memiliki kualitas yang mempunyai kandungan nutrisi yang sinergi dengan
bagus untuk pakan ulat sutera karena kandungan konsumsi ulat yang dipelihara. Jadi pemilihan jenis
protein yang tinggi dan kandungan serat kasar pakan yang tepat kualitas dan kuantitas kokon.
yang rendah. Perbedaan bobot kulit kokon dari Persentase kulit kokon hibrid di daerah tropis
hasil dua jenis daun murbei ulat sutera berkisar antara 18,0%-22,0%. Persentase kulit
menunjukkan adanya pengaruh cara perbanyakan kokon perlu diketahui karena berhubungan erat
dan hibrid yang berbeda. Adanya perbedaan bobot dengan persentase benang sutera (raw silk) dalam
kulit kokon pada hibrid ulat sutera, hal ini pemintalan. Persentase kulit kokon menunjukan
disebabkan jenis ulatnya, kondisi pemeliharaan, jumlah sutera mentah bisa di gulung dari total berat
dan pengokonan akan memengaruhi bobot kulit kokon dan persentase kulit kokon ini bervariasi
kokon yang dihasilkan (Pudjiono dkk., 2016). menurut umur kokon dan perkembangbiakkannya
Selain jenis ulat, jumlah dan kualitas murbei yang (Chaniago dkk., 2017)
diberikan juga dapat memengaruhi bobot kulit
kokon. Panjang Serat dan Rendamen Serat
Kualitas serat dalam penelitian ini dapat dilihat
Presentasi Kulit Kokon pada variabel panjang serat (Tabel 3). Kualitas
Pada Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan jenis serat sutera sangat menentukan dalam proses
pakan yang berbeda memberikan pengaruh sangat pemintalan karena akan memengaruhi benang
nyata. Interaksi keduanya memberikan pengaruh sutera yang dihasilkan. Semakin baik kualitas serat
nyata terhadap rasio kulit kokon yaitu murbei dari kokon yang akan dipintal maka benang sutera
sebagai pakan diperbanyak dengan budidaya in yang diperoleh juga akan semakin meningkat Baik
vitro menghasilkan presentasi sebesar 26,1712%. kualitas maupun kuantitas. Berikut nilai rata-rata
Sedangkan murbei yang diperbanyak dengan Panjang serat ulat sutera yang diberi pakan dengan
budidaya setek pakan menghasilkan rasio kulit dua jenis tanaman murbei.
kokon rendah yaitu sebesar 23,3878%. Terdapat

Tabel 3. Rerata panjang serat dan rendemen serat


No Perlakuan Panjang filamen (cm) Rendemen filamen (%)
a
1 In vitro 1.106,26 21,8188a
2 Setek 998,44b 19,3168b
*) Angka-angka di atas yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf 0,01 DMRT

Nilai rata-rata kualitas benang atau serat yang berpengaruh langsung terhadap kualitas kokon
ditunjukkan oleh karakter panjang serat secara yang dihasilkan, sedangkan kualitas serat
statistik berbeda tidak nyata antara ulat sutera yang dipengaruhi oleh kualitas kokon yang dipintal.
diberi pakan murbei hasil in vitro dan pakan Panjang serat yang dihasilkan Rata-rata nilainya
murbei setek (Tabel 3). Hasil penelitian (Kumar diatas 900 m yang berarti masih cukup baik baik.
dkk., 2014). menunjukkan bahwa jenis daun Kandungan nutrisi dari dua jenis murbei yaitu yang
tanaman murbei memengaruhi rendemen dan diperbanyak dengan cara in vitro dan setek
kualitas benang. Daun murbei biasanya sebagaimana yang tercantum pada Tabel 1.

6 Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8


Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8 pISSN 2599 1205, eISSN 2599 1183
Maret 2022 DOI: http://dx.doi.org/10.32522/ujht.v6i1.5883

Kandungan nutrisi tanaman murbei Sebagai pakan Jurnal online Santia Biologi. ISSN : 2337-
ulat sutera sangat penting karena memengaruhi 8913. FMIPA USU
pertumbuhan ulat sutera (Muin et al., 2015) Faradilla. 2012. Perbanyakan murbei secara
mengemukakan bahwa protein merupakan salah konvensional. Politeknik Pertanian Negeri
satu nutrien yang menjadi faktor penentu Samarinda. Samarinda.
produktivitas ternak. Sedangkan Wageansyah Faradilla. 2017. Multiplikasi tanaman murbei
(2007) mengemukakan bahwa ulat besar (instar (Morus sp.) dengan pemberian BAP secara
IV-V) memerlukan pakan dengan kandungan kultur in vitro. Buletin Loupe 14.1 : 7-13.
Protein yang tinggi guna memercepat pertumbuhan Gaviria, Duverney A, Enrique Aguilar, Herman J
kelenjar sutera namun dengan kadar Air yang Serrano, and H Alvaro. 2006. “ DNA
rendah. Kandungan protein tanaman murbei yang Fingerprinting Using AFLP Markers to Search
diuji berkisar antara 13-14%. for Markers Associated with Yield Attributes in
the Silkworm, Bombyx mori. “ Journal of
Insect Science 2006 (15): 1-10.
Ismadi. 2016. Budidaya ulat sutera. Indo Publika.
KESIMPULAN Jakarta.
Kaomini. 2002. Pedoman Teknis Pemeliharaan
Urbei yang diperbanyak secara kultur in vitro Ulat Sutera . Bandung, Jawa Barat.
sebagai pakan ulat sutera untuk semua variabel Kumar, V., Kumar, D. & Ram, P. (2014). Varietal
pengamatan lebih baik dibandingkan dengan influence of mulberry on silkworm, Bombyx
murbei yang diperbanyak secara setek Pada tahap mori L. growth and development. Research
serikultur untuk variabel berat kulit kokon, Article. Intenational Journal of Advanced
presentasi kulit kokon, panjang filamen dan Research, 2(3), 921-927.
rendemen filamen menunjukkan hasil berbeda Lalfelpuii, Ruth, Bidyuth Nath Choudhury, G
nyata kecuali pada variabel berat kokon segar dan Gurusubramanian, and N Senthil Kumar. 2014.
berat kokon kering menunjukkan hasil tidak “ Effect of Different Mulberry Plant Varieties
berbeda nyata. on Growth and Economic Parameters of the
Silkworm Bombyx Mori in Mizoram. “
Science Vision 14 (1): 34-38.
Muin, N., Suryanto, H dan Minarningsih. 2015. Uji
UCAPAN TERIMA KASIH coba hybrid Morus khunpai dan M.Indica
sebagai pakan ulat sutera (Bombyx mory Linn).
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan Jurnal Wallacea 4.2 :137-145.
penelitian yang didanai oleh Kementerian Riset, Nguku, EK, EM Muli, and SK Raina. 2007.
Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Terima kasih Larvae, Cocoon and Post- Cocoon
juga kami sampaikan kepada Politeknik Pertanian Characteristics of Bombyx mori L.
Negeri Samarinda karena telah memberikan tempat (Lepidoptera: Bombycidae) Fed on Mulberry
penelitian yang dapat mendukung pelaksanaan Leaves Fortified with Kenyan Royal Elly.
penelitian ini. Journal Appl. Sci. Environ. Manage 11 (4): 85-
89.
Nursita, I, W. 2011. Perbandingan produktivitas
ulat Sutera dari dua tempat pembibitan yang
DAFTAR PUSTAKA berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan
panas. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan, 21(3), 10-
Andadari, L., dan Kuntadi. 2014. Perbandingan 17.
hybrid ulat sutera (Bombyx mori) asal Cina Pudjiono, S., Andadari, L dan Darwo. 2016.
dengan hibrid lokal di Sulawesi Selatan. Jurnal Pemilihan jenis hybrid murbei untuk
penelitian Hutan Tanaman. 11(3) ; 173-83. dikembangkan di dataran tinggi. Jurnal
Bhalerao, R.P., J. Eklof, K. Ljung, A. Marchant, Penelitian Hutan Tanaman 13(2): 133-138.
M. Bennet t, and G. Sanberg. 2002. Shoot- Shimizu, M., and J. Tajima. 2006. Handbook of
derived Auxin is Essential for Early Lateral silkworm rearing. Fuji Publishing Co. Tokyo.
Root Emergence in Arabidopsis Seedling. Plant S.Wageansyah, R Dendi Ramdhan. 2007.
Journal . 29: 325-332. Pengaruh Pemberian berbagai Jenis Daun
Chaniago, M. M., Masitah, T dan Nursal. 2017.
Pengaruh kualitas daun murbei (Morus
multicaulis) terhadap indeks nutrisi ulat sutera.

7
Budidaya Ulat Sutera dengan Pemberian Pakan Daun Murbei Hasil Faradila dkk
Kultur In Vitro Terhadap Kualitas Kokon dan Benang Sutera

Murbei (Morus Sp.) Terhadap Pertumbuhan Ulat


Sutera (Bombyx mori L.) dan Kualitas kokon
di pusat Serikultur Sukamantri, Bogor. Skripsi.
Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor .
Zulkarnain. 2018. Kultur jaringan tanaman; Solusi
perbanyakan tanaman budidaya. Bumi Aksara.
Jakarta

8 Ulin - J Hut Trop Vol 6 (1) : 1-8

Anda mungkin juga menyukai